Anda di halaman 1dari 116

PULMONOLOGI

(ILMU PENYAKIT PARU dan


SALURAN NAFAS)

Dr. NILAS WARLEM, SpP


Standar kompetensi dokter indonesia
- Tuberkulosis paru tanpa komplikasi 4A
- Tuberkulosis dengan HIV 3A
- Multi Drug Resisten (MDR) 2
Tujuan umum
Secara profesional memahami prinsip biomedis,klinis
dan ilmu kesehatan masyarakat dalam pengelolaan
masalah TB pada induvidu dan komunitas secara
komprehensif dengan selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
tenteng TB.
Tujuan khusus
Menjelaskan etika moral dan profesionalisme dalam
penanggulangan TB
Menjelaskan konsep kerahasiaan dan pengambilan
keputusan dalam pengelolaan pasien TB
Memahami tindak lanjut penderita TB pada kondisi
khusus( HIV,DM,gannguan hepar ,gangguan ginjal dan
kehamilan )
Memahami sistim rujukan kasus TB
Menjelaskankan pencegahan primer,skunder dan
tertier pada pengendaliaan infeksi TB
Memahami cara edukasi pada pasien terkait preventf
dan promotif
 menjelaskan
epidemiologi,etiologi,patofisiologi,imunopatogenesis
pada TB
 Menjelaskan diagnosis penunjang (laboratorium dan
radiologis ) pada kasus TB.
BUKU - BUKU
1. RESPIRATORY DISEASE
Crofton & Douglas
2. TEXTBOOK OF PULMONARY DISEASE
Baum
3. DIAGNOSIS OF DISEASES OF THE CHEST
Fraser & Pare
4. PULMONARY DISEASES AND DISORDERS
Fishman
5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
PDPI
TUBERKULOSIS PARU
DEFINISI :
Penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosis komplek.
Ada 3 varian utama M. Tuberkulosis
Var. Humanus
Var. Bovinum
Var. Avium
Yang paling banyak ditemukan pada manusia :
M. Tuberkulosis Humanus
Robert Koch pertama kali menemukan kuman TB, 24 Maret 1882

Robert Koch Mycobacterium tuberculosis


PENYAKIT INI MASIH MERUPAKAN MASALAH
KESEHATAN MASYARAKAT DI NEGARA BERKEMBANG
WHO :
Keterlambatan dan ketidak patuhan, TB menularkan
penyakit thd lingkungannya
Global emergenci  1992
Perkiraan kasus TB secara global 2009
- Insiden kasus : 9,4 juta
- Prevalensi kasus : 14 juta
- Kasus meninggal (HIV - ) : 1,3 juta
- Kasus meninggal (HIV + ) : 0,38 juta
Jumlah kasus terbanyak regio asia tenggara
(35%)
TB HIV terbanyak regio afrika 80% dari kasus
Tahun 2009 kasus TB MDR diperkirakan 250
kasus tetapi hanya 30 000 kasus yang
dikonfirmasi
Target 2050mengurangi insiden global kasus TB,
1 kasus per 1 juta populasi per tahun
TB sebagai
“Global Emergency”
(WHO,
(WHO, 1992)
1992)

 KASUS & KEMATIAN MENINGKAT


 ECONOMIC LOSS TINGGI
 KEGAGALAN PEMBERANTASAN SELAMA INI TIDAK
MEMADAINYA
 KOMITMEN,
 DANA,
 MANAJEMEN KASUS,
 SISTEM / ORGANISASI PELAYANAN
 KEMISKINAN
 PERUBAHAN DEMOGRAFI (KOMPOSISI PENDUDUK)
 DAMPAK PANDEMI HIV
 BERKEMBANGNYA MDR-TB
DI INDONESIA
1979 : TB BTA + 0,29%
1986 : TB Paru penyebab kesakitan No. 10
penyebab kematian No. 4
1992 : TB Paru penyebab kematian No. 2 sesudah
kardiovakuler
WHO memperkirakan kematian 175000/th dan
550000 kasus/th
Tiga perempat kasus pada usia 15-49th
SURVEY
Sumatera Barat 1985 : BTA (+) pada usia > 15 tahun

: 5,3 %
 Pessel : 18 %o

 Kodya Payakumbuh : 1 %o
Etiologi
Mycobacterium tuberculosis
dengan sifat-sifat :
 Tahan asam
 Pertumbuhan lambat

 Tahan lama dalam keadaan kering berminggu-minggu

 Tidak tahan sinar matahari, sinar ultraviolet, suhu > 600 C


Sifat-sifat kuman TB
Ukuran 4 x 0,3 x 0,6 μ
Suhu optimal 37 C
Tumbuh optimal Ph 6.4-7
Dinding kuman
Fat 30% (lam )lipoarabinomanan, as stearat,
milosik, mycosides
Protein tuberkulo protein
MASUKNYA KUMAN KEDALAM TUBUH MANUSIA

Inhalasi
 - > 90%, Droplet nuclei 1-5 
Melalui saluran cerna
Melalui kulit (luka)
• Patolog
• Tukang daging
Intra uterina (melalui plasenta)

Sebagai sumber penularan :


Penderita TB Paru dengan BTA + pada sputumnya
GAMBAR
Fokus primer

Kel. Lymph hilus


Saluran lymph (regional)

Komplex Primer
KOMPLEX PRIMER

Lesi permulaan Lesi pada


Pada organ + Kelenjar regional
Pada manusia :
Lesi primer pada Lesi pada
Subpleura bag. Tengah + Kelenjar di hilus
(GHON FOCUS)
Selain di paru, lesi primer bisa di :
Tonsil
Usus
kulit
Sembuh
Kompleks primer
Meluas

TERGANTUNG KEPADA :
Daya tahan
~
Dosis
virulensi kuman Imunitas
hipersensitiviti

Akan tetapi sebagian terbesar Komplex


Primer SEMBUH
Inhalasi M.TB

M.TB di bunuh Komp Primer ( sebagian besar sembuh )

Stabil TB Primer Dissemination


(Laten)

Stabil Akut
(Laten) (meningitis, milier, tulang
Ginjal dll)

Reaktivasi
( TB – pos primer / tb sekunder )
TB PARU

Primer Post primer

TB Paru post primer :


Paling banyak
Sumber penularan
Terjadinya TB Paru post primer
1. Perluasan langsung lesi primer terutama
bila infeksi primer terjadi pada masa
pubertas.
2. Reaktivasi lesi primer yang sudah tenang,
terutama karena daya tahan tubuh
menurun
3. Penyebaran secara hematogen dari fokus
primer
4. Superinfeksi eksogen
(infeksi baru dari luar)

Yang terpenting dari 4 kemungkinan


di atas adalah No. 1 dan 2
TUBERKULOSIS PRIMER

TUBERKULOSIS POST PRIMER

SEMBUH SEMBUH DGN : FIBROSIS KAVITAS


PERKAPURAN

AKTIF LAGI
MELUAS TUBERKULOMA SEMBUH
KAVITAS
SEMBUH AKTIF LAGI

KAVITAS
Sakit atau tidaknya setelah terinfeksi
tergantung kepada:

1. Jumlah kuman yang masuk


2. Virulensi kuman
3. Derajat hipersensitiviti tuan rumah
4. Daya tahan (resistensi) tuan rumah
Virulensi kuman
Tidak disebabkan oleh bahan toksik yg dihasilkan oleh
kuman TB
Ditentukan oleh kemampuan kuman meloloskan diri
dari sistim pertahanan spt;
Dinding kuman tebal
Memproduksi SOD (superoksid)
 Menonaktifkan radikal toksik
memproduksi amoniak
 Melawan fagosom
Setelah difagosit mampu bertahan terhadap
 Enzym lisosom
Sistim pertahanan tubuh terhadap TB
Sistim humoral kurang berperan
 Pertahanan seluler
Makrofag memfagosit TB di alveoli dan KGB
Kemampuan memfagosit ok adanya reseptor
Dalam makrofag kuman TB mengalami
Dihancurkan oleh ( oksigen dan nitrogen
sebagai radikal bebas, enzim lisosom,
pengasaman fagosom )
Berkembang biak intra seluler
Makrofag yang mengandung TB akan mengasilkan
mediator ( IL1, IL6, IL8,) akan meningkatkan pros
inflamasi
SIST PERTAHANAN DIPENGARUHI OLEH
1. Umur
2. Status gizi
3. Faktor toxic :
 Rokok

 Alkohol

 Kortikosteroid

4. Adanya penyakit lain :


 DM  TB paru 2 X
 Leukemia

 HIV

 Penyakit ginjal kronik


5. Kemiskinan
 Lingkungan kerja jelek
 Gizi jelek
6. Ras
 Negro

 Eskimo TB nya lebih berat


 Indian Dari kulit putih
PATOLOGI
Ada beberapa perubahan patologi anatomi yang
terjadi pada paru setelah mengalami infeksi
Mikobakterium Tuberkulosis
1. REAKSI PERMULAAN
“initial response”
Oedema
Pengerahan sel sel “makrofage” untuk memakan
dan membunuh kuman yang masuk
Makrofage adalah sel monosit di intravaskuler dan
pindah ke jar sec kemotaksis
2. PRODUCTIVE REACTION
Merupakan gambaran yang dominan pada infeksi
TB bila terdapat keseimbangan antara :
Jumlah
Virulensi
kuman
~
Gambaran tersebut berupa :
Daya tahan
tubuh

• tuberkel
• perkejuan
• cavitasi
• fibrosis
3. “EXUDATIVE REACTION”
Terjadi bila

Jumlah
Virulensi Kuman
> Daya tahan
tubuh
“ initial respons” merupakan exudativa reaction
Akan tetapi pada exudativa reaction tidak
banyak usaha tubuh untuk melokalisirnya,
sehingga infeksi meluas kesebagian besar /
keseluruhan satu lobus

“caseous pneumonia”

Cavitas (caverne) yang besar


PENYEMBUHAN
Sebagian besar infeksi TB Paru pada manusia
cenderung untuk sembuh
Bentuk bentuk penyembuhan
Resolution (penyembuhan tanpa bekas)
Fibrosis
Kalsifikasi
ossifikasi
Secara alamiah perjalanan penyakit /
proses TB Paru bisa terjadi secara
bersamaan antara proses penyembuhan dan
proses perluasan
Akibatnya :
pada seorang penderita TB Paru; pada
parunya bisa terdapat :
 tuberkel
 Caverne / cavitas
 Perkejuan
 Fibrosis
 kalsifikasi

Pada waktu yang bersamaan


Penyebaran / perluasan infeksi TB pada
jaringan paru :
Secara langsung
Bronkogen
Limfogen
hematogen
GAMBARAN KLINIS

Tanpa keluhan:
Terutama pada kasus ringan atau dini
Diketahui secara kebetulan
Pemeriksaan radiologi
Rutin
Check up
Kalau sudah ada keluhan:
Keluhan umum
Keluhan lokal (sal. Nafas)
KELUHAN UMUM

Cepat lelah
Malaise (tak enak badan)
Anoreksia
Berat badan menurun
Demam
Nadi cepat
Keringat malam
Amenorrhea
KELUHAN PARU
Batuk baru terjadi setelah proses mengenai
percabanganbronkus
Batuk : tak ada yang khas untuk TB Paru.
Batuk > 2- 3 minggu harus dicurigai TB Paru.
Sputum : Mengeluarkan dahak. Juga tidak ada yang khas.
Batuk darah = hemaptoe = hemoptysis. Bervariasi : sedikit
masif
Nyeri dada
Sesak nafas :
Proses luas
Ada efusi pleura
Ada pneumotoraks
KELAINAN FISIK
Keadaan umum
Bisa baik; bahkan kadang pada kasus-kasus
yang secara radiologis relatif sudah lanjut.
Kelihatan sakit sedang.
Jelek pada kasus lanjut.
Demam terutama pada sore hari (subfebril)
Nadi relatif cepat dibanding kenaikan suhu.
Nafas cepat :
Pada yang lanjut (luas)
Komplikasi : - Pneumotoraks
- Efusi pleura, empiema
- bronkiektasis
- milier, meningitis, spondilitis
KELAINAN TORAKS
Bisa tak ditemukan kelainan:
Pada yang dini / minimal
Kadang-kadang pada kelainan radiologis yang
relatif luas.
Adanya ronkhi basah halus (krepitasi) sesudah
batuk pada lapangan atas paru merupakan
kelainan yang dini.
Tanda-tanda konsolidasi (pemadatan) jaringan
paru: - Redup
- Suara nafas bronkial
- Fremitus meningkat

TERUTAMA PADA LAPANGAN ATAS PARU


PADA KASUS-KASUS YANG SEDANG / LUAS
Pemeriksaan bakteriologi

1. Bahan pemeriksaan (sputum, cairan pleura,liquor


cerebrospinal,bilasan bronkus,bilasan lambung, urin,
feses, biopsi jarum halus/BJH.
2. Cara pengumpulan dan pengiriman
cara pengumpulan 3 x minimal 1 x pagi
3. Cara pemeriksaan
- Mikroskopis (pewarnaan ziehl-Nielsen,
 auramin-rhodamin )
Sputum: membuktikan adanya mikobakterium
tuberkulosis dalam sputum sangat penting artinya
untuk;
Diagnosa
Menilai hasil pengobatan ( KONVERSI ).
Pemeriksaan sputum:
Pewarnaan langsung (+ ) jumlah kmn > 50.000/cc sputum
Kultur (pembiakan) butuh waktu antara 4–8
minggu (+) jmlh kmn > 5000/ cc sputum
- Biakan (lowenstein-jensen,Ogawa,kudoh, Middle brook,
Bactec ( becton dickinson diagnostic instrument
system ) radiometrik
Tb metabolisme as fat co2
co2 dideteksi sebagai growth index)
- Uji molekuler (Polymerase chain reaction/PCR,
restriction fragmen length polymorphism/RFLP
- Pemeriksaan histopatologi jaringan
- Pemeriksaan darah LED sebagai indikator
penyembuhan pasien, LED normal tidak menyingkirkan
TB. Limposit kurang spesifik
- Analisa cairan pleura
Tuberkulin test positif : (telah terinfeksi M. Tuberkulosis)
1 – 6 tahun 23,6 %
7 – 14 tahun 42,0 %
> 15 tahun 76,0 %
Rata – rata 50,0 %
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS TB
PARU
1. Kelainan terutama pada lapangan atas
paru atau lobus bawah apical (B6).
2. Bayangan bercak-bercak atau noduler.
3. Adanya kavitas (caverne).
4. Adanya kalsifikasi.
5. Kelainan bilateral di lapangan atas.
6. Kelainan menetap setelah beberapa
minggu.
7. Bayangan milier.
8. Bayangan fibrosis.
KAVERNE
TB.MILIER PADA ANAK
TUBERKULOMA
Derajat kelainan paru sec radiologis ATS
Minimal
Cavitas (-)
Infiltrat tipis setinggi kondro sternal junction
iga 2
Moderate
Cavitas (+) diameter < 4 cm
Infiltrat tipis satu paru
Infiltrat tebal satu lobus
Severe
Kelainan lebih berat dari moderate
DIAGNOSA TB PARU
Klinis :
anamnesa
pemeriksaan fisik
Radiologis : Rontgen Foto toraks
Bakteriologis :
Pemeriksaan sputum
BTA langsung
kultur
BTA cairan pleura
BTA bilasan bronkus
BTA 3X (-), ro toraks PA
Tersangka Penderita Tuberkulosis

AB non quinolon

BTA 2-3 X (+) BTA 1X (+)

Perbaikan (-)

Perbaikan
RO Torak +
Atau BTA +

BTA 3X (-)

Penderita TB Bukan TB
KLASIFIKASI DIAGNOSA
1. TB Paru tersangka
2. TB PARU
3. Tb paru putus berobat
4. TB relap
5. Bekas TB paru (tidak sakit)
TB PARU TERSANGKA

semua penderita TB paru dengan BTA (-) atau


belum ada pemeriksaan atau belum lengkap.
 Bila klinis (+), radiologis (+) pengobatan dapat
dimulai akan tetapi maksimal dalam 3 bulan harus
dapat dipastikan apakah termasuk:
 TB paru
 Bekas TB paru
 Bukan TB paru
TB PARU

a. - Klinis (+)
- Radiologis (+)
- Bakteriologis (+)
b. - Klinis (+)
- Radiologis (+)
- Bakteriologis (-)
- memperlihatkan perbaikan dengan
pemberian obat anti TB (OAT)
. TB Paru putus berobat

Definisi : Penderita TB paru yang Menghentikan


pengobatan OAT selama fase intensif atau fase
lanjutan yang belum dinyatakan sembuh oleh
dokter :
Penderita menghentikan pengobatan < 2 minggu :
pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal
. TB Paru putus berobat
Penderita menghentikan pengobatan  2 minggu
 Berobat  4 bulan , BTA, klinis dan radiologis negatif ;
pengobatan OAT STOP
 Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama
 Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama
 Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif,
akan tetapi klinis dan atau radiologis positif : pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama
 Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2 - 4
minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal
.
 TB relap
Pasien pernah makan OAT lengkap dan dinyatakan
sembuh oleh dokter kembali dengan keluhan sep
 batuk2 , batuk darah, sesak nafas

dan di tambah dengan:


 Hasil lab BTA + atau

 Hasil serial ro torak yang perburukan


Bekas TB Paru

o Riwayat TB paru dimasa lalu (+) dengan


pengobatan yg adekuat dan telah di
nyatakan sembuh oleh dokter.
o Ro torak N atau ada kelainan ( fibrosis,
kalsifikasi, penebalan pleura )
o BTA (-)
o Perburukan dari serial radiologis tidak
ada
o Gejala klinis seperti batuk, batuk darah
atau sesak nafas bisa ( -/+ )
Tidak perlu diobati
Bila seseorang telah didiagnosa sebagai TB paru,
pengobatan tergantung kepada:

Hasil pemeriksaan BTA


ada kelainan secara radiologis
Riwayat pengobatan sebelumnya
PENGOBATAN

Tujuan : memusnahkan kuman yang ada dalam


tubuh penderita.
Tapi kita tak tahu pasti kapan hal ini terjadi.
Dalam prakteknya :
Tujuan pengobatan membuat sekret bronkus
(sputum) bebas dari kuman TB yang dibuktikan
dengan hasil kultur yang negatif.
PENJELASAN TERHADAP PENDERITA
DAN KELUARGANYA
 Apanya yang sakit
 Penyebabnya
 Penularannya
 Rencana pengobatan
 Lamanya pengobatan
 Cara makan obat
 Kemungkinan efek samping obat
 Melaporkan kepada dokter / petugas jika
mengalami efek samping yang tidak bisa
ditolerir
 Jangan sekali-kali menghentikan
pengobatan sebelum disuruh dokter
 Walaupun keluhan sudah hilang semuanya,
tidak berarti penyakit sudah sembuh
Menyembuhkan
yaitu membuat sekret bronkus (sputum) bebas
dari kuman TB yang dibuktikan dengan hasil kultur
yang negatif atau BTA langsung 3 kali.
Radiologis; tidak selalu kembali normal hal ini
tergantung kepada luasnya kerusakan jaringan
paru
Populasi kuman ada 4 gol
Pop A
Pertumbuhan cepat, ph netral, dinding cavitas
Pop B
Pertumbuhan sangat lambat, Ph rendah
Pop C
Dorman hampir sepanjang waktu
Pop D
Sepenuhnya dorman, sehingga tidak di pengaruhi oleh
OAT
Hanya dapat dimusnahkan oleh mek pertahanan tubuh
SYARAT-SYARAT PENGOBATAN PARU
1. Kombinasi obat minimal 2 obat
Kenapa harus kombinasi ?
Fall and rise phenomena
2. Terus menerus tidak boleh terputus
3. Jangka lama
Dulu 1 – 2 tahun
Kini 6 bulan

4. Dosis adekuat
5. Kuman harus sensitif terhadap obat yang
diberikan.
Prasyarat utama OAT yang bermanfaat
1. Aktiviti bakterisidal dini
2. Aktiviti sterilisasi
3. Kemampuan untuk mencegah terjadinya resistensi
terhadap obat penyerta
Tabel . Derajat aktiviti OAT
Aktiviti Pencegahan Bakterisidal dini Sterilisasi
resistensi
Tinggi INH INH Rifampisin
Rifampisin Pirazinamid
Etambutol
Etambutol Rifampisin INH
Streptomisin
Rendah Streptomisin Streptomisin
Pirazinamid Pirazinamide Tioasetason
Tiosetason Tioasetason etambutol
Aktivititi bakterisidal dini
Definisi : kemampuan obat untuk membunuh
kuman tb pada beberapa hari setelah
pengobatan
Pada pasien TB kombinasi pada 2 minggu
pertama  tidak ada obat lain ataupun
kombinasi yang lebih superior dari INH pada 2
hari pertama
INH  aktiviti bakterisidal dininya sangat tinggi
Aktiviti sterilisasi
Definisi ; kemampuan untuk membunuh kuman persister
Grosset membagi 2 komponen dari kemoterapi
- ketidakmampuan membunuh kuman yg tumbuh cepat
berlokalisasi sebagian besar di ekstraselular 
meningkatkan gagal terapi
- Ketidakmampuan membunuh persister meningkatkan
kekambuhan
Persister ;metabolik aktiviti rendah replikasi lambat
daripada kuman yang berada di dinding kaviti
 R  mempunyai kemampuan sebagai aktiviti sterilisasi
Kemampuan untuk mencegah resistensi terhadap
obat penyerta
Kemampuan obat untuk mencegah seleksi mutan
yang resisten terhadap obat penyerta
Tidak semua OAT mempunyai kemampuan yang
sama untuk mencegah resistensi terhadap obat
penyerta
M. TB Robert Koch - 1882
Sinar X untuk diagnosa TB Paru - 1920
Streptomisin sebagai obat anti
TB pertama -
1944
PAS - 1946
INH - 1952
Pengobatan TB paru baru memberikan hasil
yang baik untuk pertama kalinya adalah setelah
mengkombinasikan:
Streptomisin + INH + PAS selama 1 - 2 tahun
kombinasi Streptomisin + INH + PAS
memerlukan masa pengobatan 1 – 2 tahun
(jangka panjang)

kelemahan :
 Terlalu lama
 Efek samping obat
 Harus disuntikkan (S)

Akibatnya banyak drop out


(tidak meneruskan pengobatan)
OBAT-OBAT ANTI TB
Jenis oabat lini pertama
1. Isoniazid = isonicotinic acid hidrazid
= INH (H) -
1952
2. Rifampisin (R)
3. Pirazinamid (Z)
4. Etambutol (E)
5. Streptomisin (S) - 1944
Jenis obat lini kedua
1. Sikloserin (Cyc)
2. Protionamid (Pro)
3. Kapreomisin (Cap)
4. Etionamid (Eth)
5. Viomisin (Vio)
6. Kanamisin (Kan)
7. Amikasin
8. Ofloxacin
9. Ciprofloxacin
10. PAS = para amino salicylic acid - 1946
OAT lini kedua digunakan pada kasus resisten
(Efek samping obat akan sering menyebabkan
terjadinya putus berobat)
Kemasan
Obat tunggal,obat yang disajikan secara terpisah,
masing-masing
INH,rifampisin,pirazinamid,ethambutol
Obat kombinasi dosis tetap/KDT(fixed dose
combination/FDC) kombinasi dosis tetap terdiri dari 2
sampai 4 dosis dalam satu kaplet
Dosis OAT

Obat Dosis Dosis yang Dosis Dosis (mg)/berat


(Mg/Kg dianjurkan Maks/har Berat badan
BB/hari Harian Intermiten i (Kg)/hr
) (mg) <40 40-60 >60

R 8 -12 10 10 600 300 450 600

H 4–6 5 10 300 300 300 300

Z 20 – 30 25 35 750 1000 1500

E 15 – 20 15 30 750 1000 1500

S 15 - 18 15 15 1000 SESUAI BB
Dosis OAT Kombinasi Dosis Tetap/FDC

Fase intensif Fase lanjutan

2 – 3 bulan 4 bulan
BB harian Harian 3x/minggu
(RHZE) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5
Kasus baru TB paru BTA (+)
Kasus baru TB paru BTA (-) tapi kelainan
radiologisnya moderatatau severe.
Kasus baru dengan kerusakan yang berat pada TB
ekstra pulmoner
FASE AWAL FASE LANJUTAN
(PILIH SALAH SATU)
2 RHZE 4 R3H3
4 RH 6 HE
TB paru BTA (+) dengan riwayat pengobatan sebelumnya ,
dan kasus Kambuh
FASE AWAL FASE LANJUTAN
(PILIH SALAH SATU)
2 RHZES + 1 RHZE 5 R3H3E3
5 RHE
Kasus kronis
(sputum BTA tetap positif, setelah pengobatan
ulang)

PENGOBATAN
Merujuk ke pedoman WHO
untuk menggunakan obat pilihan
di pusat spesialistik.
TB Paru Kronik
Definisi : TB paru dg sputum BTA positif
setelah pengobatan ulang dengan pengawasan
yang baik
Lakukan uji resistensi
Jika ada hasil uji resistensi, berikan minimal 2 OAT
yang sensitif ditambah dengan obat lain seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid
Jika tak mampu diberikan INH seumur hidup
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan
kemungkinan penyembuhan Kasus TB paru kronik
Mono-resistance, yaitu kebal terhadap salah satu
OAT lini pertama.

Poly-resistance, yaitu kekebalan terhadap lebih


dari satu OAT lini pertama, tapitidak resisten
terhadap INH dan Rifampisin secara bersama-
sama.
TB Paru Resistensi Ganda = MDR TB
TB paru resisten; Rifampisin dan INH
+/- dg OAT lainnya
MDR primer dan sekunder
TB paru kronik sering disebabkan MDR
Pengobatan yang dianjurkan sesuai uji resistensi
dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang
sensitif ditambah obat baru
Paduan yang dianjurkan:
OAT yang sensitf minimal 2-3 ditambah dg Obat baru (
kuinolon),; Ciprofloksasin 2 x 500 mg / 1 x 750 mg,
Ofloksasin 1 x 400 mg, dll
Umumnya pengobatan minimal 12 bulan
TB Paru Resistensi Ganda = MDR TB
TB paru resisten; Rifampisin dan INH
+/- dg OAT lainnya
 Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi
menjadi:
1. Resistensi primer
2. Resistensi inisial
3. Resistensi skunder

MDR pertama dilaporkan oleh AS dgn kematian


70%-90%.
WHO (2004),terinfeksi MDR > 50 juta orang
TB paru kronik sering disebabkan MDR
Faktor klinis yang menyebabkan
resistensi obat
Terlambatnya diagnosis dan isolasi.
Penggunaan obat tunggal
Penggunaan paduan obat yang tidak tepat.
pengobatan awal yang tidak adekwat
pengobatan yang tidak lengkap
 modifikasi obat yang tidak tepat.
penambahan satu obat pada kegagalan
pengobatan/Fenomena addition syndrome
penggunaan kemoprofilaksis yang tidak tepat
Kurang patuh dan pengobatan tidak lengkap
Gagal mengisolasi penderita MDR TB
 Pelaksanaan DOTS yang kurang baik
Kurangnya pengetahuan tentang TB
 Obat kurang berkualitas
TB Paru Resistensi Ganda = MDR
TB
Pengobatan yang dianjurkan sesuai uji resistensi
dengan menggunakan minimal 2-3 OAT yang sensitif
ditambah obat baru
Paduan yang dianjurkan:
OAT yang sensitf minimal 2-3 ditambah dg Obat baru (
kuinolon),; Ciprofloksasin 2 x 500 mg / 1 x 750 mg,
Ofloksasin 1 x 400 mg, dll
Umumnya pengobatan minimal 18 bulan
TB Paru Resistensi Ganda = MDR
TB
 Pemberian OAT yang benar dan pengawasan yang baik
kunci paling penting mecegah MDR. Konsep DOTS
upaya penting menjamin keteraturan berobat.

Prioriti yang dianjurkan bukan penngobatan MDR,


tetapi pencegahan MDR-TB.
XDR-TB (TB.Extensively drug-resistant)
Sub kelompok MDR-TB dengan tambahan resisten
segala jenis fluroquinolone dan salah satu dari tiga
suntikan,kanamisin (KM), amikasin (PM) dan
kapreomisin (CM).
XDR-TB pertama kali dilaporkan pada awal tahun
2006, prognosis yang sangat buruk, dengan kegagalan
pengobatan dan tingkat kematian yang sangat tinggi.
WHO, memperkirakan sekitar 500.000 MDR-TB dan
40.000 kasus XDR-TB muncul setiap tahun di seluruh
dunia.
Totally drug resistance, yaitu resistensi total ini
dikenal dengan istilah super XDR-TB, didefinisikan
dengan kuman yang sudah resisten dengan seluruh
OAT lini pertama (INH, rifampisin, etambutol,
streptomisin, pirazinamid) dan OAT linikedua
(amikasin, kanamisin, kapreomisin, florokuinolon,
tionamid, PAS).
Prinsip Penatalaksanaan
MDR/XDR
Gunakan DOT dengan cara yang berpihak
kepada pasien selama masa pengobatan.
 Catat obat yang diberikan, hasil bakteriologis,
gambar foto toraks, dan kejadian efek samping
obat.
Optimalkan penatalaksanaan penyakit yang
mendasari dan status nutrisi.
Tambahan Pertimbangan
Pengobatan
Gunakan DOT utk semua dosis
Gunakan pemberian harian, tidak intermitten
Lama pengobatan minimum 18-24 bulan
Bila mungkin, teruskan obat suntik paling tidak
6 bulan setelah konversi biakan
STRATEGI “DOTS”
DOTS = Directly observed treatment short
course.
Directly ; penemuan kasus sec aktif
Observed :
Menjamin seluruh dosis obat yang telah
direncanakan dimakan oleh penderita di depan
petugas atau PMO.
PENGAWAS MENELAN OBAT
(PMO)
Dikenal, dipercaya dan disetujui, , disegani dan
dihormati oleh pasien.
Tinggal dekat dengan pasien.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan
bersama dengan pasien
 Petugas kesehatan, kader kesehatan, anggota PPTI,
anggota PKK
55 Komponen
Komponen DOTS
DOTS
Komitmen politis
1
Diagnosa dengan
Monitoring mikroskop
dan evaluasi
5 2
WHO 1991

4 3
Directly Observed
Jaminan
4 Treatment Short-course
Ketersediaan OAT Pengobatan dengan
Yg bermutu
pengawasan langsung
principles of do+s
Directly Observed
Treatment Short-course

MENEMUKAN DAN
MENYEMBUHKAN
PENDERITA TB
BUKAN SEKEDAR MENGOBATI SAJA TANPA
ADA JAMINAN AKAN KESEMBUHAN PENDERITA
DOTS
 DOTS strategi penanggulangan yang cost-
effective
 Ekspansi harus dilakukan secara bertahap
dan terkontrol agar bermutu dan
mencegah berkembangnya MDR-TB
dikemudian hari
 Sustainability penanggulangan TB
memerlukan komitmen semua pihak
terkait
Komponen DOTS plus
Komitmen Politik terhadap masalah MDR/XDR
Diagnosis akurat,dengan pemeriksaan biakan dan
uji kepekaan pada laboratorium yang sudah teruji
kualitasnya
Pengobatan dengan OAT lini kedua dengan
manajemen yang baik
Terjaminnya suplai OAT MDR yang berkualitas
(suplai cukup, masa pakai pendek,adanya
refrigerator)
Sistem Komponen DOTS plus standar
TB pada keadaan khusus
TB dengan HIV/AIDS
 Tujuannya adalah untuk mempercepat
diagnosis dan pengobatan tb pada pasien hiv
dan sebaliknya mempercepat diagnosis dan
pengobatan hiv pada pasien tb

 TB penyebab utama kematian pada HIV.


Hiv merupakan faktor resiko terbesar dalam
konversi kasus TB laten menjadi TB aktif
Surveilans HIV/AIDS bila ditemukan 2 tanda mayor dan minimal 1
tanda minor
Tanda mayor :
1. Penurunan BB >10%
2. Diare kronik > 1 bulan
3. Demam ringan > 1 bulan
Tanda minor
1. Batuk persisten > 1 bulan
2. Dermatitis pruritik generalisata
3. Riwayat hepez zoster
4. Kandidiasis orofaring
5. hairy leukoplakia oral
6. Infeksi herpez simplex
7. Limpadenopati generalisata
8. Ulkus genital persisten dan nyeri
Pemeriksaan penunjang
1. Mikroskopis BTA sputum
2. Pemeriksaan radiologi
HIV dini ,ditemukan infiltrat lobus atas
HIV lanjut,gambaran infiltrat dilobus
bawah,,milier,hilus
3. Tes HIV/ rapid tes
4. Uju serologi (ELISA) untuk infeksi HIV
5. Hitung limposit CD4 ( jumlah CD4 menentukan
status imunitas pasien  HIV mempunyai afinitas
terhadap molekul permukaan CD4. CD4 berfungsi
mengkoordinasi sejumlah fungsi imunologis hilngnya
fungsi ini  ggn respon imunologis
Pengobatan
Kategori pengobatan TB dengan HIV tidak
dipengaruhi oleh status HIV
Paduan obat sama dengan TB tanpa HIV
Prisip pengobatan TB dengan HIV harus diberikan
sesegera mungkin,pengobatan ARV dimulai sesudah
pengobatan TB , dianjurkan diberikan paling cepat 2
minggu dan paling lambat 8 minggu
Pasien TB-HIV dalam pengobatan ARV rujuk ke RS
yang memberikan pelayannan ko-Infeksi TB-HIV.
ODHA dengan TB perlu diberikan Pengobatan
pencegahan kotrimoksazol (PPK).
Sebaiknya hindari obat suntik dan Tiasetazon ( toksik
pada kulit )
Bila terjadi MDR sesuai uji resistensi
TB dengan hepatitis/ ggn faal hepar
Klinis ( ikterik, mual, muntah )
Pemeriksaan fisis mata ikterik
Lab;
 Bil > 2, SGOT & SGPT > 5 X OAT stop
 SGOT & SGPT > 3 X gejala + OAT stop
 SGOT & SGPT > 3X gejala -, OAT lanjut dalam pengawasan

Paduan OAT yg dianjurkan


Yang aman diberikan ethambutol dan streptomisin
RHZ hepatotoksik
TB dengan kehamilan
Tidak ada indikasi pengguguran
OAT aman diberikan kecuali obat gol aminoglikosida ;
streptomisin, kanamisin dll
Pada ibu menyusui anak sehat tetap diberikan
Jika bayi dapat OAT sebaiknya tidak disusui
Wanita produktif sebaiknya tidak pakai kontrasepsi
hormonal
 Efektifitas berkurang oleh Rif
TB pada gagal ginjal kronik
Dosis disesuaikan dengan faal ginjal ( ureum,
kreatinin, CCT )
Jangan menggunakan aminoglikosida
Etambutol dosisnya dikurangi
TB pada DM
Prinsip pemberian OAT sama dengan kasusTB
paru tanpa DM

Hati-hati pemberian etambutol


Rif akan mengurangi efektivitas sulfonil urea
OAT berikan lebih lama biasanya 9 bln
Efek samping dan interaksi obat

1. Rifampicin : - Sindrom flu,sindrom perut,sindrom

kulit

- hepatitis imbas obat,purpura, anemia

hemolitik akut,sindroma respirasi

- mempercepat metabolisme OAD


- ↑ kebutuhan insulin
Dapat menyebabkan warna merah pada air seni,
keringat, air mata dan air liur
2. INH (H)
 Dapat menembus jaringan plasenta kadar
sedikit
 Efek teratogenik : (-)
 Tanda-tanda keracunan syaraf tepi.(tambahkan
piridoksin)
 Hepatitis imbas obat
3. Etambutol (E)
 Dapat menembus jaringan plasenta
 Efek teratogenik (-)
 dapat terjadi gangguan pada mata atau sistem
saraf pusat
 Perkembangan janin di uterus tak terganggu
4. Pirazinamid (Z)
Data teratogenik : tidak adekuat
Tidak ditemukan data pada binatang dan penelitian
epidemiologik adanya anomali kongenital
Dalam ASI konsentrasi kecil
Tetap dapat diberikan pada perempuan hamil
Hapatitis imbas obat
Nyeri sendi
5. Golongan aminoglikosida (Streptomisin,kanamisin,
(SK)
 Menyebabkan kerusakan pada saraf kranial VIII
. Kerusakan bervariasi : vestibular ringan tuli
bilateral
 Dapat menembus plasenta
 Dapat dikeluarkan melalui ASI
 Tidak dianjurkan untuk perempuan hamil
 Demam, sakit kepala,muntah dan eritema pada
kulit
6. OAT lainnya
Belum ada data yang cukup
Sebaiknya dihindari

Anda mungkin juga menyukai