Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

ANEMIA GRAVIS 

Disusun oleh:
Elfira Sutanto
NIM  031.191.021

Pembimbing:
dr. Ridho Adriansyah, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI  
03 JANUARI – 11 FEBRUARI 2022
Laporan kasus:
ANEMIA GRAVIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan 


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih 
periode 03 Januari – 11 Februari 2022

Disusun oleh:
Elfira Sutanto
031.191.021

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Ridho Ardriansyah, Sp.PD selaku
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih

Jakarta,     Januari 2022

dr. Ridho Adriansyah, Sp.PD

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“ANEMIA GRAVIS” ini dengan sebaik-baiknya. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Budhi
Asih periode periode 03 Januari – 11 Februari 2022. Dalam menyelesaikan
laporan kasus, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Ridho Adriansyah, Sp.PD selaku pembimbing laporan kasus sekaligus
pembimbing selama menjalani Kepaniteraan Klinik yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan
Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Budhi Asih.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Budhi Asih.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Budhi Asih.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik. Semoga
pembuatan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu
pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran
maupun paramedis lainnya, dan masyarakat umum.

Jakarta,      Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS................................................................. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 15
3.1 Eritrosit............................................................................. 15
3.2 Definisi anemia gravis...................................................... 18
3.3 Epidemiologi anemia........................................................ 18
3.4 Klasifikasi anemia............................................................ 19
3.5 Etiologi............................................................................. 20
3.6 Patofisiologi...................................................................... 22
3.7 Manifestasi klinis.............................................................. 23
3.8 Diagnosis dan evaluasi etiologic....................................... 24
3.9 Tatalaksana....................................................................... 26
3.10 Komplikasi...................................................................... 30
3.11 Prognosis......................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Anemia merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan atau


penurunan proporsi hemoglobin pada sel darah merah. Anemia seringkali muncul
sebagai gejala dari beberapa penyakit. Kondisi biasanya akan memberikan efek
seperti lemah, letih, lesu, sesak nafas, dan adanya gangguan kardiovaskuler.
Sebagian besar pasien mengalami efek gejala anemia jika hemoglobin kurang dari
7.0g/dL. Anemia gravis sendiri adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan
kadar hemoglobin hingga kurang dari 8.0g/dL. Kondisi ini memberikan efek yang
besar pada jaringan tubuh manusia dan dapat memberikan komplikasi kerusakan
jaringan tubuh sehingga berujung pada komplikasi gagal organ.1
Secara garis besar anemia dibagi menjadi dua bagian besar yaitu anemia
hipoproliferatif yang ditandai dengan retikulosit <2% dan anemia hiperproliferatif
yang ditandai dengan retikulosit >2%. Sedangkan untuk berdasarkan ukuran sel
darah merah, anemia dibagi menjadi taiga yaitu anemia makrositik, normositik,
dan mikrositik.2
Menurut studi epidemiologi anemia merupakan kondisi yang sangat sering
mempengaruhi hingga satu pertiga populasi secara global yang dimana pada
sebagian besar kasus tidak memberikan gejala yang signifikan. Anemia seringkali
terjadi pada wanitaa usia reproduktif, wanita hamil, dan lansia. 3 Di Indonesia
sendiri anemia masih merupakan suatu masalah besar dengan prevalensi yang
cukup tinggi. Berdasarkan data RISKESDAS taahun 2018, prevalensi anemia di
Indonesia mencapai 32% dari seluruh penduduk, yang dimana jika tidak ditangani
secara cepat akan memberikan efek jangka panjang pada kualitas sumber daya
manusia di Indonesia.4
Anemia dapat memberikan efek komplikasi langsung maupun komplikasi
jangka panjang. Komplikasi langsung atau janngka pendek anemia adalah
kerusakan jaringan sehinngga menyebaabkan penurunan fungsi organ, sedangkan
untuk efek jangka panjang anemia dapat menyebabkan penurunan kualitas sumber
daya manusia.2

1
Oleh karena tinngginya angka prevalensi anemia di Indonesia dan dapat
memberikan efek jangka panjang yaitu kualitas sumber daya manusia yang
menurun maka penting untuk melakukan diagnosis dini dan mencari etiologi dari
anemia tersebut serta menatalaksana kondisi anemia dan etiologinnya secara tepat.
Maka dari itu tujuan disusunnya laporan kasus ini adalaah untuk memahami
anemia secara keseluruhan, memahami etiologi anemia dan memaahami cara
menegakkan diagnosis anemia secaara tepat serta mampu mencari etiologi
penyebab anemia tersebut secara tepat dan menatalaksananya sehingga mampu
menurunkan angka prevalensi anemia di Indonesia.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Nama pasien : Ny. SA


No. rekam medik : 01141840
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/ tanggal lahir : 06-12-1952
Alamat : Kampung Melayu
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status perkawinan : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 05 Januari 2022
Agama : Islam
Pendidikan formal : SMA
Dirujuk oleh : Tidak rujukan
Tanggal masuk : 03 Januari 2022 pk. 22:00 IGD
Ruang rawat : Bougenville Barat (805)

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 05 Januari 2022
Keluhan Merasa cepat lelah dan ngos-ngosan saat jalan sejak 2 hari
utama SMRS
Keluhan Badan terasa lemas dan BAB warna hitam sejak 3 hari SMRS
tambahan
Riwayat Os datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada tanggann 03
penyakit Januari 2022 pukul 22.00. Os datang dengan keluhan merasa
sekarang cepat lelah dan ngos-ngosan saat jalan jarak dekat sejak 2 hari
SMRS. Pasien juga mengeluhkan lemas serta BAB berwarna
hitam sejak 3 hari SMRS. Os menyangkal adanya nyeri dada
yang menyertai keluhan sesak. Sesak yang dirasakan hanya
pada saat os berjalan dan jika os beristirahat sesak tidak
dirasakan baik dalam posisi tidur ataupun duduk. Os
menyangkal adanya muntah warna hitam, batuk berdarah, dan

3
menyangkal adanya nyeri perut kanan atas.
Dalam 7 bulan terakhir os sudah tiga kali di rawat inap
dengan keluhan yang sama. Os merasa cepat lelah dan nngos-
ngosan saat beraktivitas serta merasa lemas dan diidiagnosis
mengalami anemia. Pasien diterapi dengan transfuse darah.
2 tahun SMRS os seringkali mengeluhkan adanya nyeri ulu
hati yang hilang timbul. Nyeri kadang terasa seperti ditusuk.
Untuk keluhan nyeri ulu hati os menngonsumsi ranitidine dan
keluhan membaik. Os tidak mengeluhkan adanya BAB hitam
ataupun muntah warna hitam.
5 tahun SMRS os pernah mengalami kecelakaan yang
menyebabkan kaki kiri os patah. Os menolak untuk dilakukan
terapi baik pemasangan internal fiksasi atau eksternal fiksasi.
Oleh karena kejadiann tersebut os selalu mengeluhkan nyeri
pada kaki kiri dan diberikan anti nyeri meloxicam 15 mg. Os
minum meelixocam secara rutin dalam 5 tahun terakhir. Os
meminum obat tersebut dalam waktu yang tidak tentu.
Riwayat  Os dirawat 3 kali dalam 7 bulan terakhir dengan keluhan
penyakit yang serupa
dahulu  Fraktur kaki kiri 5 tahun SMRS
 HT (+)
 DM (-)
 Jantung (-)
 Asma (-)

Riwayat  HT (+)
penyakit  DM (+) Adik kandung
keluarga  Riwayat keganasan:
o Ibu  Kanker Rahim
o Adik perempuan  kanker Rahim
 Penyakit jantung (+)

4
Riwayat  3 kali rawat inap dengan keluhan yang sama
pengobatan  Riwayat transfuse darah
 Konsumsi obat antihipertensi tapi tidak ingaat namanya
Riwayat Merokok sudah 32 tahun dan baru berhenti 7 bulan terakhir
kebiasaan dengan frekuensi 2 bungkus/hari
Minum alcohol (-)
Riwayat Tidak ada alergi makanan
alergi Tidak ada alergi obat
Sosio- BPJS (+)
ekonomi 

Anamnesis Sistem
Kulit  Bisul (-), ikterus (-), keringat malam (-), keringat dingin (-),
sianosis (-), gatal-gatal (-), eritema (-), terkelupas/skuama (-)
Kepala  Trauma (-), sakit kepala (-), nyeri pada sinus (-)
Mata  Merah (-), ikterus (-), nyeri (-), diplopia (-), buram (-), secret
(-)
Hidung  Berbau (-), secret (-), berdarah (-), trauma (-), nyeri (-), pilek
(-), tersumbat (-), gangguan penciuman (-)
Telinga Nyeri (-), berair (-), tinnitus (-), gangguan pendengaran (-)
Mulut Berbau (-), pahit (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), bibir
kering (-)
Tenggorokkan Nyeri(-), serak (-)
Leher Benjolan (-), nyeri (-)
Thoraks  Jantung: berdebar2 (-), nyeri dada (-)
Paru: Sesak napas (+), batuk (-), batuk berdahak, batuk
darah (-), orthopnoe (-), PND (-), DOE (+)
Abdomen Kembung (-), mual (+), muntah (-), hematemesis (-), nyeri
ulu hati (+), nyeri kolik (-), perut membesar (-), mencret (-),

5
tinja berdarah (-), tinja hitam (+)
Saluran kemih Nyeri BAK (-), poliuria (-), oligouria (-), hematuria (-)
Ekstremitas Kulit kering (-), bengkak (-), ulkus (-), nyeri otot (-),
atas deformitas (-), 
sianosis (-), kebas (-)
Ekstremitas Kulit kering (-), bengkak (-), nyeri sendi (-), deformitas (-), 
bawah sianosis (-), kebas (-), ulkus (-), nyeri otot (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal pemeriksaan 05 Januari 2022

 Keadaan umum :Tampak sakit sedang


 Kesadaran :Compos mentis
 Tekanan darah : 170/90 mmHg
 Frekuensi nadi : 81x/menit
 Frekuensi pernapasan : 20 x/menit
 Saturasi Oksigen : 98%
 Suhu : 36,5ºC

STATUS GENERALIS

Kepala Inspeksi

Mata: konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pupil isokor (+),
refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

Telinga: normotia, deformitas (-), nyeri tekan tragus (-), liang


telinga lapang, serumen (-), hiperemis (-)

Hidung: deformitas (-), deviasi septum (-), krepitasi (-), liang


hidung lapang, konka hiperemis (-), konka edema (-), sekret (-),
pernapasan cuping hidung (-)

Tenggorokan: uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil


T1/T1, dinding faring posterior tidak hiperemis, post nasal drip

6
(-)

Mulut: Oral hygiene baik, mukosa mulut kering (-), bibir sianosis
(-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), bercak kemerahan pada
mukosa (-), gigi berlubang (-), lidah anemis

Leher JVP: JVP 5+0

Tiroid: tidak ada pembesaran tiroid

Kelenjar Getah Bening: tidak ada pembesaran KGB

Toraks Paru
Inspeksi: pergerakan dinding simetris kiri kanan, retraksi
intercostal (-), pemakaian otot bantu pernafasan (-), sela iga
melebar (-), tipe pernapasan abdominotorakal, tidak ada kelainan
bentuk dada, benjolan (-)
Palpasi: gerak dinding simetris saat statis dan dinamis, vocal
fremitus      tidak melemah atau meningkat di kedua lapang paru,
nyeri tekan (-), benjolan (-)
Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung
Inspeksi: Pulsasi iktus cordis tidak terlihat
Palpasi: Pulsasi iktus cordis teraba di sela iga 5 midclavicularis
sinistra
Auskultasi: BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)

Abdomen Inspeksi: Permukaan datar, spider naevi (-), benjolan (-)


Auskultasi: Bising usus meningkat (-), arterial bruit (-), venous
hum (-)
Palpasi: Defense muscular (-), nyeri tekan (+), Ballotement (-),
Murphy sign (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-), turgor < 2
detik
Perkusi: Timpani, shifting dullness (-)

7
Ekstremitas Atas: Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-, CRT <
Ekstremitas
2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, clubbing finger (-), ptekie -/-
Ekstremitas Bawah: Simetris kanan dan kiri, deformitas -/-,
CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem tungkai -/-, ptekie -/-,
jejas -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 03 Januari 2022
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Glukosa Sewaktu
Glukosa Darah Sewaktu 92 mg/dL 70 – 110
Hematologi (rutin)
Eritrosit (RBC) 1,8 Juta/uL 4.4 – 5.9
MCH 32.2 pg 26 – 34
MCHC 34.8 g/dL 32 – 36
MCV 92.7 fL 80 – 100
Hematokrit (HCT) 16 % 40 – 52
Hemoglobin (HGB) 5,7 g/dL 13.2 – 17.3
Leukosit (WBC) 10,0 ribu/uL 3.8 – 10.6
RDW 16,8 % < 14
Trombosit (PLT) 209 ribu/uL 150 – 440
Kreatinin
Kreatinin 1,38 mg/dL < 1.2
Na, K, CL (serum)
Kalium (K) 4.4 mmol/L 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) 104 mmol/L 98 – 109
Natrium (Na) 138 mmol/L 135 - 155
Ureum
Ureum 33 mg/dL 13 – 43

8
Foto Rontgen Thoraks

Interpretasi Foto Thoraks


 CTR > 50%, mediastinum ditengah dan tidak melebar
 Trakea ditengah
 Hilus tidak menebal
 Tidak tampak infiltrate
 Sudut Costophrenicus : Lancip

COR: Kardiomegali
PULMO: DBN

HASIL KONSULTASI KE DIVISI / DEPARTEMEN LAIN 


-

RINGKASAN 
Pasien datang dengan keluhan merasa cepat lelaah dan ngos-ngosan saat
berraktitias 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa lemas serta BAB

9
hitam 3 hari SMRS. Rasa sesak yang dirasakan oleh pasien hanya muncul pada
saat pasien bersktifitas, dan keluhan meembaik jika pasien istirahat. Rasa sesak
juga tidaak di pengaruhi oleh posisi. Pasien memiliki riwayat nyeri uluhati yang
hilang timbul serta riwayatn konsumsi meloxicam 15 mg 5 tahun terakhiir akibat
fraktur anteeecruris sinistra. Pasien juga memiliki kebiasaan merrokok 32 tahun.
Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri dada, muntah hitam, dan adanya batuk
darah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang dan lemas
dengan kesadaran komposmentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status generalis diitemukan konnjungtiiva anemis class I, nyerri
tekan pada daerah epigastric. Hepar dan limpa tidak teraba.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 03 Januari 2022
menunnjukkan Hb pasien 5,7 g/dL, erirtrosit 1,8 juta, Hematocrit 16% dengan
MCV daan MCH dalam batas normal, fungsi ginjal dalam batas normal.

DAFTAR MASALAH
1. Anemia gravis normositik normokrom
2. Meelena e.c Gastritis ulseratif
3. Hipertensi
4. Kardiomegali

ANALISIS MASALAH 
1. Anemia gravis normositik normokrom
Atas Dasar: 
 Anamnesis: Lemas (+), DOE (+)
 Pemeriksaan fisik: Konjungtiva anemis class I
 Pemeriksaan Penunjang:
 Hb : 5,7 g/dL
 MCV : 92,7 fl
 MCH: 32,3 fl
Pasien diperkirakan mengalami anemia gravis atas indikasi
mengalami , lemas dan DOE ,serta terdapat konjungtiva anemis. Didukung

10
dengan adanya Hb 5,7 dan gambran MCV dan MCH normal yaitu
normositik normokrom. 
Rencana diagnostik: 
 PT/APTT
 SADT
 Retikulosit
 Fungsi hati
 Fungsi ginjal
Farmakologi: 

 PRC 6 kantong

Non Farmakologi : 
 Istirahat 
 Maintenance cairan

2. Melena e.c Gastritis ulseratif


Atas Dasar: 
 Anamnesis: BAB Hitam, nyeri ulu hati, riwayat konsumsi NSAIDs
Lama, dan merokok
 Pemeriksaan fisik: NT daerah epigastriik
Pasien diperkirakan mengalami melena e.c. gastritis ulseratif atas
indikasi mengalami BAB hitam, nyeri ulu hati, serta riwayaat konsumsi
NSAIDs 5 tahun ,serta terdapat konjungtiva anemis.

Rencana diagnostik: 
 Endosikopi
 Fungsi hati
Farmakologi: 

 Omeprazole injeksi 40mg 2x1


 Sucralfat 3 dd cth 1
Non Farmakologi : 

11
 Istirahat 
 Maintenance cairan
 Puasa
 NGT

3. Hipertensi
Atas Dasar: 
 Anamnesis: Riiwayat keluarga, riwat merokok, tensi selalu tinggi
dan ada riwayat konsumsi antihiperteensi tapi lupa apa
 Pemeriksaan fisik: TD: 170/90 mmHg

Rencana diagnostik
Farmakologi: 
 Amlodipine 1x10 mg

Non Farmakologi : 
 Istirahat 
 Diet rendah garam

4. Kardiomegali
Atas Dasar: 
 Radiologis: CTR >50%
Non Farmakologi : 
 Evaluasi hipertensi

PROGNOSIS
Ad vitam: Bonam
Ad functionam: Dubia Ad bonam
Ad sanationam: Dubia ad bonam

12
FOLLOW UP
06 Januari 2022
S Mual (-), lemas (+) berkurang, DOE berkurang

O  KU: Tampak sakit ringan


 Kesadaran: compos mentis TD:  120/70 mmHg
 HR: 84x/menit 
 SpO2:  98% 
 RR:  20x/menit
 Suhu: 36,5ºC
Status generalis
 Konjungtiva anemis
 Suara nafas : Vesikuler
 NT abdomen (-)
 Akral hangat

Hasil lab -

A  Anemia gravis
 Melena
P Non-medikamentosa 
Tirah baring
Medikamentosa 
 PRC

 DPL

13
07 Januari 2022
S Mual (-), lemas (-) DOE (-)

O  KU: Tampak sakit ringan


 Kesadaran: compos mentis TD:  120/70 mmHg
 HR: 80x/menit 
 SpO2:  99% 
 RR:  20x/menit
 Suhu: 36,2ºC
Status generalis
 Konjungtiva anemis (-)
 Suara nafas : Vesikuler
 NT abdomen (-)
 Akral hangat

Hasil lab
 Hb: 15,8 g/dL
 MCV: 85,2 fl
 MCH : 29,3
 Leukosit: 11,9
 PT: 13,9
 APTT: 34.8

A  Anemia gravis
 Melena
P Non-medikamentosa 
Tirah baring
Medikamentosa 
 Omeprazole 2x1
 Sucralfat 3x1
 Curcuma

14
 Fundifar

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Eritrosit
3.1.1 Struktur eritrosit
Eritrosit adalah sel berbentuk piringan bikonkaf dengan diameter 8µm,
ketebalan 2 µm di tepi luar, dan ketebalan 1 µm di bagian tengah. Bentuk
bikonkaf akan menghasilkan luas permukaan yang lebih besar untuk difusi
oksigen menembus membran dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan
volume yang sama. Tipisnya sel memungkinkan oksigen cepat berdifusi
antara bagian paling dalam sel dan eksterior sel.5

Ciri anatomik terpenting yang memunginkan eritrosit mengangkut


oksigen adalah adanya hemoglobin di dalamnya. Untuk memaksimalkan
kandungan hemoglobin, satu eritrosit dipenuhi oleh lebih dari 250 juta
molekul hemoglobin, menyingkirkan hamper semua organel yang lain. 6 Sel

15
darah merah tidak mengandung nucleus, organel, atau ribosom. Selama
perkembangan sel, struktur-struktur ini dikeluarkan untuk menyediakan ruang
lebih banyak bagi hemoglobin

Molekul hemoglobin memiliki dua bagian :7


1.   Globin, yaitu suatu protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida
yang sangat berlipat-lipat.
2.   Gugus heme, yaitu empat gugus non protein yang mengandung besi yang
masing-masing berikatan dengan salah satu polipeptida. Masing-masing dari
keempat atom besi dapat berikatan secara reversible dengan satu molekul
oksigen. Oleh karena itu, satu molekul hemoglobin dapat mengambil empat
molekul oksigen di paru. Sekitar 98,5% oksigen di dalam darah terikat ke
hemoglobin.

3.1.2 Proses eritropoiesis


Selama perkembangan intra uterus, eritrosit mula-mula dibentuk
oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa, sampai sumsum tulang
terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara eksklusif. Pada anak -
anak, sebagian besar tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu
memproduksi sel darah. Namun, seiring pertambahan usia, sumsum tulang
kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis perlahan-lahan.
menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, seperti
sternum, iga, dan ujung-ujung proksimal tulang panjang di ekstremitas.
Berikut tahapan pembentukan eritrosit pada sumsum tulang: Di dalam

16
sumsum merah terdapat pluripotent stem cell yang belum berdiferensiasi,
yang kemudian secara terus-menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk
menghasilkan semua jenis sel darah.  Myeloid stem cell adalah  stem cell
yang telah berdiferensiasi sebagian yang akan berkembang menjadi eritrosit
dan beberapa jenis sel darah lainnya. Eritroblas merupakan sel yang masih
memiliki nucleus dan organel-organel sel. Retikulosit merupakan eritrosit
imatur yang masih mengandung organel remnants. Eritrosit matur sudah tidak
memiliki nucleus maupun organel, dan kemudian akan dilepaskan ke dalam
kapiler yang menembus sumsum tulang.8
Pada proses pembentukan eritrosit terdapaat dua zat yang dibutuhkan
yaitu zat besi untuk pembentukan heme dan berfungsi untuk mengikat
oksigen sertaa dibutuhkan asam folat terutama dalam proses sintesis DNA
serta berperan dalam proses differensiasi erythroblast.8

3.1.3 Regulasi proses ertiropoiesis


Pada keadaan penurunan perfusi oksigen ke ginjal, misalnya pada
hipoksia atau proses hemolisis, maka ginjal akan terangsang untuk
mengeluarkan eritropoietin ke dalam darah, sehingga terjadi eritropoiesis di
sumsum tulang. Eritropoietin akan merangsang maturasi dan proliferasi
eritrosit. Peningkatan aktivitas eritropoietik ini meningkatkan jumlah eritrosit
di dalam darah, sehingga kapasitas darah mengangkut oksigen meningkat dan
 penyaluran oksigen ke jaringan kembali normal. Jika penyaluran oksigen ke
ginjal telah kembali normal, maka sekresi eritropoietin akan dihentikan
sampai dibutuhkan kembali. Dengan mekanisme ini, produksi eritrosit dalam
keadaan normal disesuaikan dengan kerusakan atau kehilangan sel-sel
tersebut, sehingga kemampuan darah mengangkut oksigen relatif konstan.
Pada kehilangan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada perdarahan atau

17
kerusakan abnormal eritrosit muda dalam darah, laju eritropoiesis dapat
meningkat menjadi lebih dari enam kali lipat nilai normal.8

3.2 Definisi anemia gravis


Anemia gravis adalah anemia apa bila konsentrasi Hb ≤ 8 g/dL selama 3
bulan berturut-turut atau lebih. Anemia gravis timbul akibat penghancuran sel
darah merah yang cepat dan hebat atau akibat penurunan produksi sel darah
merah. Anemia gravis lebih sering dijumpai pada penderita anak-anak. Anemia
gravis dapat bersifat akut dan kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh
anemia defisiensi besi (ADB),  sickle cell anemia (SCA), talasemia,
spherocytosis, anemia aplastik dan leukemia. Anemia gravis kronis juga dapat
dijumpai pada infeksi kronis seperti tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang
lama, seperti malaria, cacing dan lainnya.2

3.3 Epidemiologi anemia


Menurut studi epidemiologi anemia merupakan kondisi yang sangat sering
mempengaruhi hingga satu pertiga populasi secara global yang dimana pada
sebagian besar kasus tidak memberikan gejala yang signifikan. Anemia seringkali
terjadi pada wanitaa usia reproduktif, wanita hamil, lansia, dan juga anak-anak. 2

18
Di Indonesia sendiri anemia masih merupakan suatu masalah besar dengan
prevalensi yang cukup tinggi. Berdasarkan data RISKESDAS taahun 2018,
prevalensi anemia di Indonesia mencapai 32% dari seluruh penduduk, yang
dimana jika tidak ditangani secara cepat akan memberikan efek jangka panjang
pada kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Jenis anemia yang paling sering
terjadi adalah anemia defisiensi besi akibat malnutrisi.9

3.4 Klasifikasi anemia10


Anemia daapat diklasifikasikan berdasarkan tiga kriteria yaaitu berdasarkan
patogenesis anemia, morfologi eritrosit, serta gejala klinis. Berdasarkan
patogenesis anemia dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu anemia
hiperproliferatif, kondisi dimana sum-sum tulang memproduksi banyak sel darah
merah yang ditandai dengan meningkatnya kadar retikulosit dan anemia
hipoproliferaatif kondisi dimana sum-sum tulang tidak mampu memproduksi
eritrosit secara adekuat. Berdasarkan morfologi anemia dibagi menjadi tiga bagian
besar yaitu anemia makrositik, mikrositik, dan normositik. Sedangkan
berdasarkan klinis anemia dibagi menjadi akut atau kronik.

3.4.1 Klasifikasi anemia berdasarkan patogenik


A. Hiperproliferatif anemia
Hiperproliferatif aanemia merupakan kondisi dimana sum-sum
tulang memberikan reaksi terhadap tissue hypoxia dengan memproduksi
sel darah merah. Kondisi ini dapat ditandai dengan meningkatnyaa sel
darah merah muda yaitu retikulosit.

B. Hipoproliferatif anemia
Hipoproliferatif anemia merupakan kondisi dimana sum-sum
tulang belakaang tidak memberikan respon terhadaap tissue hypoxia.
Kondisi ini biasanya terjadi akibat impairement stem cells, kurangnya
bahan pembentukan eritrosit, dll. Kondisi ini ditandai dengan
menurunnyaa kadar retikulosit.

19
3.4.2 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi eritrosit
Klasifikasi anemia berdasarkaan morfologi dinilai merdasarkan nilai
MCV atau ukuran eritrosit, adapun klasifikasi anemia berdasarkan morfologi
sebagai berikut:
A. Anemia mikrositik
Annemia mikrositik merupakan anemia yang ditandai dengan
ukuraan eritrosit yang kecil yaitu dengan nilai MCV <80. Anemia jenis
ini biasa terdapat pada kasus anemia defisiensi besi, thalassemia, dan
anemia kronik akibat inflamasi kronik, serta anemia sideroblastik.

B. Anemia normositik
Anemia normositik merupakan anemia yang ditandai dengan
ukuran eritrosit normal yaitu dengan nilai MCV 82-98 fl. Kasus anemia
normositik perlu dilaakukan pemeriksaaan kadar retikulosit, karena
etiologi anemia tipe ini bergantung dengan kadar retikulosit.

C. Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakaan anemia yang ditandai dengan
ukuran eritrosit yang besar. Anemia ini ditandaai dengan nilai MCV
>99 fl. Kasus anemia

3.5 Etiologi11
Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau
hemoglobin. Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen dan
tidak berfungsi secara normal.
Secara garis besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:
 Produksi sel darah merah yang kurang.
 Kehilangan darah secara berlebihan.
 Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat.

20
Berikut ini adalah jenis-jenis anemia yang umum terjadi berdasarkan
penyebabnya:

1. Anemia akibat kekurangan zat besi


Kekurangan zat besi membuat tubuh tidak mampu menghasilkan
hemoglobin (Hb). Kondisi ini bisa terjadi akibat kurangnya asupan zat besi dalam
makanan, atau karena tubuh tidak mampu menyerap zat besi.

2. Anemia pada masa kehamilan


Ibu hamil memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah dan hal ini normal.
Meskipun demikian, kebutuhan hemoglobin meningkat saat hamil, sehingga
dibutuhkan lebih banyak zat pembentuk hemoglobin, yaitu zat besi, vitamin B12,
dan asam folat. Bila asupan ketiga nutrisi tersebut kurang, dapat terjadi anemia
yang bisa membahayakan ibu hamil maupun janin.

3. Anemia akibat perdarahan


Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi secara
perlahan dalam waktu lama atau terjadi seketika. Penyebabnya bisa cedera,
gangguan menstruasi, wasir, peradangan pada lambung, kanker usus, atau efek
samping obat, seperti NSAID . Selain itu, anemia karena perdarahan juga bisa
merupakan gejala infeksi parasit akibat cacing tambang yang menghisap darah
dari dinding usus.

4. Anemia aplastik
Anemia aplastic. terjadi ketika kerusakan pada sumsum tulang membuat
tubuh tidak mampu lagi menghasilkan sel darah merah dengan optimal. Kondisi
ini diduga dipicu oleh infeksi, penyakit autoimun, paparan zat kimia beracun,
serta efek samping obat antibiotik dan obat untuk mengatasi rheumathoid
aartthrritis.

5. Anemia hemolitik

21
Anemia hemolotik. terjadi ketika penghancuran sel darah merah lebih
cepat daripada pembentukannya. Kondisi ini dapat diturunkan dari orang tua, atau
didapat setelah lahir akibat kanker darah, infeksi bakteri atau virus, autoimun,
serta efek samping obat-obatan, seperti paracetamol, penisilin, dan obat
antimalaria.

6. Anemia akibat penyakit kronis


Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses pembentukan sel darah
merah, terutama bila berlangsung dalam jangka panjang. Beberapa di antaranya
adalah chron disease, penyakit ginjal, kanker, rheumatoid arthritis,
dan HIV/AIDS.

7. Anemia sel sabit (sickle cell anemia)


Anemia sel sabit  disebabkan oleh mutasi (perubahan) genetik pada
hemoglobin. Akibatnya, hemoglobin menjadi lengket dan berbentuk tidak normal,
yaitu seperti bulan sabit. Seseorang bisa terserang anemia sel sabit apabila
memiliki kedua orang tua yang sama-sama mengalami mutasi genetik tersebut.

8. Thalasemia
Thallasemia merupakan kondisi dimana sel darah merah yang dihasilkan
kecil dan memiliki umur yang lebih singkat. Etiologi dari anemia akibat
thalassemia adalah karena mutasi genetik.

3.6 Patofisiologi11
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan
pada tiga kelompok:
  Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal
  Anemia akibat penghancuran sel darah merah
 Anemia akibat kehilangan darah

3.6.1 Anemia Akibat Produksi Yang Berkurang Atau Gagal

22
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini
terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral
dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan
normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara lain Sickle
cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat
besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan kesehatan lain yang
mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis.

3.6.2 Anemia akibat rusaknya eritrosit


Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan
terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat
sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang
diketahui atara lain:
  Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia
  Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapajenis makanan
  Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis
  Autoimun
  Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan trombosis
  Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah
merah dan menghancurkannya sebelum sempat
bersirkulasi.

3.6.3 Anemia akibat perdarahan


Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis
umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal ( misal ulkus, hemoroid,
gastritis, atau kanker saluran pencernaan ), penggunaan obat obatan yang
mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses
kelahiran.

23
3.7 Manifestasi klinis
A. Keluhan
 Lemas
 Mudah lelah
 Letargii
 Sesak saat beraktivitas
 Nyeri dada
 Asimtomatik

B. Temuan fisik
 Akral dingin
 Taakipnoe
 Hipotennsi
 Konjungtiiva anemis
 Jaundice
 Splenomegali
 Hepatomegali
 Takiikardia
 Palmar dan kuku pucat

3.8 Diagnosis dan evaluasi etiologi


Anemia merupakan suatu bentuk manifestasi klinis yang disebabkan oleh
karena adanya penyakit bawaan. Berikut merupakan tabel diagnnostik anemia
berdasarkan kadar haemoglobin12

24
Oleh karena anemia merupakan suatu manifestasi klinis maka perlu dilakukan
beberapa evaluasi unntuk mencari etiologi penyebab dari anemia tersebut.
Evaluaasi etiologic anemia dapat dilakukan dengan melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium. Berikut merupakan proses evaluasi yang dapat
dilakukan pada pasien dengan anemia13,14

1. Melakukan pemeriksaan darah perifer lengkap


Tujuan dilakukannya pemeriksaaan ini adalah untuk melihat kadar
haemoglobin maupunn jumlah eritrosit dari pasien anemia.

2. Melakukan pemeriksaaan retikulosit


Pemeriksaaan ini dilakukan untuk menilai apakah anemia ttersebut tipe
hipoproliferatif ataau hipeerproliferatif. Jika hasil reetikulosit > 2 maka dapat
diduga anemia disebabkan oleh karena perdarahan atau hemolisis, jika
reetikulosit <2 maka anemia merupakan anemia hipoproliferatif.

3. Evaaluasi volume eritrosit dengan evaluasi MCV dan SADT15


 Mikrositik (MCV<80)
o Anemia defisiensi besi  pemeriksaan fe
o Lead poisoning
o AOCD
o Thalassemia
o Anemia sideroblastic serum besi meningkat

 Normositik (MCV 90-100)

25
o CKD  eGFR
o Anemia aplastic
o Red cell aplasia
o Bleeding
 Makrositik (MCV >100)
o Defisiensi asaam folate
o Hipotiroid TSH dan fT4
o Gangguan hepar
o Alkohol

3.9 Tatalaksana2
Penatalaksanaan medis anemia gravis ditentukan berdasarkan penyakit
dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Berikut beberapa pengobatan anemia
dengan berbagai indikasi. 
1.   Farmakologi 

a)   Erythropoetin-Stimulating Agents (ESAs)

b) Epoetin Alfa

c)   Obat untuk Mengatasi Pendarahan

d) Cryoprecipitate

e)   Garam Besi
• Fereous Sulfate
• Carbonyl Iron
• Iron Dextran Complex
• Ferric Carboxymaltose
2.   Transfusi 
Transfusi harus dilakukan pada pasien yang secara aktif
mengalami pendarahan dan untuk pasien dengan anemia gravis.

26
Transfusi adalah paliatif dan tidak boleh digunakan sebagai pengganti
untuk terapi tertentu. Pada  penyakit kronis yang berhubungan dengan
anemia gravis, erythropoietin dapat membantu dalam mencegah atau
mengurangi transfusi
3. Transplantasi Sumsum Tulang dan Stem Sel 
Metode ini telah dipakai oleh pasien dengan leukimia,
lymphoma,Hodgkin disease, multiple myeloma, myelofibrosis dan
penyakit aplastik. Harapan hidup pada pasien ini meningkat, dan
kelainan hematologi membaik. Alogenik transplantasi sumsum tulang
berhasil memperbaiki ekspresi fenotipik dari penyakit sel sabit dan
talasemia dan meningkatkan harapan hidup pada pasien yang berhasil
transplantasi.

4.   Terapi Nutrisi dan Pertimbangan Pola Makanan


a.  Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi
tubuh karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam
tubuh jugaberfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Asupan
protein yang adekuat sangat penting untuk mengatur integritas, fungsi,
dan kesehatan manusia dengan menyediakan asam amino sebagai
precursor molekul esensial yang merupakan komponen dari semua sel
dalam tubuh. Protein berperan penting dalam transportasi zat besi di
dalam tubuh. Oleh karena itu, kurangnya asupan protein akan
mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi
defisiensi besi. Di samping itu makanan yang tinggi protein terutama
yang berasal dari hewani banyak mengandung zat besi11 

b.   Vitamin A

27
Suplementasi vitamin A dapat membantu mobilisasi zat besi dari
tempat penyimpanan untuk proses eritropoesis di mana disebutkan
suplementasi vitamin A sebanyak 200.000 UI dan 60 mg  ferrous
sulfate selama 12 minggu dapat meningkatkan rata  –  rata kadar
hemoglobin sebanyak 7 g/L dan menurunkan prevalensi anemia dari
54% menjadi 38%. Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang
dapat membantu absorpsi dan mobilisasi zat besi untuk pembentukan
eritrosit. Rendahnya status vitamin A akan membuat simpanan besi
tidak dapat dimanfaatkan untuk proses eritropoesis. Selain itu,
Vitamin A dan β-karoten akan membentuk suatu kompeks dengan
besi untuk membuat besi tetap larut dalam lumen usus sehingga
absorbsi besi dapat terbantu. Apabila asupan vitamin A diberikan
dalam jumlah cukup, akan terjadi penurunan derajat infeksi yang
selanjutnya akan membuat sintesis RBP dan transferin kembali
normal. Kondisi seperti ini mengakibatkan besi yang terjebak di
tempat penyimpanan dapat dimobilisasi untuk proses eritropoesis.
Sumber vitamin A dalam makanan sebagian besar dari sumber-
sumber makanan nabati dan hewani, misalnya sumber hewani
diantaranya susu dan produk susu, telur serta ikan dll, sumber
makanan nebati sepertipapaya, mangga, serta jeruk dan sayuran
seperti wortel.

C. Vitamin C
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada keterkaitan
antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia di mana
korelasinya bersifat positif yang menunjukkan semakin tinggi asupan
vitamin C maka kadar hemoglobin akan semakin tinggi pula yang
berarti kejadian anemia semakin rendah. Hal ini membuktikan bahwa
vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi di dalam tubuh.
Vitamin C dapat menghambat pembentukan hemosiderin yang
sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi jika diperlukan. Vitamin
C

28
 juga memiliki peran dalam pemindahan besi dari transferin di dalam
 plasma ke feritin hati11
Vitamin C yang dikonsumsi untuk dibutuhkan untuk membentuk
sel darah merah yang dapat mencegah kelelahan dan anemia misalnya
 buah sitrus, jeruk, lemon, blackcurrant buah-buahan lain dan sayuran
hijau.

D. Zat Besi
Besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, sebagai
faktor utama pembentuk hemoglobin. Jumlah besi yang disimpan
dalam tubuh manusia adalah sekitar 4 g. Terdapat empat bentuk zat
besi dalam tubuh. Sebagian besar zat besi yaitu kira-kira 2/3 dari
total besi tubuh terikat dalam hemoglobin yang berfungsi khusus,
yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan metabolisme ke jaringan-
jaringan tubuh12
Zat besi (Fe) terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-
kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua. Zat besi terdapat dalam
makanan dalam bentuk ferri hidroksida, ferri-protein dan kompleks
heme-protein. Secara umumnya, daging terutamanya hati adalah
sumber zatbesi yang lebih baik dibanding sayur-sayuran, telur dan
lainnya12

E. Asam folat
Asam folat merupakan senyawa berwarna kuning, stabil dan larut
dalam air yang terdiri dari bagian-bagian pteridin, asam para-
aminobenzoat dan asam glutamat. Sumber makanan asam folat
banyak terdapat pada hewan, buah-buahan, gandum, dan sayur-
sayuran terutama sayur-sayuran berwarna hijau.
Asam folat bersama vitamin B 12 berfungsi dalam pembentukan
DNA inti sel dan penting dalam pembentukan myelin yang
berperan penting dalam maturasi inti sel dalam sintesis DNA sel-sel
eritroblast. Akibat dari sefisiensi asam folat adalah gangguan sintesis
DNA pada inti eritroblas sehingga maturasi inti menjadi lebih lambat,

29
akibatnya kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar
(megaloblast). Kebutuhan harian asam folat adalah 25-200 mcg

F. Vitaminn B12
Salah satu fungsi utama vitamin B12 adalah dalam pembentukan
sel-sel darah merah. Vitamin B12 penting untuk sistesis DNA dengan
cepat selama pembelahan sel pada jaringan dimana pembelahan sel
berlangsung cepat, terutama jaringan sum-sum tulang yang
bertanggungjawab untuk pembentukan sel darah merah. Terjadi
defisiensi vitamin B12, pembentukan DNA berkurang dan sel-sel
darah merah tidak normal, disebut dengan kejadian megaloblas yang
akhirnya menjadi anemia.
Vitamin B12 dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil.
Kecukupan vitamin B12 pada anak dibawah usia 4 tahun < 1 μg/hari,
 pada usia 4  – 1  2 tahun sekitar 1  –  1,8 μg/hari dan bagi usia
13 tahun sampai dewasa 2,4 μg/hari. Sedangkan ibu hamil dan
menyusui memerlukan tambahan masing-masing 0,2 μg/hari dan 0,4
μg/hari. Vitamin B12 banyak ditemukan dalam pangan hewani, seperti
daging, susu, telur, ikan, kerang dan lain-lain

3.10 Komplikasi16
1.   Gangguan Perkembangan Fisik dan Mental
Ada bukti menyatakan bahwa anemia dapat menyebabkan
gangguan pada perilaku dan fungsi intelektual anak 1. Anemia gravis
akibat defisiensi besi menyebabkan gangguan perkembangan neurologik
pada bayi dan menurunkan prestasi belajar pada anak usia sekolah karena
zat besi telah dibuktikan berperan penting dalam fungsi otak dan
penelitian pada hewan coba menunjukkan berlakunya perubahan perilaku
dan fungsi neurotransmitter pada hewan coba yang kekurangan zat besi.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan di Chile, Indonesia, India dan
USA didapatkan bahwa anemia defisiensi besi secara konklusifnya
mengganggu perkembanganpsikomotor dan fungsi kognitif pada anak

30
usia sekolah. Anak-anak yang diberikan suplementasi besi merasa kurang
lelah dan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi semasa pembelajaran
juga meningkat .Nilai IQ (Intelligent Quotient)  pada anak yang
mengalami kurang zat besi ditemukan dengan jelas lebih rendah
berbanding anak yang tidak mengalami anemiadefisiensi besi.

2.  Penyakit Kardiovaskular


Pada keadaan anemia dengan kadar hemoglobin <
7g/dLmengakibatkan kapasitas pengangkutan oksigen oleh sel darah
merah menurun. Suatu proses pengantaran oksigen ke organ ataupun
jaringan dipengaruhi oleh tiga faktor di antaranya faktor hemodinamik
yaitu cardiac output dan distribusinya, kemampuan pengangkutan
oksigen di darah yaitu konsentrasi hemoglobin, dan oxygen extraction
yaitu perbedaan saturasi oksigen antara darah arteri dan vena Pada
keadaan anemia terjadi perubahan nonhemodinamik dan hemodinamik
sebagai kompensasi dari penurunan konsentrasi hemoglobin. Mekanisme
nonhemodinamik diantaranya yaitu peningkatan produksi eritropoetin
untuk merangsang eritropoesis dan meningkatkan oxygen extraction.
Ketika konsentrasi hemoglobin di bawah 10 g/dL, faktor
nonhemodinamik berperan dan terjadi peningkatan cardiac output serta
aliran darah sebagai kompensasi terhadap hipoksia jaringan. Kompensasi
mekanisme hemodinamik bersifat kompleks, antara lain terjadi
penurunan afterload akibat berkurangnya tahanan vaskular sistemik,
peningkatan  preload akibat peningkatan venous return dan peningkatan
fungsi ventrikel kiri yang  berhubungan dengan peningkatan aktivitas
simpatetik dan faktor inotropik. Pada anemia kronik, terjadi
peningkatan kerja jantung menyebabkan pembesaran jantung dan
hipertrofi ventrikel kiri.
Data longitudinal menunjukkan bahwa anemia merupakan
predisposisi terjadinya dilatasi ventrikel kiri dengan kompensasi
hipertrofi yang dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi sistolik.
Manifestasi kardiovaskular pada pasien dengan anemia kronis yang berat

31
tidak terlihat jelas kecuali pada pasien mengalami gagal jantung
kongestif. Pasien biasanya mengalami pucat,bisa terlihat kuning, denyut
jantung saat istirahat cepat, prekordial aktif dan dapat terjadi murmur
sistolik. Pada keadaan anemia, venous return  jantung akan meningkat.
Pada jantung dapat terjadi hipertrofi ventrikel kiri, dengan miofibril
jantung yang memanjang dan ventrikel kiri dilatasi, akibatnya akan
memperbesar stroke volume sesuai dengan mekanisme Starling
Secara fisiologis akibat dari hal ini terjadi dilatasi ventrikel
khususnya terjadi peningkatan tekanan dinding jantung yang
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen dan percepatan kerusakan
miosit. Pada tahap terjadi dilatasi yang progresif dinding ventrikel kiri
menebal yang disebut dengan eccentric hipertrofi yang bermanfaat
sebagai mekanisme adaptasi untuk melindungi jantung dari peningkatan
tahanan dinding jantung

3.  Hipoksia Anemik


Tujuan dasar sistem kardiorespirasi adalah untuk mengirim
oksigen (dan substrat) ke sel-sel dan membuang karbon dioksida (dan
hasil metabolik lain) dari sel-sel. Pertahanan yang sesuai dari fungsi ini
tergantung pada sistem respirasi dan kardiovaskuler yang intak dan suplai
udara yang diinspirasi yang mengandung oksigen adekuat. Perubahan
teganagan oksigen dan karbon diaoksida serta perubahan konsentrasi
intraeritrosit dari komponen fosfat organik, terutama asam 2,3-
bifosfogliserat, menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigen. Bila
hasil hipoksi sebagai akibat gagal pernafasan, PaCO2  biasanya

meningkat dan kurva disosiasi bergeser kekanan. Dalam kondisi ini,


persentase saturasi hemoglobin dalam darah arteri pada kadar penurunan
tegangan oksigen alveolar (PaCO2) yang diberikan13.
Setiap penurunan kadar hemoglobin akan disertai dengan
penurunan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen. PaCO2 tetap
normal, tetapi jumlah absolut oksigen yang diangkut perunit volume
darah akan berkurang. Ketika darah yang anemik melintas lewat kapiler

32
dan oksigen dalam jumlah yang normal dikeluarkan dari dalam darah
tersebut, maka PaCO2 di dalam darah vena akan menurun dengan derajat
penurunan yang lebih besar daripada yang seharusnya terjadi dalam
keadaan normal

3.11 Prognosis2
Prognosis anemia ditentukan dari etiiologi anemia itu sendiri. Anemia
yang diakibatkan oleh karena malnutrisi biasanya akan memiliki prognosis yang
lebih baik. Tatalaksana perbaikan nutriisi harus dilakukan sedini mungkin.
Semakin cepat diitatalaksana prognosis akan semaakinn baik.
Anemia akibat perdarahann juga biasanyaa akan memiliki prognosis yang
baik jika ditatalaksana secara cepat dan tepat. Anemia yang biiasanya memiliiki
prognosis yang buruk adalah jika anemia disebabkan oleh karena penyakit kronis
seperti gagal ginjal atau karena kelainan produksi sel darah merah seperti anemia
aplastik.

33
DAFTAR PUSTAKA
1. Chaparro, C. M., & Suchdev, P. S. (2019). Anemia epidemiology,
pathophysiology, and etiology in low- and middle-income
countries. Annals of the New York Academy of Sciences, 1450(1), 15–31.
https://doi.org/10.1111/nyas.14092

2. Turner J, Parsi M, Badireddy M. Anemia. [Updated 2022 Jan 9]. In:


StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499994/

3. Kassebaum NJ, Jasrasaria R, Naghavi M, et al. 2014. A systematic


analysis of global anemia burden from 1990 to 2010. Blood 123: 615–624.

4. Kementrian Kesehatan RI. Haasil Utama RISKESDAS 2018.


KEMENKES RI. 2019

5. Mary Louise Turgeon (2004). Clinical Hematology: Theory and


Procedures. Lippincott Williams & Wilkins. p. 100

6.  Bianconi, Eva; Piovesan, Allison; Facchin, Federica; Beraudi, Alina;


Casadei, Raffaella; Frabetti, Flavia; Vitale, Lorenza; Pelleri, Maria
Chiara; Tassani, Simone (1 November 2013). "An estimation of the
number of cells in the human body". Annals of Human Biology.  40 (6):
463–71.

7. Sherwood L, dkk. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 6. Jakarta


: EGC, 2011.

8. Koury MJ, Ponka P. New insights into erythropoiesis: the roles of folate,
vitamin B12, and iron. Annu Rev Nutr. 2004;24:105-31. doi:
10.1146/annurev.nutr.24.012003.132306. PMID: 15189115.

9. Patel KV. Epidemiology of anemia in older adults. Semin Hematol. 2008


Oct;45(4):210-7.

10. M. Domenica Cappellini, Irene Motta,Anemia in Clinical Practice—


Definition and Classification: Does Hemoglobin Change With
Aging?.Seminars in Hematology,. Volume 52, Issue 4.2015; 216-69.

11. Balarajan Y, Ramakrishnan U, Özaltin E, et al. 2011. Anaemia in low-


income and middle-income countries. Lancet 378: 2123–2135.

12. Who. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and


assessment of severity .VMNIS | Vitamin and Mineral Nutrition
Information System .2019

13. Jamwal M, Sharma P, Das R. Laboratory Approach to Hemolytic


Anemia. Indian J Pediatr. 2020 Jan;87(1):66-74.

34
14. Mumford J, Flanagan B, Keber B, Lam L. Hematologic Conditions:
Platelet Disorders. FP Essent. 2019 Oct;485:32-43.

15. Rashid A. A 65-year-old man with anemia: diagnosis with peripheral


blood smear. Blood Res. 2015 Sep;50(3):129.

16. Triscott JA, Dobbs BM, McKay RM, Babenko O, Triscott E. Prevalence
and Types of Anemia and Associations with Functional Decline in
Geriatric Inpatients. J Frailty Aging. 2015;4(1):7-12.

35

Anda mungkin juga menyukai