LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU
(TB PARU)
Gambar 1 : Tuberkulosis
B. EPIDEMIOLOGI
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi Tb ketiga tertinggi di dunia setelah
cina dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di Cina, India dan Indonesia
berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di
sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei
kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati
ranking no.3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional
terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Sampai sekarang angka kejadian di Indonesia
terlepas dari angka pandemi infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa
datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.
(Amin, 2007: 988)
1
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
C. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Penyebab tuberculosis adalah Micobacterium tuberculoseae, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong ke dalam kuman Micobacterium tubercolusae complex adalah:
a. M. tuberculosae
b. Varian Asian
c. Varian African I
d. Varian African II
e. M. Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah:
a. M. kansasi
b. M. avium
c. M. intra cellular
d. M. scrofulaceum
e. M.malmacerse
f. M. xenopi
Sebagian besar dinding kuman terdiri dari lipid, kemudian peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering
maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahundalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan
menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat
ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
(Amin, 2007:988)
2
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imun diperatarai sel. Sel
efektor adalah makrofag, dan limfosit( biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif.
Basil tuberculin yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu
unit yang terdiri dari satu samapi tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruangan alveolus, biasanya di bagian
atas lobus atas, basil tuberkel ini mengakibatkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri , namun tidak
membunuh organism tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul pneumonia akut.
Basil juga menyebar melaui getah bening melalui menuju ke kelenjar getang benung
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat dan
seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibrolas
menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang
mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang yang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak
terlihat secara klinis atau dengan radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu
bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas.
Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam
percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang, atau basil dapat terbawa
sampai ke laringtelinga tengah atau usus.
Walaupun peradangan dapat mereda, kavitas yang kecil dapat menutup dan
meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan taut bronkus dan
rongga. Bahan perkejuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran
3
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan
kapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif.
Penyakit ini dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam
jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran lomfo hematogen yang biasanya sem
buh sendiri.(Price, 2005:852-853)
E. WOC (TERLAPMIR)
F. KLASIFIKASI
Sistem klasifikasi TB Paru berdasarakan pada patogenesisinya.
Kelas Tipe Keterangan
0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.
Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin negative.
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik atau
radiografik Tb aktif
3 TB, aktif secara klinis Biakan M. tuberkulosis (bila dilakukan).
Sekarang terdapat bukti klinis, bakteriologik,
rsdiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau
Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal atau
tidak berubah;reaksi tes kulit tuberkulin
positif dan tidak ada bukti klinis atau
radiografik penyakit sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda
(Price, 2005 : 857)
4
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
G. GEJALA KLINIS
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan .keluhan yang terbanyak:
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.tetapi kadang-kadang pana
badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali.begitulah seterusnya
hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah
terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis
masuk.
batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi
produktif(menghasilkal sputum).keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah
pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
Malaise dan kelelahan
5
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
H. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam
pernapasan.
Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura,
perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa
rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
Palpasi
badan teraba hangat (demam)
(Amin, 2007 : 990-991)
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
(1) Pemeriksaan laboratorium
a) Aksi Tes Tuberkulin Intradermal ( Mantoux).
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml
mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas
permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibesihkan dengan
6
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
7
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
suatu sediaan kompleks. Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan,
seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml
media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan
ini(Price,2005:857).
c) Vaksinasi BCG
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadapa tes
tuberculin. Derajat sensitivitas biasanya bervariasi, bergantubg pada strain
BCG yang dipakai dan populasi yang divaksinasi(Price,2005: 856).
(2) Pemeriksaan Radiologi
Rongten dada biasanya menunjukan lesi pada losus atas atau superior lobus
bawah/ dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit
yang menyebar yang biasanya bilateral(Price, 2005 : 856).
(3) Pemeriksaan lain-lain
Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tuberkulosis.
Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex.
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas)(Doegoes,2000: 241-242) .
8
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
J. DIAGNOSA/KRITERIA DIAGNOSA
a) Anamnesis dan pemeriksaan fisik
b) Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
c) Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnosis
TB, yaitu :
Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah
Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru
Adanya kalsifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan milier
d) Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan
ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
e) Tes PAP (Perksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil
TB
f) Tes Mantoux/Tuberkulin
g) Tehnik Polymerase Chain Reaction
9
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
spesimen
h) Bection Dickinson Diagnostic Instrument System
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M. tuberculosis
i) Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga
menimbulkan masalah.
j) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum
pasien. Bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir
akan berubah.
(Mansjoer, 1999 : 472-473)
K. THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
TB Paru diobati terutama dengan dengan agens kemotrapi ( agen antituberkulosis )
selama peiode 6-12 bulan. Lima medikasi garis depat digunakan: isoniasid (INH),
rifampin (RIF) streptomisin (SM), etambuto(EMB), dan pirasinamid ( PZA). Obat-
obatan pada garis kedua : kapreomisin, kanamisin, etionamid, natrium para-
aminosalisilat, amikasi, dan siklisin.
10
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
Tabel Obat-obat untuk pengobatan TB pada orang dewasa ( dosis dalam mg/kg)
Dua kali Tiga kali
Nama obat Harian Efek samping Pemantaun reaksi Keterangan
seminggu seminggu
Obat lini pertama
Isoniazid 5 Maks. Maks. Kemerahan, kadar Mungukur tingkat Piridoksin dapat mencegah
(INH) (300 mg) 15 (900 mg) 15 (900 mg) enzim hepatic, dasar enzim hepatis nuropati perifer
hepatitis, neuro
perifer, efek sistem
saraf pusat ringan
Rifampin 10 10 10 Gangguan Pengukuran dasar Interaksi nyata timbul
(RIF) (600 mg) (600 mg) (600 mg) pencernaa, trombosit CBG dan akibat pemakaian metadon,
interaksi obat, enzim hepatis kontasepsi, dan obat-obat
hepatitis, masalah- lain.
masalah perdahan, RIF menyebabkan warna
kemerahan, gagal cairan tubuh menjadi
ginjal, demam orange
Pirazinamid 15-30 50-70 50-70 Hepatitis, Pengukuran tingkat Hiperurisemia diobati
(PZA) (2 g) (4 g) (3 g) hiperurisemia, dasar asam urat hanya bila terdapat gejala
gangguan pada pasien, mungkin
pencernaan, menyebabkan pengontrolan
kemerahan glukosa menjadi lebih sulit
pada penderita diabetes
11
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
Etambutol 15-25 50 25-30 Neuritis optikus Uji ketajaman Dapat timbul efek ocular
(EMB) kemeraha penglihatan dan lain dan peningkatan gagal
penglihatan warna ginjal
dasar setiap bulan
Serptomisin 15 25-30 25-30 Ototoksik Tes dasar untuk Untuk orang dewasa diatas
(SM) (1 g) ( 1,5 g) (1,5 g) Keracunan pada pendengaran dan 60 tahun dosis ahrus
ginjal fungsi ginjal diulang dihibdari atau diturunkan
Obat Lini Kedua
Kapreomisin, 15-30 - - Keracunan pada Menilai fungsi Digunakan dengan hati-hati
(1 g) auditorius vestibular dan pada orang tua
vestibular, ginjal pendengaran. Tes
fungsi kreatinin dan
BUN
Etionamid, 15-20 - - Gangguan Pengukuran enzim Dimulai dengan dosis
(1 g) pencernaan, hepatis rendah dan ditingkatkan
hepatotoksis, sesuai toleransi
hipersensitivitas
Sikloserin 15-20 - - Psikosis, kejang, Penilaian keadaan Dimulai dengan dosis
(1 g) sakit kepala, mental rendah dan ditingkatkan
interaksi obat Pengukuran tingkat sesuai tolerasi
serum obat
Kenamisin 15-30 - - Keracunan pada Menilai fungsi Setelah terdapat perubahan
12
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
(Price,2005:858-860;Smeltzer,2005:86-587)
13
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
L. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi .Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan menimbulkan komplikasi
lanjut.
Komplikasi dini : pleuritis,efusi pleura,empiema,laryngitis,usus
Komplikasi lanjut : Kor pulmonal ,amiloidosis,karsinoma paru,sindrom gagal
napas dewasa (ARDS),sering terjad pada TB milier dan kavitas TB.
(Amin,2000:993)
14
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000:204)
15
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
3) RENCANA TINDAKAN
1) Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum/secret
ditandai dengan adanya suara nafas tambahan ( ronchi,), adanya sputum, pasien tidak
bisa batuk efektif, dipsneu,batuk berdarah ,takikardia
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama….x…..menit, bersihan jalan napas
pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- ronchi tidak ada
- sputum berkurang atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-24)x/menit
Intervensi
1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan obstruksi jalan
napas
2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat
kelainan pernafasan
3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
16
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
17
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
Napas teratur
Tanda vital stabil
Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100 mmH
Intervensi :
Mandiri
1) Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori,
napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang Berguna dalam evaluasi
derajat distress pernapasan atau kronisnya proses penyakit
2) Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat adanya
sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (circumoral)
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam.
Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat
mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3) Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi,pucat,
cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk memfasilitasi
resolusi infeksi.
4) Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering menyebabkan
kematian memerlukan intervensi medis secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis
dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien
2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan
18
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
19
Program Profesi Ners/STIKES WIKA/KLP I
DAFTAR PUSTAKA
20