Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien penderita
tuberculosis paru
Oleh :
181211508 / IIIC
DOSEN PENGAMPU
Ns.Lenni Sastra,S.Kep. MS
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga peneliti bisa menyelesaikan proposal ini dengan tepat pada waktunya. banyak rintangan
dan hambatan yang peneliti hadapi dalam penyusunan proposal yang berjudul “HUBUNGAN
DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN
PENDERITA TUBERCULOSIS” ini tanpa adanya halangan dan hambatan yang berarti.
Sholawat serta salam tidak lupa juga penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW.
Dengan adanya proposal ini diharapkan dapat membentu dalam proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih
kepada pihak yang telah memberi bantuan, dorongan dan do’a.Peneliti menyadari masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu peneliti mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca. akhirnya harapan peneliti semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Padang . 2021
DAFTAR ISI
A. Tuberculosis ……………………………………………………………………………...
3. Etiologi tuberculosis……………………………………………………………………….
5. Patofisiologi tuberculosis…………………………………………………………………..
D. DUKUNGAN KELUARGA………………………………………………………………
A. Kerangka teori………………………………………………………………………………
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru. Sekitar 25%
dari kematian di dunia disebabkan oleh penyakit TB dan sekitar 80% kematian tersebut berasal
dari kelompok umur produktif (15-50 tahun).Penyakit TB Paru banyak pula yang tidak berhasil
disembuhkan terutama negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB
Paru besar (high burden countries) termasuk Indonesia (Kemenkes RI, 2010). Diketahui bahwa
Periode Prevalence TB (D) Nasional mencapai 725 per 100.000 penduduk pada tahun 2009-
2010. Periode Prevalence TB (D) Kalimantan Selatan yakni sebesar 0,810 per 100.000 penduduk
(Kemenkes RI, 2010) dan prevalensi TB di Puskesmas Pekauman tahun 2012 diketahui hanya
sebesar 161/100.000 penduduk.
Tahun 2013, World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 9 juta kasus
tuberculosis baru dan diperkirakan sekitar 1,5 juta yang meninggal karena TB. Angka kematian
TB di Indonesia pada tahun 2013 meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 27 per 100.000
penduduk menjadi 64 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun dari 185 menjadi 183
per 100.000 penduduk di tahun 2013.
jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun 22% antara tahun 2000 dan 2015, namun
tuberkulosis paru masih menepati peringkat ke-10 penyebab kematian tertinggi di dunia pada
tahun 2016 berdasarkan laporan World Health Organization (WHO). Oleh sebab itu hingga saat
ini tuberkulosis paru masih menjadi prioritas utama di dunia dan menjadi salah satu tujuan dalam
SDGs (Sustainability Development Goals) (Kemenkes RI, 2018).
Kepatuhan pasien dalam minum obat merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu
pengobatan. Pengobatan TB paru yang lama sering membuat pasien bosan dan menimbulkan
ketidakpatuhan pasien dalam minum obat. Permasalahan kepatuhan pasien penyakit TB paru di
pengaruhi banyak faktor, yaitu faktor obat, factor sistem kesehatan, faktor lingkungan, faktor
social ekonomi, dan faktor pasien. Dukungan keluarga dan orang di sekitar sangat berperan
penting bagi pasien untuk memotivasinya dalam menjalankan pengobatan dan pengetahuan
pasien terhadap penyakit tuberkulosis, obat anti tuberkulosis, dan keyakinan terhadap efikasi
obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya atau tidak.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini,
yaitu : Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien penderita
tuberculosis paru.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh : Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien penderita tuberculosis.
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui rerata tingkat kepatuhan pasien sebelum dilakukan dukungan keluarga pada
passien tuberkulosis yang akan menjalani pengobatan.
2. Mengetahui rerata tingkat kepatuhan sesudah dilakukan dukungan keluarga pada passien
tuberkulosis yang akan menjalani pengobatan.
3. Mengetahui perbedaan skor tingkat kepatuhan sebelum dan sesudah dilakukan dukungan
keluarga pada passien penderitatuberkulosis yang akan menjalani pengobatan.
D. Manfaat penelitia
1. Bagi pelayanan keperawatan
tenaga kesehatan/perawat sebagai salah satu terapi non farmakologis untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada passien penderita tuberkulosis yang menjalani
pengobatan, sehingga dapat meningkatkan standar asuhan keperawatan di institusi rumah
sakit.
2. Bagi penderita
Bagi penderita peneliti ini di harapkan dapat di jadikan informasi pendukung
dalam rangka menjalankan pengobatan tuberculosis paru.
3. Bagi institusi pendidikan
Dapat dijadikan masukan dalam bidang ilmu terkait khususnya dalam ilmu riset
keperawatan. Sebagai masukan bagi peserta didik untuk mengetahui terapi nonn
farmakologis dalam hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien penderita tuberculosis dengan dukungan keluarga serta sebagai informasi
untuk dijadikan masukan tambahan dalam pendidikan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau data pembanding untuk
penelitian yang akan datang dalam melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan
Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien penderita
tuberculosis.
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosis
1. Pengertian tuberculosis
Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebakan oleh bakteri yang disebut
Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar bakteri tuberculosis menyerang paru-paru,
namun juga dapat menyerang organ tubuh lainnya seperti tulang, usus, atau kelenjar. Penyakit
tuberculosis dapat menyebar dan menular melalui perantara ludah dan bakteri yang ikut
bersama ludah si penderita penyakit tuberculosis ketika si penderita batuk atau bersin. Dengan
demikian, penularan penyakit tuberculosis dapat terjadi melalui kontak langsung dengan si
penderita tuberculosis ataupun melalui udara.
Mycobacteriumtuberculosa panjangnya satu sampai 4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai
0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 370C dengan tingkat PH optimal
pada 6,4 sampai 7,0 untuk membelah dari satu sampai dua (generatiomtime) kuman
membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak dan protein(10).
2. Klasifikasi TB Paru
a. Pembagian secara patologis
1. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis
TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai
menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis
1. Tuberculosis minimal
Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
3. Etiologi tuberculosis
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat
ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi
terinfeksi.Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi
inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma,
dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare, 2015).Ketika seseorang penderita TB
paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet
nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuklei
tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat,
maka orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).
Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk tertular
virus tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan
HIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik
dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda
antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan
respons berbeda.Jaringan granulaasi menjadi lebih fibroblas membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjr getah bening regional dan lesi primer disebut Kompleks
Ghon.Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio gram rutin.Namun kebanyakan infeksi
TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan
cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain dari paru, atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan
jaringan parut fibrosis.Bila peradangan merada, lumen bronkus dapat menyepit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut bronkus dan
rongga.Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas penu dengan bahan
perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.Keadaan ini dapat
tidak menimbulkan gejala demam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri.Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ –
organ tubuh. (Sylvia, 2005).
6. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga
bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan
radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi.
Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi
tertentu misalnya:
a) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.
b) Penghuni rumah tahanan.
3) Vaksinasi BCG
Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang
dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada tes tuberkulin.
Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai menderita
tuberkulosis, yakni:
a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah berkontak
dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.
b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif dan pernah
berkontak dengan pasien penyakit paru.
c) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai kemungkinan terkena.
d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8 minggu dan ila
tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin sudah mengalami
konversi, maka pengobatan harus diberikan.
4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya
TB milier dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberculin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular.
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
immunosupresif jangka panjang,
e) Penderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012)
Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita TB
paru selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan,
resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untu
penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa
hal yang penting untuk diketahui. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi,
apusan sputum dan riwayat pengobatan sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman
tentang strategi penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly Observed
Treatment Short Course (DOTSC). DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri
atas lima komponen, yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB paru.
b. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,
sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur
dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama
di mana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. Pencatatan dan
pelaporan yang baku.
2. Isoniazida
Derivat asam isonikotinat ini (1952) berkhasiat tuberkulostatik paling kuat
terhadap M. Tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil
yang sedang tumbuh pesat. Isoniazida masih tetap merupakan obat kemoterapi terpenting
terhadap berbagai jenis tuberkulosa dan selalu digunakan sebagai multiple terapi dengan
rifampisin dan pirazinamida.
Efek samping pada dosis normal (200-300 mg sehari) jarang terjadi dan ringan
(gatal-gatal, ikterus), tetapi lebih sering timbul bila dosis melebihi 400 mg, yang
terpenting polineuritis, yakni radang saraf dengan gejala kejang dan gangguan
penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan lemah serta anoreksia juga sering kali timbul.
Untuk menghindari efek samping ini biasanya diberikan pridoksin (vitamin B6) 10 mg
sehari bersama vitamin B1 (aneurin) 100 mg.Dosis : oral/i.m. dewasa dan anak-aanak 1
dd 4-8 mg/kg/hari atau 1 dd 300-400 mg, atau sebagai dosis tunggal bersama rifampisin,
pagi hari sebelum makan atau sesudah makan bila terjadi gangguan lambung(12).
3. Pirazinamida
Pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja sebagai bakterisid (pada suasana asam: PH
5-6) atau bakteriostatik,tergantung pada PH dan kadarnya di dalam darah. Spektrum
kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis.
Efek samping yang sering kali terjadi dan berbahaya adalah kerusakan hati dengan
ikterus adalah kerusakan hati dengan ikterus (hepototksik), terutama pada dosis diatas 2 g
sehari. Pengobatan harus segera dihentikan bila tanda –tanda kerusakan hati. Pada hampir
semua pasien, pirazinamida menghambat pengeluaran asam urat sehingga meningkatkan
kadarnya dalam darah (hiperurcemia) dan menimbulkan serangan encok (gout). Obat ini
juga dapat menimbukan gangguan saluran cerna, fotosensibilisasi dengan reaksi kulit
(menjadi merah-cokelat), artalgia, demam, malise dan anemia, juga menurunkan kadar
gula darah. Dosis oral 1 dd 30 mg/kg. selama 2-4 bulan, maksimal 2 g sehari, pada
meningitis TB 50 mg/kg/hari(12).
4. Rifampisin
Antibiotikum ini adalah derivat semisintetik dari rifampisin B (1965) yang dihasilkan
oleh streptomycsmediterranai, suatu jamur tanah yang berasal dari prancis selatan.
Penggunaan pada Tuberkulosis paru sangat dibatasi oleh harganyaa yang cukup mahal.
Efek samping yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit kuning, terutama
bila dikombinasi dengan INH yang juga toksik bagi hati. Pada penggunaan lama
dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara periodik. Obat ini juga agak sering
menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, skit ulu hati, kejang perut
dan diare. Dosis oral 1 dd 450-600 mg sekaligus pagi hari sebelum makan, karena
kecepatan kadar resorpsi dihambat oleh isi lambung. Selalu diberikan dalam kombinasi
dengan INH 300 mg dan untuk 2 bulan pertama juga ditambah dengan 1,5-2 g
pirazinamida setiap hari(12).
D. DUKUNGAN KELUARGA
1. Pengertian dukungan
Dukungan adalah segala sesuatu yang diberikan individu kepada individu lain agar dia
dapat bertahan pada apa yang dihadapi atau dijalaninya. Dukungan dapat diberikan dalam
berbagai bentuk, seperti dukungan materil ataupun dukungan immateri (perhatian,
penghiburan, tenaga, dsb) yang dapat membuat seseorang merasa lebih semangat,
nyaman, optimis, dan percaya diri. Dukungan yang diberikan kepada seseorang dapat
menjadi penyemangat ketika dia sedang menghadapi masalah
2. Pengertian keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan terdapat interaksi antara anak
dan orang tuanya. Beberapa ahli memberikan pendapat mengenai arti keluarga sesuai
dengan perkembangan di masyarakat, Potter & Perry (2010) mendefinisikan keluarga
secara biologis, hukum atau sebagai jaringan sosial dengan ikatan dan ideologi yang
dibangun secara pribadi. Setiadi (2008) mengatakan keluarga sebagai sekelompok orang
yang memiliki ikatan perkawian atau terdapat hubungan darah yang tinggal bersama
dalam satu atap dan memiliki ikatan emosional serta peran dari masing-masing anggota
keluarga. UU No. 10 tahun 1992 dalam Setiadi (2008) mengatakan keluarga sebagai unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami,istri atau suami istri dan anaknya atau
ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Dalam penjelasan yang lain dikatakan bahwa
keluarga adalah suatu unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988). Dari beberapa pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan suatu unit terkecil di masyarakat yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak yang memiliki ikatan darah dan hubungan emosional yang
erat serta saling ketergantungan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka teori
i - Umur
- Jenis kela,in
- Pendidikan
internal
- Pekerjaan
- Penghasilan
- Pengetahuan
- Sikap Kepatuhan minum obat
- kepercayaan Penderita TBC :
- patuh
Dukungan keluarga : - tidak patuh
- dukungan emosional
- dukungan penghargaan
- dukungan informasi
- dukungan instrumental
Peran petugas kesehatan eksternal
Tersedianya obat
jarak
B. Kerangka konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, kepatuhan
seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah :
1) Variabel bebas (independen) : Dukungan keluarga dan 4 aspek dukungan
keluarga yaitu : dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
informasi dan dukungan instrumental.
2) Variabel terikat (dependen) : Kepatuhan minum obat pada pasien
Tuberkulosis
Sedangkan variabel lain tidak diteliti. Alasan variabel lain tidak
diikutsertakan karena ada beberapa variabel yang sudah merupakan bagian dari
dukungan keluarga (sudah termasuk variabel yang diteliti).
Dibawah ini dijelaskan mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti
di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang. Sehingga kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Dukungan keluarga :
- Dukungan emosional Kepatuhan minum obat pada
- Dukungan penghargaan pasien tuberculosis (TBC)
- Dukungan informasi
- Dukungan instrumental
C. Hipotesis penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada
pasien Tuberkulosis (TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas sikakap 2021.
BAB 1V
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Desain penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian atas variabel dilingkup
penelitian. Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan desain studi cross-sectional (potong lintang), dimana pengukuran terhadap variabel
dapat dilakukan dalam waktu bersamaan sehingga cukup efektif dan efisien (Hidayat,
2008). Dengan metode ini diharapkan dapat diketahuinya hubungan dukungan keluarga
dengan kepatuhan minum obat pada pasien Tuberkulosis (TBC)
C. Populasi sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004 dalam Alimul Aziz, 2008). Populasi
pada penelitian ini adalah pasien TBC yang sudah menjalani pengobatan TBC.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Sampel dalam penelitian
ini adalah pasien TBC yang berobat di Puskesmas Pamulang, dengan kriteria :
a. Semua pasien TBC yang telah menjalani pengobatan TBC selama 3-6 bulan
b. Bersedia dijadikan responden.
c. Dapat berkomunikasi dengan baik.
d. Dapat membaca, menulis dan berbahasa Indonesia
e. tidak terganggu pendengaran dan pengllihatan
3. Teknik pengambilan sampel
Tehnik pengambilan sampel merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitan dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Pada penelitian ini teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah tehnik Simple random Sampling yaitu pengambilan
secara acak pasien TBC yang berkunjung ke Puskesmas Pamulang, kemudian mengisi
kuesioner. Sampel ditentukan secara acak sederhana dimana setiap pasien TBC
memiliki peluang yang sama untuk terpilih, sehingga akan didapatkan sampel yang
representative.
D. Variabel penelitian
1. Variabel
Dalam variabel ini digunakan dua variabel yaitu
a. Variabel bebas/idenpenden
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga
E. Instrumen penelitian
Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil penelitian.
Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
telah dibuat oleh peneliti dan mengacu pada kepustakaan yang terdiri atas beberapa
pertanyaan di mana responden mengisi kuesioner sendiri atau dengan dibantu. Koesioner
ini di lakukan dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan berupa formulir yang di
tunjukkan secara tertulis kepada subjek untuk mendapatkan jawaban (Notoatmodjo, 2002).
F. Data operasional
G. Etika penelitian
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan menjadi
responden. Tujuannya adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta
manfaat penelitian. Jika subjek bersedia maka harus menandatangani lembar
persetujuan (Hidayat, 2007)
2. Anonimity (tanpa nama)
Menggunakan subjek penelitian dengan tidak mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang disajikan (Hidayat, 2007).
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Menjamin kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat,
H. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013).
Dalam melakukan penelitian prosedur yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BAKESBAPOL) Kota Madiun.
2. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari kepada Badan Kesatuan
Bangsadan Politik (BAKESBAPOL) Kota Madiun kepada kepala RSUP Manguharjo
Kota Madiun.
3. Menemui responden dan jika sudah bertemu diberikan penjelasan tentang tujuan
penelitian.
4. Responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.
5. Kuisioner diberikan kepada responden
6. Kuisioner diisi dengan memberikan tanda (√ atau x) pada daftar pertanyaan
7. Kuisioner dikumpulkan kembali setelah responden selesai mengisi angket
8. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden dan memeriksa kelengkapan.
9. Peneliti melakukan pengumpulan, pengolahan, dan analisa data.
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau alat pengambil data langsung dari subjek sebagai
sumber informasi yang dicari.Teknik pengumpulan data yang digunakan selama penelitian
di Rumah Sakit umum Haji Medan adalah dengan kuesioner kepada responden
2. Data sekunder
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder diperoleh dari
kartu berobat Tuberkulosis Data tersier
3. Data tersier
Yaitu bahan pustaka melalui texsbook, jurnal dan internet.
1. Jalannya penelitian
Untuk penelitian dilakukan observasi ke Rumah Sakit Umum Haji Medan kemudian
melihat jumlah pasien yang akan diteliti. Dilanjutkan dengan mengajukan surat penelitian
dari Institut Kesehatan Helevetia Medan yang diajukan kepada Rumah Sakit umum Haji
Medan dan disertai proposal penelitian.
2. Cara pengambilan data
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner tertutup yang
dibagikan kepada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
DAFTAR PUSTAKA
Rahmi N, Medison I, Suryadi I. Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru
dengan Perilaku Kesehatan, Efek Samping OAT dan Peran PMOpada Pengobatan Fase
Intensif di Puskesmas Seberang Padang September 2012-Januari 2013. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2017.
Tjay TH, Rahardja K. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan EfekEfek Sampingnya
Edisi Ke-7 Jakarta: PT. Gramedia; 2015.
Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehata Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik indonesia.
Nurhayati, Iis dkk. 2015. Journal Perilaku Pencegahan Penularan dan FaktorFaktor yang
Melatarbelakanginya Pada Pasien Tuberculosis MultidrugsResistance (TB MDR)