PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberlosis (TB) masih merupakan masalah penting bagi kesehatan karena
merupakan salah satu penyebab utama kematian. Diperkirakan sekitar sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Diperkirakan 95%
kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara
berkembang. Data terbaru yang dikeluarkan WHO pada bulan Maret 2009 dalam
Global TB Control Report 2009, menunjukkan bahwa pada tahun 2008, prevalensi TB
dunia adalah 5-7 juta kasus, baik kasus baru maupun kasus relaps. Dari prevalensi ini,
2,7 juta diantaranya adalah kasus basil tahan asam (BTA) positif baru, dan 2,1 juta
kasus BTA (-) baru1.
Diberbagai negara insidens dan prevalensi tuberculosis berbeda, saat ini jumlah
penderita TB terbanyak di India 1.85 juta jiwa, di China 1,36 juta jiwa dan di
Indonesia sendiri
golongan penyakit infeksi. Pada tahun 2008, angka temuan kasus baru (Case
Detection Rate/CDR) di Indonesia sebesar 72,8% atau didapati 166.376 penderita
baru dengan BTA positif. Penyebab paling penting peningkatan TB adalah
kemiskinan, ketidak patuhan terhadap program, diagnosis dan pengobatan yang tidak
adekuat, migrasi, endemic Human Immunodefisiency Virus (HIV), dan resistensi
ganda (Multi DrugResistance/MDR).1,2,3,4
Di Sulawesi Selatan, menurut laporan Subdin P2 & PL Dinkes Prov. Sulsel,
sampai dengan triwulan IV tahun 2004, Case Detection Rate (CDR) sebesar 69,5%
(target 60%), Conversion rate 93% (target 60%), jumlah suspek sebanyak 60.196
orang, kasus baru sebanyak 1.868 orang, yang kambuh 48 kasus dan penderita yang
diobati sebanyak 8.722 orang. Bila dibandingkan dengan tahun 2003 pada periode
yang sama terjadi peningkatan baik jumlah suspek, kasus baru, kambuh dan penderita
yang diobati. Keadaan tersebut disebabkan karena adanya kegitan sosialisasi, peran
serta lintas program dan lintas sector dalam pemberantasan penyakit ini. Di kota
Makassar tercatat pada tahun 2006 BTA positif sebanyak 6.902 penderita dan di tahun
2007 tercatat BTA positif sebanyak 6.659 penderita, sedangkan pada tahun 2008 dari
hasil pengumpulan data profil kasehatan tercatat BTA posif jumlahnya menurun yaitu
4.856 penderita dan kabupaten/kota yang tertinggi masih di kota Makassar.5
Salah satu alasan bagi peneliti ingin melakukan penelitian ini karena jumlah
penderita TB di kota Makassar khususnya di kabupaten Sidrap masih tinggi begitu
juga dengan angka kematian yang masih tinggi, maka penulis perlu melakukan
penelitian mengenai karakteristik pasien TB Paru di Sidrap khususnya di Puskesmas
Pangkajene pada periode Juni-Agustus 2016.
Tujuan Penelitian
1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita TB di Puskesmas Pangkajene pada
periode Juni - Agustus 2016.
2
Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit
granulomatosa kronis menular dimana biasanya bagian tengah granuloma tuberkular
mengalami nekrosis perkijuan3,6,7.
2.2 Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima Negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus
(WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah
kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.8
Penderita TB paru banyak ditemukan pada usia produktif 15-49 tahun dan
berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa jumlah penderita laki-laki
ditemukan lebih banyak dibandingkan perempuan. Pada laki-laki lebih tinggi aktivitas
fisik diluar, gaya hidup seperti merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat
menurunkan system pertahanan tubuh, dan lebih mudah dipaparkan dengan agen
penyebab TB Paru.9
Terdapat bukti yang jelas bahwa gizi buruk mengurangi daya tahan tubuh
terhadap penyakit tuberkulosis. Faktor ini sangat penting, baik pada orang
dewasa maupun pada anak. orang yang menkonsumsi vitamin C lebih dari 90
mg/hari dan mengkonsumsi lebih dari rata-rata jumlah sayuran, buah-buahan,
dan berry, secara signifikan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit
tuberculosis.10,13
dari 60% memiliki risiko terkena infeksi tuberculosis 10,7 kali dibandingkan
dengan rumah yang kelembapannya lebih kecil dari 60%.3,10,13
e. Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan individu atau
masyarakat dan perilaku terhadap penggunaan/sarana pelayanan kesehatan yang
tersedia. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi. Proporsi kejadian TB lebih banyak terjadi pada
kelompok yang mempunyai pendidikan yang rendah, dimana kelompok ini
lebih banyak mencari pengobatan tradisional dibandingkan pelayanan medis.13
f. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya
pencegahan penyakit, karena dengan pendapatan yang cukup maka akan ada
kemampuan menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan
lingkungan rumah yang sehat dan makanan yang bergizi. Kemiskinan
memudahkan infeksi tuberkulosis berkembang menjadi penyakit tuberkulosis.
Sembilan puluh persen penderita TB terjadi pada penduduk dengan status
ekonomi rendah dan umumnya terjadi pada negara berkembang termasuk
Indonesia. Orang yang memiliki penghasilan yang rendah memilki risiko 2,4
kali untuk menderita penyakit TB dibandingkan dengan orang yang memiliki
penghasilan yang tinggi.10,13
g. Riwayat Penyakit Penyerta
Beberapa penyakit penyerta tertentu rentan tertular penyakit tuberculosis seperti
penderita penyakit HIV/AIDS, hepatitis akut, kelainan hati kronik, gangguan
ginjal, diabetes melitus, dan penderita pengguna kortikosteroid. Penelitian yang
dilakukan mendapatkan bahwa dari 733 penderita TB paru, penderita juga
menderita diabetes melitus 11,7 %, hipertensi 9,28%, kelainan hati 2,7%,
kelainan jantung 1,9%, kelainan ginjal 0,9% dan struma 0,4%. Penderita
diabetes melitus memiliki risiko 2-3 kali lebih sering untuk terkena penyakit
tuberkulosis paru. Efek hiperglikemi pada penderita diabetes mellitus sangat
berperan terhadap mudahnya pasien diabetes melitus terkena infeksi. Pada
penderita TB paru dengan diabetes mellitus, kepekaan terhadap kuman TB
meningkat, reaktifitas fokus infeksi lama, cenderung lebih banyak kavitas dan
pada hapusan serta kultur sputum lebih banyak positif. Selain itu, pasien dengan
TB dengan diabetes melitus memiliki respon yang rendah terhadap pengobatan
OAT dan sering terjadi multi-drug resistant. Meningkatnya prevalensi
HIV/AIDS di Indonesia membawa dampak peningkatan insidens TB serta
masalah TB lainnya, seperti TB milier, TB ekstraparu, serta MDR-TB.
Adanya imunokompromais pada penderita HIV/AIDS menyebabkan mudahnya
penderita tersebut terinfeksi kuman TB dan cepatnya perkembangan infeksi TB
2.4
berbentuk basil Dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Pada media
buatan, bentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke spesies
lain. Mikobakteria tidak dapat dikelompokkan sebagai gram positif. Segera setelah
diwarnai dengan pencelup dasar mereka tidak dapat didekolorasi oleh alcohol, tanpa
memperhatikan pengobatan dengan iodine.15
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadi infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis
bisanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi yang paling sering
dibanding organ lain. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil
yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan
batuk darah atau berdahak yang mengandung Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian
besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Kuman dapat tahan hidup pada
udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.14,15
2.5
Cara Penularan
Sumber penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah pasien TB dengan
BTA positif. Penularan ini terjadi secara inhalasi, yaitu bila pasien tersebut batuk atau
bersin, pasien akan menyebarkan kuman udara dalam bentuk percikan dahak
(dropletnuclei). Sekali penderita TB BTA (+) batuk, akan dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak3.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Percikan ini dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan ruangan yang gelap dan lembab. Sedangkan ventilasi yang baik, akan dapat
mengurangi jumlah percikan, dan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman
TB15.
2.6
Patogenesis
10
ribu droplet nuclei akan dikeluarkan oleh pasien TB dengan BTA (+) yang sedang
batuk dan berbicara selama 5 menit. Droplet nuclei ini dapat terinhalasi oleh orangorang yang ada disekitar penderita ini, sampai kejauhan sekitar 3m. Satu droplet
nuclei mengandung 3 basil
(<5m), kuman TB yang ada dalam droplet nuclei yang terhirup, dapat menembus
sistem mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkus
dan alveoli. Oleh karena itu, paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus
infeksi TB. Infeksi tuberkulosis dimulai saat kuman TB sudah memasuki alveolus.
Pertama kali, kuman akan menghadapi neutrofil yang mengontrol penyebaran infeksi
melalui produksi kemokin yang merupakan faktor kemotaktik, menginduksi
pembentukan granuloma, dan mengarahkan molekul mikrobakteria ke makrofag.
Kebanyakan partikel ini akanmati atau dibersihkan oleh makrofag, keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Sebagian kuman
TB dapat bertahan hidup dengan cara menghambat pembentukan enzim-enzim
pencernaan makrofag7,14,15.
Fase terdini pada tuberkulosis primer (<3 minggu) pada orang yang belum
tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa hambatan di dalam makrofag
alveolus dan rongga udara. Pada tahap ini, sebagian besar pasien asimptomatik atau
mengalami gejala seperti flu. Kuman yang bersarang di jaringan paru ini akan
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau fokus
Ghon. Fokus Ghon merupakan suatu daerah konsolidasi peradangan abu-abu putih
sebesar 1-1,5 cm.7,15
2.6.2 Tuberkulosis Sekunder
11
Tuberkulosis sekunder adalah pola penyakit yang berkembang pada host yang
dahulunya sudah tersensitisasi. Biasanya (90%) dihasilkan dari reaktivasi (reinfeksi)
lesi primer dorman setelah beberapa dekade. Tuberkulosis sekunder terjadi karena
imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS
dan gagal ginjal. Lokasinya biasanya pada bagian apeks dari satu atau kedua lobus
paru, dimana berkaitan dengan tingginya tegangan oksigen di apeks sehingga
membantu kuman TB untuk tumbuh dengan baik. Sarang dini dapat menjadi beberapa
hal, tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini
dapat menjadi:7,10,15
1. Direabsorbsi kembali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera sembuh dengan serbukan jaringan
fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran.
Sarang dini meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan
ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek dan
membentuk suatu jaringan perkejuan (nekrosis kaseosa). Bila jaringan dibatukkan
keluar, maka akan terbentuk kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lamalama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,
sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Secara keseluruhan akan terdapat 3
macam sarang, yakni15.
1. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
2. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan
sempurna.
12
3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh
spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi, sebaiknya diberi
pengobatan yang lengkap dan sempurna.
2.7 Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Terdapat beberapa klasifikasi TB paru, yaitu16
2.7.1 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1.
13
f. Kasus Bekas TB
1. Hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi
TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
2. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
2.8
gambaran radiologi
Diagnosis Tuberkulosis Paru
Diagnosis tuberkulosis dapat
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinis,
14
Gejala klinis dari tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik.
A.
1.
2.
3.
4.
Gejala Respiratorik
Batuk 2 minggu
Batuk darah
Sesak napas
Nyeri dada, timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura.
Gejala respiratorik sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai
Gejala Sistemik
1. Demam
2. Gejala sistemik lain seperti malaise, keringat malam, anoreksia, gangguan
menstruasi dan berat badan menurun.15,16
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
pucatnya konjungtiva mata atau kulit pucat karena anemia, suhu demam subfebril,
badan kurus atau berat badan menurun. Tempat kelainan lesi tuberkulosis paru yang
paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak
luas maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan
ditemukan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi
bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular
melemah. Pada keadaan konsolidasi dan fibrosis meningkatkan penghantaran getaran
sehingga pada palpasi didapati stem frenitus meningkat serta pada auskultasi suara
napas menjadi bronkovesikuler atau bronkhial. Bila tuberkulosis mengenai pleura,
sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam
15
dahak
berfungsi
untuk
menegakkan
diagnosis,
menilai
16
(Intrenational Union Against Tuberculosis) yaitu dalam 100 lapang pandang tidak
ditemukan BTA disebut negatif. Ditemukan :
a.
b.
c.
d.
1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.
10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang disebut + atau (1+).
1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang disebut ++ atau (2+).
>10 BTA dalam 1 lapangan pandang disebut +++ atau (3+).
Penulisan gradasi hasil bacaan penting, untuk menunjuk keparahan penyakit dan
17
2. Lubang (kavitas) selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat
kecil yang dinamakan lubang sisa (residual cavity).
3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur yang menunjukkan
bahwa proses telah tenang.
2.9
18
Kategori 1
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.
b. Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/4 RH atau 2 RHZE/6 HE atau
2RHZE/4R3H3
2.
Kategori 2
a.
1.
2.
b.
tidak
memungkinkan
fase
awal
dapat
diberikan
RHZES/1RHZE.
3. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
4. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE.
C. TB Paru kasus putus berobat.
19
1.
a.
Berobat 4 bulan
BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka
pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis
lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan panyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai
dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
b.
2.
3.
Kategori 3
a.
TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat lesi minimal.
b.
4.
Kategori 4
a.
1.
2.
Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil uji resistensi (minimal
OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).
b.
MDR-TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah
OAT lini 2 atau H seumur hidup.
20
di
penjara,
penyalahgunaan
obat
intravena,
dan
keadaan-keadaan
21
pekerjaan, sputum BTA, kategori penderita, riwayat kontak, dan riwayat pengobatan.
Pada penelitian kali ini, variable yang akan diteliti meliputi :
Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dimana angka penderita TB pada
2
penularan TB.
Kategori penderita
Tingginya angka kejadian TB dengan kasus baru menyebabkan tingginya
kategori I dan III, hal ini dapat dilihat berdasarkan derajat berat ringannya
gejala klinis.
Riwayat Pengobatan OAT
Kasus TB yang pernah mendapat riwayat pengobatan OAT sebelumnya,
22
sumber
Media
Manusia
Bakteri
Mycobacterium
Tuberculosis
Udara dalam
rumah
Umur
Tingkat
Pendidikan
- Upaya
Pencegahan
Penyakit
-Upaya
Sarana Pelayanan Kesehatan
Pengendalian
Penyakit
Dampak
Penderita TB
paru:
- BTA (+)
-BTA (-)
BAB III
23
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu melakukan deskripsi
mengenai karakteristik penderita TB Paru di Puskesmas Pangkajene periode Juni
Agustus 2016.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RS.Ibnu sina Jl. Urip Sumiharjo km 05 Makassar.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian terhitung dari Juni-Agustus 2016
3.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
terdiagnosis TB Paru di Puskesmas Pangkajene periode Juni Agustus 2016.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
terdiagnosis TB Paru di Puskesmas Pangkajene periode Juni Agustus 2016.
3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah total sampling. Yakni
mengambil seluruh anggota populasi yang memenuhi kriteria sampel untuk dijadikan
sampel penelitian
3.4
a.
Penderita TB
24
Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan biologis dan fisiologis, keadaan fisik tertentu
juga kromosom dan genetika yang menentukan jenis kelamin seorang laki-laki atau
perempuan.Jenis kelamin bersifat biologis sesuatu yang dibawa sejak lahir sehingga
tidak bisa diubah.
Kriteria objektif :
1. Laki-laki
2. Perempuan
c.
Umur
Umur adalah usia responden pada saat dilakukan penelitian yang dihitung
Kategori penderita
1.
Kategori I
2.
Kategori II
: a. kasus kambuh
b. kasus gagal dengan sputum BTA positif
25
3.
Kategori III
4.
e.
Kategori IV
: TB kronik
Sputum BTA 3x
Sputum BTA 3x adalah hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan,
3.5
1.
2.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari
semua rekam medik pasien yang telah terdiagnosis TB Paru di Puskesmas Pangkajene
periode Juni Agustus 2016.
26
3.6
Pengolahan Data
27
lebih lanjut. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft excel
2007, kemudian disajikan dalam bentuk table secara deskriptif.
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
khususnya
Dalam
melakukan
aktifitas,
masyarakatnya
berkomunikasi
dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa Bugis. Agama yang dianut oleh
masyarakat 95 % agama Islam dan 5 % aliran kepercayaan. Mata pencahariannya
sebagian besar adalah petani.
4.2 Data Geografis
Kecamatan Maritengngae merupkan ibukota Kabupaten Sidenreng Rappang yang
terletak 200 km dari Makassar. Luas wilayah kerja Puskesmas Pangkajene adalah
65,90 km. Adapun batas-batas wilayah sebagai berikut :
-
29
4.3.1
Pertumbuhan Penduduk
Jumlah kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pangkajene adalah 5 desa
dan 8 kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 39.904 jiwa, dan jumlah Kepala
Keluarga 10.418 orang.
Jumlah penduduk yang besar selain merupakan modal dalam pembangunan juga
dapat merupakan beban pembangunan jika tidak disertai dengan kualitas yang
memadai.
jumlah penduduknya
adalah Kelurahan
Pangkajene yakni 5.732 jiwa dan yang paling rendah adalah Desa Takkalasi yakni
13.43 jiwa.
Kepadatan penduduk sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rakyat
khususnya
kesejahteraan
anak.Tingginya
angka
kepadatan
penduduk
dapat
30
31
32
Jumlah
Laki-laki
27
52,9
Perempuan
Total
24
51
47,1
100
33
Jumlah
2
%
3,9
21-60
43
84,3
>60
Total
6
51
11,8
100
34
Jumlah
44
%
86,3
II
7,8
III
IV
3,9
Total
51
100
Agustus 2016
Riwayat Pengobatan
Jumlah
Pernah
9,8
Tidak Pernah
Total
46
45
90,2
100
35
Jumlah
39
Pagi
27
Seawaktu kedua
16
Sumber : Data Sekunder 2016
Total
%
76,5
Jumlah
12
%
23,5
Jumlah
51
%
100
52,9
31,4
24
35
47,1
68,6
51
51
100
100
Pada Tabel 4.7.5 di atas diperoleh data distribusi penderita TB Paru berdasarkan
pemeriksaan sputum BTA 3X dengan hasil sputum sewaktu pertama positif sebanyak
39 pasien (76,5%) dan sputum sewaktu pertama negative 12 pasien (23,5%), sputum
pagi positif sebanyak 27 pasien (52,9%) dan sputum pagi negative sebanyak 24 pasien
(47,1%), sedangkan pada sputum sewaktu kedua positif sebanyak 16 pasien (31,4%)
dan sputum sewaktu kedua negatif sebanyak 35 pasien (68,6%).
36
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 PEMBAHASAN
Penelitian ini berjudul Karakteristik Penderita Tuberculosis Paru di Puskesmas
Pangkajene periode Juni Agustus 2016. Penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian deskriptif dengan menggunakan data sekunder (rekam medik) dan
pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft excel. Sampel pada
37
penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung ke Puskesmas Pangkajene yang
telah didiagnosa oleh dokter sebagai Tuberkulosis Paru pada periode juni agustus
2016 yaitu sebanyak 51 pasien. Dari penelitian ini diperoleh data.
5.1.1. Jenis Kelamin
TB dapat menyerang siapa saja tanpa memandang laki-laki dan perempuan,
namun
laki-laki
lebih
kompleks
menyebabkan lebih mudah terinfeksi kuman TB. Pada penelian ditemukan bahwa
angka kejadian TB pada laki-laki lebih banyak ditemukan daripada perempuan yaitu
laki-laki sebesar 52,9% sedangkan perempuan sebesar 47,1%. Hasil penelitian ini
sesuai dengan data yang didapatkan oleh dinas kesehatan kota Makassar pada tahu
2008 dimana penderita TB lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan3,5.
Pada laki-laki masalah kesehatan yang kerap kali terjadi seperti merokok dan
minum alcohol, Studi pada pekerja perkebunan di California, AS, menemukan
hubungan bermakna antara prevalensi reaktivitas tes tuberkulin
dan kebiasaan
merokok. Para perokok yang telah merokok 20 tahun atau lebih ternyata 2,6 kali lebih
sering menderita TBC daripada yang tidak merokok. Kebiasaan merokok
meningkatkan mortalitas akibat TBC sebesar 2,8 kali. Kaitan ini bisa dijelaskan
bahwa dengan racun yang dibawanya, rokok merusak mekanisme pertahanan paruparu. Bulu getar dan alat lain dalam paru-paru yang berfungsi menahan infeksi rusak
akibat asap rokok. Asap rokok meningkatkan tahanan pelan napas (airway resistance).
Akibatnya, pembuluh darah di paru mudah bocor. Juga merusak sel pemakan bakteri
pengganggu dan menurunkan respon terhadap antigen, sehingga bila benda asing
38
39
kelompok umur ini memasuki usia produktif dimana antusias dalam beraktifitas diluar
sehingga lebih gampang terpapar kuman Tuberkulosis10,21.
5.1.3. Kategori Pengobatan
Berdasarkan data global TB pada 2006 tercatat 9,2 juta kasus baru, di Indonesia
sendiri temuan penderita baru setiap tahunnya tidak kurang dari 500.000 orang. Hal
ini menyebabkan angka kategori pengobatan I dan III semakin meningkat. Di
Sulawesi Selatan Menurut laporan Subdin P2 & PL Dinkes Prov. Sulsel, sampai
dengan triwulan IV tahun 2004, Case Detection Rate (CDR) sebesar 69,5% (target
60%), Conversion rate 93% (target 60%), jumlah suspek sebanyak 60.196 orang,
kasus baru sebanyak 1.868 orang, yang kambuh 48 kasus dan penderita yang diobati
sebanyak 8.722 orang. Bila dibandingkan dengan tahun 2003 pada periode yang sama
terjadi peningkatan baik jumlah suspek, kasus baru, kambuh dan penderita yang
diobati.Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Pangkajene
kategori pengobatan terbanyak kategori I sebanyak 44 pasien (86,3%), kemudian
kategori II sebanyak 4 pasien (7,8%) dan terendah pada kategori IV sebanyak 2 pasien
(3,9%) dan di susul kategori III sabanyak1 pasien (2%). Hal ini disebabkan karena
penderita sensitive terhadap penyakit menular, mengalami malnutrisi, penggunaan
obat, mengonsumsi obat secara tidak teratur, kondisi tempat tinggal, pemaparan yang
terus-menerus seperti pada pekerja kesehatan, alkaholik, infeksi HIV5.
40
erat
dengan
kepatuhan
penderita
dalam
menuntaskan
program
pelaksanaannya
banyak
penderita
yang
tidak
tekun
menyelesaikan
pengobatannya8,21.
5.1.5. Sputum BTA 3x
Sputum BTA 3x menjadi alat diagnosis pasti pada penderita TB dewasa.
Namun tidak menutup kemungkinan penderita TB dengan BTA negative. Hal ini
seperti pada penelitian yang diperoleh penderita TB Paru berdasarkan pemeriksaan
sputum BTA 3X dengan hasil pemeriksaan sputum sewaktu pertama sebanyak 39
pasien (76,5%) dan sputum sewaktu pertama negative 12 pasien (23,5%), sputum pagi
positif sebanyak 27 pasien (52,9%) dan sputum pagi negative sebanyak 24 pasien
41
(47,1%), sedangkan pada sputum sewaktu kedua positif sebanyak 16 pasien (31,4%)
dan sputum sewaktu kedua negatif sebanyak 35 pasien (68,6%). Hasil survey
prevalensi TB tahun 2004 menunjukkan angka prevalensi TB BTA positif secara
nasional 110/100.000 penduduk.Berdasarkan data di atas TB masih merupakan
masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia1,8.
Ditemukannya kasus BTA negative tidak menutup kemungkinan untuk
diagnosis TB,karena masih ada factor-faktor lain yang dapat menunjang diagnosis
TB,yaitu dengan melihat gejala klinis,hasil pemeriksaan radiologi. Klasifikasi BTA
positif dan BTA negative ini penting dalam pengelompokan kategori pengobatan.
Namun ada beberapa factor yang dapat menyebabkan sputum BTA negative yaitu
pengambilan sputum yang salah dan petugas laboratorium yang tidak akurat dalam
membaca hasil. Penderita dengan sputum BTA positif diberikan pengobatan dengan
kategori
I,
sedangkan
penderita
dengan
sputum
BTA negative
biasanya
dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu I dan III, hal ini dilihat dari berat ringannya
penyakit21.
42
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
1. Insiden kasus TB paru yang berobat di Puskesmas Pangkajene periode Juni
Agustus 2016 yaitu 51 pasien.
2. Karakteristik menurut jenis kelamin kasus TB Paru terbanyak pada laki-laki
yaitu sebanyak (52,9%), di RS Ibnu Sina Makassar.
3. Karakteristik berdasarkan kelompok umur kasus TB Paru tertinggi pada
usia 21 60 tahun yaitu (84,3%)
4. Karakteristik Berdasarkan pengelompokkan kategori pengobatan yang
tertinggi penderita TB Paru yang mendapat pengobatan kategori I yaitu
sebanyak (86,3%) di Puskesmas Pangkajene.
5. Karakteristik berdasarkan Penderita TB Paru yang sebelumnya yang pernah
mendapatkan pengobatan OAT yaitu sebanyak (9,8%) sedangkan yang
kelompok tidak pernah mendapatkan pengobatan OAT yaitu sebanyak
(90,2%) di Puskesmas Pangkajene.
43
6.2 SARAN
1. Perlunya peran aktif pemerintah untuk membuat kebijakankebijakan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan TB agar
tidak meluas lebih banyak lagi di kalangan masyarakat.
2. Perlunya peran serta staf medis dalam memberikan pelayanan
kesehatan dan akses pengetahuan kesehatan pada masyarakat luas
berupa penyuluhan tentang bahaya TB, meningkatkan kinerja para
pengawas menelan obat agar lebih aktif lagi dalam mengawasi para
penderita TB, untuk mencegah penularan dan komplikasi lebih
lanjut dari TB, sehingga meningkatkan angka kesembuhan penderita
TB.
3. Perlunya peran serta keluarga dalam mendukung proses pengobatan
penderta TB. Dan mencegah penularan lebih luas dalam lingkungan
keluarga maupun lingkungan masyarakat.
44
45