THT ElfiraSutanto 16042 Referat Word
THT ElfiraSutanto 16042 Referat Word
PRESBIAKUSIS
Disusun Oleh :
Elfira Sutanto
030.16.042
Pembimbing
dr.Heri Puryanto, Sp.THT-KL
i
BAB I
PENDAHULUAN
Aging merupakan proses disfungsi organ atau jaringan yang terjadi secara
progresif seiring berjalannya waktu.(1) Proses aging sendiri terdiri dari tiga
komponen besar yaitu: degenerasi biologis, kerusakan ekstrinsik, dan kerusakan
intrinsik. Ketiga komponen aging diatas sangat mempengaruhi patogenesis dari
penyakit yang sangat berkaitan dengan usia.(1) Penyakit yang berkaitan dengan usia
merupakan penyakit yang angka prevalensinya atau angka insidensinya bertambah
seiring dengan semakin bertambahnya usia, sebagai contoh: Alzheimer, Presbiopia,
Katarak, Aterosklerosis, Kanker, dan Presbiakusis.(1) Tidak semua individu dengan
usia lanjut mengalami penyakit-penyakit yang berkaitan dengan aging. Hal ini
dikarenakan proses aging setiap orang berbeda-beda, proses aging setiap individu
sangat dipengaruhi dengan lingkungan dan gaya hidup seseorang. (1)
Presbiakusis merupakan salah satu penyakit yang terkait dengan proses
aging.(2) Presbiakusis ditandai dengan adanya kerusakan atau menurunnya fungsi
pendengaran yang terjadi secara progresif seiring bertambahnya usia.(2) Menurut
World Health Organization setidaknya satu-pertiga dari populasi manusia yang
berusia lebih dari 65 tahun menderita presbiakusis.(3) Penurunan fungsi
pendengaran pada individu dengan presbiakusis berlangsung secara progresif,
bilateral, dan bersifat irreversible yang dimana terjadi akibat proses degenerasi dari
struktur jaringan. koklea atau degenerasi dari saraf terkait dengan
pendengaran.Penurunan fungsi pendengaran pada individu dengan presbiakusis
diawali dengan penurunan fungsi pendengaran pada nada tinggi lalu seiring
berjalannya waktu akan berefek pada pendengaran nada rendah. Pendengaran
fungsi pendengaran tersebut dapat ditandai dengan sulitnya memahami
peercakapan, mengenali suara terlebih pada teempat yang ramai. Individu dengan
presbiakusis yang tidak ditatalaksana dengan baik cenderung akan mengalami
depresi hingga penurunan kualitas hidup, sehingga sangat penting untuk
1
menatalaksana dan mengedukasi individu dengan presbiakusis agar dapat
mempertahankan kualitas hidup individu tersebut.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menyimpulkan beberapa studi
mengenai preesbiakusis seperti definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
hingga tatalaksana serta komplikasi guna meningkatkan kesadaran, pengenalan,
serta early diagnosis dan prompt treatment pada pasien dengan presbiakusis agar
dapat mempertahankan kualitas hidup individu dengan presbiakusis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Presbiakusis merupakan salah satu penyakit yang terkait dengan proses
aging.(4) Presbiakusis ditandai dengan adanya kerusakan atau menurunnya fungsi
pendengaran yang terjadi secara progresif seiring bertambahnya usia. Penurunan
fungsi pendengaran pada individu dengan presbiakusis berlangsung secara
progresif, bilateral, dan bersifat irreversible yang dimana terjadi akibat proses
degenerasi dari struktur jaringan koklea atau degenerasi dari saraf terkait dengan
pendengaran Berdasarkan letak kerusakan jaringan maka presbiakusis
diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu : 1. Sensory presbycusis yang ditandai
dengan atrofi dari epitel sterosilia pada organ korti; 2. Neural presbycusis yang
ditandai dengan atrofi dari sel-sel saraf dikoklea dan jaras sentral; 3. Metabolic
presbycusis yang ditandai dengan atrofi dari stria vaskularis; dan 4. Mechanical
presbycusis yang ditandai dengan menebalnya membran basiler koklea.(4)
2.2 Epidemiologi
Prevalensi presbiakusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari 60
tahun. Di seluruh dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas umur 65
tahun di diagnosis menderita presbiakusis terutama pria. Di Indonesia sekitar 25-
30% kasus presbiakusis dialami oleh individu deengan usia 65-74 tahun dan 40-
50% dialami oleh individu diatas 75 tahun. Presbiakusis ceendeerung lebih banyak
terjadi pada pria dibanding wanita.(3)
3
presbiakusis sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik disebabkan oleh kerusakan pada
DNA mitokondria, faktor genetik, dan DNA Methylation, sementara faktor
ekstrinsik dapat disebabkan oleh pengaruh obat-obatan yang bersifat ototoksik,
paparan bising, dan pola hidup.(2)
B. Faktor genetik
Secara garis besar kejadian presbiakusis sangat terkait dengan
riwayat keluarga. Studi heritability mengenai presbiakusis
memperkirakan bahwa terdapat 25% hingga 75% komponen genetik
yang terkait dengan presbiakusis.(5) Gen-gen polymorphism terkait
presbiakusis sebagian besar adalah gen yang mengkode ekspresi dari
protein terkait enzim detoksifikasi seperti: 1. Glutathion S-transferase
(GSTM1 dan GST1); 2. N-acetyltransferase (NAT2*6A); 3.
Mitochondrial superoxide dismutase (MnSOD dan SOD2); 4.
Cadherin 23 (Cdh23) geen yang meengkode komponen ujung sel
rambut koklea; 5. dan lain-lain.(6)
4
C. DNA Methylation
DNA Methylation merupakan salah satu mekanisme regulasi
dari ekspresi gen yang dapat ditandai dengan dua keadaan yaitu
hipermetilasi dan hipometilasi. Hipermetilasi sendiri merupakan
mekanisme yang menghambat proses transkripsi DNA menjadi
mRNA karena metil sendiri akan mempererat ikatan histon sehingga
enzim terkait ekspresi gen seperti DNA polimerase tidak dapat
menempel pada region gen yang mengalami hipermetilasi, sedangkan
hipometilasi merupakan kebalikan dari hipermetilasi. Hipometilasi
merupakan salah satu mekanisme yang mem-promote proses
transkripsi DNA. Proses DNA Methylation sendiri berbeda pada
setiap individu karena proses ini sangat dipengaruhi dengan pola
hidup individu terkait. Proses ini diiduga sangat berpengaruh pada
patogenesis dari presbiakusis. Studi yang dilakukan oleh Wu et al dan
Bouzid et al menunjukkan bahwa hipermetilasi pada region GJB2 dan
CDH23 meningkatkan resiko presbiakusis.(7)
A. Paparan bising
Sebuah studi retrospektif yang dilakukan di Framingham Heart
Study menunjukkan bahwa kerusakan pada koklea seringkali
disebabkan oleh karena paparan bising dengan intensitas tinggi yang
melebihi kapasitas maksimum pendengaran. Hasil obsrvasi tersebut
mengindikasikan bahwa terdapat korelasi antara kejadian presbiakusis
5
dan kerusakan koklea akibat paparan bising yang dimana paparan
bising.(8)
6
sangat mudah terjadi penumlukan stress oksidatif dalam tubuhnya yang
lama kelamaan akan meenurunkan atau merusak sel tubuh manusia. (2)
2.4 Patofisiologi
Proses patofisiologi dari presbiakusis sendiri diawali dari
ketidakseimbangan mekanisme anti-aging dan pro-aging. Pada individu dengan
presbiakusis mekanisme pro-aging lebih berperan dibandingkan dengan
mekanisme anti-aging sehingga terjadi mutasi pada DNA mitokondria, perubahan
struktur nuclear DNA (Methylation) yang berujung pada degenerasi sel koklea
maupun sel saraf.
7
sel. Proses stress oksidatif ini keemudian akan terakumulasi didalam tubuh
dan mampu merusak DNA hingga sel sehingga mempercepat proses
penuaan dan mem-promote kejadian penyakit age-related.(10)
C. Inflamasi
Menurut studi yang dilakukan oleh Howcroft et al terdapat korelasi
antara level sitokin proinflamasi (Interleukin 1 Beta dan TNF) dan kejadian
dari presbiakusis, namun mekanismee pasti bagaimana sitokin proinflamasi
ini memperceepat proses degenerasi sel masih bekum dipahami secara
keseluruhan.(2)
D. Senescence
Senescence merupakan kondisi dimana sel tidak dapat beregenerasi
atau tetap berada pada fase G1 akibat dari paparan brebagai macam stress.
Akumulasi dari sel senescence sangat memiliki prean penting pada
patofisiologi dari proses aging dan age related disease.(12)
E. Disfungsi mitokondria
Mitokondria merupakan organel yang memiliki fungsi sebagai
house power dari sel dan juga memiliki fungsi autophagy. Fungsi autophagy
dari mitokondria sendiri adalah untuk menyingkirkan protein-protein dan
organel yang rusak, serta patogen yang ada di dalam sel. Oleh karena itu
8
jika terjadii disfungsi dari mitokondria maka fungsi autophagy mitokondria
akan menurun dan protein yang rusak tidak akan didegradasi, protein ini
kemudian diduga akan mempengaruhi struktur sel dan jaringan.(12)
B. Mitokondria
Mitokondria merupakan organel yang memiliki fungsi sebagai
house power dari sel dan juga memiliki fungsi autophagy. Seperti yang telah
dijabarkan diatas fungsi autophagy dari mitokondria diduga menjadi salah
satu mekanisme yang penting untuk pertahanan sel.(13)
9
yang ramai. Pasien juga terkadang mengeluhkan lebih sulit untuk memahami
percakapan dengan wanita dibanding pria, diduga akibat nada suara dari wanita
cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Pasien juga biasanya akan mengatakan
bahwa keluhan penurunan fungsi pendengaran yang dialaminya bersifat profresif
bilateral, selain itu pasien juga kadang mengalami tinnitus atau telinga
berdenging.(14)
2.7.2 CT-scan
Pemeriksaan CTscan pada pasien dengan presbiakusis dilakukan untuk
meenyingkirkan diagnosis banding acoustic neuroma.
10
Gambar 2.7.2 Gambar hasil CT scan acoustic neuroma
11
B. Acoustic neuroma
Acoustic neuroma merupakan tumor ekstra-aksial yang berasal dari sel
schwann yang bereinvestasi pada saraf vestibular atau saraf koklea. Gejala yang
sering muncul pada acoustic neuroma adalah penurunan fungsi pendengaran
sensorineural unilateral yang disertai dengan kejadian. Tinnitus. Untuk melihat
adanya tumor maka perlu dilakukan peemeeriksaan peenunjang CTscan atau
MRI.(17)
D. Cholesteatoma
Cholesteatoma merupakan suatu kondisi dimana teerdapat jaringan epiteel
skuamosa pada telinga tengah, pada umumnya jaringan ini seharusnya tidak ada
pada teelinga bagian tengah. Cholesteatoma bisa jadi mreupakan komplikasi dari
otitis media. Gejala yang paling sering timbul pada cholesteatoma adalah rasa
penuh pada teelinga dan penurunan fungsi telinga namun yang tipe konduktif
keluhan kadang disertai deengan keeluarnya cairan pada liang telinga.(19)
2.9 Diagnosis
Diagnosis dari presbiakusis dapat ditegakkan jika keluhan penurunan fungsi
pendengaran tidak disertai dengan adanya kelainan anatomis telinga atau jaras
saraf dan etiologik lain seperti neuroma, penurunan fungsi pendengaran akibat
autoimun, obstruksi liang telinga, dan lain-lain.
12
Untuk menyingkirkan diagnosis lain maka diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap hingga pemeriksaan penunjang. Pada proses
anamnesis sangat perlu ditanyakan mengenai identitas pasien terlebih lagi usia
pasien karena usia menjadi salah satu faktor penting untuk menegakkan
presbiakusis. Presbiakusis biasanya terjadi pada individu diatas 60 tahun, oleh
karena itu jika pasien datang dengan keluhan yang mirip seperti presbiakusis namun
usianya kurang dari 60 tahun maka dapat diutamakan diagnosis lain selain
presbiakusis. Selain menanyakan identitas pasien sngat penting juga untuk
menggali keluhan penurunan fungsi pendengaran pasien yaitu dengan menanyakan
apakah sifatnya mendadak atau secara perlahan, menanyakan apakah terjadi pada
satu telinga saja atau langsung pada dua telinga. Pasien degan presbiakusis biasanya
akan meengeluhkan bahwa penurunan fungsi pendengaran pasien terjadi secara
peerlahan-lahan dan langsung mengenai pada dua telinga, jika penurunan
pendengaran pasien terjadi secara mendadak atau unilateral maka bisa dipikirkan
diagnosis lain selain presbiakusis. Setelah meenggali riwayat penurunan fungsi
pendengaran pasien, perlu juga untuk menanyakan faktor resiko dari presbiakusis
sendiri seperti pekerjaan dahulu, riwayat penyakit seperti diabetes dan hipertensi,
kebiasaan pasien, serta konsumsi rokok dan juga perokok. Anamneesis dari faktor
resiko ini bisa menjadi sangat menunjang diagnosis dari presbiakusis sendiri, oleh
karena itu sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien.
Setelah melakukan anamnesis yang lengkap pada pasien maka hasil
anamnesis tersebut perlu dikonfirmasi dengan temuan-temuan pada pemeeriksaan
fisik. Dari hasil peemeriksaan fisik sendiri tidak terdapat kelainan anatomis yang
signifikan pada telinga pasien, namun yang mungkin bisa menunjang adalah
tekanan darah pasien pada pemeriksaan tanda vital jika pasien memiliki riwayat
hipertensi dimana hipertensi sendiri merupakan salah satu faktor resiko dari
presbiakusis. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan anatomis pada telinga
pasien (inflamasi membran timpani, serumen prop,edema mukosa, dll) maka
peertimbangkan diagnosis lain terlebih dahulu.
Jika pada anamnesis dan peemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien
diduga menderita preesbiakusis maka perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan
13
penunjang untuk meenunjang diagnosis presbiakusis serta menyingkirkan
diagnosis lain yaitu neuroma akustik dan autoimmune hearing loss. Pemeriksaan
yang menunjang diagnosis dari presbiakusis sendiri adalah pemeriksaan
audiometri. Pada pasien dengan presbiakusis maka akan didapatkan gambaran
pemeriksaan audiometri dengan penurrunan fungsi pendengaran secara perlahan
pada nada tinggi atau gambaran sloping. Pemeriksaan penunjang untuk
menyingkirkan neuroma akustik adalah dengan menggunakan CT Scan,
pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah ada massa yang menekan jaras
saraf sehingga menurunkan fungsi pendengaran. Sementara itu untuk
menyingkirkan dugaan autoimun maka dilakukan pemeriksaan ANA. Pada pasien
dengan presbiakusis akan terdapat gambaran CT-Scan yang normal serta ANA
negatif.
2.10 Tatalaksana
Pada umunya presbiakusis merupakan penyakit yang bersifat irreversible
sehingga tidak ada terapi definitif dengan menggunakan medikamentosa yang
direkomendasikan kepada pasien, namun untuk meningkatkan beberapa komponen
fungsi komunikasi dari pasien (pendengaran dan memahami percakapan) maka
pasien direkomendasikan untuk menggunakan alat bantu dengar, melakukan
pelatihan membaca gerakan mulut, atau menggunakan assistive listening device.
14
Gambar 2.9.1 Alat bantu dengar
15
Gambar 2.9.3 Assistive hearing device
A. Konsumsi antioksidan
16
B. Hindari pajanan bising dengan intensitas tinggi
2.12 Komplikasi
Presbiakusis sendiri merupakan penyakit penurunan fungsi pendengaran
yang bersifat bilateral, progresif, dan irreversible sehingga menyebabkan pasien
dengan presbiakusis sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Oleh sebab itu
komplikasi yang paling mungkin terjadi pada pasien dengan presbiakusis adalah
depresi yang berujung pada penurunan kualitas hidup secara signifikan.
2.13 Prognosis
Presbiakusis meerupakan suatu penyakit degeneratif yang bersifat tidak
mengancam jiwa namun tidak dapat disembuhkan sehingga sangat beresiko untuk
meenurunkan kualitas hidup pasien dengan presbiakusis tersebut. Oleh karena itu
prognosis dari pasien dengan presbiakusis dapat dijabarkan seebagai berikut: 1. Ad
vitam: ad bonam; 2. Ad sanationam : ad malam; 3. Ad fungtionam: ad malam.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Franceschi, C.; Garagnani, P.; Morsiani, C.; Conte, M.; Santoro, A.; Grignolio,
A.; Monti, D.; Capri, M.; Salvioli, S. The Continuum of Aging and Age-Related
Diseases: Common Mechanisms but Different Rates. Front. Med. 2018, 5, 61.
4. Yang CH, Schrepfer T, Schacht J. Age-related hearing impairment and the triad
of acquired hearing loss. Front Cell Neurosci. 2015. 9:276.
5. Bared, A.; Ouyang, X.; Angeli, S.; Du, L.L.; Hoang, K.; Yan, D.; Liu, X.Z.
Antioxidant enzymes, presbycusis, and ethnic variability. Otolaryngol. Head Neck
Surg. 2010, 143, 263–268.
6. Uchida, Y.; Sugiura, S.; Sone, M.; Ueda, H.; Nakashima, T. Progress and
prospects in human genetic research into age-related hearing impairment. BioMed
Res. Int. 2014, 2014, 390601.
7. Xiao, F.H.; Kong, Q.P.; Perry, B.; He, Y.H. Progress on the role of DNA
methylation in aging and longevity. Brief. Funct. Genom. 2016, 15, 454–459.
8. Fernandez, K.A.; Jeffers, P.W.; Lall, K.; Liberman, M.C.; Kujawa, S.G. Aging
after noise exposure: Acceleration of cochlear synaptopathy in “recovered” ears. J.
Neurosci. 2015, 35, 7509–7520.
10. Menardo, J.; Tang, Y.; Ladrech, S.; Lenoir, M.; Casas, F.; Michel, C.; Bourien,
J.; Ruel, J.; Rebillard, G.; Maurice, T.; et al. Oxidative stress, inflammation, and
autophagic stress as the key mechanisms of premature age-related hearing loss in
SAMP8 mouse Cochlea. Antioxid. Redox Signal. 2012, 16, 263–274.
11. Benkafadar, N.; Francois, F.; Affortit, C.; Casas, F.; Ceccato, J.C.; Menardo, J.;
Venail, F.; Malfroy-Camine, B.; Puel, J.L.; Wang, J. ROS-Induced Activation of
DNA Damage Responses Drives Senescence-Like State in Postmitotic Cochlear
Cells: Implication for Hearing Preservation. Mol. Neurobiol. 2019, 56, 5950–5969.
18
12. Kamogashira, T.; Hayashi, K.; Fujimoto, C.; Iwasaki, S.; Yamasoba, T.
Functionally and morphologically damaged mitochondria observed in auditory
cells under senescence-inducing stress. NPJ Aging Mech. Dis. 2017, 3, 2.
13. Zarate, S.; Stevnsner, T.; Gredilla, R. Role of Estrogen and Other Sex Hormones
in Brain Aging. Neuroprotection and DNA Repair. Front. Aging Neurosci. 2017,
9, 430.
14. Sprinzl GM, Riechelmann H. Current trends in treating hearing loss in elderly
people: a review of the technology and treatment options - a mini-
review. Gerontology. 2010. 56 (3):351-8.
17. Foley RW, Shirazi S, Maweni RM, et al. Signs and Symptoms of Acoustic
Neuroma at Initial Presentation: An Exploratory Analysis. Cureus. 2017 Nov 15. 9
(11):e1846.
18. Metidieri MM, Rodrigues HF, Filho FJ, Ferraz DP, Neto AF, Torres S. Noise-
Induced Hearing Loss (NIHL): literature review with a focus on occupational
medicine. Int Arch Otorhinolaryngol. 2013 Apr. 17 (2):208-12.
19. Rosito LPS, Canali I, Teixeira A, Silva MN, Selaimen F, Costa SSD.
Cholesteatoma labyrinthine fistula: prevalence and impact. Braz J
Otorhinolaryngol. 2018 Mar 9.
19