Anda di halaman 1dari 33

Referat

PERDARAHAN ANTEPARTUM (HAP)

Oleh :
Syiffa Ilhami Augustami Suryanto 1710070100044

Preseptor :
dr. H. Erman Ramli, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RSUD ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat-
Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas referat ini dengan judul
Perdarahan Antepartum (HAP). Referat ini dibuat untuk memenuhi syarat
kepaniteraan klinik senior dibagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. H. Erman Ramli,Sp.OG
(K) selaku pembimbing penyusunan referat ini dengan memberikan bimbingan
dan nasehat dalam menyelesaikan referat ini. Terimakasih pula kepada teman-
teman serta staf bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini
masih jauh dari kata sempurna baik mengenai isi,susunan bahasa, maupun kadar
ilmiahnya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari
penulis dalam menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penulisan referat
selanjutnya. Semoga referat ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bukittinggi, Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iv
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.2.1 Tujuan Umum .......................................................................... 2
1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3
2.1 Anatomi ............................................................................................... 3
2.2 Fisiologi ............................................................................................... 3
2.3 Perdarahan Antepartum ....................................................................... 6
2.4 Plasenta previa ..................................................................................... 6
2.4.1 Definisi ..................................................................................... 6
2.4.2 Epidemiologi ............................................................................ 7
2.4.3 Klasifikasi ................................................................................. 7
2.4.4 Faktor Risiko ............................................................................ 8
2.4.5 Gambaran Klinik ...................................................................... 9
2.4.6 Patofisiologi ............................................................................. 10
2.4.7 Penegakkan Diagnosis............................................................... 10
2.4.8 Penatalaksanaan ....................................................................... 13
2.4.9 Komplikasi ............................................................................... 14
2.4.10 Prognosis .................................................................................. 16
2.5 Solusio Plasenta ................................................................................... 16
2.5.1 Definisi ..................................................................................... 16
2.5.2 Epidemiologi ............................................................................ 17
2.5.3 Etiologi ...................................................................................... 17
2.5.4 Faktor risiko ............................................................................. 17
2.5.5 Patofisiologi ............................................................................. 17

iii
2.5.6 Klasifikasi .................................................................................. 18
2.5.7 Manifestasi Klinis ....................................................................... 20
2.5.8 Kriteria Diagnosis ....................................................................... 20
2.5.9 Tatalaksana ................................................................................. 22
2.5.10 Komplikasi ................................................................................. 23
2.5.11 Prognosis .................................................................................... 23
BAB III : KESIMPULAN............................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 30

iv
Halaman
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Plasentasi ................................................................................... 5


Gambar 2.2 Solusio Plasenta Berdasarkan Ada Tidaknya Perdarahan
Pervaginam ................................................................................ 19
Gambar 2.3 Hasil USG Pada Solusio Plasenta .............................................. 21

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan
masyarakat. World Health Organization memperkirakan 830 ibu meninggal saat
hamil atau bersalin setiap hari di seluruh dunia. Menurut WHO 99% dari seluruh
kematian maternal terjadi di negara berkembang. Penyebab utama yang
menyumbang hampir 75% dari semua kematian maternal adalah perdarahan,
infeksi, hipertensi dalam kehamilan (pre-eklampsia dan eklampsia) dan unsafe
abortion. 1
AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab
kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk
kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa
nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per
100.000 kelahiran hidup.
Perdarahan obstetrik tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu di
negara-negara berkembang dengan persentase 50% dari estimasi 500.000 kematian
maternal yang terjadi secara global setiap tahun. Perdarahan sebagai penyebab
kematian maternal terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang
lebih tua terutama setelah melewati trimester III atau setelah kehamilan 28 minggu.
Perdarahan antepartum mempersulit 3-5% kehamilan dan merupakan penyebab
1
utama kematian perinatal dan maternal di seluruh dunia.
Plasenta previa adalah suatu kondisi yang menggambarkan plasenta yang
berimplantasi secara abnormal sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum. Etiologi plasenta previa masih belum jelas. Namun, faktor-faktor
risiko yang mempengaruhi meliputi, meningkatnya usia ibu, multiparitas, riwayat
operasi caesar, riwayat aborsi, kehamilan multipel dan merokok selama kehamilan.
Solusio plasenta adalah suatu kondisi terlepasnya plasenta yang berimplantasi
normal sebelum anak lahir. Solusio plasenta terlihat lebih sering
pada ibu lanjut usia, meningkatnya paritas, kehamilan kembar, polihidramnion,
korioamnionitis, trauma, dan trombofilia.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Tujuan umum
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi syarat Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.Achmad
Mochtar Bukittinggi.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan anatomi plasenta.
2. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan fisiologi plasenta.
3. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan perdarahan antepartum.
4. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan definisi, epidemiologi,
etiolgi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, kriteria diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi,dan prognosis plasenta previa.
5. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan definisi, epidemiologi,
etiologi, faktor risiko, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinik, kriteria
diagnosis, penatalaksaan, komplikasi,dan prognosis solusio plasenta.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Bagi Penulis
Sebagian bahan acuan dalam mempelajari, memahami dan
mengembangkan teori mengenai anatomi plasenta, fisiologi plasenta,
perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solutio plasenta
2. Bagi Institut Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang berkaitan
dengan anatomi plasenta, fisiologi plasenta, perdarahan antepartum yaitu
plasenta previa dan solusio plasenta
3. Bagi Masyarakat
Dapat memenuhi ilmu pengetahuan terhadap anatomi plasenta, fisiologi
plasenta, perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta
beserta pencegahan dan pengobatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Anatomi Plasenta Secara umum, plasenta normal memiliki diameter 15 - 25
cm, ketebalan 2-3 cm, dan berat 500-600 gram atau bervariasi yaitu 1/6 dari berat
lahir bayi. Plasenta terdiri dari dua sisi yaitu sisi maternal terdiri dari desisua
kompakta yang terdiri dari beberapa lobus dan kotiledon, sisi dimana plasenta
berwarna merah gelap dan terbagi-bagi dalam lobula dan kotiledon yang berjumlah
antara. Darah ibu mengalir di seluruh plasenta diperkirakan meningkat dari 300 ml
tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40
minggu. Sedangkan sisi fetal yaitu bagian permukaan yang mengkilap, berwarna
keabu-abuan dan seperti tembus cahaya sehingga nampak jaringan pada sisi
maternal, terdiri dari korion frotundum dan villi. 2
Pada kehamilan aterm panjang tali pusat sekitar 55-60 cm dengan
diameter 2-2,5 cm, dan memiliki cukup banyak Wharton's jelly, tidak bersimpul
dan tidak memiliki thrombosis.Tali pusat yang normal memiliki dua arteri dan
satu vena. Selaput plasenta pada umumnya berwarna abu-abu, berkerut, licin dan
tembus cahaya. Selaput dan plasenta memiliki bau yang khas.Tali pusat
berhubungan dengan plasenta, insersi tali pusat apabila ditengah disebut insersio
sentral, agak ke pinggir disebut insersi lateralis dan apabila di tepi disebut
insersimarginalis. Kelainan pada plasenta dapat diperiksa setelah lahir di ruang
bersalin, sehingga memungkinkan untuk diketahui adanya kelainan.2

2.2 Fisiologi
Kehamilan merupakan proses fisiologi mulai dari konsepsi, implantasi sampai
lahirnya janin. Kehamilan normal berlangsung dalam waktu 40 minggu. Kehamilan
dibagi menjadi 3, yaitu trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester
kedua dari minggu ke-13 sampai minggu ke-27, dan trimester ketiga dari minggu
ke-28 sampai minggu ke-40. Pemeriksaan dan pengawasan secara teratur perlu di
lakukan pada saat hamil hal ini bertujuan untuk menyiapkan kondisi fisik dan
mental ibu selama kehamilan secara optimal serta untuk

3
mendeteksi dini adanya tanda bahaya maupun komplikasi. Kehamilan adalah
merupakan suatu proses dari ovulasi, pelepasan sel telur, migrasi spermatozoa dan
ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus,
pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm.3
Setelah pembuahan terjadi, zigot mulai membagi diri menjadi beberapa sel,
mulai dari 2, 4, 8, 16, 32 sel, dan seterusnya. Proses ini merupakan bukti awal
adanya sel-sel tertentu yang bergerak, berpindah, dan memiliki hubungan dengan
sel-sel lain. Dengan gerakan-gerakan ini, embrio mulai mengalami bentuk-bentuk
yang bervariasi. Selama tahap cleavage, terjadi pembagian sel yang disebut morula
dan setelah itu menjadi blastosit (blastocyst). Kemudian terdapat sel-sel padatan
pada bagian ujung dari blastosit yang disebut inner cell mass. Inner cell mass ini
kemudian menjadi lempengan embrio yang terdiri dari dua lapis: lapisan atas
(ektoderm) dan lapisan bawah (endoderm). Selanjutnya, lapisan bilayer tersebut
mengalami pemanjangan untuk membentuk primitive streak, pada bagian tengah
(midline) embrio. Morfogenesis terus berlanjut sampai bagian atas sel-sel pada
primitive streak masuk ke bagian dalam dan menyebar di antara ektoderm dan
endoderm. Sel-sel tersebut dinamakan lapisan mesoderm. Proses differentiation
akan segera berlangsung sebab ektoderm, mesoderm, dan endoderm merupakan
lapisan embrio yang memungkinkan pertumbuhan untuk semua jaringan-jaringan
dan organ-organ tubuh selanjutnya.3 Setelah minggu pertama (hari 7-8), sel-sel
trofoblas yang terletak di atas embrioblast yang berimplantasi di endometrium,
mengadakan proliferasi dan berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda, yaitu
sitotrofoblas yang terdiri dari selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, di sebelah
dalam (dekat embrioblas) dan sinsitiotrofoblas yang terdiri dari selapis sel tanpa
batas jelas, di sebelah luar (berhubungan dengan stroma endometrium). Unit
trofoblas ini akan berkembang menjadi plasenta. Di antara massa embrioblast
dengan lapisan sitotrofoblas terbentuk suatu celah yang semakin besar, yang
nantinya akan menjadi rongga amnion. Sel-sel embrioblas juga berdiferensiasi
menjadi dua lapis yang berbeda menjadi epiblast (selapis sel kolumnar tinggi, di
bagian dalam, berbatasan dengan bakal rongga amnion) dan hipoblast (selapis
sel kuboid kecil, di bagian luar,

4
berbatasan dengan rongga blastokista. Unit sel-sel blast ini akan berkembang
menjadi janin.4

Gambar 2.1 Plasentasi

Sesudah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring


dengan perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah komponen
sirkulasi utero-plasenta. Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero- plasenta
dihubungkan dengan sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah ibu dan darah janin
tetap tidak bercampur menjadi satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah
oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Dengan demikian,
komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan dengan komponen sirkulasi
dari janin (fetal) melalui plasenta dan tali pusat, yang dinamakan sirkulasi feto-
maternal.4
Plasentasi merupakan proses pembentukan stuktur dan jenis plasenta. Setelah
nidasi embrio ke dalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia, plasentasi
berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi. Pada keadaannormal, plasenta
terletak di bagian atas uterus, biasanya di depan atau di belakang dinding uterus,
agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian
atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Di
tempattempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar
(sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta di beberapa tempat
terdapat suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah yang berasal dari
ruang intervillus. Darah ibu yang mengalir di

5
seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20
minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.4

2.3 Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada saat usia kehamilan
mencapai trimester ke-3 (> 20 minggu) dan sebelum proses persalinan. Perdarahan
pada kehamilan merupakan penyebab utama kematian maternal dan perinatal,
berkisar 35%.3,10 Perdarahan antepartum dapat berasal dari plasenta meliputi
plasenta previa, solusio plasenta dan ruptura sinus marginal, dari genitalia seperti
infeksi, polip, erosi serviks, tumor, keganasan, dan trauma.5,6
Plasenta previa merupakan penyebab utama perdarahan antepartum. Perdarahan
akibat plasenta previa terjadi secara progresif dan berulang seiring dengan proses
pembentukan segmen bawah rahim. Sampai saat ini belum terdapat definisi yang
tetap mengenai keparahan derajat perdarahan antepartum. Seringkali jumlah darah
yang keluar dari jalan lahir tidak sebanding dengan jumlah perdarahan sebenarnya
sehingga sangat penting untuk membandingkan jumlah perdarahan dengan keadaan
klinis pasien. Terdapat beberapa definisi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan perdarahan antepartum seperti spotting yaitu terdapat
bercak darah pada pakaian dalam, perdarahan minor yaitu kehilangan darah
< 50 ml, perdarahan mayor yaitu kehilangan darah 50-1000 ml tanpa tanda
klinis syok, dan perdarahan masif yaitu kehilangan darah > 1000 mL
dengan/tanpa tanda klinis syok.5,6

2.4 Plasenta Previa


2.4.1 Definisi
Plasenta previa adalah kedaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri interna) dan oleh karenanya bagian
terendah sering kali terkendala memasuki Pintu Atas Panggul (PAP) atau
menimbulkan kelainan janin dalam rahim.1 Plasenta previa menurut Depkes RI
(1996) yaitu plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada
keadaan normal letak plasenta terletak pada bagian atas rahim.7

6
2.4.2 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi
dan pada usia di atas 30 tahun, Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
daripada kehamilan tunggal. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah
dilaporkan insidennya sekitar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara maju
insidennya lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya
perempuan hamil paritas tinggi. 7
2.4.3 Klasifikasi
Klasifikasi Umum
1. Plasenta previa totalis: jika seluruh pembukaan jalan lahir tertutup jaringan
plasenta.
2. Plasenta previa parsialis: jika sebagian pembukaan jalan lahir tertutup jaringan
plasenta.
3. Plasenta previa marginalis: jika tepi plasenta berada tepat pada tepi
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta letak rendah: jika plasenta terletak pada segmen bawah uterus, tetapi
tidak sampai menutupi pembukaan jalan lahir. 7
Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm: 7
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostium.
2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi menjadi:
3. Plasenta previa lateralis posterior: bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
4. Plasenta previa lateralis anterior: bila sebagian menutupi ostea bagian depan.
5. Plasenta previa marginalis: bila sebagian kecil atau hanya pinggiran ostea
yang ditutupi plasenta.7
Menurut Browne: 7
1. Tingkat I, Lateral plasenta previa Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai
ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat II, Marginal plasenta previa Plasenta mencapai pinggir pembukaan
(Ostium).

7
3. Tingkat III, Complete plasenta previa Plasenta menutupi ostium waktu
tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
4. Tingkat IV, Central plasenta previa Plasenta menutupi seluruhnya pada
permukaan hampir lengkap. 7
2.4.4 Faktor Risiko
Etiologi plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya plasenta previa yaitu: 7
a) Umur
Penelitian yang dilakukan oleh Wardana menyatakan usia wanita produktif
yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada
umur yang kurang dari 20 tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami plasenta previa karena endometrium belum matang, dan kejadian
plasenta previa juga sering pada ibu yang berumur diatas 35 tahun karena
kesuburan endometrium berkurang.Wardana menyatakan peningkatan umur ibu
merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli
kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium
tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang
lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.
b) Paritas
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang
berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau.
Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga
menutupi pembukaan jalan lahir.
c) Persalinan yang dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, keguguran, bekas
persalinan berulang dengan jangka pendek,persalinan dengan berat badan lahir
rendah (BBLR), bayi lahir meninggal dapat berakibat buruk pada kehamilan
yang sedang dialami.
d) Dari hasil penelitian sebelumnya, sebanyak 52% plasenta previa ditemukan
pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Beberapa studi lain telah
mengobservasi bahwa peningkatan frekuensi plasenta previa pada wanita
dengan riwayat seksio sesarea atau abortus berhubungan dengan prosedur

8
pembedahan yang merusak rongga uterus, sehingga menyebabkan plasenta
berimplantasi ditempat yang lebih rendah. Pada operasi seksio sesarea
dilakukan sayatan pada dinding uterus sehingga dapat mengakibatkan
perubahan atropi pada desidua dan berkurangnya vaskularisasi. Kedua hal
tersebut dapat menyebabkan aliran darah ke janin tidak cukup dan
mengakibatkan pelebaran tempat plasenta dan endometrium yang baik untuk
berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum.
e) Insiden plasenta previa meningkat sesuai jumlah abortus sebelumnya. Insiden
plasenta previa sebesar 0,32% pada wanita 1 kali abortus, dan 2,48% pada
mereka yang 4 kali melakukan abortus sebelumnya. Studi lain mengatakan
bahwa wanita dengan riwayat abortus ≥ 2 kali, 2,1 kali lebih berisiko untuk
terjadi plasenta previa.
f) Riwayat plasenta previa sebelumnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Cunningham pada tahun 2001 menyatakan bahwa ibu yang pernah memiliki
riwatar plasenta previa sebelumnya memiliki risiko 12 kali lebih besar untuk
mengalami plasenta previa kembali karena jaringan endometrium sejak hamil
sebelumnya sudah tidak baik.
g) Pada kehamilan kembar karena ukuran plasenta meningkat.
h) Ibu diabetes kemungkinan karena plasenta lebih besar dari ukuran biasanya.
i) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
2.4.5 Gambaran Klinik7
a) Perdarahan pervaginam
Darah berwarna merah terang pada umur kehamilan kedua atau awal
trimester ketiga merupakan tanda utama plasenta previa. Perdarahan dapat
terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa dan perdarahan biasanya baru
terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama biasanya tidak
banyak sehingga tidak berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya hampir
selalu lebih banyak dari perdarahan sebelumnya. Pada plasenta letak rendah
perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan, perdarahan bisa sedikit
sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
b) Tanpa nyeri

9
Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahantanpa
nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati akhir trimester
kedua atau sesudahnya.
c) Pada ibu
Tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang, perdarahan
yang sedikit demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu yangsingkat,
dapat menimbulkan anemia sampai syok.
d) Pada janin
Turun bagian terbawah janin ke dalam Pintu Atas Panggul (PAP) akan
terhalang, tidak jarang akan terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dandapat
menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam kandungan.
2.4.6 Patofisiologi
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke
atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas
korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Di
tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar
(sinus) untuk menampung aliran darah balik. Pada pinggir plasenta di beberapa
tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah yang berasal
dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta
diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml
tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula pada
jonjotjonjot selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan
sinsitium dari vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast selsel
berkurang dan hanya ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot
menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh
darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast. Perdarahanantepartum
yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada trimester ketiga karena
saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan
semakin tuanya kehamilan. 7
Menurut Manuaba (2008) Implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat
disebabkan: 7

10
1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implasntasi
2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu
memberikan nutrisi janin
3. Villi kolearis yang berasal dari korion dan sebagian kecil dari ibu yang berasal
dari desidua basalis.
Menurut Davood (2008) Sebuah penyebab utama perdarahan trimester ketiga,
plasenta previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa rasa sakit.
Pendarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen
bawah uterus pada trimester ketiga. 7
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar
lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah
uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti
oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding
uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar
berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang berwarna
kehitamhitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut
otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan
plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan
terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih
dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan
mulai.7
2.4.7 Penegakkan Diagnosis
Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester kedua,
sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Ini dapat
dilakukan pemeriksaan USG. Beberapa wanita mungkin bahkan tetap tidak
terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa
sebagian. 7

11
1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan,
apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta
banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22
minggu berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida.
2. Pemeriksaan luar7
a. Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau
sedikit, darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu
kelihatan anemis.
b. Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah,
sering dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum turun,
apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atauterapung (floating)
di atas pintu atas panggul.
c. Ultrasonografi
Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya, dan tidak rasa nyeri.
USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan
plasenta previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat
mencapai 100% identifikasi plasenta previa. Transabdominal
ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95% .
Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi
plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta
letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa, dilakukan pemeriksaan
inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain.

12
d. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari ostium uetri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina.
Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta
previa harus dicurigai.
2.4.8 Penatalaksanaan
Penderita plasenta previa datang dengan keluhan adanya perdarahan
pervaginam pada kehamilan trimester kedua dan trimester ketiga. Penatalaksanaan
plasenta previa tergantung dari usia gestasi penderita dimana akan dilakukan
penatalaksanaan aktif yaitu mengakhiri kehamilan, ataupun ekspektatif yaitu
mempertahankan kehamilan selama mungkin. 7
1. Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara
ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d. Janin masih hidup
2. Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas
janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa.
a. Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan
ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk
hidup, tindakan ini tetap dilakukan
b. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

13
1) Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis
dengan pembukaan >3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah
ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh
kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah,
akselerasi dengan infus oksitosin.
2) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan
tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton
Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
c. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seingkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan
perdarahan tidak aktif. Plasenta previa dengan perdarahan merupakan
kedaan darurat yang memerlukan penanganan yang baik.
Bentuk pertolongan pada plasenta adalah:
1) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu
dan anak untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
2) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan
untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.
3) Mengambil sikap untuk melakukan rujukan ketempat yang mempunyai
fasilitas lengkap.
2.4.9 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak dan fatal. 7
1. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak,
dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga perderita menjadi
anemia bahkan syok.

14
2. Oleh karena plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen
ini yang menipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menerobos kedalam miometrum bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi
sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta, Paling ringan
adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapivilinya masih belum
masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan
maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akantetapi dengan demikian
terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yangsudah terlepas timbullah
perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang
pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10% sampai 35% pada
pasien yang pernah seksio sesarean satu kali, naik menjadi 60% sampai 65%
bila telah sesio seksarea 3 kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu,
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya
pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim
ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali
dengan cara-cara yang lebih sederhana seperi penjahitan segmen bawah rahim,
ligasi arteria uterine, ligasi arteria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi
arteria hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan
keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
preterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk
mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk
mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi.
7. Infeksi dan pembentukan bekuan darah.

15
2.4.10 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa saat ini lebih baik
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasif dengan USG di samping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah
ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Penurunan jumlah ibu hamil dengan
paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana
menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian banyak
komplikasi maternal yang dapat dihindarkan. 7

2.5 Solusio Plasenta


2.5.1 Definisi
Solusio plasenta yaitu terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari lokasi implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium
sebelum waktunya atau sebelum bayi lahir. Istilah lain yang sering digunakan untuk
menyebut solusio plasenta yaitu abruptio placentae, ablatio placentae, dan
accidental hemorrhage. Nama lain yang lebih deskriptif adalah premature
separation of the normally implanted placenta (pelepasan dini plasenta yang
implantasinya normal). Diagnosis definitif baru dapat ditegakkan setelah partus jika
terdapat hematoma pada permukaan maternal plasenta.8,9
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh solusio plasenta lebih berbahaya
daripada plasenta previa. Darah yang keluar dapat tertahan di antara plasenta yang
masih melekat dengan dinding uterus, mengakibatkan terbentuknya hematoma
retroplasenta. Perdarahan yang tersembunyi ini sering menyebabkan diagnosis
terlambat ditegakkan, sehingga lebih membahayakan bagi ibu maupun janinnya.9
Solusio plasenta dibagi menjadi solusio plasenta ringan, sedang, dan berat,
sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas. Solusio plasenta ringan
terjadi dengan luas plasenta yang terlepas dari implantasinya tidak sampai 25 % dan
jumlah darah yang keluar kurang 250 ml. Gejala perdarahan sukar dibedakan dari
plasenta previa, kecuali warna darah yang kehitaman. Solusio plasenta sedang
ditandai luas plasenta yang terlepas telah sampai 25 %, tetapi belum mencapai
separuhnya (50 %), dan jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi
belum mencapai 1000 ml. Gejala dan tanda perdarahan semakin jelas seperti rasa

16
nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi,
dan takikardi. Solusio plasenta berat ditandai luas plasenta yang terlepas melebihi
50 %, dan jumlah darah yang keluar mencapai 1000 ml atau lebih. Gejala klinik
berupa keadaan umum penderita yang buruk bahkan bisa terjadi syok, dan janin
biasanya telah meninggal. Komplikasi berupa koagulopati dan gagal ginjal yang
ditandai oliguria juga sering terjadi.8
2.5.2 Epidemiologi
Studi di India menyebutkan insidensi solusio plasenta berkisar antara 0,2 - 2
%.19 Sumber lain menyebutkan bahwa kasus solusio plasenta terjadi pada 1 dari
150 kelahiran. Kasus yang lebih parah hingga menyebabkan kematian janin,
insidensinya lebih rendah yaitu sekitar 1 dari 800 kelahiran.10
2.5.3 Etiologi
Penyebab primer dari solusio plasenta belum diketahui, tetapi terdapat
beberapa keadaan patologik yang sering menyertai solusio plasenta dan dianggap
sebagai faktor risiko. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol, merokok, penyakit
diabetes, trombofilia, hipertensi pada kehamilan, riwayat solusio plasenta, dan
banyaknya jumlah kelahiran sebelumnya juga termasuk dalam faktor risiko. Faktor
risiko lain yang jarang terjadi yaitu trauma pada abdomen dan hilangnya sebagian
volume uterus secara cepat, misalnya kehilangan cairan amnion dengan cepat
setelah kelahiran bayi pertama pada kehamilan kembar.10
2.5.4 Faktor Risiko
Faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah kehamilan pada usia tua,
kehamilan dengan tali pusat yang pendek karena pergerakan janin yang banyakatau
bebas, ketuban pecah dini, perdarahan retroplasenta, kekuatan uterus yang
berkurang pada multigravida, kehamilan kembar (gemelli), mempunyai tekanan
darah tinggi, bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia, tekanan vena cava
inferior yang tinggi, defisiensi asam folat, dan paparan zat kimia, merokok,
konsumsi obat-obatan atau alkohol.11
2.5.5 Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan manifestasi akhir dari proses pemisahan vili-vili
khorialis plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi
perdarahan. Terbentuknya hematoma retroplasenta disebabkan oleh putusnya

17
arteri spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian
nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal ke sirkulasi janin. Hematoma yang
terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas sampai ke
bagian pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes di antara selaput ketuban
dan miometrium untuk kemudian keluar melalui serviks ke vagina, pada tipe
revealed hemorrhage. Perdarahan pada beberapa kasus tidak bisa berhenti karena
uterus yang dalam keadaan hamil tidak dapat berkontraksi untuk menjepit
pembuluh arteria spiralis yang terputus. Perdarahan yang tinggal dan terperangkap
di dalam uterus disebut sebagai concealed hemorrhage.8
2.5.6 Klasifikasi
Solusio plasenta dapat terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu solusio plasenta
parsialis bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat perlengkatannya,
solusio plasenta totalis bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat
perlengketannya, dan prolapsus plasenta, turunnya plasenta ke jalan lahir dan
biasanya teraba saat dilakukan pemeriksaan dalam. Selain itu pembagian solutio
plasenta menurut gejala klinis, yaitu:12
1. Kelas 0 (asimptomatik), ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan
hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta.
2. Kelas 1 dengan gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus, yaitu ruptur
sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta sehingga tidak terjadi
perdarahan yang banyak dan tidak mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya.
Gejala yang ditimbulkan berupa perdarahan pervaginam berwarna kehitaman
dan sedikit bahkan tidak ada, nyeri perut ringan yang terus menerus, tekanan
darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ditemukan tanda- tanda
koagulopati dan fetal distress.
3. Kelas 2 dengan gejala klinis sedang dan terdapat hampir 27% kasus. Dalam hal
ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya tetapi belum sampai dua
pertiga luas permukaannya. Gejala yang ditimbulkan, seperti perdarahan
pervaginan yang berwarna kehitaman, nyeri perut mendadak dan terusmenerus,
nyeri tekan perut, bagian janin sulit diraba, apabila janin masih hidup bunyi
jantung sulit didengar, terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150-250
% mg/dl).

18
4. Kelas 3 dengan gejala klinis berat dan terdapat hampir 24% kasus. Lepasnya
plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya dan terjadi mendadak. Gejala
yang terjadi ibu telah dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah
meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan
pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl).
Berdasarkan jumlah perdarahan pervaginam, yaitu:12
a. Solusio plasenta ringan dengan perdarahan pervaginam < 100-200 cc.
b. Solusio plasenta sedang dengan perdarahan pervaginam > 200 cc,
hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi
fetal distress.
c. Solusio plasenta berat dengan perdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus
tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati.
Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam, yaitu:12
a. Solusio plasenta yang nyata (revealed), terjadi perdarahan pervaginam,
gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, dan tidak terdapat
keteganganuterus.
b. Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed), tidak terdapat perdarahan
pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distress berat.
Tipe ini sering disebut perdarahan retroplasental.
c. Solusio plasenta tipe campuran (mixed), terjadi perdarahan baik
retroplasental atau pervaginam dan uterus tetanik.

Gambar 2.2 Solusio plasenta berdasarkan ada tidaknya perdarahanpervaginam

Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus, yaitu:12

19
a. Solusio plasenta ringan, yaitu lepasnya plasenta yang kurang dari ¼
bagianplasenta dan perdarahan kurang dari 250 ml.
b. Solusio plasenta sedang, yaitu lepasnya plasenta ¼-½ bagian, dengan
perdarahan < 1000 ml, uterus tegang, dan dapat terjadi fetal distress akibat
insufisiensi uteroplasenta, gerak janin berkurang, palpasi bagian janin sulit
diraba auskultasi denyut jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang,
pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol, dan dapat terjadi gangguan
pembekuan darah.
c. Solusio plasenta berat, lepasnya plasenta > ½ bagian, dengan perdarahan >1000
ml, terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok maternal serta
koagulopati.
2.5.7 Manifestasi klinis
Gejala yang terjadi pada solusio plasenta antara lain nyeri abdomen, kontraksi
uterus yang sering, dan keluarnya darah dari vagina. 10 Sebanyak 30 % penderita
solusio plasenta ringan tidak merasakan gejala. Rasa nyeri pada perut masih ringan
sehingga kadang tidak dihiraukan oleh pasien, dan darah yang keluar masih sedikit
sehingga belum keluar melalui vagina. Darah pada solusio plasenta berwarna
kehitaman, berbeda dengan darah pada plasenta previa yang berwarna merah
segar.8 Solusio plasenta sedang akan menunjukkan gejala serta tanda yang lebih
jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin yang
telah menunjukkan gawat janin, perdarahan tampak keluar lebih banyak, takikardi,
hipotensi, kulit dingin dan berkeringat, serta mungkin dijumpai kelainanpembekuan
darah.8 Solusio plasenta berat membuat perut ibu akan terasa sangat nyeri dan
tegang sehingga palpasi bagian janin tidak dapat dilakukan. Perdarahan terjadi
dalam jumlah banyak dan berwarna hitam. Fundus uteri menjadi lebih tinggi karena
terjadi penumpukan darah di dalam rahim pada tipe concealed hemorrhage.
Keadaan umum menjadi lebih buruk disertai syok. Komplikasi berupa pembekuan
darah intravaskuler yang luas (disseminated intravascular coagulation) dan
gangguan fungsi ginjal juga dapat terjadi.8

20
2.5.8 Kriteria Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, yaitu adanya keluhan
berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan. Dari inspeksi didapatkan pasien
gelisah, sering mengerang kesakitan, pucat, sianosis, berkeringat dingin, serta
adanya darah keluar pervaginam. Pada palpasi didapatkan tinggi fundus uteri (TFU)
yang tidak sesuai dengan kehamilan, uterus tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his, nyeri
tekan di tempat plasenta terlepas, dan bagian janin sulit dikenali. Pada auskultasi
sulit dilakukan dan bila terdengar biasanya diatas 140 kali permenit, kemudian
turun dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan serviks dapat telah terbuka atau masih
tertutup, dan apabila telah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang
baik sewaktu his maupun di luar his.11
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
solusio plasenta antara lain, pemeriksaan darah lengkap, kadar fibrinogen, waktu
prothrombin dan waktu tromboplastin parsial teraktifasi untuk mengetahui
terjadinya DIC, dan ureum kreatinin dalam darah. Pemeriksaan lain yang dapat
dilakukan yaitu Ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG yang dapat
ditemukan antara lain terlihat daerah terlepasnya plasenta, penumpukan darah,
dantepian plasenta atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta
yangdisebut hematoma retroplasenta.12,11

Gambar 2.3 Hasil USG pada solusio plasenta

21
2.5.9 Tatalaksana
Beberapa wanita hamil yang menunjukkan tanda-tanda abrupsio palsentaharus
dirawat di rumah sakit dan dievaluasi pada waktu tertentu. Evaluasi wajib dilakukan
untuk mengetahui keadaan kardiovaskular ibu hamil dan kondisi janin. Jika kondisi
sudah sedikit membaik, janin belum matur, dan tidak menunjukkan tanda distress,
maka dianjurkan untuk melakukan tindakan konservatif. Hal ini termasuk bed rest,
dan mungkin termasuk pemberian tokolitik untuk menurunkan aktivitas uterus.
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio
plasenta hanya derajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan
intrauterin aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki
hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih
berimplantasi dapat membaik.13
Kelahiran janin dengan segera penting dilakukan bila tanda kehidupan janin
atau ibu hamil menunjukkan adanya tanda perdarahan terlalu banyak, baik
perdarahan yang terlihat atau yang tersembunyi. Penanganan yang intensif terhadap
ibu dan janin merupakan hal penting, karena penurunan kondisi yang cepat dari ibu
dan janin dapat terjadi. Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti
seksio caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami
hipovolemia berat. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga
menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali
apabila perdarahannya sedemikian berat sehingga tidak dapat diatasi bahkan
dengan penggantian darah secara agresif. Jumlah darah yang digunakan untuk
penggantian harus sesuai dengan kebutuhan. Wanita dengan riwayat trauma
abdomen akan meningkatkan resiko abrupsio plasenta, maka harus dipantau 24 jam
setelah trauma.12,11
Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting dalam
penatalaksanaan solusio plasenta. Alasan dilakukannya amniotomi ini adalahbahwa
keluarnnya cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan
mengurangi masuknya tromboplastin dan mungkin faktor-faktor pembekuan aktif
dari bekuan retroplasenta ke dalam sirkulasi ibu. Apabila janin sudah cukup matur,
pemecahan selaput ketuban dengan mempercepat persalinan. Apabila janin imatur,
ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong

22
pembukaan serviks daripada tekanan yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang
berukuran kecil.14
2.5.10 Komplikasi
Komplikasi pada solusio plasenta berupa anemia, syok hipovolemik,
insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, dan sebagaikelanjutannya
dapat meningkatkan angka kematian perinatal.8 Anemia yang dimaksud pada ibu
hamil yaitu apabila kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dl. 15 Kematian janin,
kelahiran prematur, dan kematian perinatal dilaporkan sebagai komplikasi yang
paling sering terjadi. Solusio plasenta berulang dilaporkan terjadi pada 25 %
perempuan yang pernah menderita solusio plasenta sebelumnya. 8
Komplikasi berupa koagulopati timbul karena hematoma retroplasenta yang
terbentuk melepaskan tromboplastin ke dalam peredaran darah. Tromboplastin
bekerja mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin. Trombin yang
terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk
lebih banyak bekuan darah, terutama pada solusio plasenta berat. Mekanisme ini
mengakibatkan apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak, dapat terjadi
pembekuan darah intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation)
yang semakin menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain.8
2.5.11 Prognosis
Prognosis solusio plasenta tergolong buruk, baik bagi ibu maupun janinnya.
Kasus solusio plasenta yang berat mengakibatkan ibu dapat mengalami syok, dan
janin dapat mengalami fetal distress.16

23
BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada saat usia


kehamilan mencapai trimester ke-3 (> 20 minggu) dan sebelum proses persalinan.
Perdarahan antepartum terdiri dari plasenta previa dan solusio plasenta. Penyebab
dari perdarahan antepartum sampai saat ini belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor resiko yang menunjang terjadinya plasenta previa dan solusia plasenta.
Keadaan ibu dengan perdarahan antepartum memiliki beberapa macam berdasarkan
tingkat keparahannya, tingkat keparahan ini dilihat dari volume perdarahan yang
terjadi mulai dari plasenta previa marginal hingga totalis, dan solutio plasenta
ringan hingga berat. Adapun komplikasi dari perdarahan antepartum pada ibu dan
janin tergantung dari banyaknya perdarahan, usia kehamilan dan lamanya
perdarahan berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi mengakibatkan syok dan
keadaan seperti ini sangat berpengaruh pada keselamatan dari ibu dan janin.
Hal ini perlu dideteksi secara dini dan diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis keluhan berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan. Pemeriksaan
keadaan umum, tanda vital, dan status generalis juga perlu dilakukan baik pada
inspeksi, palpasi, perkusi, maupun auskultasi. Pada pemeriksaan obstetrik dapat
dilakukan pemeriksaan luar pada bagian abdomen dan pemeriksaan dalam (vaginal
toucher). Pemeriksaan laboratorium penting dilakukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding dan memastikan penyebabperdarahan antepartum. Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan, yaitu secara radiologis meliputi ultrasonografi (USG)
baik secara transvaginal maupun transabdominal, dan MRI.
Perdarahan antepartum berhubungan dengan angka kematian bayi dan
memiliki risiko lebih tinggi terjadinya prematuritas dan pertumbuhan janin
terhambat. Penanganan perdarahan antepartum adalah dengan tindakan secara
ekspektatif, aktif, dan operasi seksio sesarea. Komplikasi yang paling berbahaya
adalah syok oleh karena perdarahan sehingga harus ditangani lebih awal dan segera.
Prognosis pada perdarahan antepartum baik bila ada fasilitas yang cukup

24
memadai. Tenaga kesehatan diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan
asuhan bagi ibu hamil, melakukan deteksi dini melalui pemeriksaan USG pada usia
kehamilan lebih dari 20 minggu pada ibu hamil dengan faktor risiko terjadinya
perdarahan antepartum. Masyarakat dan keluarga perlu meningkatkan pengetahuan
mengenai kejadian perdarahan antepartum sehingga bisamewaspadaikemungkinan
terjadinya plasenta previa dan solusio plasenta serta pentingnya Ante Natal Care
secara rutin.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Novien Amalia. Gambaran Perdarahan Antepartum Pada Ibu Hamil Rawat Inap
dan Rawat Jalan di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2013- 2015.
Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2017.
2. Cunningham FG d. Obstetri Williams. Vol 1. Jakarta: EGC.
3. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem, edisi 6. Jakarta: EGC,
2012; 119-30.
4. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of anatomy and physiology, 2nd
edition.Asia: John Wiley & Sons; 1103-4.
5. Mose JC. Perdarahan antepartum dalam: Sastrawinata S. Ilmu kesehatan
reproduksi: obstetri patologi, edisi 3. Jakarta: EGC, 2012; 83-97.
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SK, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetri Williams, edisi 23. Jakarta: EGC, 2015; 226-50.
7. Tio Sari Agustina. Hubungan Antara Paritas dan Usia Ibu dengan Kejadian
Plasenta Previa di Rumah Sakit Umum HKBP Balige Tahun 2013-2015.
Fakultas Kedokteran. Universitas HKBP Nommensen. Sumatera Utara.
8. Chalik TMA. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. In:Saifuddin
AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
P.492-521.
9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Gilstrap III L, Hauth JC, Wenstrom
KD. Williams Obstetrics. 22nd ed. New York: McGraw-Hill. Chapter 35,
Obstetrical Hemorrhage; p.809-854.
10. Vorvick, L. Placenta Abruptio [internet]. [updated 2010 Nov 21; cited 2012 Feb
2]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/
000901.htm
11. Abdat AU. Hubungan antara Paritas Ibu dengan Kejadian Plasenta Previa di
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret.
12. Bahar A, Abusham A, Eskandar A, Sobande A, Alsunaidi M. Risk Factors and
Pregnancy Outcome in Different Types of Placenta Previa. J Obstet Gynaecol
Can ; 31(2): 126-131. Available from : http://sogc.org/jogc/abstracts/full/
200902_Obstetrics_2.pdf
13. Montgomery, KS. Apgar Scores : Examining The Long-term Significance. The
Journal of Perinatal Education [internet]. 9(3): 5-9. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1595023/pdf/JPE090005.pdf
14. Oppenheimer L, Armson A, Farine D, Keenan-Lindsay L, Morin V, Pressey T,
et al. Diagnosis and Management of Placenta Previa. J Obstet Gynaecol
Can;29(3): 261-266. Available from : http://www.sogc.org/guidelines/
documents/189e-cpg-march2007.pdf

26
15. Kusumah UW. Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester II-III dan Faktor- faktor
yang Mempengaruhinya di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun. Medan :
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
16. Vorvick, L. Placenta Abruptio [internet]. Available from: http://
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000901.htm

27

Anda mungkin juga menyukai