Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENELITIAN

Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien penderita
tuberculosis paru

Oleh :

Khairun nisa afnelia

181211508 / IIIC

DOSEN PENGAMPU

Ns.Lenni Sastra,S.Kep. MS

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga peneliti bisa menyelesaikan proposal ini dengan tepat pada waktunya. banyak rintangan
dan hambatan yang peneliti hadapi dalam penyusunan proposal yang berjudul “HUBUNGAN
DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN
PENDERITA TUBERCULOSIS” ini tanpa adanya halangan dan hambatan yang berarti.
Sholawat serta salam tidak lupa juga penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW.

Dengan adanya proposal ini diharapkan dapat membentu dalam proses pembelajaran dan
dapat menambah pengetahuan para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih
kepada pihak yang telah memberi bantuan, dorongan dan do’a.Peneliti menyadari masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu peneliti mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca. akhirnya harapan peneliti semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang . 2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………………….

A. Latar Belakang …………………………………………...........................................

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………………………..

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………………………

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………………

A. Tuberculosis ……………………………………………………………………………...

1. Pengertian tuberculosis ……………………………..……………………………………

2. Klasisfikasi tuberculosis …………………………………………………………………..

3. Etiologi tuberculosis……………………………………………………………………….

4. Tanda dan gejala tuberculosis………………………………………………………………

5. Patofisiologi tuberculosis…………………………………………………………………..

6. Penatalaksanaan kanker payudara………………………………………………………….

B. KEPATUHAN PENGOBATAN TUBERCULOSIS……………………………………

1. Pengertian kepatuhan pengobatan………………………………………………………….

2. pengertian jangka panjang pengobatan…………………………………………………….

3. factor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan…………………………………………

C. PENGOBATAN PENYAKIT TUBERCULOSIS……………………………………….

1. Pengobatan penyakit tuberculosis…………………………………………………………..

2. Pola pengobatan penyakit tuberculosis……………………………………………………..


3. obat tuberculosis……………………………………………………………………………

D. DUKUNGAN KELUARGA………………………………………………………………

1. Pengertian dukungan keluarga ………………………………………………………

2. Pengertian keluarga ………………………………………………………………………

3. Fungsi pokok keluarga……………………………………………………………………..

4. Tugas kesehatan keluarga ………………………………………………………………

5. Pengertian dukungan keluarga ………………………………………………………

6. Jenis jenis dukungan keluarga………………………………………………………………

7. Sumber dukungan keluarga…………………………………………………………………

BAB 111 KERANGKA KONSEP ………………………………………………………………

A. Kerangka teori………………………………………………………………………………

B. Kerangka konsep ………………………………………………………………………

C. Hipotesa penelitian ………………………………………………………………………

BAB 1V METODE PENELITIAN ………………………………………………………………

A. Jenis dan desain penelitian ………………………………………………………………

B. Tempat dan waktu penelitian ………………………………………………………………

C. Populasi dan sampel ………………………………………………………………………

D. Variabel penelitian ………………………………………………………………………

E. Instrument penelitian ………………………………………………………………………

F. Data operasional ………………………………………………………………………

G. Etika penelitian ………………………………………………………………………

H. Tekhnik pengumpulan data ………………………………………………………………


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru. Sekitar 25%
dari kematian di dunia disebabkan oleh penyakit TB dan sekitar 80% kematian tersebut berasal
dari kelompok umur produktif (15-50 tahun).Penyakit TB Paru banyak pula yang tidak berhasil
disembuhkan terutama negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB
Paru besar (high burden countries) termasuk Indonesia (Kemenkes RI, 2010). Diketahui bahwa
Periode Prevalence TB (D) Nasional mencapai 725 per 100.000 penduduk pada tahun 2009-
2010. Periode Prevalence TB (D) Kalimantan Selatan yakni sebesar 0,810 per 100.000 penduduk
(Kemenkes RI, 2010) dan prevalensi TB di Puskesmas Pekauman tahun 2012 diketahui hanya
sebesar 161/100.000 penduduk.

Tuberkulosis penyakit menular yang menyebabkan masalah kesehatan terbesar kedua di


dunia setelah HIV, Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui orang yang telah mengidap
TBC. Kemudian, batuk atau bersin menyemburkan air liur yang telah terkontaminasi dan
terhirup oleh orang sehat yang kekebalan tubuhnya lemah terhadap penyakit tuberkulosis.
Walaupun biasanya menyerang paru-paru, tetapi penyakit ini dapat memberi dampak juga pada
tubuh lainnya, seperti sistem saraf pusat, jantung, kelenjar getah bening, dan lainnya. Indonesia
sendiri termasuk lima besar negara dengan jumlah pengidap TB terbanyak di Asia Tenggara,
dengan jumlah pengidap yang mencapai 305.000 jiwa pada 2012.

Tahun 2013, World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 9 juta kasus
tuberculosis baru dan diperkirakan sekitar 1,5 juta yang meninggal karena TB. Angka kematian
TB di Indonesia pada tahun 2013 meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 27 per 100.000
penduduk menjadi 64 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun dari 185 menjadi 183
per 100.000 penduduk di tahun 2013.
jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun 22% antara tahun 2000 dan 2015, namun
tuberkulosis paru masih menepati peringkat ke-10 penyebab kematian tertinggi di dunia pada
tahun 2016 berdasarkan laporan World Health Organization (WHO). Oleh sebab itu hingga saat
ini tuberkulosis paru masih menjadi prioritas utama di dunia dan menjadi salah satu tujuan dalam
SDGs (Sustainability Development Goals) (Kemenkes RI, 2018).

Kepatuhan pasien dalam minum obat merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu
pengobatan. Pengobatan TB paru yang lama sering membuat pasien bosan dan menimbulkan
ketidakpatuhan pasien dalam minum obat. Permasalahan kepatuhan pasien penyakit TB paru di
pengaruhi banyak faktor, yaitu faktor obat, factor sistem kesehatan, faktor lingkungan, faktor
social ekonomi, dan faktor pasien. Dukungan keluarga dan orang di sekitar sangat berperan
penting bagi pasien untuk memotivasinya dalam menjalankan pengobatan dan pengetahuan
pasien terhadap penyakit tuberkulosis, obat anti tuberkulosis, dan keyakinan terhadap efikasi
obatnya akan mempengaruhi keputusan pasien untuk menyelesaikan terapinya atau tidak.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini,
yaitu : Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien penderita
tuberculosis paru.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh : Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien penderita tuberculosis.

2. Tujuan khusus
1. Mengetahui rerata tingkat kepatuhan pasien sebelum dilakukan dukungan keluarga pada
passien tuberkulosis yang akan menjalani pengobatan.
2. Mengetahui rerata tingkat kepatuhan sesudah dilakukan dukungan keluarga pada passien
tuberkulosis yang akan menjalani pengobatan.
3. Mengetahui perbedaan skor tingkat kepatuhan sebelum dan sesudah dilakukan dukungan
keluarga pada passien penderitatuberkulosis yang akan menjalani pengobatan.

D. Manfaat penelitia
1. Bagi pelayanan keperawatan
tenaga kesehatan/perawat sebagai salah satu terapi non farmakologis untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada passien penderita tuberkulosis yang menjalani
pengobatan, sehingga dapat meningkatkan standar asuhan keperawatan di institusi rumah
sakit.
2. Bagi penderita
Bagi penderita peneliti ini di harapkan dapat di jadikan informasi pendukung
dalam rangka menjalankan pengobatan tuberculosis paru.
3. Bagi institusi pendidikan
Dapat dijadikan masukan dalam bidang ilmu terkait khususnya dalam ilmu riset
keperawatan. Sebagai masukan bagi peserta didik untuk mengetahui terapi nonn
farmakologis dalam hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien penderita tuberculosis dengan dukungan keluarga serta sebagai informasi
untuk dijadikan masukan tambahan dalam pendidikan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau data pembanding untuk
penelitian yang akan datang dalam melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan
Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien penderita
tuberculosis.

BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosis
1. Pengertian tuberculosis
Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebakan oleh bakteri yang disebut
Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar bakteri tuberculosis menyerang paru-paru,
namun juga dapat menyerang organ tubuh lainnya seperti tulang, usus, atau kelenjar. Penyakit
tuberculosis dapat menyebar dan menular melalui perantara ludah dan bakteri yang ikut
bersama ludah si penderita penyakit tuberculosis ketika si penderita batuk atau bersin. Dengan
demikian, penularan penyakit tuberculosis dapat terjadi melalui kontak langsung dengan si
penderita tuberculosis ataupun melalui udara.
Mycobacteriumtuberculosa panjangnya satu sampai 4 mikron, lebarnya antara 0,3 sampai
0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 370C dengan tingkat PH optimal
pada 6,4 sampai 7,0 untuk membelah dari satu sampai dua (generatiomtime) kuman
membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak dan protein(10).

2. Klasifikasi TB Paru
a. Pembagian secara patologis
1. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis
TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai
menyembuh)
c. Pembagian secara radiologis
1. Tuberculosis minimal
Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

2. Moderately advanced tuberculosis


Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrate bayangan halus
tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian 1
paru.
3. Far advanced tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced
tuberkulosis.

Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik, dan


riwayat pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor
determinan untuk menentukan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional penanggulan


Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif:
mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali
atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2. BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
3. Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung).

3. Etiologi tuberculosis
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat
ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi
terinfeksi.Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi
inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma,
dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare, 2015).Ketika seseorang penderita TB
paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet
nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.

Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuklei
tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat,
maka orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).
Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk tertular
virus tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka
yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan
HIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik
dan ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda
antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.

3. Tanda dan gejala penyakit tuberculosis


Gejala yang dirasakan pasien Tuberkulosis dapat bervariasi, mulai dari batuk, batuk
darah, nyeri dada, badan lemah dan lain-lain. Batuk terjadi karena adanya iritasi di
saluran napas, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Batuk darah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan kemudian pecah.
Batuk darah ini dapat hanya ringan saja, sedang ataupun berat tergantung dari berbagai
faktor. Suatu hal yang harus diingat adalah tidak setiap batuk darah dengan disertai
gambaran lesi di paru secara radiologis adalah tuberkulosis. Batuk darah juga terjadi
pada berbagai penyakit paru lain seperti penyakit yang namanya bronkiektasis, kanker
paru, dan lain-lain. Secara umum dapat disampaikan bahwa gejala penyakit
Tuberkulosis ini adalah:
a. Batuk berdahak lebih dari 3 minggu
b. Dapat juga batuk darah atau batuk bercampur darah
c. Sakit/nyeri dada
d. Demam
e. Penurunan berat badan
f. Hilangnya nafsu makan
g. Keringat malam
h. Sesak napas
Tentu tidak semua pasien Tuberkulosis punya semua gejala di atas, kadang-kadang
hanya satu atau 2 gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga amat bervariasi.

4. Patofisiologi penyakit tuberculosis


Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan,dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB. melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal
dari orang – orang yang terinfeksi. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit( biasanya sel T)
adalah sel imunresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.Respons ini
disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai
unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil.Gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit.Setelah berada dalam ruangan alveolus, biasanya dibagian bawah kubus atau
paru atau dibagian atas lobus bawah, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau
dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan.Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun
tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari- hari pertama, leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbulkan
pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus difagosit atau
berkembang biak dalam di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju ke kelenjer getah
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh
limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju disebut nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan
respons berbeda.Jaringan granulaasi menjadi lebih fibroblas membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjr getah bening regional dan lesi primer disebut Kompleks
Ghon.Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio gram rutin.Namun kebanyakan infeksi
TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan
cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali dibagian lain dari paru, atau basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan
jaringan parut fibrosis.Bila peradangan merada, lumen bronkus dapat menyepit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut bronkus dan
rongga.Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas penu dengan bahan
perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.Keadaan ini dapat
tidak menimbulkan gejala demam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri.Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ –
organ tubuh. (Sylvia, 2005).

6. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga
bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan
radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi.
Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi
tertentu misalnya:
a) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan.
b) Penghuni rumah tahanan.
3) Vaksinasi BCG
Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang
dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada tes tuberkulin.
Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai menderita
tuberkulosis, yakni:
a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah berkontak
dengan pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.
b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif dan pernah
berkontak dengan pasien penyakit paru.
c) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai kemungkinan terkena.
d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8 minggu dan ila
tetap negatif maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin sudah mengalami
konversi, maka pengobatan harus diberikan.
4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya
TB milier dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberculin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular.
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
immunosupresif jangka panjang,
e) Penderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012)
Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita TB
paru selain mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan,
resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untu
penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa
hal yang penting untuk diketahui. Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.


1. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
2. Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid (INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
1. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rimpafisin dan Isoniazid.
2. Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
1. Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam
para-amino salistik (PAS), dan sikloserine.
2. Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid
dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi,
apusan sputum dan riwayat pengobatan sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman
tentang strategi penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly Observed
Treatment Short Course (DOTSC). DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri
atas lima komponen, yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB paru.
b. Diagnosis TB paru melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,
sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur
dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB paru dengan paduan OAT jangka pendek dibawah pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama
di mana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. Pencatatan dan
pelaporan yang baku.

B. KEPATUHAN PENGOBATAN TUBERCULOSIS


1. Pengertian kepatuhan pengobatan
Kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence) adalah tingkat pasien
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau
orang lain (Smet, 1994). Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran
klinis dari dokter yang mengobatinya (Caplan, 1997). Menurut Haynes (1997),
kepatuhan adalah secara sederhana sebagai perluasan perilaku individu yang
berhubungan dengan minum obat, mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang
sesuai dengan petunjuk medis.Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien
sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (Niven, 2002).
Sedangkan Gabit (1999) mendefinisikan kepatuhan atau ketaatan terhadap
pengobatan medis adalah suatu kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang telah
ditentukan.
2. Pengaruh jangka panjang pengobatan
Menurut Cuneo dan Snider (1999) pengobatan yang memerlukan jangka
waktu yang panjang akan membeikan pengaruh-pengaruh pada penderita seperti :
a. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi seorang penderita tanpa keluhan atau
gejala penyakit saat dinyatakan sakit dan harus menjalani pengobatan lama.
b. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah menjalani pengobatan
1-2 bulan atau lebih, keluhan akan segera berkurang atau hilang sama sekali
penderita akan merasa sembuh dan malas untuk meneruskan pengobatan kembali.
c. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga menurunkan
motivasi yang akan semakin menurun dengan lamanya waktu pengobatan.
d. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya yang harus
dikeluarkan.
e. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan rasa tidak nyaman
terhadap penderita.Sukar untuk menyadarkan penderita untuk terus minum obat
selama jangka waktu yang ditentukan Karena jangka waktu yang ditetapkan lama
maka terdapat beberapa kemungkinan pola kepatuhan penderita yaitu penderita
berobat teratur dan memakai obat secara teratur, penderita tidak berobat secara
teratur (defaulting) atau penderita sama sekali tidak patuh dalam pengobatan yaitu
putus berobat atau droup out (Depkes RI, 2006).
3. Factor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan
Menurut Carpenito (2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga
penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhannya, sampai menjadi kurang
patuh dan tidak patuh. adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
diantarannya:
a. Pemahaman Tentang Instruksi
Tidak seorangpun mematuhi instruksi jika dirinya salah paham tentang inklusi
yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun 1967 menemukan bahwa lebih
dari 60% responden yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah
mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang-kadang hal
ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan
informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak
inklusi yang harus diingat oleh penderita.
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendididkan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa
pendididkan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh
secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu.Gunarso (1990 dalam
Suparyanto, 2010) Mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka
proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,
bertambahnya,proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia
belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan factor umur akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan
C. PENGOBATAN PENYAKIT TUBERCULOSIS
1. pengobatan penyakit tuberculosis
Pengobatan TBC bertujuan untuk menyembuhkan pasien dan memperbaiki
produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian oleh karena
tuberkulosis atau dampak buruk selanjutnya, mencegah terjadinya kekambuhan
tuberkulosis, menurunkan penularan tuberkulosis, mencegah terjadinya dan penularan
tuberkulosis resisten obat. Kini pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed
Treatment) oleh seseorang pengawas menelan obat (PMO).
2. Pola pengobatan penyakit tuberculosis
Pola pengobatan TBC ada dua fase yaitu :
1. Fase intensif terdiri dari terapi Isoniazida yang dikombinasikan dengan
Rimfamfisin dan Pirazinamida selama 2 bulan untuk prevensi resistensi ditambah
lagi Etambutol lebih disukai karena dapat digunakan per orang.
2. Fase pemeliharaan menggunakan Isoniazida bersama Rimfafisin selama 4
bulan lagi. Sehingga seluruh masa pengobatan menjadi 6 bulan. Studi baru
memperlihatkan bahwa jangka pendek selama 6 bulan, yakni 2 bulan dengan
obat dan 4 bulan dengan 2 obat sama efektifnya dengan presentaseresiditif yang
juga lebih kurang sama. Yang terpenting untuk berhasilnya pengobatan adalah
kesetiaan terapi dari penderita serta dapat minum obat terus-menerus secara
teratur selama 6 bulan(3).
3. Obat tuberculosis
1. Etambutol
Derivat etilendiamin ini (1961) berkhasiat spesifik terhadap M. Tuberculosa dan M.
Atipis tetapi tidak terhadap bakteri lain. Daya kerja bakteristatiknya sama kuatnya dengan
INH.
Efek samping yang terpenting adalah neuritisoptica (radang saraf mata) yang
mengakibatkan gangguan penglihatan, kurang tajamnya penglihatan dan buta warna
terhadap warna merah dan hijau. Reaksi toksik ini baru timbul pada dosis besar (di atas
50 mg/kg/hari) . etambutol juga meningkatkan kadar asam urat dalam plasma akibat
penurunan ekskresinya oleh ginjal. Dosis: oral sekaligus 20-25 mg /kg/hari , selalu dalam
kombinasi dengan INH . I.v(infus) 1 dd 15 mg/kg dalam 2 jam(12).

2. Isoniazida
Derivat asam isonikotinat ini (1952) berkhasiat tuberkulostatik paling kuat
terhadap M. Tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil
yang sedang tumbuh pesat. Isoniazida masih tetap merupakan obat kemoterapi terpenting
terhadap berbagai jenis tuberkulosa dan selalu digunakan sebagai multiple terapi dengan
rifampisin dan pirazinamida.
Efek samping pada dosis normal (200-300 mg sehari) jarang terjadi dan ringan
(gatal-gatal, ikterus), tetapi lebih sering timbul bila dosis melebihi 400 mg, yang
terpenting polineuritis, yakni radang saraf dengan gejala kejang dan gangguan
penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan lemah serta anoreksia juga sering kali timbul.
Untuk menghindari efek samping ini biasanya diberikan pridoksin (vitamin B6) 10 mg
sehari bersama vitamin B1 (aneurin) 100 mg.Dosis : oral/i.m. dewasa dan anak-aanak 1
dd 4-8 mg/kg/hari atau 1 dd 300-400 mg, atau sebagai dosis tunggal bersama rifampisin,
pagi hari sebelum makan atau sesudah makan bila terjadi gangguan lambung(12).

3. Pirazinamida
Pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja sebagai bakterisid (pada suasana asam: PH
5-6) atau bakteriostatik,tergantung pada PH dan kadarnya di dalam darah. Spektrum
kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis.
Efek samping yang sering kali terjadi dan berbahaya adalah kerusakan hati dengan
ikterus adalah kerusakan hati dengan ikterus (hepototksik), terutama pada dosis diatas 2 g
sehari. Pengobatan harus segera dihentikan bila tanda –tanda kerusakan hati. Pada hampir
semua pasien, pirazinamida menghambat pengeluaran asam urat sehingga meningkatkan
kadarnya dalam darah (hiperurcemia) dan menimbulkan serangan encok (gout). Obat ini
juga dapat menimbukan gangguan saluran cerna, fotosensibilisasi dengan reaksi kulit
(menjadi merah-cokelat), artalgia, demam, malise dan anemia, juga menurunkan kadar
gula darah. Dosis oral 1 dd 30 mg/kg. selama 2-4 bulan, maksimal 2 g sehari, pada
meningitis TB 50 mg/kg/hari(12).
4. Rifampisin
Antibiotikum ini adalah derivat semisintetik dari rifampisin B (1965) yang dihasilkan
oleh streptomycsmediterranai, suatu jamur tanah yang berasal dari prancis selatan.
Penggunaan pada Tuberkulosis paru sangat dibatasi oleh harganyaa yang cukup mahal.
Efek samping yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit kuning, terutama
bila dikombinasi dengan INH yang juga toksik bagi hati. Pada penggunaan lama
dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara periodik. Obat ini juga agak sering
menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, skit ulu hati, kejang perut
dan diare. Dosis oral 1 dd 450-600 mg sekaligus pagi hari sebelum makan, karena
kecepatan kadar resorpsi dihambat oleh isi lambung. Selalu diberikan dalam kombinasi
dengan INH 300 mg dan untuk 2 bulan pertama juga ditambah dengan 1,5-2 g
pirazinamida setiap hari(12).

D. DUKUNGAN KELUARGA
1. Pengertian dukungan
Dukungan adalah segala sesuatu yang diberikan individu kepada individu lain agar dia
dapat bertahan pada apa yang dihadapi atau dijalaninya. Dukungan dapat diberikan dalam
berbagai bentuk, seperti dukungan materil ataupun dukungan immateri (perhatian,
penghiburan, tenaga, dsb) yang dapat membuat seseorang merasa lebih semangat,
nyaman, optimis, dan percaya diri. Dukungan yang diberikan kepada seseorang dapat
menjadi penyemangat ketika dia sedang menghadapi masalah
2. Pengertian keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan terdapat interaksi antara anak
dan orang tuanya. Beberapa ahli memberikan pendapat mengenai arti keluarga sesuai
dengan perkembangan di masyarakat, Potter & Perry (2010) mendefinisikan keluarga
secara biologis, hukum atau sebagai jaringan sosial dengan ikatan dan ideologi yang
dibangun secara pribadi. Setiadi (2008) mengatakan keluarga sebagai sekelompok orang
yang memiliki ikatan perkawian atau terdapat hubungan darah yang tinggal bersama
dalam satu atap dan memiliki ikatan emosional serta peran dari masing-masing anggota
keluarga. UU No. 10 tahun 1992 dalam Setiadi (2008) mengatakan keluarga sebagai unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami,istri atau suami istri dan anaknya atau
ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Dalam penjelasan yang lain dikatakan bahwa
keluarga adalah suatu unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988). Dari beberapa pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan suatu unit terkecil di masyarakat yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak yang memiliki ikatan darah dan hubungan emosional yang
erat serta saling ketergantungan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

3. Fungsi Pokok Keluarga


Fungsi keluarga merupakan apa yang dilakukan keluarga tersebut. Proses ini mencakup
komunikasi antar aggota keluarga, penyusunan tujuan, penyelesaian konflik, pemberian
layanan, pengasuhan, dan penggunaan sumber daya internal maupun eksternal (Potter &
Perry, 2010). Secara umum Firedman (1998) dalam Setiadi (2008) membagi fungsi
keluarga menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:
a) Fungsi Afektif Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
b) Fungsi Sosialisasi Fungsi ini berfungsi dalam megembangkan dan tempat melatih anak
untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan
orang lain.
c) Fungsi Ekonomi Fungsi ini bertugas untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
d) Fungsi Perawatan/ Pemeliharaan Keesehatan Ini merupakan fungsi dalam
mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang
tinggi.
e) Fungsi Reproduksi Fungsi ini merupakan cara untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga.
4. Tugas Kesehatan Keluarga
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang
kesehatan ynag perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (1998) membagi 5 tugas
kesehatan keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu :
a) Mengenal masalah kesehatan anggota keluarga Perubahan sekecil apapun yang dialami
anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga,
apabila keluarga menyadari perubahan pada keluarga perlu segera dicatat kapan
terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
b) Mengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat bagi keluarga Tugas ini
merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai
dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk melakukan tindakan keluarga maka segera
melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan
teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan, maka keluarga dapat meminta bantuan
dari orang lain di lingkungan sekitarnya.
c) Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit Perawatan yang dapat
diberikan keluarga pada anggota keluarga yang sakit dapat dilakukan di rumah apabila
keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan tindakan untuk pertolongan pertama
atau pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah lebih
mudah teratasi.
d) Mempertahankan suasana di rumah Hal ini bertujuan agar kondisi suasana di rumah
tetap dalam keadaan yang aman, nyaman dan yang dapat menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga
e) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan
Keluarga dalam kehidupan sosial mampu mempergunakan fasilitas kesehatan yang
tersedia di lingkungannya dalam mencapai derajat kesehtan yang optimal
5. Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah bentuk dari sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional (Friedman, 2010). Dukungan keluarga menurut
Franis dan Satiadarma (2004) merupakan bantuan/sokongan yang diterima salah satu
anggota keluarga dari anggota keluarga yang lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-
fungsi yang terdapat didalam sebuah keluarga. Pada pasien kanker payudara dukungan
keluarga imerupakan hal yang penting adanya dukungan keluarga mempengaruhi sikap
pasien kanker sehingga pasien kanker merasa lebih tenang dan nyaman dalam menjalani
pengobatan ( Adipo, 2013 ).
6. Jenis-Jenis Dukungan Keluarga
Menurut Setiadi (2008), terdapat empat tipe dukungan keluarga yaitu:
a) Dukungan informasional
Dukungan informasional berupa bantuan informasi yang disediakan agar dapat
digunakan oleh seseorang dalam menghadapi persoalan yang dihadapi meliputi
pemberian nasehat, pengarahan pengobatan, ide-ide atau informasi yang
dibutuhkan individu yang sakit (Setiadi, 2008). Bantuan informasi yang
disediakan keluarga pada pasien kanker berupa infomasi tentang penyakitnya dan
pengobatan yang tepat diharapkan dapat membantu mengurangi stressor maupun
membantu individu dalam menentukan pengobatan yang tepat.
b) Dukungan Penilaian
Dukungan ini merupakan bentuk penghargaan positif yang diberikan keluarga
kepada individu kanker yang menjalani kemoterapi (Setiadi, 2008). Keluarga
bertindak dalam membimbing dan memecahkan masalah serta berperan dalam
memberikan penghargaan dan perhatian. Individu yang mendapatkan lebih
banyak pengharapan positif dapat meningkatkan semangat maupun motivasinya
dalam menjalani kemoterapi. Hal ini berhubungan dengan hasil penelitian
Indriatmo, dkk (2014) yang menunjukkan bahwa semakin baik dukungan yang
diberikan oleh keluarga maka semakin tinggi harapan ataupun motivasi pasien
kanker dalam menjalani kemoterapi.
c) Dukungan instrumental
Dukungan ini merupakan bentuk bantuan dari keluarga yang bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya (Setiadi, 2008).
Dukungan ini dapat berupa dukungan finansial dan material yaitu suatu kondisi
dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah, termasuk di
dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan
uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan
transportasi, menjaga dan merawat saat sakit. Penelitian Finfgeld dan Connet
(2005) menunjukkan hasil bahwa pasien kanker membutuhkan dukungan
instrumental sehingga mampu meningkatkan kualitas mental pasien kanker.
d) ukungan Emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk
bersistirahat dan juga menenangkan pikiran serta membantu penguasaan emosi.
Seseorang yang menghadapi persoalan atau masalah akan merasa terbantu kalau
ada keluarga yang mau mendengarkan dan memperhatikan masalah yang sedang
dihadapi. Dukungan emosional sangat penting bagi pasien yang menjalani
kemoterapi karena pada penelitian Setianingsih dkk (2011) menunjukkan bahwa
semakin tinggi dukungan emosional keluarga yang dimiliki pasien, maka semakin
rendah kecemasan pasien menghadapi kemoterapi. Saragih (2010) pada
penelitiannya di RSUP\ H. Adam Malik menyimpulkan bahwa dukungan
emosional terhadap pasien kanker yang menjalani kemoterapi sangatlah
diperlukan karena hal tersebut membuat pasien tidak akan merasa sendiri karena
bebannya berkurang dengan mencurahkan segala yang dirasakannya pada
keluarga.

7. Sumber Dukungan Keluarga


Sumber dukungan keluarga adalah sumber dukungan sosial keluarga yang dapat berupa
dukungan sosial keluarga secara internal seperti dukungan dari suami atau istri serta
dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga secara eksternal seperti
nenek, paman dan bibi (Friedman, 2010). Menurut Akhmadi (2009), dukungan sosial
keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu
yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga yaitu dukungan sosial bisa atau tidak
digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung
selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka teori

i - Umur
- Jenis kela,in
- Pendidikan
internal
- Pekerjaan
- Penghasilan
- Pengetahuan
- Sikap Kepatuhan minum obat
- kepercayaan Penderita TBC :
- patuh
Dukungan keluarga : - tidak patuh
- dukungan emosional
- dukungan penghargaan
- dukungan informasi
- dukungan instrumental
Peran petugas kesehatan eksternal

Efek samping minum obat

Lama minum obat

Tersedianya obat

jarak

B. Kerangka konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, kepatuhan
seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah :
1) Variabel bebas (independen) : Dukungan keluarga dan 4 aspek dukungan
keluarga yaitu : dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
informasi dan dukungan instrumental.
2) Variabel terikat (dependen) : Kepatuhan minum obat pada pasien
Tuberkulosis
Sedangkan variabel lain tidak diteliti. Alasan variabel lain tidak
diikutsertakan karena ada beberapa variabel yang sudah merupakan bagian dari
dukungan keluarga (sudah termasuk variabel yang diteliti).
Dibawah ini dijelaskan mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti
di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang. Sehingga kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Dukungan keluarga :
- Dukungan emosional Kepatuhan minum obat pada
- Dukungan penghargaan pasien tuberculosis (TBC)
- Dukungan informasi
- Dukungan instrumental

C. Hipotesis penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada
pasien Tuberkulosis (TBC) di Wilayah Kerja Puskesmas sikakap 2021.

BAB 1V
METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Desain penelitian merupakan strategi pembuktian atau pengujian atas variabel dilingkup
penelitian. Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan desain studi cross-sectional (potong lintang), dimana pengukuran terhadap variabel
dapat dilakukan dalam waktu bersamaan sehingga cukup efektif dan efisien (Hidayat,
2008). Dengan metode ini diharapkan dapat diketahuinya hubungan dukungan keluarga
dengan kepatuhan minum obat pada pasien Tuberkulosis (TBC)

B. Lokasi dan waktu penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas sikakap tahun 2021. Alasan
peneliti memilih lokasi tersebut karena di Puskesmas sikakap belum ada data secara
rinci mengenai bentuk dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada pasien
TBC, serta belum pernah ada penelitian mengenai hubungan dukungan keluarga
dengan kepatuhan minum obat pada pasien TBC. Karena adanya masalah yang terjadi
pada pasien TBC seperti adanya pasien TBC yang mengalami masalah tidakpatuh
minum obat yang disebabkan karena dukungan keluarga yang kurang, 20% pasien
mengalami putus obat.
beberapa pasien yang putus obat menyatakan memiliki dukungan keluarga yang kurang
dan belum pernah ada penelitian tentang dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum
obat pada pasien TBC yang telah menjalani pengobatan TBC selama 3-6 bulan.
2. Waktu penelitian
Penyusunan proposal ini dilakukan dari 24 juni sampai 28 juli tahun 2021, di wilayah
kerja puskesmas sikakap 2021

C. Populasi sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004 dalam Alimul Aziz, 2008). Populasi
pada penelitian ini adalah pasien TBC yang sudah menjalani pengobatan TBC.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Sampel dalam penelitian
ini adalah pasien TBC yang berobat di Puskesmas Pamulang, dengan kriteria :
a. Semua pasien TBC yang telah menjalani pengobatan TBC selama 3-6 bulan
b. Bersedia dijadikan responden.
c. Dapat berkomunikasi dengan baik.
d. Dapat membaca, menulis dan berbahasa Indonesia
e. tidak terganggu pendengaran dan pengllihatan
3. Teknik pengambilan sampel
Tehnik pengambilan sampel merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitan dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Pada penelitian ini teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah tehnik Simple random Sampling yaitu pengambilan
secara acak pasien TBC yang berkunjung ke Puskesmas Pamulang, kemudian mengisi
kuesioner. Sampel ditentukan secara acak sederhana dimana setiap pasien TBC
memiliki peluang yang sama untuk terpilih, sehingga akan didapatkan sampel yang
representative.

D. Variabel penelitian
1. Variabel
Dalam variabel ini digunakan dua variabel yaitu
a. Variabel bebas/idenpenden
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga

b. Variabel terikat/ dependen


Variabel terikat dalam penelitiaan ini adalah hubungan dukungan keluarga terhadap
kepatuhan minum obat pada pasien penderita tuberculosis

E. Instrumen penelitian
Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil penelitian.
Alat ukur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
telah dibuat oleh peneliti dan mengacu pada kepustakaan yang terdiri atas beberapa
pertanyaan di mana responden mengisi kuesioner sendiri atau dengan dibantu. Koesioner
ini di lakukan dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan berupa formulir yang di
tunjukkan secara tertulis kepada subjek untuk mendapatkan jawaban (Notoatmodjo, 2002).
F. Data operasional

variabel Devisi Indikator instrumen skala skor


operasional
Variabel Anjuran/dorong Dukungan Kuesioner nominal Bila responden
independen an yang di keluarga dalam yang menjawab:
dukungan berikan oleh kepatuhan terdiri dari Selalu : 3
keluarga anggota berobat: 20 item Kadang : 2
keluarga 1. Dukungan pernyataan Tidak :1
tuberculosis emosional
paru kepada 2. Dukungan Kategori :
pasien instrument 1.Kurang: skor<30
tuberculosis al 2.Baik : skor>30
paru di wilayah 3. Dukungan
kerja puskesmas informasi
sikakap dukungan
pengharga
an
Variabel Ketaatan - Mengambi Kuesioner nominal Pernyataan positif
dependen : penderita l sesuai terdiri dari Ya : 1tidak :0
kepatuhan tuberculosis judwal 10 Skor tertinggi : 10
pngobatan paru untuk - Minum pertanyaan Skor terendah : 0
tuberculosis melaksanakan obat
paru pengobatan sesuai Kategori :
sesuai dengan aturan Tidak patuh :0-5
anjuran dokter Patuh : 0-10
puskesmas
sikakap

G. Etika penelitian
1. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan menjadi
responden. Tujuannya adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta
manfaat penelitian. Jika subjek bersedia maka harus menandatangani lembar
persetujuan (Hidayat, 2007)
2. Anonimity (tanpa nama)
Menggunakan subjek penelitian dengan tidak mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang disajikan (Hidayat, 2007).
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Menjamin kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya, hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat,
H. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013).
Dalam melakukan penelitian prosedur yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

1. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BAKESBAPOL) Kota Madiun.
2. Mengurus ijin penelitian dengan membawa surat dari kepada Badan Kesatuan
Bangsadan Politik (BAKESBAPOL) Kota Madiun kepada kepala RSUP Manguharjo
Kota Madiun.
3. Menemui responden dan jika sudah bertemu diberikan penjelasan tentang tujuan
penelitian.
4. Responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.
5. Kuisioner diberikan kepada responden
6. Kuisioner diisi dengan memberikan tanda (√ atau x) pada daftar pertanyaan
7. Kuisioner dikumpulkan kembali setelah responden selesai mengisi angket
8. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden dan memeriksa kelengkapan.
9. Peneliti melakukan pengumpulan, pengolahan, dan analisa data.

I. Teknik pengumpulan data


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode kuesioner.
Metode kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada pasien untuk dijawab. Peneliti
menyusun dan membagikan daftar pertanyaan (kuesioner) untuk memperoleh data primer
mengenai permasalahan yang diteliti dan pasien diminta mengisi, yang nantinya data dari
pasien tersebut di analisis untuk mendapatkan hasil apakah kepatuhan minum obat
tuberkulosis (TBC) sudah patuh atau tidak.

1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
menggunakan alat pengukuran atau alat pengambil data langsung dari subjek sebagai
sumber informasi yang dicari.Teknik pengumpulan data yang digunakan selama penelitian
di Rumah Sakit umum Haji Medan adalah dengan kuesioner kepada responden
2. Data sekunder
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan data sekunder diperoleh dari
kartu berobat Tuberkulosis Data tersier
3. Data tersier
Yaitu bahan pustaka melalui texsbook, jurnal dan internet.
1. Jalannya penelitian
Untuk penelitian dilakukan observasi ke Rumah Sakit Umum Haji Medan kemudian
melihat jumlah pasien yang akan diteliti. Dilanjutkan dengan mengajukan surat penelitian
dari Institut Kesehatan Helevetia Medan yang diajukan kepada Rumah Sakit umum Haji
Medan dan disertai proposal penelitian.
2. Cara pengambilan data
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner tertutup yang
dibagikan kepada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Haji Medan.

DAFTAR PUSTAKA
Rahmi N, Medison I, Suryadi I. Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru
dengan Perilaku Kesehatan, Efek Samping OAT dan Peran PMOpada Pengobatan Fase
Intensif di Puskesmas Seberang Padang September 2012-Januari 2013. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2017.

Septia A, Rahmalia S, Sabrian F. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum


Obat pada Penderita TB Paru. Jurnal JOM PSIK. 2014; Vol. 1, No. 2.. Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara;2017.

Tjay TH, Rahardja K. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan EfekEfek Sampingnya
Edisi Ke-7 Jakarta: PT. Gramedia; 2015.

Setyowati DRD. Evaluasi Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Tuberkulosis di Puskesmas


Kabupaten Sukohardjo. 2012.

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Rasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta:; 2007.

Notoadmodjo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni: Rineka Cipta; 2011.

Dion, Yohanes & Betan, Yasinta. 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Donsu, Jenita Doli Tine. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan.

Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehata Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik indonesia.

Kurniawan, dkk. 2015 Faktor - Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan


Tuberculosis Paru

Nurhayati, Iis dkk. 2015. Journal Perilaku Pencegahan Penularan dan FaktorFaktor yang
Melatarbelakanginya Pada Pasien Tuberculosis MultidrugsResistance (TB MDR)

Anda mungkin juga menyukai