Anda di halaman 1dari 27

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang.

Definisi Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 210 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. 1.2 Rumusan masalah Apa saja dasar pertimbangan TB paru terhadap penyakit AIDS ?
o

Apa dasar pertimbangan dokter menyarankan kepada pasien TB paru dengang penyakit AIDS ?

Bagaimana sudut pandang TB paru dengan AIDS dilihat dari aspek etika dan hukum?

o o

Bagaimana sudut pandang TB paru dengan AIDS dilihat dari aspek agama? Bagaimana sudut pandaang TB paru dengan AIDS dilihat dari aspek kebudayaan?

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui dasar pertimbangan TB paru dengan AIDS. Mengetahui dasar pertimbangan dokter menyarankan kepada pasien TB paru dengan AIDS.

Mengetahui sudut pandang TB paru dengan AIDS dilihat dari aspek etika dan hukum. Mengetahui sudut pandang TB paru dengan AIDS dilihat dari aspek agama. Mengetahui sudut pandang TB paru dengan AIDS dilihat dari sudut pandang budaya.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 TUBERCOLOSIS PARU Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 210 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun. Etiologi. TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium. Tanda dan Gejala. 1. Tanda a. Penurunan berat badan b. Anoreksia c. Dispneu d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning. 2. Gejala a. Demam Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. b. Batuk

Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus. c.Sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru. d. Nyeri dada Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis) e.Malaise Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

BAB III PEMBAHASAN A. Definisi Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.

B. Etiologi TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.

C. Tanda Dan Gejala 1. Tanda a. Penurunan berat badan b. Anoreksia c. Dispneu d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning. 2. Gejala a. Demam

Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. b. Batuk Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus. c.Sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru. d. Nyeri dada Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis) e.Malaise Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

D. Patofisiologi Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.

Web Caution (Pathway)

Individu dengan penyakit TBC

Resiko infeksi

Jaringan paru Paru-paru terinfeksi di invasi makrofag Membentuk jaringan fibrosa Berkurangnya luas total permukaan membran

Metabolisme meningkat

Batuk dan nyeri dada

Pola nafas tidak efektif

Penurunan kapasitas difusi paru

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

Berkurangnya oksigenasi darah

Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan

malasie

Iritasi jaringan paru

cemas

Kurang perawatan diri

Intoleransi aktivitas

Batuk darah

Gangguan pertukaran gas Peningkatan sekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif

E. Pemeriksaan Penunjang Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 72 jam; dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapt BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontrak erat dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain. Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar nilus, paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura, kavitas dan gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB diambil dari bilasan lambung, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya dengan cara ELISA (enzyime linked immunoabserben assay) untuk mendeteksi antibody atau uji peroxidase anti peroxidase (PAP) untuk menentukan Ig G spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan pemeriksaan sensitif dengan mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum dapat membedakan TB aktif atau tidak. Tes tuberkulin positif, mempunyai arti : 1. Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang menjadi penyakit. 2. Menderita tuberkulosis yang masih aktif 3. Menderita TBC yang sudah sembuh 4. Pernah mendapatkan vaksinasi BCG 5. Adanya reaksi silang (cross reaction) karena infeksi mikobakterium atipik.

F. Epidemiologi Dan Penularan TBC Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Reservour, sumber dan penularan Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet. 2. Masa inkubasi Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun. 3. Masa dapat menular Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau dibersinkan. 4. Immunitas Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.

G. Stadium TBC 1. Kelas 0 Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna). 2. Kelas 1 Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna) 3. Kelas 2

Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik). Status kemoterapi (pencegahan) : Tidak ada Dalam pengobatan kemoterapi Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter) Tidak komplit

4. Kelas 3 Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain. Status bakteriologis : a. Positif dengan : Mikroskop saja Biakan saja Mikroskop dan biakan

b. Negatif dengan : Tidak dikerjakan

Status kemoterapi : Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap reaksi tes kulit tuberkulin : a. Bermakna b. Tidak bermakna 5. Kelas 4 Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini). Status kemoterapi :

a. Tidak mendapat kemoterapi b. Dalam pengobatan kemoterapi c. Komplit d. Tidak komplit 6. Kelas 5 Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda) Kasus kemoterapi : a. Tidak ada kemoterapi b. Sedang dalam pengobatan kemoterapi.

H. Penanganan a. Promotif 1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC 2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko 3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif 1. Vaksinasi BCG 2. Menggunakan isoniazid (INH) 3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab. 4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.

c. Kuratif Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari,

EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum aminotransferase, ditemukan pada 1020% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun. Baru-baru ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang terdiri dari INH dan RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien tanpa penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau kanker didiagnosis TBC setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan mengeluarkan keringat malam sekitar 3 minggu.

TB paru dengan AIDS Dilihat dari Beberapa Apek Berikut penjelasan tentang kontrasepsi dilihat dari beberapa aspek yaitu, etika dan hukum, agama dan budaya. TB paru dengan AIDS dari Aspek Etika.

Penderita AIDS dengan TB Paru Pada tahun 2008 Jumlah Pernderita tuberculosis Indonesia menempati peringkat kelima setelah india, china, afrika selatan, dan Nigeria. Dan kembali naik pada peringkat keempat pada tahun 2011. Jumlah kasus Tb di Indonesia pasa tahun 2010 menurut WHO sebanyak 302.861 orang.

Bakteri MTB dapat reaktivasi pada keadaan keadaan tertentu seperti pada Diabetes dan kekurangan gizi atau imunocompromised. Itu lah sebabnya pada penderita AIDS yang sistem imun menurun dapat mengaktifkan bakteri yang dormant dan akan memperparah keadaan. Akibat TB pada penderita aids juga, menurut WHO tahun 2009 sebanyak 9,7 juta anak kehilangan orang tuanya.

Etika Dokter kepada masyarakat Sesuai dengan KODEKI pasal 8 Dalam melakukan pekerjaan seorang dokter harus memeperhatikan kepentingan masyarakat dengan memeperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif ), baik fisik maupun psikososial serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi kepada masyarakat yang sebenarbenarnya.

Dalam hal ini jika terdapat pasieen aids dengan tb paru, maka etika kepada masyarakat sebagai dokter selain menjaga kerahasiaan pasien yang sesuai dengan KODEKI pasal 12 dan Kaidah Dasar Bioetik Autonomy pasal 5.

Sesuai dengan KODEKI pasal 8 , dimana dokter harus tetap berkewajiban menjaga kesehatan masyarakat. salah satunya dengan cara promotif dokter bisa melakukan penyuluhan mengenai cara penularan baik TB maupun HIV dan bagaimana stigma masyarakat terhadap 2 kasus tersebut.

Selain itu dokter juga harus bersikap sesuai dengan Kaidah dasar bioetik Justice pasal 6 menghargai hak orang lain

Yang dimaksud disini sebagai dokter juga berkwajiban untuk menghargai hak masyarakat sekita untuk tetap sehat dan terhindar dari penyakit- penyakit tersebut dengan memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai hal tersebut.

dan pasal 7 menjaga kelompok yang rentan dalam hal ini kelompok yang rentan adalah keluarga yang merawat dan juga warga sekitar yang berada dekat dengan pasien tersebut. Untuk tetap memperhatikan dan menjaga kesehatan dari mereka agar tidak tertular.

Dan yang paling penting sesuai dengan KDB pasal 16 Tidak membedakan pelayanan pasien atsa dasar SARA, status sosial, dsb. Sebagai dokter tidak boler membedakan pelayanan kesehatan kepada pasien AIDS maupun TB hanya karena takut tertular.

Etika dokter kepada masyarakat terhadap TB paru pada pasien AIDS.

Menurut KODEKI dalam kewajiban umum pasal 8. Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif), preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. Menurut Bioetika kedokteran menurut kaidah Justice : menghargai hak sehat pasien. TB paru dengan AIDS dari aspek hukum.

1.

2.

1. 2. 3.

Sejak ditemukannya kasus AIDS yang pertama di Bali pada tahun 1987, pemerintah Indonesia sudah menyadari bahwa aspek hukum menjadi urgen dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/ AIDS. Akan tetapi legalisasi untuk mendapatkan suatu peraturan perudangan membutuhkan proses yang panjang dan tidak sederhana. Sejalan dengan perkembangan epidemi HIV/ AIDS baik skala global maupun skala nasional, maka sejak tahun 1994, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 Tahun 1994 tanggal 30 Mei 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS. Berdasarkan Keppres tersebut, dibentuklah Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang bertujuan untuk: Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau strategi global pencegahan dan penanggulangan AIDS yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa; Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya AIDS dan meningkatkan pencegahan dan/atau penanggulangan AIDS secara lintas sektor, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi. Untuk mengejawantahkan tujuan Keppres 36 Tahun 1994 maka Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang ditunjuk sebagai Ketua Komisi Penanggulangan AIDS, menerbitkan Keputusan Nomor: 9/KEP/MENKO/KESRA/VI/1994 tanggal 16 Juni 1994 tentang Strategi Nasional (STRANAS) Penanggulangan AIDS di Indonesia. Adapun tujuan yang diusung STRANAS dalam penanggulangan HIV dan AIDS adalah: Mencegah penularan virus HIV dan AIDS. Mengurangi sebanyak mungkin penderitaan perorangan serta dampak sosial dan ekonomis dari HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Menghimpun dan menyatukan upaya-upaya nasional untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Seiring pergerakan dan kecendrungan epidemi HIV dan AIDS maka pada tahun 2003, Komisi Penanggulangan AIDS menerbitkan STRANAS Pencegahan dan Penanggulangan HIV tahun 2003-2007 yang dirancang untuk sedapat mungkin mengakomodir seluruh perkembangan yang ada di dunia, terutama perkembangan dalam pertemuan Sidang Umum PBB, dikenal dengan Unitetd Nation General Assembly Special Session (UNGASS) yaitu satu pertemuan negara-negara anggota PBB dalam rangka membahas upaya global pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS, tanggal 25-27 Juni tahun 2001. Hasil dari pertemuan tersebut didokumentasikan sebagai Deklarasi Komitmen Sidang Umum PBB tentang HIV dan AIDS dan Pemerintah Indonesia ikut menandatanganinya. Segera setelah itu, pada bulan Maret tahun 2002, dilaksanakan Rapat Kabinet yang khusus membahas laju perkembangan epidemi HIV dan AIDS di dunia umumnya dan di Indonesia khususnya sekaligus merekomendasikan langkah-langkah strategis yang harus

dilaksanakan dalam rangka menekan laju epidemi global ini. Langkah-langkah strategis sebagaimana dimaksud di atas, dituangkan dalam STRANAS 2003-2007. Strategi Nasional 2003-2007 disusun dengan memperhatikan kecenderungan epidemi HIV dan AIDS, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pengobatan, dan perubahan sistem pemerintahan ke arah desentralisasi. Secara umum Strategi Nasional yang baru telah menggambarkan secara komprehensif segala hal yang diperlukan demi suksesnya upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Hal ini terlihat jelas dalam penetapan area prioritas yang meliputi: (1) Pencegahan HIV dan AIDS, (2) Perawatan, Pengobatan dan Dukungan terhadap ODHA, (3) Surveilans HIV dan AIDS dan IMS, (4) Penelitian, (5) Lingkungan Kondusif, (6) Koordinasi Multipihak dan (7) Kesinambungan Penanggulangan (Simplexius Asa, dkk, 2009). c. Perlindungan Hukum dan HAM terhadap Pengidap HIV/AIDS Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS tidak dapat dipisahkan dari aspek hukum dan hak Asasi manusia (HAM). Permasalahan pokok yang menyangkut hukum berkaitan dengan maraknya kasus HIV/ AIDS adalah bagaimana menyeimbangkan antara perlindungan kepentingan masyarakat dan kepentingan individu pengidap HIV dan penderita AIDS (Indar, 2010). Aspek hukum dan HAM merupakan dua komponen yang sangat penting dan ikut berpengaruh terhadap berhasil tidaknya program penanggulangan yang dilaksanakan. Telah diketahui bahwa salah satu sifat utama dari fenomena HIV & AIDS terletak pada keunikan dalam penularan dan pencegahannya. Berbeda dengan beberapa penyakit menular lainnya yang penularannya dibantu serta dipengaruhi oleh alam sekitar, pada HIV & AIDS justeru penularan dan pencegahannya berhubungan dengan dan atau tergantung pada perilaku manusia. Perilaku manusia selalu bersentuhan dengan hukum dan HAM. Hukum adalah suatu alat dengan dua fungsi utama, yakni sebagai social control dan social engineering. Sebagai social control, hukum dipakai sebagai alat untuk mengontrol perilaku tertentu dalam masyarakat sehingga perilaku tersebut tidak merugikan diri sendiri dan anggota masyarakat lainnya. Sebagai social engineering, hukum dijadikan sebagai alat yang dapat merekayasa sebuah masyarakat sesuai keinginan dan cita-cita hukum (Asa, Simplexius, 2009). Terdapat dua hak asasi fundamental yang berkaitan dengan epidemi HIV/ AIDS yaitu : hak terhadap kesehatan dan hak untuk bebas dari diskriminasi. Dibandingkan dengan hak terhadap kesehatan, jalan keluar dari masalah diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS ini jauh lebih kompleks dan sulit. Pada banyak kasus, penderita akhirnya bisa berdamai dengan kenyataan bahwa mereka memang mengidap HIV dan mungkin akan meninggal dengan dan karena AIDS. Akan tetapi penderitaan yang lebih parah justru dialami karena adanya stereotype yang dikenakan kepada mereka. Orang terinfeksi acap kali dihubungkan dengan orang terkutuk (amoral) karena perilakunya yang menyimpang dan memang harus menanggung penderitaan sebagai karma atas dosa-dosanya. Tidak hanya dalam bentuk stereotip tetapi di banyak tempat ditemukan pula berbagai pelanggaran HAM berupa stigmatisasi dan diskriminasi, bahkan juga penganiayaan dan penyiksaan. Pelbagai pelanggaran HAM dan hukum sebagai yang tergambar di atas pada akhirnya merupakan fakta sosial yang menjadi bagian dari penderitaan orang terinfeksi bahkan merupakan penyebab sekunder/non medis bagi kematian mereka.

Dalam pasal 4 UU Kesehatan No. 36/2009 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Permasalahan HIV dan AIDS sangat terkait dengan hak atas kesehatan. Hak atas kesehatan adalah aset utama keberadaan umat manusia karena terkait dengan kepastian akan adanya pemenuhan atas hak yang lain, seperti pendidikan dan pekerjaan. Secara garis besar di dalam UU Kesehatan perlindungan hukum terhadap penderita HIV/ AIDS diatur mengenai : Hak atas pelayanan kesehatan Undang-Undang Kesehatan mewajibkan perawatan diberlakukan kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali termasuk penderita HIV AIDS. Dalam Pasal 5 UU Kesehatan dinyatakan bahwa terdapat kesamaan hak tiap orang dalam mendapatkan akses atas sumber daya kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.Tugas pemerintah dalam hal ini untuk menyediakan tenaga medis, paramedik dan tenaga kesehatan lainnya yang cukup dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS dan menjamin ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan serta jaminan ketersediaan obat dan alat kesehatan diatur dalam UU Kesehatan dan berlaku juga bagi penderita HIV/AIDS. Hak atas informasi Pasal 7 UU Kesehatan secara tegas mengatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan serta informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan atas dirinya pada pasal 8. Peningkatan pendidikan untuk menangani HIV dan AIDS termasuk metode pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan penyebaran HIV dan AIDS, misalnya melalui penyuluhan dan sosialisasi merupakan upaya dalam memberikan informasi mengenaiHIV/AIDS. Hak atas kerahasiaan Hak atas kerahasiaan dalam UU Kesehatan diatur dalam Pasal 57 dimana setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatannya. Selain itu UUPK No. 29/2004 juga mengatur mengenai rahasia medis dan rekam medis ini pada paragraph 3 dan 4 tentang rekam medis dan rahasia kedokteran. Rahasia Medis itu bersifat pribadi, hubungannya hanya antara dokter - pasien. Ini berarti seorang dokter tidak boleh mengungkapkan tentang rahasia penyakit pasien yang dipercayakannya kepada orang lain, tanpa seizin si pasien. Masalah HIV / AIDS banyak sangkut pautnya dengan Rahasia Medis sehingga kita harus berhati hati dalam menanganinya. Dalam mengadakan peraturan hukum, selalu terdapat dilema antara kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan. Seringkali harus dipertimbangkan kepentingan mana yang dirasakan lebih berat. Dalam sistim Demokrasi, hak asasi seseorang harus diindahkan, namun hak asasi ini tidaklah berarti bersifat mutlak. Pembatasan dari hak asasi seseorang adalah hak asasi orang lain didalam masyarakat itu. Jika ada pertentangan kepentingan, maka hak perorangan harus mengalah terhadap kepentingan masyarakat banyak. Hak atas persetujuan tindakan medis Dalam pasal 56 UU Kesehatan diatur tentang persetujuan tindakan medis atau informed consent. Masalah AIDS juga ada erat kaitannya dengan Informed Consent. Merupakan tugas dan kewajiban seorang dokter untuk memberikan informasi tentang penyakit-penyakit yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan, disamping wajib merahasiakannya. Pada pihak lain kepentingan masyarakat juga harus dilindungi.

Semua tes HIV harus mendapatkan informed consent dari pasien setelah pasien diberikan informasi yang cukup tentang tes, tujuan tes,implikasi hasil tes positif ataupun negatif yang berupa konseling prates.

Piagam Pasien menguraikan hak dan kewajiban pasien Tuberkulosis (TB), diprakarsai dan dikembangkan oleh pasien dan masyarakat peduli TB di seluruh dunia sebagai The Patients Charter for Tuberculosis Care. Di Indonesia, piagam ini disesuaikan dan dikembangkan oleh Perkumpulan Pasien dan Masyarakat Peduli TB (PAMALI TB INDONESIA) menjadi Piagam Hak dan Kewajiban Pasien TB. Pemahaman dan pelaksanaan isi piagam ini akan membantu pemberdayaan pasien TB dan masyarakat serta membangun terjalinnya hubungan yang lebih baik dan saling menguntungkan antara pasien dan masyarakat dengan petugas kesehatan. Piagam ini memberikan jalan bagi pasien, masyarakat, petugas kesehatan dan pemerintah untuk bekerja sama dengan lebih baik sebagai mitra yang setara dalam keterbukaan untuk mencapai tujuan yang sama, meningkatkan mutu dan efektivitas pelayanan TB. Piagam ini disusun mengacu pada Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran dan sesuai dengan Kerangka Kerja Strategi Nasional Penanggulangan TB dengan pendekatan keberpihakan pada pasien (patient centered approach). Prinsip untuk sebanyak mungkin melibatkan pasien TB, memastikan pemberdayaan pasien untuk menjembatani kerja sama yang efektif antara pasien dengan petugas kesehatan. Keterlibatan pasien sangat penting untuk memenangkan perjuangan melawan TB. Piagam ini diperuntukkan bagi komunitas TB di seluruh Indonesia seperti pasien, masyarakat, petugas kesehatan organisasi pemerintahan maupun organisasi nonpemerintahan.

HAK PASIEN 1. Akses pelayanan a. Mendapatkan akses terhadap pelayanan yang baik dan manusiawi, mulai dari diagnosis penyakit sampai pengobatan selesai, tanpa memandang asal usul, suku, jender, usia, bahasa, status hukum, agama, kepercayaan, jenis kelamin, budaya dan penyakit lain yang diderita. b. Hak untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan yang bermutu dalam suasana yang bersahabat dengan dukungan moral dari keluarga, teman dan masyarakat. c. Hak untuk memperoleh nasihat dan pengobatan berdasarkan kaidah yang berlaku sesuai dengan kebutuhan pasien, termasuk mereka yang menderita TB yang kebal obat (TB-MDR) atau menderita TB-HIV.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

d. Hak untuk mendapatkan penyuluhan tentang pencegahan dan penularan TB sebagai bagian dari program perawatan yang menyeluruh. Informasi a. Hak mendapatkan semua informasi mengenai pelayanan TB, termasuk pembiayaannya. b. Hak untuk memperoleh gambaran secara jelas, singkat dan tepat waktu mengenai keadaan kesehatan, pengobatan dan akibat yang biasa terjadi serta penanganan yang tepat. c. Hak untuk mengetahui nama dan dosis obat dan tindakan yang akan dilakukan, serta akibat yang mungkin terjadi dan berpengaruh terhadap keadaan pasien. d. Hak untuk mendapatkan informasi tentang isi rekam medis bila diperlukan oleh pasien. e. Hak untuk berbagi pengalaman dengan sesama pasien TB dan pasien lainnya serta mendapatkan bimbingan (konseling) sukarela, mulai dari diagnosis sampai selesai pengobatan. Pilihan a. Hak untuk memperoleh pendapat dokter yang lain atau ahli kesehatan yang lain (second medical opinion) disertai isi rekam medis sebelumnya. b. Hak untuk menerima atau menolak tindakan bedah jika pengobatan masih memungkinkan dan mendapatkan informasi tentang akibatnya dari segi medis dalam kaitan dengan penyakit menular. c. Hak untuk memilih menerima atau menolak ikut dalam kegiatan penelitian tanpa membahayakan perawatannya. Kerahasiaan a. Hak untuk dihargai dalam kebebasan pribadi, martabat, agama, kepercayaan, serta sosial budaya. b. Hak untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan keadaan kesehatan yang dirahasiakan, kecuali kepada pihak lain dengan persetujuan pasien. Keadilan a. Hak untuk menyampaikan keluhan melalui saluran yang tersedia dan hak untuk mendapatkan penanganan keluhan dengan tepat dan adil. b. Hak untuk menyampaikan kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan jika keluhannya tidak ditanggapi. Organisasi a. Hak untuk bergabung atau mendirikan kelompok pasien TB dan masyarakat peduli TB untuk mencari dukungan petugas kesehatan dan pihak terkait lainnya. b. Hak untuk ikut aktif dalam perencanaan, pengembangan, pemantauan dan penilaian, baik dalam hal kebijakan maupun pelaksanaan program TB. Keamanan a. Hak untuk dijamin tetap bekerja (tidak dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja) dan tidak dikucilkan. b. Hak untuk memperoleh gizi atau makanan tambahan jika diperlukan, untuk memenuhi pengobatan dari berbagai sumber yang memungkinkan.

KEWAJIBAN PASIEN 1. Berbagi Informasi a. Berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang kondisi kesehatan, penyakit-penyakit yang pernah diderita sebelumnya, semua alergi dan informasi lain yang dibutuhkan kepada petugas kesehatan. b. Berkewajiban memberikan informasi kepada petugas kesehatan mengenai kontak langsung dengan keluarga dekat, teman atau siapa pun yang mungkin mudah tertular TB. c. Berkewajiban mencari informasi ke berbagai sumber yang berhubungan dengan penyakit TB. 2. Mematuhi Pengobatan a. Berkewajiban mematuhi rencana pengobatan yang telah disetujui, serta selalu taat pada petunjuk yang diberikan untuk melindungi dirinya dan orang lain. b. Berkewajiban menginformasikan kepada petugas kesehatan mengenai kesulitan atau masalah yang timbul dalam menjalani pengobatan atau jika ada yang tidak dipahami dengan jelas. 3. Pencegahan Penularan a. Berkewajiban menutup mulut bila batuk, tidak membuang dahak di sembarang tempat. b. Berkewajiban untuk mempertimbangkan hak-hak pasien lain dan para petugas kesehatan, dengan pengertian bahwa hal ini merupakan landasan martabat dan kehormatan dari masyarakat TB. 4. Peran Serta dalam Kesehatan Masyarakat a. Berkewajiban berperan serta dalam kesejahteraan masyarakat dengan mengajak orang lain untuk mendapatkan informasi kesehatan apabila mereka menunjukkan gejala TB. b. Berkewajiban menghargai hak sesama pasien dan para petugas kesehatan. 5. Kesetiakawanan a. Berkewajiban untuk setia kawan pada sesama pasien dan bersama menuju kesembuhan. b. Berkewajiban untuk berbagi informasi dan pengetahuan yang diperoleh selama pengobatan, dan menyampaikannya kepada orang lain, sehingga pemberdayaan semakin kuat. c. Berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya mewujudkan masyarakat bebas TB. 6. Mematuhi Ketentuan yang Berlaku du Sarana Pelayanan Kesehatan a. Administrasi b. Pembiayaan c. Prosedur pemeriksaan. d. Tata tertib setempat.

TB paru dengan AIDS dari aspek Agama.

Secara etimologis, Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. (Zubair, 1980:13). Dalam Bahasa Indonesia (1991), etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). (Poewadarminta:1991:278). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan niat untuk mencari keridhaan Tuhan, maka perbuatan itu akan menjadi ibadah di sisi Allah swt. Dengan adanya sanksi (pahala dan dosa) atas setiap perbuatan manusia, maka mereka yang secara konsisten melakukan segala jenis kebajikan dengan dasar keimanan dan keikhlasan, ia pasti merasa puas dan bahagia serta memeroleh kemantapan dan ketenangan dalam jiwanya. Jiwa yang puas, tenang dan bahagia akan sulit berbuat pelanggaran dan penyelewengan, karena justru perbuatan yang demikian itu, akan mengganggu ketentraman jiwanya, karena ia merasa diri berdosa. Dan bagi seorang yang telah memiliki penghayatan dan ketaatan yang baik dalam melaksanakan ajaran agamanya, maka berbuat dosa, walau sekecil apapun, jiwanya pasti tidak bisa tentram kecuali setelah ia bertobat dengan sungguhsungguh kepada Allah swt. Dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan benar-benar selanjutnya berbuat kebajikan. Karena itu, seorang dokter yang taat beragama, ia tidak hanya semata-mata melihat perbuatannya itu sekedar menunaikan kewajiban, tetapi juga sekaligus menilai perbuatannya itu sebagai ibadah kepada Allah swt. Seorang dokter menjalankan tugasnya dengan cara yang terhormat dan bersusila, kesehatan penderita senantiassa diutamakan, menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan, tidak mempergunakan pengetahuan kedokterannya untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan, begitu pula seperti yang tercantum dalam kode Etik Kedokteran Indonesia. Semua itu dilakukan karena dipandang dan dirasakan sebagai ibadah dan perintah dari Allah swt. bahkan sebagai amanah yang apabila dilaksanakan dengan baik pasti ia akan memeroleh pahala di sisi Tuhan dan kalau tidak ia akan memeroleh murka dari pada-Nya. Seorang dokter kalau ia sudah taat kepada agamanya pasti akan senantiasa sadar bahwa dirinya selalu dalam control dan pengawasan Tuhannya. Ia yakin akan firman tuhan yang artinya: apakah ia tidak mengetahui bahwa Allah senantiasa memerhatikan dia. Di ayat lain, dikatakan: Dan Allah itu selalu beserta kamu dimana saja kamu berada. Dan firman Tuhan: Dan kami lebih dekat dari padanya dari urat lehernya sendiri. Seorang dokter yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, tidak memerhatikan etika, pasti akan melakukan berbagai tindakan yang sangat merugikan pasien, bahkan bukan tidak mungkin melakukan pemerasan terhadap pasien demi memenuhi kesenangan hawa nafsunya

yang tidak pernah puas itu, sehingga dokter bukan lagi pemberi ketenangan, kesembuhan dan kebahagiaan kepada pasien, melainkan penderitaan lahir batin. Sebagai contoh dapat dilihat dalam hubungan dokter dengan pasien. Pasien membutuhkan dokter untuk pengobatan, demi kesembuhan mereka dari penyakit yang mereka derita. Dalam hal ini dokter membutuhkan pula uang dari pasien. Maka sebagai orang sakit tentu dia bersedia untuk memberikan apapun asal dia dapat disembuhkan dari penyakitnya. Ia bersedia memberikan pengorbanan apapun demi keselamatan dan kesehatan dirinya. Dalam suasana seperti ini, bila dokter tidak dibekali dengan etika dan agama, maka iapun dapat menghendaki sebanyak mungkin lagi dari penderita, apatahlagi apabila dokter ini tidak beriman da bertaqwa kepada Allah swt. Islam adalah agama samawi pertama yang membebaskan ilmu pengetahuan dan ilmu medis dari kekuasaan agamawan. Islam melarang mengobati pasien dengan pendekatan agama (religious approach) dan doa semata. Islam merupakan agama pertama yang mengakui otoritas ilmu pengetahuan, ilmu medis dan ilmu obat-obatan.

Hukum agama Hukum Terhadap Orang Yang Terkena Penyakit TB/HIV


Apakah dengan demikian penderita TB/HIV harus dikucilkan? Di mata Allah yang paling utama adalah ketaqwaan Dalam hadist Rasulullah: Apabila ia sakit maka tengoklah(HR. Muslim) penderita harus sadar bahwa dirinya menderita penyakit menular yang bias menyebabkan orang lain tertular Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

HukumPengobatan

Pengobatan dalam pandangan Islam hukumnyawajib. Sebagaimana hadist Rasulullah berikut: Tidak boleh ada bahaya dan yang membahayakan. Yang dimaksud pengobatan di sini adalah pengobatan yang benar. TB ini tidak dapat dilakukan kecuali melalui tindakan medis. Karena penyakit TB disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, bukan oleh hal-hal mistis. Di masyarakat pengobatan banyak jenisnya seperti pengobatan melalui orang pintar atau dukun. Maupun pengobatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sabda Rasulullah, Siapa yang mendatangi dukun atau tukangramal, lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Sabda Rasulullah, Sesungguhnya Allah SWT menciptakan penyakit dan obat, maka berobatlah tetapi janganlah kalian berobatdengan yang haram

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS. Al-Maidah: 3) Dalam hadis Rasulullah juga ditegaskan: Dan Allah selalu menolong seorang hamba selagi hamba-Nya mau menolong saudaranya. (HR. Muttafaq alaih).

Isu agama menyangkut TB pada pasien HIV Isu agama mengenai penanggulangan AIDS melalui jargon seks aman dan kondomisasi Berbicara mengenai HIV/AIDS tidak bisa lepaskan dari sebuah kebudayaan yang memungkinkan munculnya penyakit dengan transmisi utamanya seks bebas, dengan program yang dibalut atas nama HAM, sekularisme dan liberalisme. Logika akal sehat manusia seakan kalah untuk memahaminya ketika ternyata angka HIV/AIDS terus merangkak naik, dengan ancaman yang terus meningkat termasuk kerusakan moral bangsa dan lemahnya sumber daya manusia. Sebenarnya teori munculnya HIV/AIDS menimbulkan banyak kontroversi, asumsi dan spekulasi. Bukan hanya teori munculnya penyakit, bahkan program pemberantasannya pun sering tidak masuk di akal. Indonesia melalui Komisi Penanggulangan AIDS Nasional(KPAN) telah menetapkan strategi penanggulangan AIDS, yang diadopsi dari Strategi penanggulangan HIV AIDS Internasional dibawah payung UNAIDS (United Nation Acquired Immune Deficiency Syndrome) dan WHO. Kedua lembaga internasional ini menetapkan strategi penanggulangan HIV/AIDS berupa strategi harm reduction diantaranya meliputi penargetan kondom untuk pencegahan HIV /AIDS, pembagian jarum suntik steril dan pemberian substitusi narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA). Jika dikaji lebih lanjut, kondomisasi, NAPZA dengan segala derivatnya akan menjerumuskan pada seks bebas sehingga risiko tertular HIV pun akan meningkat. Dengan alasan HAM pula, edukasi terkait ODHA telah mengabaikan aspek kehati-hatian. Kondomisasi (100% kondom) sebagai salah satu butir dari strategi nasional tersebut telah ditetapkan sejak tahun 1994 hingga sekarang. Kampanye pengunaan kondom awalnya dipopulerkan melalui kampanye ABCD. ABCD, yaitu A: abstinentia; B: be faithful; C: use Condom dan D: no Drug. Saat ini kampanye penggunaan kondom semakin gencar dilakukan melalui berbagai media, seperti buklet-buklet, melalui stasiun TV nasional, seminar-seminar, penyebaran pamflet-pamflet dan stiker dengan berbagai macam slogan yang mendorong penggunaan kondom untuk safe sex dengan dual protection (melindungi dari kehamilan tak diinginkan sekaligus melindungi dari infeksi menular seksual). [Kampanye kondom tak jarang dilakukan dengan membagi-bagikan kondom secara gratis di tengah-tengah masyarakat seperti mal-mal dan supermarket. Bahkan ada pula disertai dengan peragaan penggunaan kondom pada alat kelamin. Ke sekolah-sekolah, remaja, dan perguruan tinggi, kampanye kondom kian mengarus melalui program kependudukan yang dinamakan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja). Bahkan, meskipun mengundang banyak penolakan, kini telah diluncurkan program ATM kondom. Hingga akhir Desember 2005 telah ada 6 lokasi ATM kondom di Jakarta yaitu di BKKBN pusat, RSPAD Gatot Subroto, Mabes TNI AD, poliklinik Mabes Polri, Dipdokkes polda Metro Jaya, dan klinik Pasar Baru. Kampanye

kondom tak jarang dilakukan dengan membagi-bagikan kondom secara gratis di tengahtengah masyarakat seperti mall-mall dan supermarket. Kampanye tentang kondom pun telah masuk ke perguruan tinggi dan sekolah-sekolah. Terakhir, demi memperluas cakupan sasaran penggunaan kondom (utamanya para ABG/remaja yang masih segan kalau harus membeli di apotik), kini telah diluncurkan program ATM (Anjungan Tunai Mandiri) kondom. Cukup dengan memasukkan 3 koin lima ratus perak, maka akan keluar 3 boks kondom dengan 3 rasa. Banyak pihak yang meragukan dan menyatakan ketidaksetujuan terhadap upaya penyebaran kondom (kondomisasi) sebagai jalan untuk mencegah penularan HIV AIDS. Paus Benedict XVI dalam lawatannya ke Afrika pada tanggal 17 maret 2009, mengatakan:Kamu tidak bisa menanggulanginya(HIV/AIDS) dengan membagi-bagikan kondom, kata Paus. Malahan, itu akan menambah masalah.(www.acehkita.com/19/03/09). Sebagaimana dinyatakan USCDC (United State Center of Diseases Control), bahwa program kondomisasi telah gagal dalam mengatasi bahaya HIV/AIDS di AS. Kondomisasi tidak berhasil memutus mata rantai penularan HIV-AIDS. Promosi kemampuan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS ternyata mengandung kebohongan dan bahaya besar, hal ini dapat dilihat dari beberapa hal: 1.1 Secara faktual, kondom terbukti tidak mampu mencegah penularan HIV. Hal ini karena kondom terbuat dari bahan dasar latex (karet), yakni senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berarti mempunyai serat dan berpori-pori. Dengan menggunakan mikroskop elektron, terlihat tiap pori berukuran 70 mikron,10 yaitu 700 kali lebih besar dari ukuran HIV-1, yang hanya berdiameter 0,1 mikron.11 Selain itu para pemakai kondom semakin mudah terinfeksi atau menularkan karena selama proses pembuatan kondom terbentuk lubang-lubang. Terlebih lagi kondom sensitif terhadap suhu panas dan dingin,12 sehingga 36-38% sebenarnya tidak dapat digunakan.13 Dengan demikian, alih-alih sebagai penyelamat generasi dari bahaya HIV, kondomisasi justru mendorong masyarakat berseks bebas dan mempercepat penyebaran HIV/AIDS. Ini terbukti adanya peningkatan laju infeksi sehubungan dengan kampanye kondom 13-27% lebih. 1.2. Kondomisasi pintu masuk liberalisasi seks. Kampanye ABCD ini tidak menyebutkan dengan tegas bahwa hubungan seks mutlak dilakukan dalam ikatan pernikahan. Tetapi yang menonjol adalah anjuran pemakaian kondom untuk seks yang aman. Kampanye itu dilakukan baik melalui media cetak maupun elektronik. Yaitu berupa buklet,15,16 leaflet, stiker, melalui station TV nasional, seminar-seminar, yang mendorong masyarakat untuk berseks bebas dengan kondom, dengan jargon safe sex use condom. Kampanye kondomisasi semakin gencar dilakukan, untuk membentuk mindset (persepsi) dan merubah perasaan masyarakat menjadi permissive dan toleran terhadap perbuatan maksiat. Di saat budaya kebebasan seks tumbuh subur, ketaqwaan kian menipis, kultur yang kian individualistis, kontrol masyarakat semakin lemah, kemiskinan yang kian menghimpit masyarakat dan maraknya industri prostitusi, kampanye kondomisasi jelas akan membuat masyarakat semakin berani melakukan perzinahan apalagi dengan adanya rasa aman semu

yang ditanamkan dengan menggunakan kondom. Mengapa bersifat semu? Karena seks bebas akan tetap dimurkai Allah SWT meskipun menggunakan kondom. Jangankan melakukan, mendekati perzinahan saja tidak boleh. Dan program kondomisasi jelas-jelas bertujuan untuk menfasilitasi berbagai kemaksiatan, termasuk perzinahan, homo. Bila dicermati secara seksama, muatan liberalisasi seks yang kental dalam kampanye kondom memang tidak dapat dilepaskan dari pemikiran yang mendasari gagasan kampanye kondom itu sendiri. Yaitu gagasan pemenuhan hak-hak reproduksi yang tidak harus dalam bingkai pernikahan. Pandangan ini disampaikan pada Konfrensi Wanita di Bejing, tahun 1975 dan dikuatkan pada Konfrensi Kependudukan Dunia Tahun 1994 di Kairo (ICPD, 1994). Dengan demikian, kondomisasi tidak terbukti mampu mencegah penyebaran HIV/AIDS. Di saat budaya kebebasan seks tumbuh subur, ketaqwaan yang kian tipis (bahkan mungkin tidak ada), kultur yang kian individualistis, kontrol masyarakat semakin lemah, kemiskinan yang kian menghimpit masyarakat, maraknya industri prostitusi, dan ketika seseorang tidak lagi takut dengan ancaman azab Tuhan, melainkan lebih takut kepada ancaman penyakit mematikan ataupun rasa malu karena hamil di luar nikah, maka kondomisasi dengan propaganda dual proteksinya jelas akan membuat masyarakat semakin berani, nyaman dan aman melakukan perzinahan. Sekalipun sebenarnya kondisi nyaman dan aman tersebut adalah semuMencermati uraian di atas, jelaslah bahwa kondomisasi, apapun alasannya, sama saja dengan menfasilitasi seks bebas, yang dimurkai Allah swt. Dari segi kesehatan, seks bebas jelas merupakan sarana penularan HIV/AIDS. Seks bebas akan mengakibatkan berjangkitnya berbagai penyakit menular seksual seperti sifilis, gonore. Hal ini akan meningkatkan resiko penularan HIV 100 kali, karena peradangan dan nyeri memudahkan pemindahan HIV menembus barier mukosa. Isu agama mengenai penanggulangan AIDS melalui Subsitusi Metadon dan Pembagian Jarum Suntik Steril Saat ini, strategi subsitusi metadon dalam bentuk Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dan pembagian jarum suntik steril telah menjadi salah satu layanan di rumah-rumah sakit, puskesmas-puskemas dan di klinik-klinik VCT (voluntary Counseling and Testing). DepKes menyediakan 75 rumah sakit untuk layanan CST (Care Support and Treatmen), tercatat 18 Puskesmas percontohan, 260 unit layanan VCT yang tersebar di seluruh Indonesia. Melalui layanan ini, para penasun (pengguna NARKOBA suntik) dapat dengan mudah memperoleh jarum suntik dan metadon dengan harga cukup murah, yaitu sekitar Rp7500/butir. Namun benarkah upaya ini akan mengurangi risiko penularan HIV/AIDS? Subsitusi adalah mengganti opiat (heroin) dengan zat yang masih merupakan sintesis dan turunan opiat itu sendiri, misalnya metadon, buphrenorphine HCL, tramadol, codein dan zat lain sejenis. Subsitusi pada hakekatnya tetap membahayakan, karena semua subsitusi tersebut tetap akan menimbulkan gangguan mental, termasuk metadon. (Hawari, D, 2004) Selain itu metadon tetap memiliki efek adiktif. (Bagian Farmakologi. FK. UI. Jakarta.2003) Sementara itu mereka yang terjerumus pada penyalahgunaan NARKOBA termasuk para IDU pada hakikatnya sedang mengalami gangguan mental organik dan perilaku, dimana terjadi kehilangan kontrol diri yang berikutnya menjerumuskan para pengguna NARKOBA dan

turunannya tersebut pada perilaku seks bebas. Adapun pemberian jarum suntik steril kepada penasun agar terhindar dari penularan HIV/AIDS, jelas merupakan strategi yang sangat absurd. Ketika seorang pemakai sedang on atau fly karena efek narkoba suntik tersebut, mungkinkah masih memiliki kesadaran untuk tidak mau berbagi jarum dengan teman senasib sepenanggungannya?! Di saat seperti itu, masihkah mereka memiliki kesadaran yang bagus tentang bahaya berbagi jarum suntik bersama, padahal pada saat yang sama mereka sudah lupa (baca: tidak sadar lagi) bahwa memakai narkoba suntik sebagaimana yang mereka lakukan sekarang -dengan atau tanpa berbagi jarum suntik- adalah hal yang membahayakan kesehatannya?! Lagi pula, sudah menjadi hal yang dipahami bahwa merekamereka yang sudah terlanjur terperangkap dalam jerat gaya hidup yang rusak ini biasanya memiliki rasa kebersamaan dan solidaritas yang sangat tinggi dengan teman-temannya sesama pemakai. Dari temanlah mereka pertama kali mengenal narkoba, dan bersama teman jugalah mereka kemudian bersama-sama berpesta narkoba. Hal ini dibuktikan oleh tingginya angka kekambuhan akibat bujukan teman-teman. Dan biasanya setiap pemakai memiliki peer group dengan anggota 9-10 orang. Fakta menunjukkan bahwa peredaran narkoba di masyarakat berlangsung melalui jaringan mafia yang tertutup, rapi dan sulit disentuh hukum. Jaringan tersebut bersifat internasional, terorganisir rapi dan bergerak dengan cepat. Selain itu, sekali masuk perangkap mafia narkoba sulit untuk melepaskan diri. Dalam kondisi lemahnya ketaqwaan, himpitan ekonomi yang semakin berat, siapa yang bisa menjamin bahwa para pelayan penasun tidak akan bermain mata dengan para mafia narkoba? Bukankah bisnis haram ini menjanjikan untung yang menggiurkan? Dan bukankah ini justru membiarkan penasun sebagai penyalah guna narkoba? Siapakah yang bisa melakukan pengawasan 24 jam terhadap penasun, sehingga penasun dapat dipastikan akan menggunkan jarum sendiri? Perilaku seks bebas pada pasien yang mendapat terapi subsitusi metadon juga diakui oleh dokter yang berkerja pada salah satu program terapi rumatan metadon di Bandung.32 Dan yang penting lagi adalah para pengguna narkoba meskipun menggunakan jarum suntik steril tetap berisiko terjerumus pada perilaku seks bebas akibat kehilangan kontrol. Sementara itu seks bebas merupakan media penularan terpenting HIV/AIDS. Dr. James Blogg, dari AUSAIDS, pada Simposium Nas, 30Nov-1 Des, mengatakan AS masih menolak program kondomisasi & subsitusi metadon untuk mengatasi epidemi HIV/AIDS. Dengan demikian, memberikan jarum suntik meskipun steril, di tengah-tengah jeratan mafia NARKOBA sama saja menjerumuskan anggota masyarakat kepada penyalahgunaan NARKOBA. Kesimpulan dari isu agama Dari apa yang diuraikan beberapa strategi program yang mengedepankan HAM telah mengabaikan aspek kewaspadaan dan kehati-hatian. Jelas hal ini sama saja memfasilitasi penularan kepada orang yang sehat. Anehnya jargon program seks aman dan substitusi metadon, tanpa kesadaran memperhatikan status penderita HIV/AIDS maupun pengobatannya yang harus benar-benar teratur karena ada kemungkinan virus bermutasi jika pengobatan kurang teratur. Sampai saat ini pengobatan HIV/AIDS walaupun diminum seumur hidup bukan untuk menyembuhkan tetapi untuk merubah sifat virus dan jumlah virus sehingga potensi menularkan berkurang. Jelas hal ini merupakan sebuah pembodohan, jika

seseorang merasa aman tanpa mengetahui secara pasti status HIV seseorang, apakah dia terinfeksi HIV atau tidak, bagaimana status pengobatannya, apakah dalam pengobatan teratur atau tidak,kebiasaan berganti pasangan, dan menganggap kondom mencegah virus mudah bertransmisi. Justru dengan timbulnya rasa aman ini adalah sebagai alat penyebaran penyakit yang mungkin tidak terdeteksi sampai 10 tahun. Sampai sekarang tidak ada yang membuktikan bagaimana keamanan kondom, bahkan ketika sebagai alat pencegahan kehamilan saja banyak menimbulkan kegagalan. Maka tanpa ketidaktahuan seperti disebut diatas, secara akal sehat lebih baik tidak menyediakan kondom yang dapat disalahgunakan, kecuali bagi pasangan suami istri yang sudah dibuktikan secara hukum dan sudah mengetahui kondisi masing-masing, karena kondom secara tidak langsung sebagai alat legalisasi perzinahan, ketidakjujuran dan meluasnya penyakit. Saat ini terjadi peningkatan jumlah HIV/AIDS yang signifikan sehingga dapat dipastikan telah terjadi peningkatan kasus baru dan atau penularan yang menggambarkan program yang ada dan sistem yang terkait gagal mengantisipasinya. Karenanya strategi penanggulangan HIV/AIDS harus berlandaskan pada moral dan syariat Islam, yaitu dengan memutus transmisi utama dengan mengeliminasi segala perilaku yang mengantar pada seks bebas dan penyalahgunaan NAPZA serta mengembalikan orientasi dan makna kehidupan yang sesungguhnya.

Penularan TB sangat mudah yaitu melalui udara, sehingga kemungkinan penderita TB menularkan penyakitnya kepada orang lain sangat besar. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah dengan demikian penderita TB harus dikucilkan? Tentunya tidak, karena penderita TB juga manusia yang mempunyai hak untuk bermasyarakat dan bergaul dengan semua orang. Apalagi bila dilihat dari sudut pandang Islam. Islam memandang manusia di hadapan Tuhannya adalah sama, baik yang kaya, yang miskin, yang sehat dan yang sakit. Di mata Allah yang paling utama adalah ketaqwaan sesorang, seperti ditegaskan dalam firman-Nya berikut: Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13) Hukum Terhadap Orang Yang Terkena Penyakit TB Penularan TB sangat mudah yaitu melalui udara, sehingga kemungkinan penderita TB menularkan penyakitnya kepada orang lain sangat besar. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah dengan demikian penderita TB harus dikucilkan? Tentunya tidak, karena penderita TB juga manusia yang mempunyai hak untuk bermasyarakat dan bergaul dengan semua orang. Apalagi bila dilihat dari sudut pandang Islam. Islam memandang manusia di hadapan Tuhannya adalah sama, baik yang kaya, yang miskin, yang sehat dan yang sakit. Di mata Allah yang paling utama adalah ketaqwaan sesorang, seperti ditegaskan dalam firman-Nya berikut: Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling

bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)

TB paru dengan AIDS dari Aspek budaya.

Ketika seseorang terinfeksi HIV, dengan tidak adekuatnya pengobatan dan sistem kekebalan tubuh yang semakin menurun, maka dapat mudah terjadi infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik disebabkan karena infeksi pada individu yang sistem kekebalannya terganggu, termasuk infeksi HIV. Salah satu infeksi oportunistik yang dapat menginfeksi penderita AIDS yaitu TB paru dimana presentasi nya mencapai sekitar 40%. Pasien TB paru pada pasien AIDS memerlukan dukungan agar lebih berani untuk memeriksakan kesehatannya di pusat-pusat kesehatan. Mereka sangat membutuhkan dorongan moril dari keluarga dan orang orang sekitar nya agar lebih rajin untk pergi ke pusat layanan kesehatan. Pasien TB paru yang dikarenakan AIDS cenderung kurang intensif memeriksakan kesehatannya diantaranya karena kurangnya dukungan baik dari pihak keluarga, masyarakat maupun petugas kesehatan. Dilihat dari segi aspek budaya di Indonesia, dukungan terhadap pasien TB sering tidak diperdulikan dan diabaikan, bahkan mereka sering mendiskriminasikan penderita. Hal itu disebabkan karena sangat beresiko menularnya infeksi TB paru.

DAFTAR PUSTAKA

"Etika kedokteran dan hukum kesehatan ed 4 - Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K) & Prof. dr. Amri Amir, Sp.F(K), SH http://nafisinstitute.blogspot.com/2007/12/penanggulangan-tb-perspektifislam.html Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan), Bandung

Smeltzer and Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta Doengoes, M.E, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.
[http://www.suara-islam.com/read4238-Memangkas-Epidemi-HIV-atau-AIDS-Secara-Islami.html] [http://hamzah-harun.blogspot.com/2012/01/islam-dan-etika-kedokteran.html

Anda mungkin juga menyukai