PADANG
PROPOSAL SKRIPSI
TRIA OKTAFRIANTI
1710070100117
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Oleh
TRIA OKTAFRIANTI
1710070100117
Telah disetujui
Pembimbing 1 Pembimbing 2
i
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. v
DAFTAR DIAGRAM...........................................................................................vi
BAB 1...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II..................................................................................................................... 6
ii
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1.1 Definisi...............................................................................................6
2.1.2 Etiologi...............................................................................................6
2.1.3 Epidemiologi......................................................................................7
2.1.5 Klasifikasi.......................................................................................... 8
2.1.6 Gejala................................................................................................. 9
2.1.7 Diagnosis..........................................................................................10
2.1.8 Pengobatan.......................................................................................12
2.1.11 Karakteristik.....................................................................................17
BAB III..................................................................................................................21
KERANGKA TEORI............................................................................................ 21
BAB IV..................................................................................................................22
METODE PENELITIAN....................................................................................22
iii
4.3 Jenis dan Rancangan Penelitian.............................................................. 22
4.4.1 Populasi............................................................................................22
4.4.2 Sampel..............................................................................................23
4.6.1 Bahan............................................................................................... 27
4.6.2 Alat...................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR DIAGRAM
vi
DIAGRAM GAMBAR
vii
DAFTAR SINGKATAN
TB : Tuberkulosis
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis yang dapat menular melalui udara yang tercemar
(droplet), sebagian besar kuman TB menyerang paru atau disebut dengan TB
paru. Gejala awal yang dirasakan tidak spesifik, seperti batuk produktif yang
berkepanjangan (> 3 minggu), sesak nafas, nyeri dada, anemia, batuk darah,
rasa lelah dan berkeringat di malam hari.1
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan yang penting di dunia dan
penyakit TB menjadi penyebab kematian nomor 2 dari penyakit menular
setelah HIV. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah kasus TB terbanyak
nomor 2 di dunia.2 Menurut World Health Organization sejak tahun 2010
hingga Maret 2011, di Indonesia tercatat 430.000 penderita TB paru dengan
korban meninggal sejumlah 61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan
kejadian tahun 2009 yang mencapai 528.063 penderita TB paru dengan 91.369
orang meninggal. World health organization melaporkan 8,6 juta kasus TB
pada tahun 2012 dan terdapat 1,3 juta kematian akibat TB. Ada sekitar 2,9 juta
kasus yang menyerang perempuan dan mengakibatkan kematian 410 ribu dan
dikalangan anak-anak terjadi 530 ribu kasus dan mengakibatkan kematian
sebanyak 74 ribu kejadian ini setara dengan 122 kasus per 100 ribu penduduk.
Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013 ialah 297 per 100 ribu penduduk
dengan kasus baru setiap tahun mencapai 460 ribu kasus. Total kasus hingga
2013 mencapai sekitar 800.000-900.000 kasus.3
Di Indonesia, tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah
Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah pasien
tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang
ditandai dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah
1
110 per 100.000 2 penduduk. Laporan dinas kesehatan di Provinsi Sumatera
Barat, angka insidensi semua tipe kasus TB dan kasus baru TB paru BTA+
dapat dilihat bahwa insidensi semua tipe TB sebesar 131.65 per 100 ribu
penduduk atau sekitar 6.852 kasus semua tipe TB, insidensi kasus baru TB
BTA+ sebesar 4.597 per 100 ribu penduduk atau sekitar 5.258 kasus baru TB
Paru BTA+.4
Berdasarkan survey prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi
TB dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000
penduduk berumur 15 tahun ke atas. Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus
baru BTA+ sebanyak 196.310 kasus, menurut jenis kelamin kasus BTA+ laki-
laki 1,5 kali lebih tinggi daripada perempuan. Pada masing-masing provinsi di
seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.1
Penanganan TB paru oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan
menggunakan metode Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau
observasi langsung untuk penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima
hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak di laboratorium, pengobatan
berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara, pengawasan minum
obat dan pencatatan laporan.
Pada Karakteristik berdasarkan umur dapat mempengaruhi kejadian TB
Paru karena semakin tua umur seseorang maka semakin rentan terkena
penyakit TB Paru. Sedangkan berdasarkan Jenis kelamin dapat juga
menyebabkan terjadinya penyakit TB Paru di mana hal ini di karenakan oleh
faktor kebiasaan merokok pada laki-laki yang hampir dua kali lipat
dibandingkan wanita. Sedangkan karakteristik berdasarkan pekerjaan
merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud yaitu fisik, mental
atau sosial pekerja. Kemampuan para kerja berbeda dari satu dengan lainnya
yakni pada keterampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan
ukuran tubuh. Pekerjaan dalam penelitian TB Paru di wilayah kerja Rumah
Sakit adalah pekerjaan sehari – hari sampel untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sedangkan berdasarkan pendidikan yang dikemukan oleh
2
(Depkes RI, 2002) bahwa tingkat pendidikan yang relatif rendah pada
penderita TB Paru bias menyebabkan keterbatasan informasi tentang gejala
dan pengobatan TB Paru.
Keberhasilan pengobatan tuberkulosis tergantung pada pengetahuan pasien
dan dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi
dari keluarga yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas
akan mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat. Apabila ini
dibiarkan, dampak yang akan muncul jika penderita berhenti minum obat
adalah munculnya kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat, jika ini
terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar pengendalian obat
tuberkulosis akan semakin sulit dilaksanakan dan meningkatnya angka
kematian terus bertambah akibat penyakit tuberkulosis.
Badan kesehatan dunia menetapkan standar keberasilan pengobatan
sebesar 85%. Angka keberhasilan pada tahun 2017 sebesar 87,8%. Angka
kesembuhan cenderung mempunyai hubungan dengan angka keberhasilan
pengobatan, sehingga kontribusi pasien yang sembuh terhadap angka
keberhasilan pengobatan menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dalam upaya pengendalian penyakit, fenomena menurunnya angka
kesembuhan ini perlu mendapat perhatian besar karena akan mempengaruhi
penularan penyakit TB. Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak basil
tahan asam positif (BTA+) memberikan kemungkinan resiko penularan lebih
besar dari pada pasien TB dengan pemeriksaan dahak BTA-.5 Pasien yang
menunjukan hasil BTA+ pada pemeriksaan dahak pertama, pasien dapat
segera ditegakkan sebagai pasien dengan BTA+. BTA- adalah jka kedua
contoh uji dahak menunjukan hasil BTA-.25
Munculnya epidemiologi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan
TB. Infeksi dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara
signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat
anti TB Multi Drug Resistance (MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus
yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.6 Pemeriksaan dahak
3
selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga untuk menentukan potensi
penularan dan menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak
yang dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP): S (Sewaktu): jika dahak
ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung pertama kali ke
fasyankes P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.
Dapat dilakukan dirumah pasien atau dibangsal rawat inap bilamana pasien
menjalani rawat inap. BTA+ adalah jika salah satu atau kedua contoh uji
dahak menunjukan hasil pemeriksaan BTA(+). Atas dasar hal tersebut peneliti
ingin memilih untuk membuat penelitian deskriptif mengenai profil kepatuhan
minum obat pada penderita tuberkulosis paru di RST Dr. Reksodiwiryo
Padang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Profil kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru
di RST Dr. Reksodiwiryo Padang.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Profil
kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di RST Dr.
Reksodiwiryo Padang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik pada pasien TB paru berdasarkan usia di RST Dr.
Reksodiwiryo Padang.
2. Mengetahui karakteristik pada pasien TB paru berdasarkan jenis kelamin
di RST Dr. Reksodiwiryo Padang.
3. Mengetahui karakteristik pada pasien TB paru berdasarkan pendidikan di
RST Dr. Reksodiwiryo Padang.
4. Mengetahui karakteristik pada pasien TB paru berdasarkan pekerjaan di
RST Dr. Reksodiwiryo Padang.
5. Mengetahui profil kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di RST
Dr. Reksodiwiryo Padang.
4
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bidang Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya.
2. Bidang Pendidikan
Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir sistematis
serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan metode yang
baik dan benar
3. Bidang Pelayanan Masyarakat
Diharapkan dengan membaca penelitian ini, masyarakat menyadari begitu
pentingnya untuk meminum OAT (obat anti Tuberkulosis) secara teratur.
4. Bidang Pemerintah
Diharapkan dengan penelitian ini khususnya pada bidang kesehatan
pemerintah dapat lebih memperhatikan pendistribusian obat ini pada
masyarakat yang mengalami penderita Tuberkulosis paru terutama pada
Rumah Sakit yang berada di Padang.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
terutama ditempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara.9
2.1.3 Epidemiologi
7
Prevalensi di Indonesia dengan jumlah kasus tertinggi yang
dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus TB di tiga provinsi
tersebut sebesar 38% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia, dimana
sebagian besar penderita TB adalah usia produktif 15 sampai 55 tahun.12
Pada tahun 2013 prevalensi di Indonesia dengan kasus BTA+ sebesar 81
per 100 ribu penduduk. Menurut hasil Riset kesehatan dinas tahun 2013
pada kasus baru dengan jumlah sebesar 96.310 kasus terdapat sekitar 0,4%
sama dengan 400 per 100 ribu penduduk orang yang didiagnosis kasus TB
paru BTA+.13
2.1.4 Faktor resiko
Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit TB ada 2 yaitu
faktor lingkungan meliputi ventilasi, suhu, pencahayaan dan kelembapan.
Sedangkan faktor perilaku meliputi kebiasaan merokok, meludah atau
membuang dahak di sembarangan tempat, batuk atau bersin tidak menutup
mulut dan kebiasaan tidak membuka jendela.15 Pada usia produktif yang
menjadi faktor resiko adalah tingkat pendidikan, seseorang dengan tingkat
pendidikan rendah memiliki resiko 1,3 kali lebih besar terkena TB
dibanding dengan orang yang berpendidikan tinggi, pendidikan berkaitan
dengan pengetahuan seseorang untuk mencari pengobatan. Faktor yang
memungkinkan terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Resiko tertular
tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA+ memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA-.16
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopid,
yaitu pada TB paru.19
TB paru BTA (+) adalah
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif.
8
b. Hasil pemeriksaan satu specimen sputum menunjukkan BTA
positif dan di jumpai adanya kelainan radiologi.
c. Hasil pemeriksaan satu specimen sputum menunjukan BTA
positif dan biakan positif.17
TB paru BTA (-) adalah
a. Hasil pemeriksaan sputum 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif.
b. Hasil pemeriksaan sputum 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan micobacterium tuberculosis positif.18
2.1.6 Gejala
Gejala Klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis berdasarkan
adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil
proses destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit
menahun, keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau
agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan
penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi
produktif.21
b.Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah
sampai berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.
Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan
bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
9
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi
gesekan pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan
pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang
disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu
reaksi umum dari proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
2.1.7 Diagnosis
a. Anamnesis
10
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan bakteriologi
I. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung.25 Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa
dahak Sewaktu-Pagi (SP):
S (Sewaktu) : dahak ditampung di fasyankes
P (Pagi) : dahak ditampung pada pagi hari setelah bangun tidur
di hari ke-2.
11
2. Pemeriksaan Radiologis
2.1.8 Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis Paru terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
adalah paduan obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama (lini I) adalah
INH, rifamfisin, pirazinamid, streptomisisin, etambutol, sedangkan obat
tambahan laninnya adalah: kanamisin, amikasin, kuinolon.Jenis Obat Anti
Tuberculosis (OAT) yang tersedia terdiri dari OAT lini pertama Kategori I
dan kategori II.
Pengobatan TB dewasa kategori I berlangsung selama 6 – 8 bulan
terbagi dalam 2 tahap yaitu tahap intensif (awal), obat diminum setiap hari
selama 2 atau 3 bulan dan tahap lanjutan, obat diminum 3 kali seminggu
selama 4 atau 5 bulan. Pengobatan TB dewasa kategori II berlangsung selama
8 bulan juga terbagi dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (awal), obat diminum
setiap hari selama 3 bulan ditambah suntikan streptomisin setiap hari selama
2 bulan dan tahap lanjutan, obat diminum 3 kali seminggu selama 5 bulan
(DepKes RI, 2009).
12
Tabel 2.1 Dosis rekomendasi OAT Lini pertama untuk dewasa.
a. Isoniasid (H)
b. Streptomisis (S)
c. Etambutol (E)
13
d. Rifamfisid (R)
e. Pirasinamid
Bersifat bakterisd, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali diberikan dengan dosis
mg/kg BB. (Depkes RI, 2008).
Paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) menurut PERMENKES
(Peraturan Menteri Kesehatan) 67 tahun 2016 dibagi 4 kategori25 :
1. Kategori 1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien TB paru terdiagnosis klinis
b. Pasien TB paru ekstra paru
c. Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
Dosis harian (2(HRZE)/4(HR))
2. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:
a. Pasien kambuh.
b. Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebeumnya.
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus obat
Dosis harian {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}
3. Kategori 3
Paduan OAT ini diberikan untuk anak-anak Dosis 2(HRZ)/4(HR) atau
2HRZE(S)/4-10HR.
14
4. Kategori 4
Paduan OAT untuk pasien TB resistan Obat terdiri dari OAT lini ke-2
yaitu KAnamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Clofazimin dan obat TB baru lainnya serta OAT lini ke-1 yaitu
Pirazinamid dan Etambutol.
15
faktor program pengobatan TB penting dilakukan untuk mengetahui kodisi
pasien yang mengalami ketidakteraturan berdasarkan ketiga hal tersebut
sehingga dapat disusun upaya untukmencegah ketidakteraturn minum obat
pasien TB.
16
petugas kesehatan. Motivasi ingin sembuh merupakan motivasi yang berasal
dari dalam individu sendiri. Sedangkan dukungan keluarga, dukungan sosial
dan dukungan petugas kesehatan merupakan motivasi eksternal dimana
motivasi eksternal adalah motivasi yang berasal dari luar individu.
2.1.11 Karakteristik
Karakteristik Penderita TB paru
1. Pengertian Karakteristik
Karakteristik adalah ciri ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai
dengan perwatakan tertentu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002:389).
Karakteristik mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.
Karakteristik pasien adalah siapa yang mempunyai atau menghadapi masalah
kesehatan dan siapa yang mempunyai resiko terkena penyakit, bagaimana
dengan indentitas orangnya seperti umur,pendidikan,pekerjaan,jenis
kelamin,agama,status sosial dan lain-lain.29
a. Umur
Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):
Masa balita = 0 – 5 tahun,
Masa kanak-kanak = 5 – 11 tahun.
Masa remaja Awal = 12 – 1 6 tahun.
17
Masa remaja Akhir = 17 – 25 tahun.
Masa dewasa Awal = 26- 35 tahun.
Masa dewasa Akhir = 36- 45 tahun.
Masa Lansia Awal = 46- 55 tahun.
Masa Lansia Akhir = 56 – 65 tahun.
Masa Manula = 65 – sampai atas
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia
menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia
(elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua
(very old) diatas 90 tahun. Setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia
adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan
tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya
sehari-hari. Pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang
mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan
daya tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan
demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk,sifat,dan fungsi biologi laki laki
dan perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam
menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan.
Laki laki lebih banyak menderita tuberkulosis paru hal ini terjadi karena
laki-laki lebih banyak yang merokok daripada perempuan. Seperti yang
diketahui bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat
menjadi penyebab seseorang terkena TB Paru. Orang yang merokok paru-
parunya mudah terinfeksi oleh mikroba. Oleh karena itu, 20 ketika orang
tersebut terpapar mikroorganisme penyebab TB Paru, maka akan dengan
mudah mikroorganisme tersebut berkembang biak dalam paru-paru orang
tersebut. Selain itu, laki-laki juga lebih sering tidur hingga larut malam. Hal ini
dapat menurunkan sistem imun seseorang karena kurangnya waktu istirahat.
18
c. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.
Menurut Poedjawijatna (1991) makin tinggi pendidikan atau pengetahuan
seseorang, maka makin tinggi kesadaran seseorang untuk berperan serta
terhadap masalah kesehatan. Tingkat pendidikan dibagi menjadi :
Jalur formal
2. Pendidikan Rendah Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk
lain yang sederajat.
3. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan
menengah umum dan pendidikan menengah jurusan, seperti : SMA, SMK,
atau bentuk lain yang sederajat.
4. Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,
sekolah tinggi, institut dan universitas (UU RI No. 20 Tahun 2010)
mengatakan bahwa tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan
menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam
berperan dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya mempunyai pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima
informasi serta dapat ikut berperan dan aktif dalam mengatasi masalah
kesehatan dirinya dan keluarganya.
d. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya, pekerjaan erat kaitanya dengan
penghasilan, mengarah pada kesejahteraan sosial ekonomoi dimana tingkat
19
kesejahteraan dapat dicapai bila penghasilan yang diperoleh mampu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga.
1. Jenis jenis pekerjaan
a. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
PNS adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang
telah ditentukan, diangkat oleh penjabat yang berwenang dan diserahi tugas
dalam jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainya, dan digaji berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku.
b. Wiraswasta
Wiraswasta adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
organisasi untuk memberikan nilai tambah untuk produk yang memberikan
kepuasan lebih kepada pelanggan. Nilai tambah yang memiliki sifat baru dan
belum pernah ada atau yang belum pernah dilakukan oleh seseorang pun
sebelumnya.
c. Swasta
Swasta adalah seseorang yang bekerja di luar instansi pemerintah yang
merupakan usaha sendiri atau usaha bersama. Swasta dapat berupa
pedagang,pegawai swasta, pengusaha dan lain lain.
d. Tani
Tani adalah seseorang yang melakukan pengololaan tanah dengan tujuan
untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi,jagung,ubi,bunga,
buah dan lain lain) dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman
tersebut dan untuk digunakan sendiri.
20
BAB III
KERANGKA TEORI
Berdasarkan uraian materi pada tinjauan pustaka, peneliti menjelaskan
TB Paru
Pengobatan
Obat TB seharusnya
diminum secara teratur
selama 6-8 bulan sesuai
dengan jadwal
Kepatuhan
21
BAB IV
METODE PENELITIAN
ilmu penyakit paru dengan mengambil data dari rekam medik pasien TB di
Padang.
profil kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di RST Dr.
4.4.1 Populasi
22
4.4.2 Sampel
pasien TB paru yang berobat di poli paru RST Dr. Reksodiwiryo Padang. yang
Kriteria inklusi :
Kriteria eksklusi :
sampling.
N
n
1 N (e 2 )
80
n
1 80(0,05 2 )
23
80
n
1 80(0,0025)
80
n
1 0,2
80
n
1,2
n 67
Keterangan rumus:
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah populasi
UKUR
24
penderita tahun
12-16 tahun
4. Masa remaja
5. Masa dewasa
6. Masa dewasa
46-55 tahun
56-65 tahun
sampai atas.
tuberkulosis paru
yang tercantum di
rekam medis
25
3 Pendidikan Adalah pengetahuan Rekam medis 1. Tidak Nominal
lebih mudah 1. Sd
berkaitan dengan A
Tinggi
TB Paru 5. PNS/SWASTA
6. Wiraswasta
7. IRT
8. Tidak bekerja
pengobatan dan
melaksanakan gaya
26
hidup sesuai dengan
pelayanan
kesehatan.
1. Editting
Kegiatan untuk mengecek atau memastikan formulir isian atau data yang
telah didapat sudah lengkap atau belum.
2. Coding
Kegiatan merubah data yang berbentuk huruf menjadi angka atau bilangan.
Data yang telah dikumpulkan diberikan kode dengan menggunakan angka
terhadap semua jawaban yang telah didapat untuk memudahkan dalam
pengolahan dan analisa data.
27
3. Processing
Kegiatan ini dilakukan setelah melakukan coding adalah memproses data agar
dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan meng-entry data yang
telah terisi secara lengkap ke program computer lalu diproses.
4. Cleaning
Kegiatan mengecek atau memastikan setelah kembali data yang telah
dimasukkan masih terdapat kesalahan atau tidak.
4.7.2 Analisa Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan komputer (SPSS) untuk memuat
distribusi frekuensi setiap variabel penelitian (analisis univariat) yaitu umur, jenis
kelamin, poendidikan, pekerjaan dan kepatuhan minum obat.
28
4.8 Alur Penelitian
Persiapan Penelitian
Informed Consent
Sampel
29
4.9 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti telah memperhatikan prinsip
etika penelitian, yaitu:
1. Persetujuan etik dari Fakultas Kedokteran Baiturrahmah.
2. Persetujuan dari RST Dr. Reksodiwiryo Padang.
3. Peneliti telah menjunjung tinggi privacy responden pada data rekam medis
dengan menjaga kerahasiaan dari informasi yang diperoleh selama penelitian.
4. Data hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
5. Biaya yang diperlukan selama penelitian merupakan tanggung jawab dari
peneliti.
4.10 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Bulan
1 Persiapan
2 Pengambila
n Sampel
3 Analisa
Data
4 Penulisan
Laporan
Hasil
5 Seminar
Hasil
30
DAFTAR PUSTAKA
31
Maranatha, 2010. Laman dari:
http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/65
32
15. Iwata Y, Uchida K. Relay Control for a vibration Isolator Using the
Theory of Variable Structure Systems. Trans Japan Soc Mech Eng Ser C.
1991. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing;2014
20. Sudoyo AW, Setiyohadi B Alwi I. Sumadi, Brata M. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta, Interna Publishing. 2014
21. Groenewald W, Bairds MS, Verschoor JA, Minnikin DE, Croft AK.
Differential spontaneous folding of mycolic acids from Mycobacterium
tuberculosis. Chem Phys Lipids;2014
22. Rohayu, N., & Yusran, S. e. Analisis Faktor Resiko Kejadian TB Paru
BTA+ Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Kadatua
Kabupaten Buton Selatan Tahun 2016;2016
33
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. http://lontar.ui.ac.id diakses
pada tanggal 20 November 2014.
26. Gendhis I.D. 2011. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien dan
Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru
di BKPM Pati. Jurnal Penelitian. Semarang: Progdi S1. Keperawatan
STIKES Telogorejo Semarang.
27. Sirait, R. A., & Lubis, I. J. V. (2018). Pengaruh Kepatuhan Dan Motivasi
Penderita Tb Paru Terhadap Tingkat Kesembuhan Pengobatan Di
Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017. Jurnal
Penelitian Kesmasy, 1(1), 31-36.
34
LAMPIRAN I
Dummy Tabel
NO Umur Frekuensi %
1 0-5 Tahun
2 5-11 Tahun
3 12-16 Tahun
4 17-25 Tahun
5 26-35 Tahun
6 36-45 Tahun
7 46-55 Tahun
8 56-65 Tahun
9 >65 Tahun
Total
35
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian pada pasien TB Paru berdasarkan
Jenis Kelamin di RST Dr. Reksodiwiryo Padang.
1 Laki-laki
2 Perempuan
Total
NO Pendidikan Frekuensi %
1 SD
2 SMP
3 SMA
4 Perguruan Tinggi
Total
36
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kejadian pada pasien TB Paru berdasarkan
Pekerjaan di RST Dr. Reksodiwiryo Padang.
NO Pekerjaan Frekuensi %
1 Wiraswasta
2 Swasta
3 Petani
4 Buruh
5 IRT
6 Pelajar/mahasiswa
Total
NO Kepatuhan Frekuensi %
1 Patuh
2 Tidak Patuh
Total
37
LAMPIRAN II
MASTER TABEL
10
38