Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN PENGETAHUAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT

ANTI TUBERKULOSIS (OAT) FASE LANJUTAN

Rizky Aulia S. Meliala, *Hadiyatur Rahma, *Tamsil Syaifuddin, *Marzuki Samion

*Dosen Fakultas Kedokteran UISU Medan

Fakultas kedokteran UISU Medan, Jl. STM, Medan, Sumatera Utara


E-mail :auliasm98@gmail.com

ABSTRACT

Cases of TB (Tuberculosis) in Indonesia are increasing every year due to one of the factors of
patients who are not compliant in taking anti-tuberculosis (OAT) drugs, referring to these conditions it
is necessary to overcome Tuberculosis. Other factors that influence sufferers adhere to medication are
knowledge and attitudes. TB sufferers who have good knowledge towards the illness will affect how
they behave, plan, and make decisions about their treatment.
This study was an observational analytic study with a cross sectional approach. The subjects in
this study were 84 patients with pulmonary TB selected using the purposive random sampling method.
Knowledge, attitude and MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale) questionnaires were
completed by pulmonary TB sufferers at Haji Hospital Medan. Through the Spearman correlation test
obtained r level of knowledge = 1,000 (p = 0.444) with weak correlation strength. There is no
relationship between knowledge towards adherence to taking anti-tuberculosis (OAT) medicine in the
advanced phase.
Keywords: Relationship, Knowledge, Compliance
PENDAHULUAN juta) yang setara dengan 120 kasus per
100.000 penduduk. Lima negara dengan
Tuberkulosis (TB) Paru merupakan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia,
suatu penyakit menular yang disebabkan China, Philipina, dan Pakistan(1).
Mycobacterium tuberculosis pada saluran Jumlah kasus baru TB di Indonesia
pernafasan bagian bawah. Mycobacterium sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017
tuberculosis berupa kuman aerob yang dapat (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis
hidup terutama di paru atau diberbagai organ kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017
tubuh lainnya yang mempunyai tekanan pada laki-lakilebih besar dibandingkan pada
parsial oksigen yang tinggi(1). Tuberkulosis perempuan. Kemungkinan terjadi karena laki-
merupakan penyakit dengan risiko penularan laki lebih sering terpapar pada faktor risiko
yang tinggi, salah satu penentu keberhasilan TBC misalnya merokok dan kurangnya
penatalaksanaan terapi tuberkulosis yaitu ketidakpatuhan minum obat. Survei ini
kepatuhan pasien terhadap terapi(2). menemukan bahwa dari seluruh partisipan
Secara global pada tahun 2016 terdapat laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan
10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8 juta-12 hanya 3,7% partisipan perempuan yang
merokok(1).

1
Berdasarkan Survey Riskesdas 2013, Untuk mewujudkan sikap konkordansi
semakin bertambah usia, prevalensinya atau adherensi, dibutuhkan komunikasi efektif
semakin tinggi. Kemungkinan terjadi re- antara dokter dan pasien. Komunikasi yang
aktivasi TBC dan durasi paparan TBC lebih terjalin efektif akan meningkatkan pemahaman
lama dibandingkan dengan kelompok umur di dan motivasi dalam diri pasien untuk
bawahnya (3). mengikuti nasihat dari dokter (6).
Mengacu pada kondisi tersebut Tenaga kesehatan, khususnya dokter
diperlukan adanya penanggulangan penyakit tidak hanya bertugas mengobati tetapi sebagai
TB ini. Directly Observed Treatment Succes advokat dibidang kesehatan bagi pasien.
Rate (DOTS) adalah strategi penyembuhan Dokter menjadi pendamping, memberikan
TB paru jangka pendek dengan pengawasan edukasi, menjelaskan secara detail tentang
secara langsung. Program kesembuhan TB pengobatan sampai pasien paham,
paru DOTS menekankan pentingnya memberikan informasi, memberikan empati,
pengawasan terhadap penderita TB Paru agar memberdayakan pasien, memberitahu problem
menelan obat secara teratur sesuai ketentuan solving skills, pendekatan kepada pasien dan
sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS keluarga pasien. Selain itu, dokter mampu
direkomendasikan oleh WHO secara global secara holistik melihat pasien secara
untuk menanggulangi TB Paru, karena keseluruhan biopsikososialkultural dan
menghasilkan angka kesembuhan yang tinggi spiritual pasien dan keluarga.Dengan tingkat
yaitu 95%(3). kemampuan dokter pada kompetensi 4A,
Selain DOTS, pengetahuan dan sikap dokter mampu mendiagnosis, melakukan
penderita terhadap penyakit TB menjadi faktor penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas.
dalam kepatuhan minum OAT. Pengetahuan Sehingga diharapkan dokter dengan area
dinilai sangat penting untuk keberhasilan kompetensi 4A mampu menurunkan angka
pengobatan TB karena pasien akan kejadian penyakit TBC di Indonesia(7).
mendapatkan informasi mengenai cara
penularan, tahapan pengobatan, tujuan
pengobatan,efek samping obat, dan METODE
komplikasi penyakit. Pengetahuan yang Penelitian ini merupakan penelitian
dimiliki seseorang tersebut akan analitik observasional dengan pendekatan
mempengaruhi bagaimana ia bersikap, secara cross sectional yang bertujuan untuk
berencana, dan mengambil keputusan(4). mengetahui hubungan antara pengetahuan
Ada beberapa faktor yang dapat penderita TB paru dengan kepatuhan minum
mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang obat anti tuberkulosis (OAT) Fase Lanjutan di
untuk meminum obat, yaitu antara lain usia, Poli Paru Rumah Sakit Umum Haji
pekerjaan, waktu luang, pengawasan, jenis Medan.Pengambilan data dilakukan di Poli
obat, dosis obat, dan penyuluhan dari petugas Paru Rumah Sakit Umum Haji Medan Jl.
kesehatan. Pengetahuan dan sikap menjadi Rumah Sakit Haji Komplek Medan Estate
faktor kepatuhan seseorang dalam minum Permai Tegalrejo Medan Perjuangan Medan,
obat(5). Sumatera Utara. Waktu penelitian dimulai
Selain faktor pengetahuan, indikator pada bulan Maret 2019 sampai jumlah sampel
kepatuhan(compliance),adherensi (adherency), terpenuhi.Populasi pada penelitian ini adalah
dan konkordansi (concordance) sering dinilai pasien TB paru yang berobat di Poli Paru
dalam penatalaksanaan penyakit kronik. Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan
Kepatuhan adalah tingkah laku pasien untuk jumlah populasi sebanyak 110 orang.
mengikuti segala saran petugas kesehatan. Pengambilan sampel pada penelitian ini
Adherensi adalah komitmen pasien terhadap menggunakan purposive sampling sebanyak
pengobatan yang telah ditentukan dan 84 orang berdasarkan Tabel Isaac dan Michael
Konkordansi adalah bentuk kerjasama antara yang memenuhi kriteria inklusi.Dalam
dokter dan pasien dalam melakukan tindakan penelitian ini menggunakan kuesioner
pengobatan(5). pengetahuan, dan kuesioner Morisky Medical

2
Adherence Scale-8 (MMAS-8). Data diolah Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
menggunakan software IBM SPSS Versi 20.0. Jenis Kelamin
Pengolahan data dengan Uji Korelasi
Spearman pada tingkat kemaknaan 95% (α = Jenis Kelamin Persentase
0,05). N (%)
Laki-Laki 50 59,5
HASIL Perempuan 34 40,5
Hasil Analisa Univariat Total 84 100%
Untuk mengetahui distribusi frekuensi Berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukkan total
dari variabel-variabel yang ingin diteliti yaitu penderita berjumlah 84 orang, diketahui bahwa
usia, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, dan penderita yang berjenis kelamin laki-laki lebih
kepatuhan minum obat akan dideskripsikan banyak yaitu sebesar 59,5% dari total
dalam bentuk frekuensi distribusi dan
penderita.
persentase.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Sampel
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Usia
N Persentase
Usia N Persentase (%)
Penderita (%)

24 Tahun 1 1,2 Tahu


28 Tahun 2 2,4 Sangat 36 42,9
35 Tahun 3 3,6 Kurang
37 Tahun 2 2,4 Kurang 27 32,1
38 Tahun 5 6,0 Baik 18 21,4
39 Tahun 3 3,6 Sangat Baik 3 3,6
40 Tahun 2 2,4 Memahami
42 Tahun 4 4,8 Sangat 10 11,9
43 Tahun 1 1,2 Kurang
44 Tahun 2 2,4 Kurang 34 40,5
45 Tahun 7 8,3 Baik 35 41,7
46 Tahun 1 1,2 Sangat Baik 5 6,0
47 Tahun 1 1,2 Aplikasi
48 Tahun 7 8,3 Sangat 11 13,1
49 Tahun 3 3,6 Kurang
50 Tahun 3 3,6 Kurang 53 63,1
51 Tahun 2 2,4 Baik 20 23,8
52 Tahun 6 7,1 Sangat Baik 0 0,0
53 Tahun 2 2,4
Berdasarkan Tabel 3 di atas, mayoritas pada
54 Tahun 3 3,6
penderita TB di Rumah Sakit Umum Haji
55 Tahun 6 7,1
Medan tahun 2019 untuk tingkat pengetahuan
56 Tahun 3 3,6
pada level tahu adalah sangat kurang baik
58 Tahun 9 10,7
(42,9%), tingkat pengetahuan pada level
59 Tahun 2 2,4
memahami adalah baik (41,7%), dan tingkat
60 Tahun 4 4,8
pengetahuan pada level aplikasi adalah kurang
Berdasarkan Tabel 1 di atas menunjukkan
(63,1%).
penderita TB Paru paling banyak pada usia 58
tahun sebanyak 9 orang (10,7%).

3
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan tabel 1 di atas, responden
Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat TB Paru lebih banyak pada usia 58 tahun yaitu
sebanyak 9 orang (10,7%). Dimana pada usia
Karakteristik N Persentase tersebut penderita TB Paru tergolong
(%) kelompok usia non produktif. Penderita
dengan usia produktif (15-44 tahun) cenderung
Kepatuhan lebih patuh dalam minum OAT (Obat Anti
Minum OAT Tuberkulosis). Penelitian ini diteliti mengenai
Rendah 82 97,6 hubungan usia dan diketahui bahwa tidak ada
Sedang 2 2,4 hubungan yang signifikan antara variabel usia
Tinggi 0 0,0 dengan tingkat kepatuhan penderita di Rumah
TOTAL 84 100% Sakit Umum Haji Medan. Hal ini disebabkan
Berdasarkan Tabel 4 di atas, dari 84 penderita oleh ada beberapa faktor lain yang lebih
di RSU Haji Medan 2019 diketahui tingkat dominan mempengaruhi kepatuhan minum
kepatuhan minum OAT rendah (97,6%) dan obat. Dalam hal kepatuhan Carpenito L.j.
tingkat kepatuhan minum OAT sedang (2,4%). (2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah
Hasil Analisa Bivariat segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif
Dalam bab ini akan dibahas mengenai sehingga penderita tidak mampu lagi
hasil penelitian studi lapangan yang mempertahankan kepatuhannya, sampai
merupakan hasil analisa deskriptif dan analitik menjadi kurang patuh dan tidak patuh (8).
dengan menggunakan program pengolahan Pada penelitian ini diteliti mengenai
data SPSS versi 20.0. hubungan usia dan diketahui bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara variabel usia
Tabel 5Uji Analisa Data Tingkat dengan tingkat kepatuhan penderita di Rumah
Pengetahuan Kepatuhan Minum OAT Sakit Umum Haji Medan. Hal ini disebabkan
oleh ada beberapa faktor lain yang lebih
Variabel Kepatuhan Minum OAT dominan mempengaruhi kepatuhan minum
r P obat. Dalam hal kepatuhan Carpenito L.j.
(2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang
Pengetahuan 1.000 0.444 mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah
segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif
sehingga penderita tidak mampu lagi
Berdasarkan Tabel 5 tidak terdapat hubungan mempertahankan kepatuhannya,sampai
bermakna antara pengetahuan terhadap menjadi kurang patuh dan tidak patuh (1).
kepatuhan minum obat dengan nilai p = 0,444 Hasil penelitian ini sejalan dengan
( p > 0,05) dan nilai r = 1.000 menandakan penelitian Inggar Lissa (2014), bahwa
hubungan pengetahuan terhadap kepatuhan responden didominasi oleh umur tua (>49
minum obat mendekati sempurna dengan arah tahun), hal tersebut karena diusia tua sistem
positif. imunologis seseorang akan menurun sehingga
rentan terhadap penyakit. Pada usia tua juga
DISKUSI
lebih tidak teratur menjalankan pengobatan
Umur termasuk variabel yang penting karena kurangnya motivasi yang kuat untuk
dalam mempelajari suatu masalah kesehatan sehat dan memperhatikan kesehatannya. Pada
karena berkaitan dengan daya tahan tubuh, usia remaja dan dewasa tubuh mereka masih
ancaman terhadap kesehatan dan kebiasaan cenderung produktif sehingga mempunyai
hidup (Azwar,1999). Berdasarkan Depkes RI motivasi yang tinggi dalam mengikuti
(2008) sekitar 75% penderita TB adalah pengobatan, begitu juga dengan anak-anak
kelompok usia yang produktif secara yang mempunyai pengawasan dari orang tua
ekonomis ( 15-50 tahun). untuk lebih patuh dalam berobat. Beberapa
teori mengungkapkan bahwa umur tidak

4
mempengaruhi kepatuhan berobat tetapi lebih keluarga serta peran PMO), faktor
kepada risiko menderita TB Paru(9). pemungkin (berupa ketersediaan sarana
Berdasarkan tabel 2 di atas, penyakit kesehatan)(4).
TB Paru cenderung lebih tinggi pada jenis Hasil penelitian ini sejalan dengan Emi
kelamin laki –laki dibandingkan perempuan, et al pada tahun 2009, dijelaskan bahwa
karena merokok tembakau dan minum akohol pengetahuan penderita yang sangat rendah
sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan dapat menentukan ketidakpatuhan penderita
tubuh, sehingga lebih mudah dipaparkan minum obat karena kurangnya informasi
dengan agent penyebab TB Paru(8). yang diberikan oleh petugas kesehatan
Hasil penelitian berbeda dari Linda tentang penyakit TB Paru(12).
(2012) dan Erawatyningsih (2009), data Sedangkan pada penelitian Sudarmanto
diperoleh sebagian besar adalah perempuan. (2018), pada level tahu dan memahami
Hal ini dapat terjadi karena perempuan lebih sebagian besar sampel memiliki nilai baik
banyak melaporkan gejala penyakitnya serta sedangkan pada level aplikasi sebagian
berkonsultasi dengan dokter sehingga sampel memiliki nilai sangat baik. Pada
didapatkan data penderita TB Paru lebih penelitian ini, ditemukan beberapa sampel
banyak pada perempuan. Perempuan dimana pada level tahu memiliki nilai yang
cenderung memiliki perilaku yang lebih rendah, sedangkan pada level aplikasi
tekun daripada laki-laki(10). memiliki nilai yang tinggi yang menandakan
Hasil penelitian ini sejalan dengan bahwa dimungkinkan beberapa sampel pada
penelitian Nurvita (2013), penyakit penelitian ini tidak melewati proses
Tuberkulosis paru cenderung lebih tinggi pengetahuan secara berurutan. Perbedaan
pada laki-laki dibandingkan perempuan. tersebut sesuai dengan teori menurut
Pada jenis kelamin laki-laki lebih tinggi Anderson dan Krathwohl (2010) yang
karena penderita merokok dan minum menyatakan bahwa proses pengetahuan
alkohol sehingga dapat menurunkan sistem dapat dimulai dari level mana saja dan tidak
pertahanan tubuh dan mudah terpapar harus melewati level yang berurutan (10).
dengan agen penyebab penyakit TB Paru(10). Horne (2006), dalam penelitiannya juga
Berdasarkan penelitian Aditama (1994) menyimpulkan bahwa secara umum terdapat
menyatakan bahwa salah satu seberapa jauh 4 hal yang mempengaruhi pengobatan, yaitu
pengetahuan penderita tentang TB Paru. persepsi dan perilaku pasien, interaksi antara
Pengetahuan penderita mengenai istilah TB pasien dan komunikasi medis antara kedua
Paru, gejala dan penularannya di RSU Haji belah pihak seperti keterampilan dalam
Medan masih tergolong kurang baik. Padahal memberi konsultasi dapat memperbaiki
kemampuan dan pengetahuan masyarakat kepatuhan.
atau penderita akan gejala penyakit TB Paru Adapun faktor-faktor yang dapat
dan bagaimana cara penularannya sangat mempengaruhi tingkat kepatuhan
mutlak dipahami. Karena dalam tahap ini, diantaranya adanya pemahaman tentang
dapat dilakukan pencegahan terjangkitnya instruksi, tingkat pendidikan, kesakitan dan
penyakit TB Paru. Atau setidaknya penyakit pengobatan, keyakinan, sikap dan
penderita dapat diketahui lebih dini sehingga kepribadian, dukungan keluarga, tingkat
pengobatan yang akan dilakukan tidak terlalu ekonomi, dukungan social, perilaku sehat,
lama dan memiliki resiko kegagalan lebih dukungan sosial, perilaku sehat, dukungan
kecil(11). Penelitian ini sejalan dengan profesi keperawatan atau kesehatan (13).
penelitian (Dewi, 2011) yang menggunakan Penelitian (Ismi, 2018), didapatkan
kuesioner yang sama dengan penelitian ini, sampel yang mempunyai sikap baik memiliki
menunjukkan bahwa tidak terdapat tingkat kepatuhan yang tinggi. Sesuai dengan
hubungan yang signifikan pada level ketiga teori perubahan sikap dalam memahami
level pengetahuan terhadap kepatuhan. anjuran oleh Kelman dalam Alhamda (2014),
Tingginya tingkat kepatuhan pasien bisa kemungkinan sampel yang memiliki sikap
dipengaruhi oleh faktor penguat (dukungan baik tersebut berada dalam tahap compliance

5
atau identification. Teori tersebut motivasi untuk melakukan saran-saran yang
mengatakan bahwa pada tahap compliance diberikan(6).
individu mematuhi anjuran tanpa adanya Hasil penelitian Erawayningsih (2009),
kesadaran diri dan cenderung mematuhi interaksi yang terjalin antara dokter dan
anjuran karena takut akan hukuman atau pasien TB paru, seperti perhatian dan
sanksi yang akan didapat. Sedangkan pada komunikasi, ikut menentukan kepatuhan
tahap identification, biasanya kepatuhan berobat pasien. Dokter perlu meningkatkan
yang timbul pada tahap ini terjadi karena penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman
individu merasa tertarik atau mengagumi dan memberikan motivasi bagi pasien TB
tokoh tertentu sehingga ia akan menirukan agar penderita dan keluarga dapat memahami
sepenuhnya arti dan manfaat dari tindakan dengan baik dan mengaplikasikan dalam
tersebut. Sebaliknya pada tahapan terakhir pengobatan yang efektif(14).
yaitu internalization, seseorang yang berada Menurut Green (2005), faktor-faktor
pada tahap ini akan mematuhi anjuran karena yang masih mempengaruhi perilaku
mengetahui manfaat yang ia dapat dengan seseorang dalam menjalani pengobatannya
mematuhi anjuran tersebut (14). antara lain umur, pekerjaan, peran PMO,
Selain variabel pengetahuan, Penelitian pelayanan kesehatan, dukungan dari
yang dilakukan oleh Dermawanti yaitu keluarga, dan diskriminasi yang diterima
terdapat hubungan antara komunikasi efektif oleh pasien (15).
dengan sikap konkordansi pasien, dimana Konsep compliance dalam konteks
semakin efektif pola komunikasi yang terjadi medis, sebagai tingkatan yang menunjukkan
maka akan semakin tinggi pula tingkat perilaku pasien dalam mentaati atau
kepatuhan/konkordansi pasien TB Paru, mengikuti prosedur atau saran ahli medis.
bahwa kegagalan berobat bisa terjadi karena Horne (2006) mendefinisikan adherence
gagalnya informasi yang disampaikan oleh sebagai perilaku mengkonsumsi obat yang
dokter dan petugas kesehatan yang merupakan kesepakatan antara pasien
menanganinya(14). dengan pemberi resep. Pengertian adherence
Keterbukaan antara dokter-pasien dapat berkembang dari pengertian compliance,
meningkatkan kepercayaan tentang proses hanya saja dalam adherence lebih
pengobatan yang sedang dilakukan berupa menekankan pada kesepakatan (14).
komunikasi terapeutik yang baik. Osterberg & Blaschke (2005) juga
Komunikasi efektif tersebut dapat terlihat menyarankan penggunaan istilah adherence,
dari unsur keterbukaan dokter yang karena di dalam pengertian adherence juga
dirasakan oleh pasien sehingga dapat terdapat compliance, dengan tambahan
menimbulkan rasa percaya dan pasien pengertian bahwa di dalam adherence peran
berkata jujur tentang hal yang dirasakan. Hal pasien cenderung aktif dan terdapat kontak
tersebut membuat informasi atas rasa sakit terapeutik yang terjadi setelah proses
yang dialami oleh pasien dapat komunikasi dan akhirnya terjadi kesepakatan
dikomunikasikan dengan baik(6). antara kedua belah pihak(16).
Untuk mencapai tujuan komunikasi, Kepatuhan dalam mengonsumsi obat
penerima informasi dapat mengetahui merupakan aspek utama dalam penanganan
sesuatu yang dia inginkan. Selain itu, unsur penyakit-penyakit kronis. Dari kondisi
empati dan simpati turut menyusun tersebut, kepatuhan dalam mengonsumsi obat
komunikasi efektif. Rasa empati yang timbul harian menjadi fokus dalam mencapai derajat
dan ditunjukkan oleh dokter kepada pasien kesehatan pasien, dalam hal ini perilaku pasien
membuat pasien mau memahami penjelasan ini dapat dilihat dari sejauh mana pasien
dan saran dari dokter. Rasa simpati dapat mengikuti atau mentaati perencanaan
muncul karena penggunaan bahasa yang pengobatan yang telah disepakati oleh pasien
mudah dimengerti. Dengan sikap dokter dan profesional medis untuk mengikuti
yang mendukung, pasien merasa mendapat sasaran-sasaran terapeutik(16).

6
Teori-teori Munculnya Kepatuhan dalam pengobatan. Proses ini tindakan rasional
Mengkonsumsi Obat Harian berasal dari keyakinan-keyakinan, kondisi,
prioritas, pilihan, dan latihan, meskipun
Menurut (Morgan &Horne, 2005), terdapat persepsi dan tindakan berbeda antara
tiga teori utama yang dapat menjelaskan harapan dalam pengobatan dan
munculnya perilaku patuh dalam rasionalitasnya(16).
mengkonsumsi obat, yaitu : Anggota keluarga seharusnya lebih
a. Health Belief Model (HBM) efektif dalam menjalankan tugas sebagai PMO
Menjelaskan model perilaku sehat (misal seperti memberi motivasi, memberikan
memeriksakan diri) merupakan fungsi dari penyuluhan kepada anggota keluarga,
keyakinan personal tentang besarnya mengingatkan jadwal berobat (periksa obat
ancaman penyakit dan penularannya, serta dan mengambil obat) serta mengawasi
keuntungan dari rekomendasi yang penderita dalam menelan obat(9).
diberikan petugas kesehatan. Ancaman Selain itu, kualitas hidup seseorang
yang dirasakan berasal dari keyakinan dapat dipengaruhi oleh kesehatannya,
tentang keseriusan yang dirasakan terhadap sedangkan kesehatan dipengaruhi oleh
penyakit dan kerentanan orang tersebut. beberapa faktor yaitu salah satunya
Berdasarkan dinamika tersebut dapat predisposing factors (pengetahuan, sikap, dan
dipahami bahwa kepatuhan dalam kepercayaan terhadap apa yang dilakukan)
mengkonsumsi obat merupakan proses serta beberapa faktor sosial demografi seperti
yang diawali oleh keyakinan seseorang umur, jenis kelamin, status perkawinan, status
dengan keseriusan penyakitnya, yang (sosial dan ekonomi).
berujung pada tindakan untuk berobat. Berdasarkan teori di atas dapat
b. Theory of Planned Behaviour disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
Teori ini berusaha menguji hubungan pengetahuan dengan kepatuhan minum Obat
antara sikap dan perilaku, yang fokus Anti Tuberkulosis karena banyak faktor yang
utamanya adalah pada intensi (niat) yang mempengaruhi seseorang untuk patuh dalam
mengantarkan hubungan antara sikap dan minum obat dan keterbatasan peneliti untuk
perilaku, norma subjektif terhadap meneliti faktor-faktor lainnya(17).
perilaku, dan control terhadap perilaku Pada sampel penelitian ini, responden
yang dirasakan. cenderung memiliki pengetahuan yang rendah
c. Model of Adherence tetapi kepatuhan minum OAT rendah,
Morgan & Horne (2005) mengemukakan mungkin faktor lainnya yang mempengaruhi
model Unintentional Non adherence & kepatuhan minum OAT selain pengetahuan
Intentional Non adherence. Unintentional dan sikap, seperti komunikasi efektif dokter
Non adherence mengacu pada hambatan dan pasien yang susah diteliti karena bersifat
pasien dalam proses pengobatan dan dapat personal, jumlah pasien di poli paru, dokter
muncul dari kapasitas dan keterbatasan kurang memiliki waktu yang cukup untuk
sumber-sumber dari pasien, meliputi memberi penjelasan.
defisiensi memori (misal: lupa instruksi Responden dengan tingkat pengetahuan
atau lupa untuk berobat), keterampilan yang rendah di RSU Haji Medan dapat diatasi
(misal: kesulitan dalam membuka dengan memberikan informasi yang tepat
kemasan/penutup obat atau menggunakan tentang Tuberkulosis baik dalam pencegahan,
peralatan dalam berobat seperti jarum dan dampak ketidakpatuhan berobat ke
suntik dan penghisap), pengetahuan (misal: pelayanan kesehatan. Pemberian informasi
tidak menyadari akan kepatuhan minum dapat diarahkan melalui pendidikan kesehatan
obat secara teratur) atau kesulitan dengan TB, Pengawas Menelan Obat (PMO) dan
rutinitas-rutinitas normal harian. kader, sehingga penderita Tuberkulosis paru
Intentional Non adherence yang berpengetahuan rendah tidak menjadi
menggambarkan cara pasien yang terlibat sumber penularan bagi anggota keluarga
dalam pengambilan keputusan dalam maupun masyarakat(9).

7
KESIMPULAN 4. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Hasil penelitian ini merumuskan yaitu Rineka Cipta; 2012. 138–139 p.
tidak terdapat hubungan pengetahuan terhadap
kepatuhan minum obat anti tuberkulosis 5. Bagiada I, Putri Primasari N. Faktor-
(OAT) fase lanjutan di Rumah Sakit Umum Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Haji Medan. Selain itu, terdapat beberapa Ketidakpatuhan Penderita
kesimpulan karakteristik seperti usia non Tuberkulosis Dalam Berobat Di
produktif, didominasi oleh laki-laki, tingkat Poliklinik Dots Rsup Sanglah
pendidikan rendah, banyakdiantaranya yang Denpasar. J Intern Med. 2010;11(3).
tidak bekerja atau bekerja sebagai buruh.
Selain faktor pengetahuan dan sikap, 6. Patriani I, Ayuningtyas D, Sakit R,
komunikasi efektif dokter-pasien dapat Daerah U, Nusa M, Barat T, et al.
membantu proses pengobatan secara optimal. Komunikasi Dokter dengan Sikap
Hasil penelitian ini diharapkan dapat Konkordansi pada Pasien Tuberkulosis
memberikan informasi dan tambahan wawasan Paru , Hipertensi , dan Asma Lung
untuk dilakukan penyuluhan dan membuat Tuberculosis , Hipertention , and
posko tentang pola hidup sehat terutama untuk Asthma. 2011;51–5.
laki-laki oleh petugas rumah sakit. Misalnya
bahaya merokok, minum-minuman beralkohol, 7. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar
etika batuk dan bersin, memakai masker dan Kompetensi Dokter Indonesia Konsil
cara membuang dahak yang benar, komunikasi Kedokteran Indonesia [Internet].
efektif dokter-pasien harus diasah dan Konsil Kedokteran Indonesia; 2012.
diterapkan dengan baik dari tingkat pendidikan Available from:
kedokteran (tingkat dasar), walaupun sudah http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/
ada mata kuliah yang mewajibkan pada saat SKDI_Perkonsil,_11_maret_13.pdf
pendidikan dan diharapkan dokter dengan
kompetensi 4A sesuai Standar Kompetensi 8. Hayyu NS. Analisis Faktor Yang
Dokter Indonesia, mampu menurunkan angka Berpengaruh Terhadap Kualitas Hidup
kejadian penyakit TBC di Indonesia dengan Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang
peran dokter dalam komunikasi terapeutik. Menjalani Hemodialisis. ADLN
Perpust Univ Airlangga.
REFERENSI 2006;2(1):198.

1. Sari ID, Mubasyiroh R, Supardi S. 9. Dewanty LI, Haryanti T, Kurniawan


Hubungan Pengetahuan dan Sikap TP. Kepatuhan Berobat Penderita Tb
dengan Kepatuhan Berobat pada Paru Di Puskesmas Nguntoronadi I
Pasien TB Paru yang Rawat Jalan di Kabupaten Wonogiri. J Kesehat.
Jakarta Tahun 2014. Media Penelit dan 2016;9(1):39.
Pengemb Kesehat. 2017;26(4):243–8.
10. Sudarmanto YMEI. Hubungan
2. Floyd K, Anderson L, Baddeley A, Pengetahuan dan Sikap Terhadap
Baena IG, Gebreselassie N, Gilpin C, Kepatuhan Minum Obat Pasien
et al. Global tuberculosis report. Tuberkulosis Fase Lanjutan di
2018;1–277. Kecamatan Umbulsari Jember.
IKESMA. 2018;14(1):11.
3. Indah M. Infodatin tuberkulosis ( Hari
TBC Sedunia 24 Maret ). World Heal 11. Sudarmanto YMEI. Hubungan
Organ. 2018; Pengetahuan dan Sikap Terhadap
Kepatuhan Minum Obat Pasien
Tuberkulosis Paru Fase Lanjutan di
Kecamatan Umbulsari Jember.

8
12. Harahap RA. Pengaruh Faktor 17. Astuti S. Hubungan Tingkat
Predisposing, Enabling dan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
Reinforcing terhadap Pemberian terhadap Upaya Pencegahan Penyakit
Imunisasi Hepatitis B pada Bayi di Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan
Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013. Univ
Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Islam Negri Syarif Hidayatullah,
Hilir. J Ilm Penelit Kesehatan Fak Jakarta. 2013;1.
Kesehat Masy Univ Islam Negeri
Sumatera Utara. 2016;1(1):79–103.

13. I Dewa Ayu Made Arda Yuni.


Hubungan Fase Pengobatan TB dan
Pengetahuan Tentang MDR TB
dengan Kepatuhan Pengobatan Pasien
TB (Studi di Puskesmas Perak Timur).
Hub Fase Pengobatan TB dan
Pengetah Tentang MDR TB dengan
Kepatuhan Pengobatan Pasien TB
(Studi di Puskesmas Perak Timur).
2016;4(3):12.

14. Hudan A. Faktor-faktor yang


mempengaruhi kepatuhan minum obat
anti tuberkulosis pada pasien
tuberkulosis paru di Puskesmas
Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten Periode Januari 2013-
Januari 2012. Fakt yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat
anti tuberkulosis pada pasien
tuberkulosis paru di Puskesmas
Pamulang Kota Tangerang Selatan
Propinsi. 2013;83.

15. Ariani NW, Rattu AJM, Ratag B.


Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Keteraturan Minum Obat
Penderita Tuberkulosis Paru Di
Wilayah Kerja Puskesmas Modayag,
Kabupaten Bolaang Mongondow
Timur. Jikmu [Internet].
2015;5(2):157–68. Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
jikmu/article/view/7184

16. Fatmah Lailatushifah S. Kepatuhan


Pasien yang Menderita Penyakit
Kronis dalam Mengkonsumsi Obat
Harian. Kepatuhan Pasien yang
Menderita Penyakit Kronis dalam
Mengkonsumsi Obat Hari. 2002;

Anda mungkin juga menyukai