Anda di halaman 1dari 61

TINEA PEDIS PADA PERSONIL MILITER

Disusun oleh:

Elfira Sutanto 031031910021

Intan Nurul Qisti 031031910036

Irfan Suprahamdani 031031910037

Pembimbing:
dr. Alvin Mohamad Ridwan Sp.OK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KERJA


PERIODE 08 MARET 2021 – 02 APRIL 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH
TINEA PEDIS PADA PERSONIL MILITER
Telah diajukan dan diterima oleh pembimbing sebagai syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Kerja
Periode 08 Maret- 02 April 2021

Disusun Oleh:

Elfira Sutanto 031031910021


Intan Nurul Qisti 031031910036
Irfan Suprahamdani 031031910037

Telah diterima dan disetujui oleh:


dr. Alvin Mohamad Ridwan Sp.OK
selaku dokter pembimbing
Departemen Ilmu Kedokteran Kerja
Fakultas Kedokteran Univerrsitas Trisakti

Jakarta, Maret 2021


Pembimbing

dr. Alvin Mohamad Ridwan Sp.Ok

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tinea
pedis pada personil militer.
Makalah ini dibuat guna memenuhi salah satu sarat tugas kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Kesehatan Kerja periode 8 Maret – 2 April 2021. Dalam
usaha penyelesaian makalah ini, kami banyak memperoleh bimbingan. Untuk itu,
dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Alvin Mohamad Ridwan, Sp.Ok selaku pembimbing kami
serta dosen pembimbing lain di bagian Ilmu Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti.
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati kami menerima semua saran dan
kritikan yang membangun guna penyempurnaan makalah ini.

Jakarta, Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Lembar Pengesahan.......................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................. ii
Daftar isi........................................................................................... iii
Daftar Tabel...................................................................................... v
Daftar Gambar.................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN KASUS........................................................... 3
2.1 Ilustrasi Kasus................................................................... 3
2.2 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja.................... 3
2.3 Tatalaksana....................................................................... 12
2.4 Prognosis........................................................................... 12
2.5 Analisa kasus.................................................................... 13
2.6 Manajemen Pengendalian................................................. 13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................... 15
3.1 Anatomi Kulit................................................................... 15
3.2 Fisiologi Kulit................................................................... 17
3.3 Definisi............................................................................. 17
3.4 Epidemiologi..................................................................... 18
3.5 Etiologi............................................................................. 18
3.6 Faktor Resiko.................................................................... 19
3.7 Patofisiologi...................................................................... 20
3.8 Manifestasi Klinis............................................................. 21
3.9 Diagnosis.......................................................................... 24
3.10 Tatalaksana..................................................................... 28
3.11 Prognosis......................................................................... 29
3.12 Komplikasi...................................................................... 29

iii
3.13 Pencegahan .................................................................... 30
3.14 Manajemen Pengendalian............................................... 31
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 33
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................... 35

iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jurnal pendukung hubungan pajanan di lingkungan............ 6
kerja dengan penyakit
Tabel 2. Tatalaksana kasus ................................................................ 12

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Efloresensi kulit kasus........................................................... 4
Gambar 2. Button data logger................................................................. 11
Gambar 3. Copper embedded socks ....................................................... 14
Gambar 4. Anatomi kulit......................................................................... 17
Gambar 5. Tinea pedis tipe interdigitalis................................................ 21
Gambar 6. Tinea pedis tipe Moccasin..................................................... 22
Gambar 7. Tinea Pedis tipe akut-ulseratif............................................... 23
Gambar 8. Tinea Pedis tipe vesikobulosa............................................... 23
Gambar 9. Gambaran klinis Tinea pedis tipe interdigitalis..................... 25
Gambar 10. Gambaran klinis Tinea pedis tipe Moccasin....................... 25
Gambar 11. Gambaran klinis Tinea pedis tipe vesikobulosa.................. 26
Gambar 12. Gambaran klinis Tinea pedis tipe akut-ulseratif.................. 26
Gambar 13. Gambaran temuan hifa jamur.............................................. 27
Gambar 14. Koloni Jamur....................................................................... 27
Gambar 15. Hirearki manajemen pengendalian resiko menurut CDC... 31

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit akibat kerja atau biasa disebut PAK adalah gangguan kesehatan
yang dialami oleh seseorang akibat rutinitas atau paparan zat tertentu di tempat
kerja.(1) Ada beragam jenis penyakit akibat kerja, dan masing-masing memiliki
penyebab yang berbeda. Ada yang disebabkan oleh karena faktor fisik (suara,
suhu, dll), faktor biologi (jamur, bakteri, virus,dll), atau faktor kimia (debu, metal
fume, dll).1
Tinea pedis merupakan salah satu PAK yang diakibatkan oleh faktor
biologis yaitu infeksi jamur. Tina pedis umumnya disebabkan oleh Tinea rubrum
dan Epidermophyton floccosum.2 Tinea pedis seringkali ditemukan pada daerah
beriklim tropis seperti Indonesia. Frekuensi tinea pedis tinggi pada pekerja buruh
tambang dan atlit di Eropa dan Amerika Utara.3 Sedangkan di Indonesia,
didapatkan bahwa prevalensi tinea pedis pada pekerja, yaitu kalangan tenaga kerja
industri polywood di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 35,9% dan pada
pekerja pabrik tekstil Semarang ditemukan sebanyak 29,5%.4 Tinea pedis pada
polisi lalu lintas di Kota Semarang sebanyak 41,5%.5
Menurut studi yang dilakukan oleh Kintsurashvili et al, faktor predisposisi
dari tinea pedis adalah penggunaan sepatu dalam jangka panjang, kelembaban
kaki yang tinggi, tidak mengeringkan kaki dengan baik, serta hygiene yang
buruk.6Oleh karena itu pekerjaan yang berhubungan dengan air dan pemakaian
sepatu dalam jamgka panjang seperti pada personil militer memiliki resiko yang
sangat tinggi mengalami tinea pedis. Personil militer rata-rata memakai sepatu
boots dalam jangka waktu yang lama yaitu lebih dari delapan jam dan jarang
memiliki waktu untuk memperhatikan personal hygiene.
Kejadian tinea pedis akibat pekerjaan seharusnya sangat mudah untuk
ditatalaksana ataupun dicegah. Tatalaksana dari tinea adalah dengan
menggunakan obat anti jamur dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pencegahan tinea
pedis antara lain adalah dengan menjaga higenitas, lebih sering mengeringkan

1
kaki, dan tidak meenggunakan sepatu dalam jangka waktu yang panjang agar
dapat mengurangi kelembapan kaki.2
Penyusunan makalah ini dilakukan untuk melihat apakah kasus tinea pedis
pada pasien personil militer merupakan pasien tinea yang diakibatkan karena
pekerjaan atau hal lain dan juga penyusunan makalah ini juga dilakukan untuk
memberikan alterrnatif pemecahan masalah di tempat kerja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah paparan risiko kerja berkontribusi dalam terjadinya tinea pedis
pada pekerja personil militer?
2. Bagaimana alternatif pengendalian resiko keselamatan dan kesehatan kerja
pada pekerja personil militer?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Meningkatkan tingkat kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit
akibat kerja khususnya tinea pedis pada personil militer.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Melakukan diagnosis okupasi pada pasien dengan tinea pedis pada
personil militer
2. Menentukan alternatif pemecahan masalah untuk menurunkan
resiko penyakit akibat kerja
3. Membuat perencanaan pengendalian resiko keselamatan dan
kesehatan kerja

2
BAB II
TINJAUAN KASUS

2.1 Ilustrasi kasus


Seorang pria berusia 39 tahun bekerja sebagai seorang personil militer.
Pasien datang dengan keluhan gatal dan kemerahan serta bersisik ditelapak kaki
kiri selama 4 bulan terakhir. Pasien sebelumnya telah berobat di klinik dokter
umum namun keluhan tidak kunjung membaik. Pasien kemudian dirujuk ke
dokter spesialis kulit untuk dilakukan tindakan yang lebih lanjut. Pasien kemudian
dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan mikroskopis, kultur jamur,
polymerase chain reaction (PCR), dan sequencing. Pada pemeriksaan
mikroskopis ditemukan hifa jamur, pada media kultur ditemukan koloni jamur,
pemeriksaan PCR didapatkan positif region internal transcribed space (ITS) yang
merupakan penanda jamur, dan pada pemeriksaan sequencing spesies jamur
brehasil dideteksi yaitu Trichosporon asahii.
Pasien bekerja sebagai personil militer angkatan darat selama kurang lebih
10 tahun, yang dimana 6 bulan terakhir ini pasien ditugaskan sebagai penjaga pos
keluar masuk markas. Pasien memiliki jam kerja selama 12 jam sehari dengan
waktu istirahat 1 jam dan ada kegiatan apel sebanyak 2 kali sehari . Selama
bekerja pasien menggunakan sepatu boots dengan bahan kulit yang panas dan
lembab. Pasien diketahui tidak memiliki riwayat penyakit bawaan.
Pasien telah diterapi dengan menggunakan terapi anti jamur. Pasien
diberikan Clotrimazole topikal dengan pemakaian 2 kali sehari dan Fluconazole
oral. Terapi dilakukan selama 4 minggu dan pasien sembuh.7

2.2 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja


2.2.1 langkah 1 : Menentukan diagnosis klinis
A. Anamnesis:
Pasien seorang personil militer berusia 39 tahun datang dengan keluhan
gatal, kemerahan serta bersisik pada telapak kaki kiri sejak 4 bulan yang
lalu. Pasien bekerja selama 12 jam perhari. Selama bekerja, pasien berdiri

3
sambil memegang senjata dengan menggunakan sepatu boots berbahan kulit
yang tertutup.

B. Pemeriksaan Fisik:
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien ditemukan lesi eritroskuamosa pada
plantar pedis sinistra.

Gambar 1. Efloresensi kulit pasien 7

C. Pemeriksaan Penunjang:
Pada pasien dilakukan 4 jenis pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan mikroskopis KOH 15%, kultur jamur, pemeriksaan PCR, dan
sequencing. Dari hasil pemeriksaan mikroskopis KOH 15% ditemukan hifa
jamur, dari hasil kultur jamur ditemukan koloni jamur pada media, dan hasil
PCR menunjukkan positif terdapat duplikasi ITS1 dan ITS4 yang
menunjukkan pasien terinfeksi jamur dan dilakukan sequencing untuk
mencari jenis spesies jamur dengan mencari SNP, melalui hasil sequencing
tersebut ditemukan bahwa spesies jamur yang menginfeksi pasien adalah
Tricosphoron asahii.

Melalui uraian hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami tinea
pedis sinistra tipe moccasin.

4
2.2.2 langkah 2 : Menentukan pajanan yang ada di lingkungan kerja
Pasien merupakan seorang personil militer yang memiliki tugas
sebagai penjaga pos keluar masuk markas. Pada saat bekerja pasien akan
terpajan hazard fisik seperti cuaca panas dan kaki yang lembab yang
menjadi faktor resiko dari kejadian tinea. Namun berdasarkan job deskripsi
pasien, pasien tidak memiliki resiko terpajan spora jamur. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa tinea pedis pada kasus ini tidak memenuhi
kriteria kedua dari diagnosis penyakit akibat kerja.

5
2.2.3 langkah 3 : Menentukan hubungan pajanan di lingkungan kerja dengan penyakit

Tabel 1. Jurnal pendukung hubungan pajanan di lingkungan kerja dengan penyakit


No Judul Tahun Lokasi Partisipan Hasil Peneliti
1 Prevalence and clinical 2018 Thailand 788 taruna  Dari hasil pengisian kuisioner 406 Ongsri P, et al8
correlation of superficial angkatan laut orang (51,5%) dicurigai mengalami
fungal foot infection in thai Thailand infeksi jamur, sebanyak 303 orang
naval rating cadets (38,5%) berdasarkan evaluasi oleh
dokter ditemukan lesi pada kaki yang
dicurigai infeksi jamur positif tinea
pedis
 Faktor predisposisi kejadian tinea
pedis pada taruna angkatan laut adalah
penggunaan sepatu tentara lebih dari 8
jam perhari (OR: 2,525 p = 0,029)

2 Prevalence and risk factors of 2020 Georgia 729 tentara dan  Prevalensi tinea pedis pada personil Kintsurasvhili N, et

6
tinea pedis in Georgian 279 pekerja sipil militer 46,4% dan 24,25% al6
Defense Forces Georgian terkonfirmasi positif secara
Defense Forces mikroskopis. Prevalensi tinea pedis
pada pekerja sipil 21,86% dan 13,94%
terkonfirmasi positif secara
mikroskopis
 Terdapat korelasi positif antara tinea
pedis yang dikonfirmasi dengan wajib
militer yang memakai sepatu bot
militer selama 14 jam per hari, hanya
menggunakan sepasang sepatu, tidur
menggunakan kaus kaki, sering
memiliki kaki lembab, memiliki tinea
pedis sebelum dinas militer dan
penggunaan kamar mandi bersama
 Penggunaan 2 atau lebih pasang
sepatu dapat menurunkan penyebaran
tinea pedis
3 Model prediksi risiko kejadian 2017 Indonesia 73 pekerja pabrik  Faktor faktor yang berpengaruh Wardawati I, et al9

7
tinea pedis pada pekerja laki- elektronik terhadap kondisi terjadinya tinea pedis
laki di lingkungan kerja panas - Kondisi sepatu
- Sepatu bau
- Sepatu lembab
- Sepatu kotor
- Kondisi kaos kaki
- Kaos kaki bau
- Kaos kaki lembab
- Kaos kaki kotor
 Probabilitas maksimal seorang pekerja
mengalami tinea pedis pada pekerja
dengan sepatu lembab sebesar 74,3%
4. Prevalensi dan faktor risiko 2016 Indonesia 45 orang polisi  Prevalensi tinea pedis pada Polisi Napitupulu AN, et
terjadinya tinea pedis pada lalu lintas Kota Semarang: 41,5% al5
polisi lalu lintas Kota Semarang  Terdapat pengaruh antara lama masa
Semarang kerja dan kejadian Tinea pedis
(p=0,024).

5. The epidemiology and clinical 2021 Nigeria 250 polisi yang  Faktor risiko tinea pedis pada polisi Olayemi O, et al10

8
profile of tinea pedis among menggunakan yaitu penggunaan alas kaki oklusif,
occlusive-foot wearing sepatu boot di penggunaan kaos kaki untuk waktu
policemen in Osogbo, Nigeria: Osogbo Nigeria lama, penggunaan spons mandi
a case-control study dan 250 Murid bergantian, sepatu boot kulit, kegiatan
dan Staf Ladoke olahraga dan berkebun.
Akintola
University of
Technology

6. Patent leather shoes increase 2018 Turki Seluruh siswa Terdapat peningkatan kasus tinea pedis pada Ogur R11
the frequency of tinea pedis Militer yang siswa dengan penggunaan patent leather shoe.
menggunakan Sebelum dilakukan pemberlakuan
patent leather penggunaan Patent leather shoe jumlah kasus
shoe di Ankara, tinea pedis adalah 32,7% sedangkan saat
Turki menggunakan patent leather shoe kasus tinea
pedis meningkat mnejadi 71,84% (p=0,026)

Berdasarkan buku ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Universitas Indonesia tahun 2016 tinea pedis kerap terjadi pada orang
yang dalam kehidupan sehari-hari banyak menggunakan sepatu tertutup dan disertai perawatan kaki yang selalu atau sering basah. 12

9
2.2.4 langkah 4 : Menentukan kecukupan jumlah pajanan untuk dapat
menyebabkan terjadinya penyakit
Sasagawa Y melakukan sebuah studi pada 420 orang dengan
penggunaan jenis sepatu yang berbeda. Hasil studi ini menunjukkan bahwa
jenis sepatu yang memiliki internal environment dengan suhu mencapai
29,1oC-34,5oC dan kelembaban 66,8%-85,4% meningkatkan resiko tinea
pedis sebesar 1,93 kali.13 Kelembaban dan suhu dapat diukur dengan alat
automatic temprature and humidity data logger monitor, alat ini
diletakkan pada daerah dorsal pedis diantara jari ketiga dan keempat. Studi
yang dilakukan oleh Ogur R menunjukkan bahwa pemakaian sepatu
berbahan kulit meningkatkan resiko tinea pedis.

Gambar 2. Button data logger13


Hasil studi yang dilakukan Ongsri et al pada personil angkatan laut
di Thailand menunjukkan bahwa penggunaan sepatu oklusif selama lebih
dari 8 jam pada personil angkatan laut meningkatkan resiko tinea pedis
sebesar 2,525 kali.8
Pada kasus ini diketahui bahwa pasien merupakan personil militer
yang kesehariannya menggunakan sepatu oklusif berbahan kulit selama
12 jam per hari sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien pada kasus ini
memiliki resiko yang tinggi terinfeksi tinea pedis namun berdasarkan job
deskripsi pasien tidak memiliki keterkaitan pekerjaan dengan spora jamur.
Oleh karena itu, kasus ini tidak memenuhi kriteria keempat dari 7 langkah
diagnosis penyakit akibat kerja.

10
2.2.5 Langkah 5: Menentukan adanya faktor individu
TIdak terdapat faktor indvidu yang menyebabkan penyakit.

2.2.6 Langkah 6: Menentukan faktor di luar pekerjaan yang dapat


menyebabkan penyakit
Tidak terdapat faktor di luar pekerjaan yang menyebabkan penyakit.

2.2.7 Langkah 7: Menentukan diagnosis PAK


Pada kasus ini disimpulkan dengan diagnosa tinea pedis sinistra
tipe moccasin bukan merupakan penyakit akibat kerja.

2.3 Tatalaksana
Tabel 2. Tatalaksana kasus
No Diagnosis Rencana Tindakan
1. Tinea Pedis - Topikal clotrimazole 2x1
- Fluconazole oral (150mg/hari)

- Pemberian terapi selama 4 minggu

2.4 Prognosis
1. Klinis
- Ad vitam : Bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
- Ad fungtionam: bonam
Prognosis klinis pasien pada kasus umumnya baik karena kasus tinea pedis
memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang rendah, namun angka
kekambuhan relatif tinggi tergantung dari higenitas pasien dan edukasi pasien
sendiri.

11
2.5 Analisa kasus
1. Pada anamnesis kasus tidak disebutkan seecara rinci mengenai faktor
resiko lain yang meningkatkan resiko tinea pedis pasien seperti riwayat
medikasi pasien, kondisi sepatu pasien, dan luka awal pada kaki sehingga
mempermudah infeksi jamur pada kulit. Kondisi sepatu pasien yang
penting ditanyakan adalah ukuran sepatu, apakah ukuran sepatu terlalu
kecil atau tidak.
2. Pada pasien juga perlu dilakukan edukasi mengenai personal hygiene
karena personal hygiene menjadi salah satu faktor yang paling penting
untuk menceegah terjadinya infeksi jamur.

2.6 Manajemen Pengendalian


2.6.1 Saran untuk pasien
Hygiene
- Disinfeksi ruangan (kamar tidur, kamar mandi) secara berkala.
- Mencuci kaki secara berkala dan mengeringkannya dengan baik
khususnya pada daerah interdigitalis .
- Mengganti kaos kaki yang digunakan secara berkala.
- Menjemur sepatu secara berkala.
- Menggunakan dusting powder (candid 1%; Miconazole) yang sifatnya
untuk mengurangi kelembaban pada kaki

2.6.2 Hirarki Pengendalian


1. Eliminasi
Teknik eliminasi pada kasus ini tidak dapat dilakukan karena
pajanan lingkungan panas dan lembab tidak bisa dieliminasi. Eliminasi
pajanan lembab pada kaki tidak dapat dilakukan pada kasus dikarenakan
personil militer menggunakan army boots secara terus menerus selama
bertugas untuk proteksi diri.

12
2. Substitusi
Mengganti bahan sepatu army boots yang awalnya kulit menjadi
microfibre karena bahan ini lebih menyerap air dan menyesuaikan ukuran
sepatu yang pas.melindungi diri.
3. Engineering controls
Tidak dapat dilakukan isolasi pajanan sehingga engineering
control tidak dilakukan.
4. Administrative controls
- Membatasi jam kerja dan memberikan waktu istirahat dan pada saat
istirahat pasien diminta untuk membuka sepatu.
- Menambah personil untuk meengurangi jam kerja.
5. Alat pelindung diri
Menggunakan kaos kaki yang menyerap kelembaban seperti bahan
katun atau memiliki daya anti-bacterial dan anti fungal selama bekerja
seperti kaos kaki berbahan copper14 dan diganti secara berkala.

Gambar 3. Copper embedded socks14

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi kulit


Kulit merupakan bagian dari sistem integumen tubuh. Selain kulit sistem
integumen termasuk rambut, kuku, dan kelenjar eksokrin. Kulit terdiri dari
epidermis yaitu lapisan superfisial dan dermis merupakan lapisan dibawah
epidermis yang tersusun atas jaringan ikat. Dibawah kulit terdapat lapisan
subkutis atau hipodermis.15,16

A. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan avaskular dan mendapatkan nutrisi dan
oksigen dari kapiler pada lapisan dermis. Lapisan epidermis didominasi oleh
keratinosit yang menghasilkan keratin. Berdasarkan ketebalan lapisan keratin,
kulit terbagi menjadi kulit tipis dan kulit tebal. Kulit tebal memiliki stratum
korneum yang lebih tebal dibanding kulit tipis, kulit tebal terletak pada bagian
tubuh telapak tangan dan telapak kaki, sedangkan kulit tipis menyelimuti hampir
seluruh permukaan tubuh. Epidermis terdiri dari beberapa lapis yaitu :
 Stratum basal : atau disebut stratum germinativum merupakan lapisan
epidermis yang paling dalam. Stratum basal membentuk epidermal ridges
yang menjulur ke lapisan dermis disebut papila dermis. Di lapisan ini
terdapat sel basal merupakan sel induk yang akan membelah diri dan akan
menggantikan keratinosit yang terlepas. Terdapat sel melanosit yang
membentuk melanin dan sel merkel merupakan mekanoreseptor terutama
terletak pada kulit dengan sensitivitas raba tinggi.
 Stratum spinosum : terdiri dari 8-10 lapis keratinosit. Lapisan ini
memberikan kekuatan pada epidermis untuk menahan trauma fisik pada
permukaan kulit. Terdapat sel langerhans dan sel dendritik yang berperan
penting dalam sistem pertahanan tubuh.
 Stratum granulosum : lapisan superfisial dari stratum spinosum adalah
stratum granulosum. Lapisan ini terdiri dari tiga sampai lima lapisan

14
keratinosit yang berasal dari stratum spinosum. Saat sel mencapai lapisan
ini, sel tersebut berhenti membelah diri dan menghasilkan keratin dalam
jumlah banyak serta keratohialin.
 Stratum lusidum : pada kulit tebal (telapak tangan dan telapak kaki)
stratum lusidum melapisi stratum granulosum. Sel-sel pada stratum
lusidum rata, padat, sebagian besar tanpa organel dan diisi dengan keratin
 Stratum korneum : merupakan lapisan terluar dari epidermis. Biasanya
terdiri dari 15-30 lapis sel-sel keratin. Sel-sel mati pada lapisan stratum
korneum tetap saling berhubungan erat oleh desmosom. Sambungan
tersebut sangat erat sehingga sel-sel keratin sulit terlepas dan terlepas
secara berkelompok dibanding satu per satu. Dibutuhkan waktu 7-10 hari
untuk sel berpindah dari stratum basal ke stratum korneum. Sel-sel
tersebut umumnya bertahan 14 hari di stratum korneum kemudian akan
terlepas.15
B. Dermis16
Lapisan dermis tersusun dari dua lapisan yaitu papila dan retikular. Pada
lapisan papila terdiri dari jaringan ikat longgar dan pada lapisan ini terdapat
kapiler, pembuluh limfatik, neuron sensoris. Lapisan retikular terdiri dari jaringan
ikat ireguler kolagen dan elastin. Keberadaan jaringan kolagen dan elastin pada
lapisan dermis memberikan kekuatan dan elastisitas kulit. Serat-serat kolagen kuat
dan tidak meregang tetapi mudah bengkok atau terpelintir. Serat elastin
memungkinkan terjadinya peregangan dan kemudian dapat kembali ke panjang
awal. Serat elastin menyediakan fleksibilitas dan serat kolagen membatasi
fleksibilitas tersebut untuk mencegah kerusakan jaringan. Pada lapisan dermis
terdapat folikel rambut, endotel, serabut saraf sensoris yaitu reseptor sentuhan
(tactile corpuscle), reseptor tekanan (korpuskula paccini).

C. Hipodermis (Subkutis)16
Subkutis terdiri dari jaringan areolar dan jaringan lemak yang berfungsi
untuk menyimpan cadangan energi serta mempertahankan suhu tubuh dan
menyediakan bantalan yang dapat meredam trauma melalui permukaan kulit.

15
Lapisan subkutis ini penting untuk menstabilkan posisi kulit dengan jaringan
dibawahnya seperti otot rangka atau organ lain.

Gambar 4. Anatomi kulit15

3.2 Fisiologi kulit


Secara umum lapisan kulit berfungsi untuk :
 Proteksi : jaringan dan organ dibawahnya, abrasi, kehilangan cairan
berlebih, serangan kimiawi
 Ekskresi air, garam oleh kelenjar ekskretori
 Menjaga suhu tubuh melalui proses insulasi atau evaporasi sesuai yang
dibutuhkan
 Memproduksi melanin yang menjaga jaringan dari radiasi ultraviolet
 Memproduksi keratin yang melindungi dari abrasi dan anti air
 Mensintesis vitamin D3
 Tempat penyimpanan lemak pada adiposit di lapisan dermis dan jaringan
adiposa pada lapisan subkutan
 Mendeteksi berbagai stimulus seperti raba, tekanan, nyeri dan suhu dan
meneruskan informasi tersebut ke sistem saraf16

16
3.3 Definisi tinea pedis
Tinea atau sering disebut dengan dermatofitosis adalah penyakit pada
jaringan yang mengandung keratin seperti di stratum korneum epidermis, rambut,
dan kuku yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Jamur golongan
dermatofita memiliki sifat dapat mencerna keratin yang terdapat pada lapisan
tanduk. Tinea pedis sering disebut athlete’s foot, ringworm of the foot, kutu air
merupakan salah satu jenis dermatofitosis yang terjadi pada kaki.15

3.4 Epidemiologi
Berdasarkan World Health Organization (WHO) dermatofita mempengaruhi
25% populasi dunia. Diperkirakan 30%-70% populasi orang dewasa merupakan
carrier asimtomatik patogen ini dan kejadian infeksi meningkat seiring
pertambahan usia. Prevalensi dermatomikosis tinggi pada daerah tropis. Tinea
pedis tersebar terjadi di seluruh dunia merupakan dermatofitosis yang paling
sering terjadi. Prevalensi tinea pedis meningkat seiring bertambahnya usia dan
lebih sering terjadi pada orang dewasa berusia 31-60 tahun, diikuti oleh orang
dewasa berusia >60 tahun. Risiko tinea pedis lebih besar pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Diperkirakan prevalensi sekitar 10%, terutama berkaitan
dengan penggunaan alas kaki oklusif. Insiden tinea pedis tinggi pada pengguna
pemandian umum, pancuran atau kolam renang umum.2,3,17
Tinea pedis sering menyerang orang dewasa yang bekerja di tempat yang
basah dan lembab seperti tukang cuci, petani atau orang yang setiap hari harus
memakai sepatu tertutup seperti tentara . Kondisi lingkungan yang lembab dan
panas pada sela jari-jari kaki karena pemakaian kaos kaki dan sepatu dapat
merangsang pertumbuhan jamur serta perawatan kebersihan kaki yang buruk pada
kaki pekerja yang sering atau selalu basah rentan mengalami infeksi jamur yang
menyebabkan tinea pedis.3

3.5 Etiologi
Penyebab utama Tinea Pedis disebabkan oleh tiga genus dermatophyte
yaitu Trichophyton sp, Microsporum sp, Epidermophyton sp. Spesies jamur yang
sering menyebabkan tinea pedis adalah T. rubrum, namun Trichophyton

17
interdigitale dan Epidermophyton floccosum juga kadang terlibat. Agen sesekali
lainnya termasuk Tricholosporum violaceum. Trichophyton rubrum menyumbang
sekitar 70% kasus Tinea Pedis. Faktor risiko yang meliputi diantaranya
lingkungan yang panas dan lembab, alas kaki oklusif yang dipakai dalam waktu
lama, keringat berlebih, dan kontak yang terlalu lama dengan air. 11 Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Nourchène Toukabri, et al. Trichophyton rubrum
merupakan agent penyebab utama Tinea Pedis sebesar 98,1% di Tunisia. 18 Tinea
pedis adalah istilah yang digunakan untuk infeksi dermatofita pada telapak kaki
dan ruang interdigital. Tinea pedis paling sering disebabkan oleh Trichophyton
rubrum, dermatofita yang awalnya endemik hanya di sebagian kecil wilayah Asia
Tenggara dan di beberapa bagian Afrika dan Australia. Menariknya, tinea pedis
tidak ditemukan di daerah ini, mungkin karena populasi ini tidak memakai alas
kaki oklusif. Kolonisasi Trichophyton rubrum daerah endemik oleh negara-negara
Eropa membantu menyebarkan jamur ke seluruh Eropa. Perang dengan
pergerakan massa yang menyertai pasukan dan pengungsi, peningkatan umum
dalam sarana perjalanan yang tersedia, dan peningkatan penggunaan alas kaki
oklusif semuanya digabungkan untuk menjadikan Trichophyton rubrum sebagai
dermatofita penyebab paling umum di dunia.19
Terdapat tiga mekanisme penyebaran atau transmisi dari jamur dermatofit
yaitu anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Transmisi dengan anthropophilic
adalah transmisi dari manusia ke manusia dengan cara kontak langsung. Transmisi
zoophilic adalah transmisi dari hewan ke manusia. Transmisi geophilic adalah
transmisi dari tanah ke manusia.20

3.6 Faktor risiko


Faktor risiko yang meliputi diantaranya lingkungan yang panas dan
lembab, alas kaki oklusif yang dipakai dalam waktu lama, keringat berlebih, dan
kontak yang terlalu lama dengan air.15 Kaus kaki dan sepatu yang lembap serta
kondisi yang hangat dan lembab mendukung pertumbuhan organisme. Tinea pedis
menular dan dapat menyebar melalui kontak dengan orang yang terinfeksi atau
dari kontak dengan permukaan yang terkontaminasi seperti handuk, lantai, dan

18
sepatu. Berjalan tanpa alas kaki di tempat umum tempat infeksi dapat menyebar,
seperti ruang ganti, sauna, kolam renang, dan pemandian umum.21

3.7 Patofisiologi
Tersumbatnya celah jari kaki, maserasi, dan kondisi basah dengan
peningkatan flora bakteri secara bersamaan mungkin berkontribusi pada infeksi
tinea pedis. Kerusakan kulit, kelembapan, dan suhu berperan dalam infeksi ini.
Jamur melepaskan enzim yang disebut keratinase untuk menyerang lapisan keratin
kulit. Selain itu, dinding sel dermatofita juga mengandung molekul yang disebut
mannans yang menekan respon imun tubuh.15
Dermatofita memiliki beberapa enzim seperti keratinolitik, protease dan
lipase yang berperan sebagai faktor virulensi yang mempermudah adheren
(pelekatan) dan invasi pada kulit, rambut, kuku dan juga untuk menggunakan
keratin sebagai sumber nutrisi untuk bertahan hidup.
Langkah awal pada infeksi dermatofita adalah adheren atau pelekatan pada
keratin yang diikuti dengan invasi dan pertumbuhan elemen miselium. Pada tahap
adheren awal, dermatofita melakukan pelekatan dari artrokonidia (spora aseksual
yang dibentuk dari hifa terfragmentasi) terhadap permukaan jaringan
terkeratinisasi. Beberapa jam setelah pelekatan berhasil terjadi, spora mulai
tumbuh dan mempersiapkan diri untuk tahapan berikutnya yaitu invasi.
Jamur dermatofita menginvasi permukaan keratin pada kulit dengan
menggunakan keratinase. Infeksi terbatas hanya pada lapisan keratin. Trauma dan
maserasi memfasilitasi penetrasi dari dermatofita ke dalam kulit. Keberhasilan
invasi dari elemen dermatofita dapat terjadi melalui sekresi dari produk digestif
spesifik yang juga berperan sebagai nutrisi untuk jamur seperti protease, lipase,
dan ceramidase.
Dinding sel dermatofit mengandung senyawa yang disebut mannan yang
dapat menghambat respon imun pada tubuh penderita, dan mengurangi proliferasi
keratinosit sehingga akan menurunkan kecepatan pengelupasan. Setelah invasi
keratin, terjadi degradasi keratin dan pelepasan mediator proinflamasi yang
menyebabkan respon inflamasi pada berbagai tingkatan.

19
Suhu dan faktor serum seperti beta globulin dan feritin memiliki efek
penghambat pertumbuhan pada dermatofita, namun patofisiologi dari faktor
tersebut masih belum dapat dipahami sepenuhnya.
Sebum juga merupakan penghambat pertumbuhan dermatofita, hal ini
menjelaskan kecenderungan infeksi dermatofit pada kaki dimana tidak terdapat
kelenjar sebasea di sana.21

3.8 Manifestasi klinis19


Ada empat jenis klinis tinea pedis yang berbeda yakni interdigital,
hiperkeratotik, ulseratif dan vesikuler
1. Tinea pedis Interdigital
Terjadi dalam dua bentuk, bentuk paling umum dari infeksi ini biasanya
timbul diantara jari kaki 4 dan 5, kadang-kadang menyebar ke bagian
bawah kaki. Jenis pertama tinea pedis interdigital, yang dikenal sebagai
dermatofitosis simpleks, sebagian besar asimtomatik dan muncul sebagai
kering, bersisik, sedikit mengelupas dengan sesekali pruritus. Bentuk
kedua adalah dermatofitosis kompleks bergejala dan biasanya muncul
dengan gejala basah, maserasi ruang interdigital bersama dengan celah
antar ruang, hiperkeratosis, leukokeratosis dan erosi.

Gambar
Gambar 5. Tinea Pedis Interdigitalis22

20
2. Hyperkeratotic atau moccasin type tinea pedis
Terdiri dari scaling dan hiperkeratosis yang melibatkan plantar dan
aspek lateral kaki, menyerupai sandal. Infeksi tinea pedis tipe moccasin
umumnya bilateral dan sering disertai onikomikosis subungual. Jenis
infeksi ini diduga disebabkan oleh Trichophyton rubrum, biasanya pada
pasien dengan latar belakang pruritus atau kecenderungan turun-temurun
terhadap infeksi.
Jenis hiperkeratotik tinea pedis ini ditandai dengan eritema
plantaris kronis dengan sedikit penskalaan hingga puriticptosis difus. Jenis
ini bisa asimtomatik atau pruritic. Jenis ini juga disebut moccasin tinea
pedis, setelah distribusinya mirip moccasin. Kedua kaki biasanya
terpengaruh. Biasanya, permukaan punggung kaki jernih, tetapi, dalam
kasus yang parah, kondisi ini dapat meluas ke sisi kaki.

Gambar 6. Tinea pedis tipe Moccasin23

3. Ulcerative Tinea pedis


Merupakan proses ulseratif akut yang biasanya mempengaruhi
telapak kaki dan berhubungan dengan maserasi, penggundulan kulit dan
keluarnya cairan. Varietas ulseratif ditandai dengan lesi vesiculopustular
yang menyebar dengan cepat, ulkus, dan erosi, sering disertai dengan
infeksi bakteri sekunder. Selulitis, limfangitis, pireksia, dan malaise dapat
menyertai infeksi ini. Kadang-kadang, area yang luas, bahkan keseluruhan

21
solnya, bisa terkelupas. Jenis ini biasanya terlihat pada pasien dengan
gangguan sistem kekebalan dan penderita diabetes.

Gambar 7. Tinea pedis tipe akut ulserativa24

4. Vesicobullous tinea pedis


Ini adalah bentuk paling umum dari infeksi ini. Pasien dengan jenis
tinea pedis ini mengalami vesikula kecil dan lepuh pada dasar eritematosa,
biasanya di dekat punggung kaki dan permukaan plantar kaki yang
berdekatan kadang-kadang juga ditemukan pustula pada tipe ini tetapi
secara khas mereka kecil dan berhubungan dengan vesikula bening.
Vesikel berisi nanah, bukan cairan bening, menunjukkan bakteremia
sekunder biasanya Staphylococcus aureus. Varian lain termasuk infeksi
interdigital di mana dermatofita merusak stratum korneum dan
menyebabkan maserasi berikutnya dan leukokeratosis akibat pertumbuhan
berlebih dari bakteri seperti Micrococcus, Sedantarious, Brevibacterium
epidermidis, C. minutisimum.

22
Gambar 8. Tinea pedis tipe vesikobulosa25
3.9 Diagnosis
3.9.1 Anamnesis
Pada anamnesis pasien dengan tinea pedis biasanya pasien akan
mengeluhkan gatal pada kulit telapak kaki. Keluhan ini biasanya akan disertai
dengan kulit yang bersisik atau hiperkeratosis dan juga kadang dirasakan
nyeri akibat ulkus. Anamnesis pasien juga penting untuk ditanyakan onset
waktu kejadian. Anamnesis yang penting juga ditanyakan adalah riwayat
pekerjaan pasien apakah berhubungan dengan air atau ada riwayat
penggunaan sepatu dalam jangka waktu yang lama, riwayat pekerjaan juga
harus digali mengenai berapa lama jam kerja dan sudah berapa lama bekerja.
Anamnesis mengenai faktor resiko juga penting untuk ditanyakan seperti
riwayat terkait immunocompromised, sedang menggunakan obat-obatan
immunosupresi, dan diabetes mellitus. Selain menanyakan faktor risiko perlu
ditanyakan juga kebiasaan pasien.26

3.9.2 Pemeriksaan fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan empat tipee lesi yaitu:
1. Tipe interdigital2

23
Lesi tipe interdigital biasanya paling umum ditemukan pada pasien dengan
tinea pedis. Bentuk lesi kulit yang ditemukan adalah eritema, maserasi, dan
juga kulit yang bersisik. Lesi biasanya paling sering ditemukan pada sela jari
ke 3,4, dan 5. Infeksi ini biasanya akan menjalar pada kulit kaki bagian
telapak dan tumit namun jarang pada daerah dorsum.

Gambar 9. Gambaran klinis tinea pedis tipei interdigitalis2

2. Tipe Hiperkeratosis (Moccasin)2


Pada tipe hiperketatosis jarang sekali ditemukan lesi inflamasi, biasanya
akan ditemukan scaling pada kulit telapak, tumit, dan medial dan lateral kulit
kaki, terkadang ada kolaret dengan diameter kurang dari 2mm.

Gambar 10. Gambaran klinis tinea pedis tipe hiperkerratosis2


3. Tipe Vesikobulosa2

24
Pada tipe vesikobulosa biasa ditemukan vesikel atau bullae pada daaerah
plantar atau tumit.

Gambar 11. Gambaran klinis tinea pedis tipe vesikobulosa2


4. Akut ulseratif2
Biasanya tipe ini diikuti dengan infeksi bakteri sehingga biasanya akan
ditemukan peningkatan suhu badan, selulitis, limfangitis, dan limfadenopati.

Gambar 12. Gambaran klinis tinea pedis tipe akut ulseratif24

3.9.3 Pemeriksaan penunjang


1. Kerokan kulit
Diagnosis dermatofitosis yang dilakukan secara rutin adalah pemeriksaan
mikroskopik langsung dengan KOH 10-20%. Pada pemeriksaan ini biasanya
akan. Ditemukan hifa ataupun pseudohifa dengan budding cell.2

25
Gambar 143 Temuan hifa jamur 27

2. Lampu woods
Penggunaan lampu wood menghasilkan sinar ultraviolet 360 nm, (atau
sinar “hitam”) yang dapat digunakan untuk membantu evaluasi penyakit kulit
dan rambut. Dengan lampu wood, pigmen fluoresen dan perbedaan warna
pigmentasi melanin yang subtle bisa divisualisasi. Dengan lampu wood bisa
digunakan untuk dimana akan tampak floresensi hijau terang.2

3. Kultur jamur
Kultur jamur dilakukan untuk melihat spesies jamur yang menginfeksi
pasien. Pemeriksaan ini jarang dilakukan untuk diagnosis.

Gambar 14. Koloni jamur27

3.9.2 Diagnosis Banding


Tinea pedis didiagnosis banding dengan infeksi bakteri pada sela jari
kaki seperti eritrasma, infeksi Candida, pustular psoriasis dan dermatitis
kontak.

26
Eritrasma adalah infeksi bakteri superfisial pada kulit yang disebabkan
oleh Corynebacterium minutissimum yang merupakan batang Gram positif,
ditandai dengan bercak coklat kemerahan yang berbatas jelas, tetapi tidak
teratur, muncul pada daerah intertriginosa atau adanya fisura dan maserasi
putih pada sela jari kaki, terutama antara jari keempat dan kelima. Pada
pemeriksaan dengan lampu wood menunjukkan fluoresensi coral-red. 28
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan-
bahan eksternal karena paparan terhadap bahan alergen maupun iritan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dijumpai keluhan gatal atau
nyeri dan riwayat kontak dengan bahan yang dicurigai dan pada pemeriksaan
klinis dijumpai gambaran ruam polimorfik berupa eritema, edema, papul,
vesikel, skuama dan likenifikasi tergantung dari stadium penyakit yang dapat
bersifat akut maupun kronis.29
Kandidiasis intertriginosa adalah infeksi yang disebabkan oleh yeast dari
genus Candida pada daerah intertriginosa. Erupsi pruritik muncul sebagai
bercak eritematosa maserasi dan plak tipis dengan satelit vesikulopustul.
Pustul kemudian membesar dan ruptur, meninggalkan dasar eritematosa
dengan kolaret yang mudah dilepaskan yang berkontribusi untuk terjadinya
maserasi dan fisura. Maserasi pada daerah sela jari kaki atau tangan dengan
lapisan tanduk yang tebal dan putih. Diagnosis dikonfirmasi dengan
pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH (kalium hidroksida)
dan kultur yaitu dijumpainya yeast. 30
Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronis akibat autoimun
yang ditandai dengan adanya gambaran berupa plak eritematosa yang
berbatas tegas dan menebal dengan permukaan skuama yang berwarna putih
keperakan.2

3.10 Tatalaksana2
Tatalaksana infeksi jamur pada kaki atau tinea pedis dibagi meenjadi dua
kategori yaitu : 1. Infeksi jamur tanpa disertai dengan infeksi bakteri; dan 2.
Infeksi jamur disertai dengan infeksi bakteri.2
1. Infeksi jamur tanpa infeksi bakteri

27
Infeksi jamur tanpa infeksi bakteri dapat ditatalaksana dengan anti jamur
topical seperti allylamine, imidazole, ciclopirox, benzylamine, dan tolnaftate
dengan sediaan cream. Salah satu contoh penggunaan antijamur topikal yang biasa
digunakan adalah terbinafine cream, cream ini diaplikasikan dua kali sehari
selama 7 hari. Selain anti jamur topikal, tatalaksana infeksi jamur pada kulit juga
bisa meenggunakan oral. Contoh obat oral yang biasa digynakan adalah
terbinafine 250 mg sekali sehari selama 2 minggu; atau itraconazole 400mg
selama seminggu dan dosis diturunkan menjadi 100-200 mg selama 2-4 minggu.
Penggunaan steroid topikal dan sistemik juga dapat digunakan untuk mengurangi
gejala2

2. Infeksi jamur disertai infeksi bakteri


Infeksi bakteri dapat ditandai dengan adanya maserasi, denudasi, pruitus,
dan juga berbau. Pengobatan untuk infeksi jamur kurang lebih sama seperti diatas
namun untuk infeksi bakterinya bisa diberikan antibiotik topikal maupun
sistemik.2

3.11 Prognosis
Tipe dari infeksi tinea pedis dan adanya kondisi yang mendasarinya
(seperti imunosupresi, diabetes) akan mempengaruhi prognosis, namun, secara
garis besar prognosis dari tinea pedis baik. Tinea pedis tidak diasosiasikan dengan
mortalitas dan morbiditas yang signifikan2

3.12 Komplikasi
Komplikasi pada tinea pedis jarang timbul, namun bila timbul dapat berupa :
1. Selulitis Ekstremitas Bawah
Selulitis merupakan infeksi bakteri pada lapisan subkutaneus kulit, di
mana biasanya berkembang dari lesi atau luka pada kulit. Pada infeksi tinea pedis,
terutama pada tipe interdigitalis, kondisi kulit cenderung basah dan tertutup
sehingga mengarah pada maserasi dan fisura pada kulit, hal tersebut akan
melemahkan sawar alami dari kulit dan dapat menjadi pintu masuk dari berbagai

28
jenis bakteri patogen. Pada sebuah penelitian didapatkan dari 22 pasien dengan
selulitis ekstremitas bawah, 20 di antaranya memiliki tinea pedis.2

2. Tinea Unguium (Onikomikosis)


Tinea unguium merupakan infeksi jamur, biasanya dermatofita, yang
terdapat pada matrix, plate, nail bed, yang biasanya berhubungan dengan tinea
pedis. Seperti infeksi tinea pedis, T, rubrum juga menjadi penyebab utama pada
onikomikosis subungual2

3. Dermatofitid dan Granuloma Majocchi


Dermatofitid yang juga dikenal dengan sebutan reaksi “ID”, ialah reaksi
imun sekunder dari tinea pedis maupun infeksi tinea lainnya. Reaksi ini sering
menyebabkan erupsi vesikular dan pustular di dekat lokasi infeksi atau pada
telapak dan jari tangan. Reaksi ID dapat menjadi satu-satunya tanda yang muncul
pada infeksi tinea pedis asimtomatik. Pada beberapa pasien dengan invasi
folikular, granuloma residual dapat muncul dalam keadaan steril, disebut sebagai
granuloma majocchi dan dapat sembuh dengan sendirinya seiring waktu2

3.13 Pencegahan
Edukasi dan promosi kesehatan yang dapat diajarkan kepada pasien diantaranya
adalah:
 Gunakan alas kaki pada saat berjalan di area publik seperti kamar mandi dan
kamar ganti
 Potong kuku dan pastikan kuku selalu bersih
 Pastikan kaki untuk tetap kering
 Cuci kaki setiap hari dengan sabun, kemudian keringkan setelahnya
 Gunakan kaos kaki dengan jenis bahan yang mudah kering, gantu setiap
harinya terutama ketika basah
 Pastikan sepatu kering pada saat kamu memakainya
 Jangan berbagi handuk, depatu, kaos kaki dengan orang yang terkena tinea
pedis

29
 Hindari pemakain sepatu yang tertutup dan ketat secara terus menerus2

3.14 Manajemen Pengendalian31-33


Upaya pengendalian terhadap bahaya di lingkungan kerja merupakan
langkah untuk meminimalisir hingga mengeliminasi risiko kecelakaan kerja
dengan berbagai metode yaitu eliminasi, susbstitusi, pengendalian teknik,
pengendalian administratif, dan alat pelindung diri yang termasuk dalam hirarki
pengendalian. Hirarki pengendalian telah digunakan sebagai cara untuk
menentukan bagaimana mengimplementasikan solusi pengendalian yang layak
dan efektif. Gagasan di balik hirarki ini adalah bahwa metode kontrol di bagian
atas piramid berpotensi lebih efektif dan protektif daripada metode di bagian
bawah.

Gambar 15. Hierarki Pengendalian (CDC)31

1. Eliminasi
Bagian teratas dari hirarki pengendalian adalah eliminasi yang merupakan
langkah menghilangkan bahaya mulai dari alat, proses, mesin, atau zat dengan
tujuan melindungi pekerja. Eliminasi merupakan metode yang paling efektif.
Tetapi melakukan eliminasi terhadap bahaya tidak selalu dapat dilakukan karena
tidak praktis dan ekonomis.

30
2. Substitusi
Metode pengendalian dengan substitusi bertujuan untuk mengganti bahan,
peralatan, proses dari yang berbahaya menjadi yang lebih tidak berbahaya.
Pengendalian dengan metode ini dapat menurunkan bahaya dan risiko melalui
sistem ulang atau desain ulang. Contoh hal yang dapat dilakukan pada metoder
substitusi yaitu mengurangi kecepatan mesin, menggunakan bahan pembersih
kimia yang kurang berbahaya, menggunakan sistem otomatisasi mesin untuk
mengurangi interaksi operator dengan mesin berbahaya
3. Pengendalian teknik
Metode ini digunakan dengan tujuan untuk memisahkan bahaya dengan
pekerja serta mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang
dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. Biaya awal pengendalian teknik
bisa lebih tinggi daripada biaya pengendalian administratif atau APD, tetapi dalam
jangka panjang, biaya operasi seringkali lebih rendah, dan dalam beberapa kasus,
dapat memberikan penghematan biaya di area lain dari proses tersebut.
4. Pengendalian administratif
Pengendalian bahaya melalui modifikasi interaksi pekerja dengan
lingkungan kerja, misal mengatur shift kerja, pembuatan standar operasional
prosedur (SOP), mengadakan pelatihan.
5. Alat pelindung diri (APD) :
Alat pelindung diri merupakan alat yang dirancang untuk melindungi diri
pekerja dari bahaya di lingkungan kerja agar selalu aman dan sehat. Berdasarkan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 2010 alat pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian tau
sluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD terdri dari pelindung
kepala, pelindung mata dan muka, pelindung telinga, pelindung pernapasan
beserta perlengkapannya, pelindung tangan, pelindung kaki. Selain itu juga
terdapat pakaian pelindung, alat pelindung jatuh perorangan, pelampung. APD
wajib dipakai oleh pekerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja.
Pengendalian dengan APD mungkin relatif murah pada awalnya, tetapi dalam
jangka panjang bisa sangat mahal untuk dipertahankan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Bepko J, Mansalis K. Common Occupational Disordeer: Asthma, COPD,


Dermatitxis, and Musculoskletal Disorder. Am Fam Physician. 2016;
93(12):1000-6.
2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,Leffell DJ,Wolff K, editor.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Ed 8. New York: McGraw-Hill;
2012.p.2277-84,2290-91
3. Illkit M, Durdu M. Tinea pedis: The etiology and global epidemiology of a
common fungal infection. Cit Rev Microbiol. 2015;41(3):374-388
4. Hakim MBI. Prevalensi dan faktor resiko terjadinya Tinea pedis pada pekerja
pabrik tesktil [Tesis]. Semarang; Universitas Dipenogoro; 2014.
5. Napitupulu AN, Subchan P, Widodo YLA. Prevalensi dan faktor isiko terjadinya
tinea pedis pada polisi lalu lintas kota Semarang. Jurnal kedokteran diponegoro.
2016;5(4):495-503
6. Kintssurashvili N, Kvlividze O, Galdava G. Prevalence and risk factor of tinea
pedis in Georgian defense forces. BMJ Mil Health. 2020;0:1-4
7. Boroujeni ZB, Kord M, Tabanejad Z, Asadi SS, Mesri M, Panji M, et al. Tinea
pedis caused by trichosporon asahii: case report. Tehran univ med j.
2021;78(12):859-63
8. Ongsri P, Bunyaratavej S, Leeyaphan C, Pattanaprichakul P, Ongmahutmongkol
P, Komoltri C, et al. Prevalence and Clinical Correlation of Superficial Fungal
Foot Infection in Thai Naval Rating Cadets. Military Medicine. 2018;183:e633-
e637
9. Wardawati I, Effendi F, Kamal K. Model pediksi resiko kejadian tineea pedis
pada pekerja laki-laki di lingkungan panas. J Indon Med Assoc. 2017;67(10):571-
575
10. Olayemi. O, Akinboro AO, Michael IG, Oiwoh SO, Onayemi OE, Olasode O.
The epidemiology and clinical profile of tinea pedis among occlusive-foot
wearing policemen in Osogbo, Nigeria : a case-control study. Afro-Egypt J Infect
Endem Dis. 2021;11(1):78-87
11. Ogur R. Patent leather shoes increase the frequency of tinea pedis. Journal of
environmental and occupational health. 2018;7(2):25-8
12. Menaldi SLSW, et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 7. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2016. p.109,111
13. Sasagawa Y. Internal environment of footwear is a risk factor for tinea pedis .
Journal of Dermatology 2019; 46: 940–946
14. Borkow G. Using Copper to Improve the Well-Being of the Skin. Curr Chem
Biol. 2014;8(2):89-102. doi:10.2174/2212796809666150227223857
15. Pramod K, Dahlia S. Tinea Pedis. StatPearls [internet]. Treasure island (FL):
StatPearls Publishing. 2020. Available
from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470421/
16. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of anatomy and
physiology. 9th ed. San Fransisco: Pearson Education Inc. 2012. p.145-46,152-54
17. Laksono H, Yunita N, Utari S. Prevalensi kejadian tinea pedis pada wanita
pengolah ikan di pemukiman nelayan kota bengkulu tahun 2018. Journal of
nursing and public health. 2020;8(1):43-47

32
18. Nourchène T, Cyrine D, Dalenda E, et al. Prevalence, Etiology, and Risk Factors
of Tinea Pedis and Tinea Unguium in Tunisia. Canadian Journal of Infectious
Diseases and Medical Microbiology. 2017; 1-10. DOI:
https://doi.org/10.1155/2017/6835725
19. Courtney M. Tinea Pedis. [Internet] Medscape. 2020. [Cited 9 March 2021].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1091684-overview
20. Al-Khikani FHO. Dermatophytosis a worldwide contigious fungal infection:
growing challenge and few solutions. Biomedical and biotechnology research
journal. 2020.;4(2):117-22
21. MayoClinic. Athlete’s foot. [Internet]. 2019. [Cited 9 March 2021] Available
from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/athletes-foot/symptoms-
causes/syc-20353841
22. Kumar V, Tilak R, Prakash P, Nigam C, Gupta R. Tinea Pedis-an update. Asian
Journal of Medical Scieences.2011;2:134-38
23. Denis MA. Tinea Pedis (Athlete’s Foot). MSD. 2020. Cited 27th Mar 2021.
Available from: https://www.msdmanuals.com/professional/dermatologic-
disorders/fungal-skin-infections/tinea-pedis-athletes-foot
24. DermNet NZ. Tinea pedis. DermNet NZ [Internet].2014. Avaliable from:
https://bpac.org.nz/BPJ/2014/December/tinea-pedis.aspx
25. Hasan, Muhannad , Fitzgerald, Steven M, Saoudian, Mahnaz, et al. Dermatology
for the practicing allergist: Tinea pedis and its complications. Clinical and
molecular allergy.2004
26. Robbins, C. M. Tinea Pedis. [Internet] Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/1091684-overview
27. Hafirassou A, Mihoubi I, Gassem N, Bienvenu A, Bonnot G, Picot S, Mihoubi I.
First identification of Trichophyton rubrum var. raubitschekii in Constantine
(Algeria). Int J Adv Res. 2016;4(9):1747-53
28. Nassereddin A, Freeman AM. Erythrasma. [Updated 2020 Aug 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513352/
29. Litchman G, Nair PA, Atwater AR, et al. Contact Dermatitis. StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459230/
30. R AN, Rafiq NB. Candidiasis. StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2020. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560624/
31. CDC. Hierarchy of controls. [Internet]. CDC. 2015. [Cited 10 March 2021].
Available from: https://www.cdc.gov/niosh/topics/hierarchy/default.html
32. Supriyadi. Ramdan F. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko pada divisi boiler
menggunakan metode hazard identification risk assessment and risk control
(HIRARC). Journal of industrial hygiene and occupational health. 2017;2:161-17
33. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010
Tentang Alat Pelindung Diri. [Internet]. [Cited March 2021]. Available from :
https://ppid.sumbarprov.go.id/images/2019/04/file/PERMENAKERTRANS_No_
_8_Tahun_2010.pdf

33
Berkas Okupasi

Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan :

No Berkas
:

No Rekam Medis :

Data Administrasi
Tanggal : diisi oleh Nama: NPM/NIP:

Nama Tn. X
Alamat Tehran, Iran

Umur 39 tahun Tempat/tanggal lahir: tidak ada data


Kedudukan dalam keluarga Tidak ada data
Jenis kelamin Laki-laki
Agama Tidak ada data
Pendidikan Tidak ada data
Pekerjaan Tentara Nama Perusahaan : Pasukan militer Iran

Industri jenis :
Status perkawinan Tidak ada data
Kedatangan yang ke Pertama

Telah diobati sebelumnya Belum diobati Diagnosis sebelumnya : tidak ada data

Obat yang telah dipakai : tidak ada data

Alergi obat tidak ada data


Sistem pembayaran tidak ada data

Data Pelayanan

I. ANAMNESIS (subyektif dilakukan secara autoanamnesis, dan alloanamnesis dengan istri


dan rekan kerja pasien)

A. Alasan kedatangan/keluhan utama:


Pasien datang dengan keluhan adanya lesi kemerahan serta bersisik dan gatal pada telapak
kaki kiri selama kurang lebih 4 bulan.

34
B. Keluhan tambahan
Tidak ada keluhan tambahan.

C. Riwayat perjalanan penyakit sekarang:

Pasien mengalami keluhan tersebut sejak 4 bulan terakhir, sempat berobat ke dokter
umum dan diberikan pengobatan dan tidak membaik, pasien kemudian dirujuk ke dokter
spesialis kulit untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Keluhan tersebut dirasakan
terutama saat sedang bekerja. Saat ini pasien bekerja sebagai personil militer yang bertugas
menjaga pos masuk markas selama 12 jam sehari. Selama bekerja pasien memakai sepatu
boots berbahan kulit standard militer.

D. Riwayat penyakit dahulu:

Tidak ada riwayat penyakit penyerta.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

F. Riwayat Reproduksi (khusus untuk pasien perempuan)


-

35
G. Anamnesis Okupasi

1. Tuliskan jenis pekerjaan

Jenis pekerjaan bahan/material tempat kerja (perusahaan) Masa kerja


yang digunakan (dalam bulan / tahun)

Personil militer yang  Sepatu boots Angkatan darat di Iran 10 tahun dan 6 bulan
menjaga pos keluar berbahan kulit terakhir di pos penjagaan
masuk markas.  Kaos kaki

2. Uraian Tugas

Pasien bekerja sesuai dengan shift kerja pasien yang dimana satu shift kerja berlangsung
selama 12 jam. Jika pasien mendapatkan shift pagi maka pasien mulai bekerja pada pukul
07.00 hingga 19.00 dan jika shift malam pasien mulai bekerja pada pukul 19.00 hingga
07.00. Disetiap jam kerja shift diberikan satu jam istirahat. Pasien juga mengikuti apel
sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 07.00 pagi dan 16.00 sore.

Urutan pekerjaan pasien sebagai berikut:


A. Shift pagi
1. Apel pagi jam 07.00 -07.15
2. Pasien menjaga di pos penjagaan dan memeriksa semua kendaraan dan orang yang
keluar masuk sambil berdiri sambil memegang senjata 07.15-12.00

36
3. Istirahat 12.00-13.00
4. Melanjutkan shift penjagaan pos 13.00-16.00
5. Apel sore 16.00-16.15
6. Melanjutkan penjagaan pos hingga akhir shift 16.15-19.00

AB Shift malam
1. Apel sore jam 16.00 -16.15
2. Pasien menjaga di pos penjagaan dan memeriksa semua kendaraan dan orang yang
keluar masuk sambil berdiri sambil memegang senjata 16.15-23.00
3. Istirahat 23.00-14.00
4. Melanjutkan shift penjagaan pos 24.00-07.00
5. Apel pagi 07.00-07.15

3. Bahaya Potensial (potential hazard) dan risiko kecelakaan kerja pada pekerja serta pada lingkungan kerja

Urutan kegiatan Bahaya Potensial Gangguan Risiko


(tuliskan urutan sesuai Fisik kesehatan kecelakaa
Kimi Biolo Ergonomi Psikos
bagan alur di no 2) yang mungkin n kerja
a gi (sesuai Brief osial
survey)
1. Menjaga di pos -Panas Asap - Berdiri dalam Kerja - Dehidrasi
(Cuaca) kendara waktu yang monoton Trauma
penjagaan - Katarak
an lama tumpul
(berdiri) -Lembab di bermoto - Kanker tertabrak
r kendaraan
kaki kulit
- Gangguan
-Sinar UV
pernafasan
- Stress kerja

37
Urutan kegiatan Bahaya Potensial Gangguan Risiko
(tuliskan urutan sesuai Fisik kesehatan kecelakaa
Kimi Biolo Ergonomi Psikos
bagan alur di no 2) yang mungkin n kerja
a gi (sesuai Brief osial
survey)
2. Menjaga di pos -Panas - Asap - Duduk dengan Kerja - Gangguan Trauma
(Cuaca) kendara posisi monoton tumpul
penjagaan pernafasan
an membungkuk tertabrak
(duduk) dan -Lembab di bermot dengan kursi - Stress kerja kendaraan.
or tanpa
memeriksa kaki - Low back
sandaran.
kendaraan yang pain
keeluar masuk

3. Apel pagi - panas - - - Kerja -


-lembab di monoton
- Stress keja
kaki
- sinar UV

4. Apel sore - Panas - - - Kerja - -


- lembab monoton
- Stress kerja
di kaki

4. Hubungan pekerjaan dengan penyakit yang dialami (gejala / keluhan yang ada)
Keluhan gatal pada kaki dirasakan lebih sering pada saat bekerja.

5. Body Map of Discomfort:

38
///////////// ///////////// /////////////
/////////////

Pegal pada daerah betis kanan dan kiri Pegal pada daerah betis kanan dan kiri

Keterangan : 1. Tanyakan kepada pasien atau pasien dapat mengisi sendiri


2. Isilah : keluhan yang sering dirasakan oleh pasien dengan memberti
tanda/mengarsir
bagian- bagian sesuai dengan gangguan muskulo skeletal yang
dirasakan
pasien
Tanda pada gambar area yang dirasakan :
Kesemutan = x x x Pegal-pegal = / / / / /
Baal = vvv Nyeri = ////////
6. B R I E F  SURVEY

39
Berikan tanda ‘√’ pada bagian kanan atau kiri sesuai dengan hasil anamsesis / observasi

√ √ √ √ √ √

√ √ √

√ √ √ √

√ √ √
00 0 2 2 3 3 3 3 0

Kesimpulan :
Terdapat resiko rendah pada tangan dan kaki
Terdapat resiko sedang pada siku kanan dan kiri
Terdapat resiko tinggi pada bahu kanan dan kiri, leher, serta punggung.

40
1 1 1 1 1 0

I. PEMERIKSAAN FISIK

1. Tanda Vital
A. Nadi : Tidak ada data c. Tekanan Darah (duduk) : Tidak ada data
B. Pernafasan : Tidak ada data d. Suhu Badan : Tidak ada data

2. Status Gizi
a. Tinggi Badan : Tidak ada data Berat Badan : tidak ada data Kg IMT =
Tidak ada data

b. Lingkar Perut : Tidak ada data c. Bentuk Badan : Tidak ada data

3. Tingkat Kesadaran dan Keadaan Umum Keterangan


a.Kesadaran : Tidak ada data

b.Kualitas Kontak : Tidak ada data

c.Tampak Kesakitan : Tidak ada data

d.Berjalan ada : Tidak ada data


gangguan

4. Kelenjar Getah Bening jumlah, Ukuran, Perlekatan, Konsistensi

a. Leher : Tidak ada data

b. Submandibula : Tidak ada data

c. Ketiak : Tidak ada data

d. Inguinal : Tidak ada data

41
7. Kepala
a.Tulang :Tidak ada data

B.kulit kepala : Tidak ada data

C.rambut : Tidak ada data

D.bentuk wajah : Tidak ada data

6. Mata Mata kanan Mata-kiri Ket


a. Persepsi Warna : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

b. Kelopak Mata : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

c. Konjungtiva : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

d. Kesegarisan / GBM : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

e. Sklera : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

f. Lensa Mata : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

g. Kornea : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

h. Iris :

i. Bulu Mata :

j. Tekanan Bola Mata : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

k. Penglihatan 3 dimensi :

l. Visus Mata :tanpa Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

42
koreksi :
7. Telinga
a. Daun Telinga : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

b. Liang Telinga : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data
- Serumen : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

c. Membrana Timpani : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

d. Test Berbisik : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

e. Test Garpu tala Rinne Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data
:

f. Weber : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

g. Swabach : Tidak ada data Tidak ada data Tidak ada data

Normal
a. Meatus Nasi : Tidak ada data Tidak ada data

b. Septum Nasi : Tidak ada data Tidak ada data

c. Konka Nasal : Tidak ada data Tidak ada data

d. Nyeri Ketok Sinus : Tidak ada data Tidak ada data


10. Gigi dan Gusi :
8 7 6 5 43 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
87654321 12345678

a. Pharynx : Tidak ada


data

b. Tonsil : Tidak ada

43
data
Ukuran : Tidak ada Kanan : Tidak ada Kiri : Tidak ada data
data data

c. Palatum : Tidak ada


data

12. Leher
Keterangan
a. Gerakan leher : Tidak ada data

b. Otot-otot leher : Tidak ada data

c. Kelenjar Thyroid : Tidak ada data

d. Pulsasi Carotis : Tidak ada data

e. Tekanan Vena Jugularis : Tidak ada data

f. Trachea : Tidak ada data

g. Lain-lain : Tidak ada data

13. Dada
a. Bentuk : tidak ada data

b. Mammae : tidak ada data

c. Lain – lain : tidak ada data

44
14. Paru- Paru dan Jantung
Kanan Kiri
a. Palpasi : Tidak ada data

b. Perkusi : Tidak ada data


: Tidak ada data

c. Auskultasi : - Bunyi
napas tidak ada data
- Bunyi Napas tidak ada data
tambahan
- Bunyi Jantung
tidak ada data

15. Abdomen Keterangan


a. Inspeksi : Tidak ada data

b. Palpasi :Tidak ada data

c. Perkusi : Tidak ada data

d. Auskultasi: : Tidak ada data

e. Hati : Tidak ada data

f. Limpa : Tidak ada data


g. Ginjal : Kanan ; Tidak ada data Kiri : Tidak ada
data

h. Ballotement : Kanan ; Tidak Kiri : Tidak ada data


ada data

45
i. Nyeri costo vertebrae : Kanan ; Tidak Kiri : Tidak ada data
ada data

16. Genitourinaria
a. Kandung Kemih : tidak ada
data

b. Anus/Rektum/Perianal : tidak
ada data

c Genitalia Eksternal : tidak


ada data

d. Prostat (khusus Pria) : tidak


ada data

17.Vertebra : tidak ada data


Kanan Kiri
18.Tulang / Sendi
Ekstremitas Atas
-Simetri kanan dan kiri : Tidak ada data Tidak ada data
- Gerakan : Tidak ada data Tidak ada data

Range of Motion
Abduksi - Tidak ada data Tidak ada data
Neer’s test : Tidak ada data Tidak ada data
Adduksi -
Tidak ada data Tidak ada data
Hawkin’s test :
Tidak ada data Tidak ada data
Drop arm’s test :
Tidak ada data Tidak ada data
Yergason test :
Speed test :
- Tulang : Tidak ada data Tidak ada data

46
- Sensibilitas : Tidak ada data Tidak ada data
- Oedema : Tidak ada data Tidak ada data
- Varises : Tidak ada data Tidak ada data
- Kekuatan otot : Tidak ada data Tidak ada data
Pin Prick test : Tidak ada data Tidak ada data
Phallen test : Tidak ada data Tidak ada data
Tinnel test : Tidak ada data Tidak ada data
Finskelstein test :
Tidak ada data Tidak ada data
- Vaskularisasi : Tidak ada data Tidak ada data
-Kelainan Kuku/ Jari : Tidak ada data Tidak ada data

19.Tulang / Sendi Ekstremitas


Bawah Tidak ada data Tidak ada data
- Simetri kanan dan kiri :
- Gerakan
Test Laseque : Tidak ada data Tidak ada data
Test Kernique : Tidak ada data Tidak ada data
Test Patrick : Tidak ada data Tidak ada data
Test Kontra Tidak ada data Tidak ada data
Patrick :
Tidak ada data Tidak ada data
Nyeri tekan :
- Kekuatan otot : Tidak ada data Tidak ada data
- Tulang : Tidak ada data Tidak ada data
- Sensibilitas : Tidak ada data Tidak ada data
- Oedema : Tidak ada data Tidak ada data
- Varises : Tidak ada data Tidak ada data
- Vaskularisasi : Tidak ada data Tidak ada data
-Kelainan Kuku/ Jari :
1. Trofi : Tidak ada data tidak ada data

2. Tonus : Tidak ada data tidak ada data


3. Kekuatan : Tidak ada data gerakan
abnormal : tidak ada data

47
21.Fungsi Sensorik dan Otonom
Fungsi Sensorik : tidak ada data

Fungsi Otonom : tidak ada data


22.Saraf dan Fungsi Luhur
Daya Ingat Segera : tidak ada data Jangka
Pendek : tidak ada data
Jangka Menengah : tidak ada data
Jangka Panjang : tidak ada data

Orientasi Waktu : tidak ada data


Orang : tidak ada data
Tempat : tidak ada data
Kesan Saraf Otak
N I (Olfaktorius/Penciuman) : tidak ada NIX(Glosofaringeus) : tidak ada
data data
NII (Optikus/Penglihatan) : tidak ada NX(Vagus) : tidak ada
data data
NIII(Okulomotorius) : tidak ada NXI(Aksesorius) : tidak ada
data data
NIV(Trokhlearis) : tidak ada NXII(Hipoglosus) : tidak ada
data data
NV(Trigeminus) : tidak ada
data
NVI(Abdusen) : tidak ada
data

NVII(Facialis) : tidak ada


data
NVIII(Vestibulokokhlearis) : tidak ada
data

48
23. Refleks Kanan kiri

a. Refleks Fisiologis Patella: tidak ada data tidak ada data


lainnya : tidak ada data tidak ada data
b Refleks Patologis Babinsky: tidak ada data tidak ada data
lainn tidak ada data tidak ada data
ya :

24. Kulit Efloresensi dan Lokasi nya


a. Kulit : Terdapat lesi
eritoskuamosa
pada kaki kiri
b. Selaput Lendir : tidak ada
data
c. Kuku : tidak ada data
d. Lain – lain ……… : tidak ada data

25. Status Lokalis:


26. Pemeriksaan Fisik Khusus :
26. Pemeriksaan Fisik Khusus :
et regio pedis sinistra:
Efloresensi kulit:
- lesi macula eritema disertai dengan skuama
dan pruitus

27. RESUME KELAINAN YANG DIDAPAT:


Pasien laki-laki usia 39 tahun bekerja sebagai personil militer datang dengan keluhan gatal
dan kemerahan serta bersisik sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan semakin berat pada saat pasien sedang
bertugas. Pasien berrtugas selama 12 jam perhari dan memiliki waktu istirahat seelama 1 jam.
Selama bertugas pasien berdiri sambil memegang senjata dan menggunakan sepatu boots berbahan
kulit yang tertutup.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

52
- Pemeriksaan mikroskopis dengan KOH 15%
- Kultur Jamur
- PCR
- Sequencing

V. Hasil Body Map :


Terdapat pegal-pegal pada regio cruris sinistra dan dekstra

VI. Hasil Brief Survey ;


Terdapat resiko rendah pada tangan, siku dan kaki

Terdapat resiko sedang pada punggung

Terdapat resiko tinggi pada bahu kanan dan kiri, serta leher

VII. DIAGNOSIS KERJA


Tinea pedis sinistra tipe Moccasin

VIII. DIAGNOSIS DIFERENSIAL


Tidak ada diagnosis banding.

IX. DIAGNOSIS OKUPASI

Langkah Diagnosis kesatu


1. Diagnosis Klinis Tinea pedis sinistra tipe moccasin

Dasar diagnosis - Anamnesis : gatal dan kemerahan serta bersisik pada plantar pedis
(anamnesis, sinistra.
pemeriksaan fisik, - Pemeriksaan Fisik: Lesi eritroskuamosa pada plantar pedis sinistra
pemeriksaan - Pemeriksaan Penunjang:
penunjang, body o Mikroskopik KOH: Hifa jamur
map, brief survey) o Kultur: Ditemukan koloni jamur pada media
o PCR: positif pada ITS region sehingga
o Sequencing: Trichophyton asahii

53
2. Pajanan di tempat
kerja
Fisik - Suhu panas
-
Kimia
-
Biologi
-
Ergonomi (sesuai -
brief survey)
Psikososial -

3 . Evidence Based 1. Menurut hasil studi Ogur R terdapat peningkatan prevaleensi tinea pedis yang
(sebutkan secara signifikan pada pengguna sepatu kulit.
teoritis) pajanan di 2. Menurut hasul studi Olavemi et al penggunaan sepatu boot berbahan kulit
tempat kerja yang yang bersifat oklusif menjadi faktor resiko dari kejadian tinea pedis.
menyebabkan 3. Studi yang dilakukan oleh Ongsri et al juga menunjukkan bahwa penggunaan
diagnosis klinis di sepatu boots lebih dari 8 jam meningkatkan resiko tinea pedis sebesar 2,525 kali.
langkah 1.

Dasar teorinya apa?

4. Masa kerja 10 tahun (6 bulan penjaga pos)


Jumlah jam terpajan 12 jam
per hari
Pemakaian APD -
Konsentrasi -
pajanan
Lainnya........... -
Kesimpulan jumlah Terdapat hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaaan sepatu boot selama
pajanan dan dasar lebih dari delapan jam meningkatkan resiko tinea pedis
perhitungannya

5. Apa ada faktor Tidak ada faktor yang mempengaruhi

54
individu yang
berpengaruh thd
timbulnya diagnosis
klinis? Bila ada,
sebutkan.
6 . Apa terpajan - Tidak ada faktor lain yang mempengaruhi
bahaya potensial
yang sama spt di
langkah 3 di luar
tempat kerja?
Bila ada, sebutkan
7 . Diagnosis Okupasi Tinea pedis sinistra tipe moccasin bukan PAK

Apa diagnosis klinis


ini termasuk penyakit
akibat kerja?
Bukan penyakit akibat
kerja (diperberat oleh
pekerjaan atau
bukan sama sekali
PAK)_
Butuh pemeriksaan
lebih lanjut)?

X. PROGNOSIS

1. Klinis:
ad vitam : bonam

ad functionam : bonam

ad sanationam : dubia ad bonam

XI. PERMASALAHAN PASIEN & RENCANA PENATALAKSANAAN

55
Rencana Tindakan (materi &
No Jenis permasalahan metoda) Target Hasil yangKeterangan
Medis & non medisTatalaksana medikamentosa, waktu diharapkan
(okupasi, dll) non medikamentosa (nutrisi,
olahraga, konseling dan
OKUPASI)
- Topikal clotrimazole 4 minggu Sembuh
Tinea pedis sinistra
2x1
tipe moccasin
- Fluconazole oral
(150mg/hari)
- Pemberian terapi
selama 4 minggu

56
1. Personal hygiene :
- Disinfeksi ruangan (kamar tidur, kamar mandi) secara berkala.
- Mencuci kaki secara berkala dan mengeringkannya dengan baik khususnya pada daerah
interdigitalis .
- Mengganti kaos kaki yang digunakan secara berkala.
- Menjemur sepatu secara berkala.
- Menggunakan dusting powder (candid 1%; Miconazole) yang sifatnya untuk mengurangi
kelembaban pada kaki

2. Hirarki peengendalian:
Eliminasi
Teknik eliminasi pada kasus ini tidak dapat dilakukan karena pajanan lingkungan panas
dan lembab tidak bisa dieliminasi. Eliminasi pajanan lembab pada kaki tidak dapat dilakukan
pada kasus dikarenakan personil militer menggunakan army boots secara terus menerus selama
bertugas untuk proteksi diri.
Substitusi
Mengganti bahan sepatu army boots yang awalnya kulit menjadi microfibre karena bahan ini
lebih menyerap air dan memastikan ukuran sepatu pas.
Engineering controls
Tidak dilakukan
Administrative controls
- Membatasi jam kerja dan memberikan waktu istirahat dan pada saat istirahat pasien diminta
untuk membuka sepatu.
- Menambah personil untuk meengurangi jam kerja.
Alat pelindung diri
Menggunakan kaos kaki yang menyerap kelembaban selama bekerja dan diganti secara
berkala.

Persetujuan Pembimbing Nilai


Tanggal :

Nama Jelas :

Tanda Tangan :

57

Anda mungkin juga menyukai