Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ANALISA JURNAL
“Analisis Faktor Yang Berhubungan Terkait Kepatuhan Minum Obat Pasien
Tuberkulosis Paru BTA+ di Masa Pandemi Covid 19 di Puskesmas Wilayah
Kota Kendari”

Oleh:
Kelompok 4
Kelas II C
Anggota:
1. Annisa Rahma (211211948)
2. Dindry Dinah Oswi (211211895)
3. Diva Salsabilla (211211896)
4. Yoga Yuanda Putra (211211931)

Dosen Pengampu:
Ns. Lenni Sastra, S.Kep.,MS
NIDN: 1014058501

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini menganalisa
jurnal: “Analisis Faktor Yang Berhubungan Terkait Kepatuhan Minum Obat
Pasien Tuberkulosis Paru BTA+ di Masa Pandemi Covid 19 di Puskesmas
Wilayah Kota Kendari”. Penyusunan ini merupakan salah satu persyaratan dalam
memenuhi sebagian penilaian pada mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem
Kardiovaskular, Respiratori dan Hematologi Program studi S1 Keperawatan
STIKes Mercubaktijaya Padang. Selain itu, makalah ini juga bertujuan menambah
wawasan pembaca dan juga bagi kami penyusun.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ns. Lenni Sastra, S.Kep.,MS


selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskular,
Respiratori dan Hematologi. Penulis menyadari makalah Asuhan Keperawatan ini
masih jauh dari sempurna dan masih membutuhkan perbaikan-perbaikan, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari Bapak dan Ibu Dosen,
serta para pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga makalah Asuhan
Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khusunya bagi
perawat dalam usaha peningkatan pelayanan kesehatan, sesuai dengan standar
profesi keperawatan.

Padang, 12 Januari 2023

Penulis
Kelompok 4

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................
1.3 Tujuan.........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Analisa Jurnal .............................................................................................
2.2 Perbandingan makalah asuhan keperawatan dengan analisa jurnal ...........

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................................
3.2 Saran ...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pandemi Covid 19 telah memberikan efek yang meluas dalam berbagai
aspek kehidupan manusia. Penderita TB menghadapi tantangan berat dalam
situasi yang sangat merugikan ini. Pembatasan sosial berskala besar yang
diterapkan pemerintah sebagai strategi untuk menekan laju penyebaran
penyakit memberikan efek negative pada penderita TB. Studi ini bertujuan
untuk menilai factor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat
penderita TB dalam situasi pandemic Covid 19. Studi ini merupakan jenis
analitik observasional dengan menggunakan pendekatan Cross sectional. 67
penderita TB dilibatkan dalam penelitian ini sebagai responden. Chi Square test
digunakan untuk menganalisis hubungan antar factor dengan kepatuhan
penderita TB. Hasil: Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan
kepatuhan minum OAT adalah pengetahuan (OR 14.909), motivasi (OR 6.783),
jarak rumah (OR 5.591), dukungan keluarga (OR 4.071), dan peran petugas
kesehatan (OR 11.500). Sedangkan factor pembiayaan dan efek samping obat
tidak berhubungan secara signifikan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa
pengetahuan dan peran petugas kesehatan pengobatan TB dominan
berpengaruh terhadap kepatuhan minum OAT di Puskesmas Wilayah Kota
Kendari (p=0,001 dan p=0,003), dengan kontribusi terhadap kepatuhan minum
OAT sebesar 53%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penatalaksaan untuk klien TB Paru?
2. Bagaimana perbandingan penatalaksaan pada makalah asuhan keperawatan
dengan analisa jurnal?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penatalaksaan untuk klien TB Paru
2. Untuk mengetahui perbandingan penatalaksaan pada makalah asuhan
keperawatan dengan analisa jurnal

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisa Jurnal
Dalam jurnal terdapat penatalaksanaan:
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru
Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa (1) informan yang tidak
patuh disebabkan karena sudah merasa sudah sembuh.Hasil penelitian yang
sudah dilakukan Dewi et al., (2019) di wilayah kerja Puskesmas I dan III
Denpasar Utara dari 42 responden didapatkan jumlah penderita TB Paru
yang memiliki kepatuhan tinggi yaitu sebanyak 29orang (69%), 9 orang
(21,4%) memiliki tingkat kepatuhan sedang dan 4 orang(9,5%) memiliki
kepatuhan rendah. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat kepatuhan tinggi. Tingkat kepatuhan tinggi salah
satunya dapat dipengaruhi oleh adanya motivasi. Motivasi dalam
meningkatkan kesadaran dan keinginan berobat penderita sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pengobatan TBC. Terkadang walaupun gejala penyakit
mulai memberat, tetapi apabila penderitanya tidak merasa begitu sakit,
penderita cenderung untuk tidak mencari pengobatan. Hasil penelitian di
atas sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putuet al.,(2015)
berdasarkan jawaban responden yang telah diteliti didapatkan tingkat kepatuhan
minum obat yang tinggi yaitu sebesar 86.67%. Tingginya tingkat kepatuhan
pengobatan pada responden dapat disebabkan oleh beberapa faktor
pendukung, seperti obat-obatan dan layanan diberikan secara gratis, pusat
pelayanan kesehatan yang mudah diakses oleh masyarakat serta adanya
keinginan dari dalam diri untuk sembuh. Hasil penelitian diatas juga didukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sariet al., (2014) dikatakan bahwa 92
pasien yang menjadi responden dalam penelitian masih patuh dalam
menjalani terapi anti tuberkulosis terbukti dengan tetap menjalani terapi
anti tuberkulosis sampai selesai (selama 6 bulan) dan tidak terdapat obat
sisa setiap bulan. Hal ini disebabkan karena adanya faktor yang tidak perlu
rangsangan dari luar, yang berasal dari diri sendiri berupa motivasi,
keyakinan, sikap dan kepribadian dari masing-masing responden. Sedangkan
factor yang perlu rangsangan dari luar berupa dukungan sosial dalam bentuk
dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain ataupun teman.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa secara garis besar
dapat disimpulkan dari 3 informan terdapat 1 yang tidak patuh dalam
penatalaksanaan pengobatan, yaitu terdiri dari 2 orang informan patuh terhadap
pengobatan tuberculosis paru dan 1 orang informan tidak patuh dalam
pengobatan tuberculosis paru. Ketidakpatuhan informan disebabkan informan
sudah merasa sembuh dari penyakitnya, itu dapat disimpulkan bahwa
kurangnya pengetahuan dari informan untuk kepatuhan berobat. Hasil
penelitian menunjukan bahwa PMO sudah mengerti tugasnya sebagai
seorang PMO. Hasil wawancara perawat/pemberi obat didapatkan bahwa
ketersedian Obat Anti Tuberculosis (OAT) selalu ada pada waktu pasien atau

4
penderita tuberculosis paru mengambilnya. Penelitian yang dilakukan Pongoh
et al., (2015) menunjukkan bahwa bahwa tenaga kesehatan di Puskesmas
Kota Manado sebagian besar berumur 25-36 tahun (52,0%), jenis kelamin
terbanyak perempuan 65 responden (86,7%). Tenaga kesehatan diPuskesmas
Kota Manado semuanya(100%) memiliki pengetahuan, sikap, tindakan yang
baik terhadap pengobatan TB.Menurut Kemenkes RI (2014) untuk menjamin
keteraturan pengobatan makadiperlukan adanya Pengawasan Menelan Obat
(PMO). PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk
mengawasi dan memantau penderita TB dalam meminum obatnya secara
teratur dan tuntas. Hasil wawancara di atas sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Putuet al., (2015)berdasarkan kepemilikan Pengawas
Minum Obat (PMO), dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa 94,4%
responden memiliki pengawas minum obat. Tujuh belas orang responden
yang memiliki PMO menyatakan bahwa PMO selalu mengingatkan untuk
minum obat, selalu mengingatkan untuk mengambil obat dan mengecek
dahak tepat waktu, serta menegur responden apabila lupa minumobat.
Penelitian yang dilakukan Gego & Djuma (2019) menunjukkan responden
yang memiliki pengetahuan baik tentang TB sebanyak 28/34 responden,
semua responden memiliki sikap dan perilaku baik tentang kepatuhan
minum obat, semua pendamping minum obat berperan baik dalam
keberhasilan pengobatan. Keberhasilan pengobatan TB di Puskesmas
Borong di pengaruhi oleh pengetahuan, kepatuhan, sikap, perilaku pasien
yang baik dan ditunjang oleh peran dari PMO yang sangat baik.

2.2 Perbandingan Penatalaksanaan Analisa Jurnal dengan Makalah Asuhan


Keperawatan TB Paru
Penatalaksanaan dalam jurnal hanya berfokus pada kepatuhan pasien TB Paru
dalam mengonsumsi obat nya. Sedangkan pada asuhan keperawataN TB Paru
yang telah kami buat, yaitu:
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin,
klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis
foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok


populasi tertentu misalnya:

a) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.

b) Penghuni rumah tahanan.

5
3) Vaksinasi BCG

Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur
kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada
tes tuberkulin. Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang
dicurigai menderita tuberkulosis, yakni:

a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah
berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.

b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif


dan pernah berkontak dengan pasien penyakit paru.

c) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai kemungkinan


terkena.

d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8
minggu dan ila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila
tuberkulin sudah mengalami konversi, maka pengobatan harus diberikan.

4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan


dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusui
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut:

a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena
resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin
positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
immunosupresif jangka panjang,
e) Penderita diabetes melitus.

6
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh
petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012) Arif
Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita TB paru
selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi
terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk
penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal
yang penting untuk diketahui. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan


Streptomisin (S).

2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid


(INH).

b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin dan Isoniazid.

2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan


Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).

c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis


terhadap bakteri tahan asam.

1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam


para-amino salistik (PAS), dan sikloserine.

2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid


dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi

7
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol
(Depkes RI, 2004) . Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus
terlebih dahulu berdasarkan lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologi, apusan sputum dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB paru yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). DOTSC
yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu:

a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam


penanggulangan TB paru.

b. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,


sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah pengawasan


langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan
pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.

d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.


Pencatatan dan pelaporan yang baku.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian wawancara pada 3informan didapatkan
gambaran penatalaksanaan pengobatan tuberculosis paru diwilayah Kerja
Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu ditemukan pasien yang tidak patuh
disebabkan karena sudah merasa sudah sembuh dan malas untuk mengambil
obat lagi diPuskesmas Sukamerindu, PMO sudah mengerti dengan tugasnya
sebagai seorang PMO. Ketersedian obat anti tuberculosis selalu ada pada saat
pasien atau penderita tuberculosis paru. Ketidakpatuhan minum obat pasien
tuberculosis paru, terdiri dari 2informan patuh terhadap pengobatan
tuberculosis paru, 1informan tidak patuh terhadap pengobatan tuberculosis
paru.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa kekurangan dalam makalah yang saya buat di atas
merupakan kelemahan kami, karena terbatasnya kemampuan kami untuk
memperoleh data dan informasi. Kami harapkan kritik dan saran yang
membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi, semoga
makalah ini dapat membawa manfaat kepada para pembacanya nanti.

9
DAFTAR PUSTAKA
View of Penatalaksanaan Pengobatan Tuberculosis Paru (ipm2kpe.or.id) diakes
pada tanggal 8 Januari 2023
Andra F.S & Yessie M.P. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta.
Nuha Medika

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva


Press

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis Klinis.


Jakarta. Widya Medika

Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :


Gerdunas TB

10

Anda mungkin juga menyukai