Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

PRESBIAKUSIS

Disusun Oleh :
Elfira Sutanto
030.16.042

Pembimbing
dr.Heri Puryanto, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT


TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Daftar Isi
Halaman

DAFTAR ISI ..................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 3
2.1 Definisi .......................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ................................................................. 3
2.3 Etiologi dan faktor resiko .............................................. 3
2.3.1 Etiologi ................................................................ 3
2.3.2 Faktor resiko ........................................................ 6
2.4 Patofisiologi ................................................................... 7
2.5 Manifesrasi klinis .......................................................... 9
2.6 Pemeriksaan fisik ........................................................... 10
2.7 Pemeriksaan penunjang ................................................. 10
2.8 Diagnosis banding ......................................................... 11
2.9 Diagnosis ....................................................................... 12
2.10 Tatalaksana .................................................................. 14
2.11 Edukasi pasien ............................................................. 16
2.12 Komplikasi................................................................... 17
2.13 Prognosis ..................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 18

i
BAB I
PENDAHULUAN

Aging merupakan proses disfungsi organ atau jaringan yang terjadi secara
progresif seiring berjalannya waktu.(1) Proses aging sendiri terdiri dari tiga
komponen besar yaitu: degenerasi biologis, kerusakan ekstrinsik, dan kerusakan
intrinsik. Ketiga komponen aging diatas sangat mempengaruhi patogenesis dari
penyakit yang sangat berkaitan dengan usia.(1) Penyakit yang berkaitan dengan usia
merupakan penyakit yang angka prevalensinya atau angka insidensinya bertambah
seiring dengan semakin bertambahnya usia, sebagai contoh: Alzheimer, Presbiopia,
Katarak, Aterosklerosis, Kanker, dan Presbiakusis.(1) Tidak semua individu dengan
usia lanjut mengalami penyakit-penyakit yang berkaitan dengan aging. Hal ini
dikarenakan proses aging setiap orang berbeda-beda, proses aging setiap individu
sangat dipengaruhi dengan lingkungan dan gaya hidup seseorang. (1)
Presbiakusis merupakan salah satu penyakit yang terkait dengan proses
aging.(2) Presbiakusis ditandai dengan adanya kerusakan atau menurunnya fungsi
pendengaran yang terjadi secara progresif seiring bertambahnya usia.(2) Menurut
World Health Organization setidaknya satu-pertiga dari populasi manusia yang
berusia lebih dari 65 tahun menderita presbiakusis.(3) Penurunan fungsi
pendengaran pada individu dengan presbiakusis berlangsung secara progresif,
bilateral, dan bersifat irreversible yang dimana terjadi akibat proses degenerasi dari
struktur jaringan. koklea atau degenerasi dari saraf terkait dengan
pendengaran.Penurunan fungsi pendengaran pada individu dengan presbiakusis
diawali dengan penurunan fungsi pendengaran pada nada tinggi lalu seiring
berjalannya waktu akan berefek pada pendengaran nada rendah. Pendengaran
fungsi pendengaran tersebut dapat ditandai dengan sulitnya memahami
peercakapan, mengenali suara terlebih pada teempat yang ramai. Individu dengan
presbiakusis yang tidak ditatalaksana dengan baik cenderung akan mengalami
depresi hingga penurunan kualitas hidup, sehingga sangat penting untuk

1
menatalaksana dan mengedukasi individu dengan presbiakusis agar dapat
mempertahankan kualitas hidup individu tersebut.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menyimpulkan beberapa studi
mengenai preesbiakusis seperti definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
hingga tatalaksana serta komplikasi guna meningkatkan kesadaran, pengenalan,
serta early diagnosis dan prompt treatment pada pasien dengan presbiakusis agar
dapat mempertahankan kualitas hidup individu dengan presbiakusis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Presbiakusis merupakan salah satu penyakit yang terkait dengan proses
aging.(4) Presbiakusis ditandai dengan adanya kerusakan atau menurunnya fungsi
pendengaran yang terjadi secara progresif seiring bertambahnya usia. Penurunan
fungsi pendengaran pada individu dengan presbiakusis berlangsung secara
progresif, bilateral, dan bersifat irreversible yang dimana terjadi akibat proses
degenerasi dari struktur jaringan koklea atau degenerasi dari saraf terkait dengan
pendengaran Berdasarkan letak kerusakan jaringan maka presbiakusis
diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu : 1. Sensory presbycusis yang ditandai
dengan atrofi dari epitel sterosilia pada organ korti; 2. Neural presbycusis yang
ditandai dengan atrofi dari sel-sel saraf dikoklea dan jaras sentral; 3. Metabolic
presbycusis yang ditandai dengan atrofi dari stria vaskularis; dan 4. Mechanical
presbycusis yang ditandai dengan menebalnya membran basiler koklea.(4)

2.2 Epidemiologi
Prevalensi presbiakusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia lebih dari 60
tahun. Di seluruh dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas umur 65
tahun di diagnosis menderita presbiakusis terutama pria. Di Indonesia sekitar 25-
30% kasus presbiakusis dialami oleh individu deengan usia 65-74 tahun dan 40-
50% dialami oleh individu diatas 75 tahun. Presbiakusis ceendeerung lebih banyak
terjadi pada pria dibanding wanita.(3)

2.3 Etiologi dan faktor resiko


2.3.1 Etiologi
Secara umum etiologi dari preesbiakusis belum diketahui secara pasti
namun ada beberapa hipotesis yang mengatakan bahwa etiologi dari

3
presbiakusis sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik disebabkan oleh kerusakan pada
DNA mitokondria, faktor genetik, dan DNA Methylation, sementara faktor
ekstrinsik dapat disebabkan oleh pengaruh obat-obatan yang bersifat ototoksik,
paparan bising, dan pola hidup.(2)

2.3.1.1 Faktor Intrinsik


A. Kerusakan DNA mitokondria (mtDNA)
Insidensi mutasi pada mtDNA biasanya akan meningkat seiring
bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena proses aging fisiologis
yaitu proses senescence. Terdapat hipotesis yang menunjukkan bahwa
pada koklea individu dengan presbiakusis terjadi ketidakseimbangan
antara proses terjadinya mutasi mtDNA akibat proses senescence dan
proses DNA Damage Response, ketidakseimbangan itulah yang
menjadi salah satu faktor etiologi dari kerusakan mtDNA hingga
berdampak pada perubahan jaringan pada koklea.(2)

B. Faktor genetik
Secara garis besar kejadian presbiakusis sangat terkait dengan
riwayat keluarga. Studi heritability mengenai presbiakusis
memperkirakan bahwa terdapat 25% hingga 75% komponen genetik
yang terkait dengan presbiakusis.(5) Gen-gen polymorphism terkait
presbiakusis sebagian besar adalah gen yang mengkode ekspresi dari
protein terkait enzim detoksifikasi seperti: 1. Glutathion S-transferase
(GSTM1 dan GST1); 2. N-acetyltransferase (NAT2*6A); 3.
Mitochondrial superoxide dismutase (MnSOD dan SOD2); 4.
Cadherin 23 (Cdh23) geen yang meengkode komponen ujung sel
rambut koklea; 5. dan lain-lain.(6)

4
C. DNA Methylation
DNA Methylation merupakan salah satu mekanisme regulasi
dari ekspresi gen yang dapat ditandai dengan dua keadaan yaitu
hipermetilasi dan hipometilasi. Hipermetilasi sendiri merupakan
mekanisme yang menghambat proses transkripsi DNA menjadi
mRNA karena metil sendiri akan mempererat ikatan histon sehingga
enzim terkait ekspresi gen seperti DNA polimerase tidak dapat
menempel pada region gen yang mengalami hipermetilasi, sedangkan
hipometilasi merupakan kebalikan dari hipermetilasi. Hipometilasi
merupakan salah satu mekanisme yang mem-promote proses
transkripsi DNA. Proses DNA Methylation sendiri berbeda pada
setiap individu karena proses ini sangat dipengaruhi dengan pola
hidup individu terkait. Proses ini diiduga sangat berpengaruh pada
patogenesis dari presbiakusis. Studi yang dilakukan oleh Wu et al dan
Bouzid et al menunjukkan bahwa hipermetilasi pada region GJB2 dan
CDH23 meningkatkan resiko presbiakusis.(7)

2.3.1.2 Faktor. Ekstrinsik


Seperti yang telah dijabarkan pada paragraf diatas, etiologi dari
presbiakusis dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktror ekstrinsik.
Faktor ekstrinsik yang menjadi etiologi dari presbiakusis adalah
paparan bising, konsumsi obat-obatan yang bersifat ototoksik
(aminoglikosiida, cisplatin, salisilat, loop diuretic, dll), dan pola
hidup.(2)

A. Paparan bising
Sebuah studi retrospektif yang dilakukan di Framingham Heart
Study menunjukkan bahwa kerusakan pada koklea seringkali
disebabkan oleh karena paparan bising dengan intensitas tinggi yang
melebihi kapasitas maksimum pendengaran. Hasil obsrvasi tersebut
mengindikasikan bahwa terdapat korelasi antara kejadian presbiakusis

5
dan kerusakan koklea akibat paparan bising yang dimana paparan
bising.(8)

B. Penggunaan obat ototoksik


Faktor penggunaan atau konsumsi obat yang bersifat ototoksik
masih menjadi etiologi yang kontroversial.(2) Obat-obat yang bersifat
ototoksik adalah loop diuretics, aminoglikosida, cisplatin, salisilat,
steroid topical, dll.(2)

2.3.2 Faktor resiko


Faktor resiko dari kejadian presbiakusis sangat dipengaruhi dengan
kebiasaan pasien sejak muda seperti konsumsi alkohol, merokok, hingga
pola hidup yang tidak sehat. Ketiga komponen tersebut sangat erat dengan
penumpukan stress oksidatif serta toksin dalam tubuh yang sangat
mempengaruhi ketahanan sel tubuh.(2)
Kebiasaan konsumsi rokok sangat berkorelasi dengan kejadian age
related disease. Rokok memiliki beberapa kandungan zat seperti nikotin
dan tar yang sangat memberikan efek toksik pada sel-sel tubuh. Zat-zat
tersebut sangat mempengaruhi ketahanan sel serta memberikan stress pada
sel.(9)
Konsumsi alkohol sendiri menjadi salah satu faktor resiko karena
konsumsi alkohol yang tinggi diduga mampu meningkatkan level LDL.
Leveel LDL yang meningkat lama kelamaan akan membeentuk suatu clot
dan meenurunkan perfusi jariingan. Kurangnya perfusi jaringan akan
meembuat sel menjadi iskemia dan cenderung rusak.
Pola hidup yang tidak sehat menjadi faktor resiko dari presbiakusis
dan age-related disease lainnya karena pola hidup yang sehat dapat
menyebabkan obesitas dan cardiovascular disease. Obesitas merupakan
kondisi dimana seeseorang memiliki jumlah persentase lemak yang
melebihi normal range. Lemak meerupakan suatu molkul yang sangat
mudah teroksidasi. Oleh sebab itu, pada individu dengan obesitas akan

6
sangat mudah terjadi penumlukan stress oksidatif dalam tubuhnya yang
lama kelamaan akan meenurunkan atau merusak sel tubuh manusia. (2)

2.4 Patofisiologi
Proses patofisiologi dari presbiakusis sendiri diawali dari
ketidakseimbangan mekanisme anti-aging dan pro-aging. Pada individu dengan
presbiakusis mekanisme pro-aging lebih berperan dibandingkan dengan
mekanisme anti-aging sehingga terjadi mutasi pada DNA mitokondria, perubahan
struktur nuclear DNA (Methylation) yang berujung pada degenerasi sel koklea
maupun sel saraf.

2.4.1 Mekanisme pro-aging


A. Stress oksidatif
Sistem biologis dapat terpapar oleh radikal bebas baik yang
terbentuk secara endogen oleh proses metabolisme tubuh maupun eksogen
seperti pengaruh radiasi,ionisasi, atau zat-zat kimia reaktif lainnya (rokok
dan alkohol). Membran sel terutama terdiri dari komponen-komponen lipid.
Serangan radikal bebas yang bersidat reaktif akan menimbulkan kerusakan
terhadap komponen lipid ini dan menghasilkan produk yang toksik terhadap

7
sel. Proses stress oksidatif ini keemudian akan terakumulasi didalam tubuh
dan mampu merusak DNA hingga sel sehingga mempercepat proses
penuaan dan mem-promote kejadian penyakit age-related.(10)

B. Mekanisme DNA damage dan DNA damage response


Mekanisme ini sangat berkaitan dengan stress oksidatif. Stress
oksidatif dapat memberikan efek kerusakan yang irreversible pada DNA.
Secara fisiologis jika terjadi keerusakan pada DNA atau mutasi maka akan
ada respon perbaikan dari kerusakan atau mutasi disebut, respon itu
dinamakan DNA damage response. Namun mekanisme respon terhadap
kerusakan atau mutasi DNA ini tidak mampu mmeperbaiki seluruh mutasi
atau kerusakan DNA jika sudah terlalu banyak.(11)

C. Inflamasi
Menurut studi yang dilakukan oleh Howcroft et al terdapat korelasi
antara level sitokin proinflamasi (Interleukin 1 Beta dan TNF) dan kejadian
dari presbiakusis, namun mekanismee pasti bagaimana sitokin proinflamasi
ini memperceepat proses degenerasi sel masih bekum dipahami secara
keseluruhan.(2)

D. Senescence
Senescence merupakan kondisi dimana sel tidak dapat beregenerasi
atau tetap berada pada fase G1 akibat dari paparan brebagai macam stress.
Akumulasi dari sel senescence sangat memiliki prean penting pada
patofisiologi dari proses aging dan age related disease.(12)

E. Disfungsi mitokondria
Mitokondria merupakan organel yang memiliki fungsi sebagai
house power dari sel dan juga memiliki fungsi autophagy. Fungsi autophagy
dari mitokondria sendiri adalah untuk menyingkirkan protein-protein dan
organel yang rusak, serta patogen yang ada di dalam sel. Oleh karena itu

8
jika terjadii disfungsi dari mitokondria maka fungsi autophagy mitokondria
akan menurun dan protein yang rusak tidak akan didegradasi, protein ini
kemudian diduga akan mempengaruhi struktur sel dan jaringan.(12)

2.4.2 Mekanisme anti-aging


A. Estrogen
Estrogen merupakan hormon yang pada dasarnya banyak pada
wanita dan meemiliki prean dalam fungsi reproduktif dan non-reproduktif.
Peran non-reproduktif dari estrogen adalah fungsinya sebagai potent
antioksidan dan diduga breperan sebagai neuroprotektor. Oleh karena fungsi
antioksidannya, estrogen mampu mencegah proses aging dan age-related
disease. Turunnya kadar estrogen diduga mampu meenyebabkan disfungsi
mitokondria, neuro-inflammation, penurunan fungsi kognitif, hingga
meningkatkan resiko age-related disease. Fungsi anti-aging estrogen ini
dapat dengan jelas dilihat pada angka kejadian dari presbiakusis sendiri atau
penyakit age-related disease lainnya, angka kejadian presbiakusis lebih
banyak pada pria dibanding wanita dan menurut studi yang dilakukan oleh
Stenberg et al wanita dengan sindrom turner yang memiliki level estrogen
yang rendah lebih cenderung mengalami presbiakusis lebih awal.(13)

B. Mitokondria
Mitokondria merupakan organel yang memiliki fungsi sebagai
house power dari sel dan juga memiliki fungsi autophagy. Seperti yang telah
dijabarkan diatas fungsi autophagy dari mitokondria diduga menjadi salah
satu mekanisme yang penting untuk pertahanan sel.(13)

2.5 Manifestasi Klinis


Bentuk manifestasi klinis dari presbiakusis sendiri biasanya berbeda pada
setiap individu. Manifestasi klinis yang paling tipikal pada pasien presbiakusis
adalah sulit memahami percakapan khususnya yang cepat, sulit memahami
kosakata yang baru atau kompleks, dan sangat sulit untuk berkomunikasi diteempat

9
yang ramai. Pasien juga terkadang mengeluhkan lebih sulit untuk memahami
percakapan dengan wanita dibanding pria, diduga akibat nada suara dari wanita
cenderung lebih tinggi dibandingkan pria. Pasien juga biasanya akan mengatakan
bahwa keluhan penurunan fungsi pendengaran yang dialaminya bersifat profresif
bilateral, selain itu pasien juga kadang mengalami tinnitus atau telinga
berdenging.(14)

2.6 Pemeriksaan fisik


Pada umunya pasien dengan presbiakusis tidak memiliki kelainan anatomis
pada pemeriksaan fisik, namun sangat perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan fisik seluruh komponen telinga harus diperiksa seecara detil karena
untuk diagnosis presbiakusis harus menyongkirkan seluruh etiologi dan diagnosis
banding yang ada seperti cerumen prop hingga cholesteatoma.

2.7 Pemeriksaan penunjang


2.7.1 Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri pasien presbiakusis akan memberikan
gambaran yang khas yaitu penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada
frekuensi tinggi, namun penurunan tersebut secara perlahan atau memberikan
gambaran yang landai (sloping).(15)

Gambar 2.7.1 Audiometri presbiakusis

2.7.2 CT-scan
Pemeriksaan CTscan pada pasien dengan presbiakusis dilakukan untuk
meenyingkirkan diagnosis banding acoustic neuroma.

10
Gambar 2.7.2 Gambar hasil CT scan acoustic neuroma

2.7.3 ANA test


Pemeriksaan ANA test merupakan pemeriksaan untuk melihat adanya
kelainan autoimun. Pada pasien curoga presbiakusis dapat dilakukan ANA test
untuk menyingkirkan diagnosis autoimmune hearing loss.

Gambar 2.7.3 Gambaran ANA positif dengan immunofluorescence assay

2.8 Diagnosis banding


A. Autoimmune hearing loss
Autoimmune hearing loss merupakan suatu keadaan dimana terdapat
penurunan fungsi pendengaran sensorineural bilateral dan terejadi secara progresif
akibat reaksi autoimun pada tubuh. Gejala tersebut berkembang dengan sangat
cepat dan biasanya pendengaran pasien akan kembali setelah mengonsumsi obat-
obatan kortikosteroid. Salah satu hal yang paling berbeda antara autoimmune
hearing loss dan presbiakusis adalah dari progresifitas penyakitnya, perkembangan
dari autoimmune hearing loss berlangsung sangat cepat (minggu hingga bulan) dan
hal inilah yang membedakan antara presbikakusis dan autoimmune hearing loss.
Pemeriksaan autoimmune seperti ANA test bisa dilakukan untuk meenunjang
diagnosis autoimmune hearing loss.(16)

11
B. Acoustic neuroma
Acoustic neuroma merupakan tumor ekstra-aksial yang berasal dari sel
schwann yang bereinvestasi pada saraf vestibular atau saraf koklea. Gejala yang
sering muncul pada acoustic neuroma adalah penurunan fungsi pendengaran
sensorineural unilateral yang disertai dengan kejadian. Tinnitus. Untuk melihat
adanya tumor maka perlu dilakukan peemeeriksaan peenunjang CTscan atau
MRI.(17)

C. Noise induced hearing loss


Noise induced hearing loss merupakan penurunan fungsi pendengaran
akibat pajanan bising yang berlbihan baik karena pekerjaan atau aktifitas-aktifitas
ditempat dengan pajanan bising yang tinggi. Penyakit ini bisa dicegah, biasanya
pasieen deengan NIHL akan memiliki riwayat pekerjaan yang sering terpajan bising
seperti pekerja konstruksi, pabrik, penyanyi, dll. Gejala dari NIHL hampir sama
dengan presbiakusis namun yang membedakan adalah NIHL bisa terjadi pada
semua usia.(18)

D. Cholesteatoma
Cholesteatoma merupakan suatu kondisi dimana teerdapat jaringan epiteel
skuamosa pada telinga tengah, pada umumnya jaringan ini seharusnya tidak ada
pada teelinga bagian tengah. Cholesteatoma bisa jadi mreupakan komplikasi dari
otitis media. Gejala yang paling sering timbul pada cholesteatoma adalah rasa
penuh pada teelinga dan penurunan fungsi telinga namun yang tipe konduktif
keluhan kadang disertai deengan keeluarnya cairan pada liang telinga.(19)

2.9 Diagnosis
Diagnosis dari presbiakusis dapat ditegakkan jika keluhan penurunan fungsi
pendengaran tidak disertai dengan adanya kelainan anatomis telinga atau jaras
saraf dan etiologik lain seperti neuroma, penurunan fungsi pendengaran akibat
autoimun, obstruksi liang telinga, dan lain-lain.

12
Untuk menyingkirkan diagnosis lain maka diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap hingga pemeriksaan penunjang. Pada proses
anamnesis sangat perlu ditanyakan mengenai identitas pasien terlebih lagi usia
pasien karena usia menjadi salah satu faktor penting untuk menegakkan
presbiakusis. Presbiakusis biasanya terjadi pada individu diatas 60 tahun, oleh
karena itu jika pasien datang dengan keluhan yang mirip seperti presbiakusis namun
usianya kurang dari 60 tahun maka dapat diutamakan diagnosis lain selain
presbiakusis. Selain menanyakan identitas pasien sngat penting juga untuk
menggali keluhan penurunan fungsi pendengaran pasien yaitu dengan menanyakan
apakah sifatnya mendadak atau secara perlahan, menanyakan apakah terjadi pada
satu telinga saja atau langsung pada dua telinga. Pasien degan presbiakusis biasanya
akan meengeluhkan bahwa penurunan fungsi pendengaran pasien terjadi secara
peerlahan-lahan dan langsung mengenai pada dua telinga, jika penurunan
pendengaran pasien terjadi secara mendadak atau unilateral maka bisa dipikirkan
diagnosis lain selain presbiakusis. Setelah meenggali riwayat penurunan fungsi
pendengaran pasien, perlu juga untuk menanyakan faktor resiko dari presbiakusis
sendiri seperti pekerjaan dahulu, riwayat penyakit seperti diabetes dan hipertensi,
kebiasaan pasien, serta konsumsi rokok dan juga perokok. Anamneesis dari faktor
resiko ini bisa menjadi sangat menunjang diagnosis dari presbiakusis sendiri, oleh
karena itu sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien.
Setelah melakukan anamnesis yang lengkap pada pasien maka hasil
anamnesis tersebut perlu dikonfirmasi dengan temuan-temuan pada pemeeriksaan
fisik. Dari hasil peemeriksaan fisik sendiri tidak terdapat kelainan anatomis yang
signifikan pada telinga pasien, namun yang mungkin bisa menunjang adalah
tekanan darah pasien pada pemeriksaan tanda vital jika pasien memiliki riwayat
hipertensi dimana hipertensi sendiri merupakan salah satu faktor resiko dari
presbiakusis. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan anatomis pada telinga
pasien (inflamasi membran timpani, serumen prop,edema mukosa, dll) maka
peertimbangkan diagnosis lain terlebih dahulu.
Jika pada anamnesis dan peemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien
diduga menderita preesbiakusis maka perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan

13
penunjang untuk meenunjang diagnosis presbiakusis serta menyingkirkan
diagnosis lain yaitu neuroma akustik dan autoimmune hearing loss. Pemeriksaan
yang menunjang diagnosis dari presbiakusis sendiri adalah pemeriksaan
audiometri. Pada pasien dengan presbiakusis maka akan didapatkan gambaran
pemeriksaan audiometri dengan penurrunan fungsi pendengaran secara perlahan
pada nada tinggi atau gambaran sloping. Pemeriksaan penunjang untuk
menyingkirkan neuroma akustik adalah dengan menggunakan CT Scan,
pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat apakah ada massa yang menekan jaras
saraf sehingga menurunkan fungsi pendengaran. Sementara itu untuk
menyingkirkan dugaan autoimun maka dilakukan pemeriksaan ANA. Pada pasien
dengan presbiakusis akan terdapat gambaran CT-Scan yang normal serta ANA
negatif.

2.10 Tatalaksana
Pada umunya presbiakusis merupakan penyakit yang bersifat irreversible
sehingga tidak ada terapi definitif dengan menggunakan medikamentosa yang
direkomendasikan kepada pasien, namun untuk meningkatkan beberapa komponen
fungsi komunikasi dari pasien (pendengaran dan memahami percakapan) maka
pasien direkomendasikan untuk menggunakan alat bantu dengar, melakukan
pelatihan membaca gerakan mulut, atau menggunakan assistive listening device.

A. Alat bantu dengar


Alat bantu dengar sangat direkomendasikan untuk meningkatkan kualitas
fungsi komunikasi dan pendengaran dari pasien dengan presbiakusis, namun
melalui hasil survey alat ini tidak efektif membantu pendengaran pasien dengan
presbiakusis di tempat yang ramai. Sebelum pasien diberikan alat bantu dengar,
sangat penting untuk melakukan optimasi alat yang akan dilakukan oleh audiologist
untuk mengoptimalkan kualitas suara yang akan didengarkan oleh pasien.

14
Gambar 2.9.1 Alat bantu dengar

B. Pelatihan membaca gerakan bibir


Tekhnik membaca gerakan bibir akan sangat membantu pasien untuk
memahami percakapan dalam keadaan apapun sehingga tekhnik ini dapat
direkomendasikan kepada pasien.

Gambar 2.9.2 Tekhnik membaca gerakan bibir

C. Assistive hearing device


Assistive hearing device merupakan suatu alat amplifikasi suara yang
menggunakan sinyal sebagai transmit. Pada alat tersebut teerdapat mikrofon untuk
menangkap suara, suara tersebut akan diubah menjadi sinyal dan diteruskan menuju
headphones yang akan mengamplifikasi suara yang ditangkap oleh mikrofon.
Kelemahan dari alat ini adalah alat ini tidak efeektif digunakan dalam keramaian.

15
Gambar 2.9.3 Assistive hearing device

2.11 Edukasi pasien


Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien dengan presbiakusis beretujuan
untuk mencegah kereusakan kokleea atau jaras saraf yang lebih lanjut sehingga
berdampak pada penurunan fungsi pendengaran pasien yang lebih parah. Edukasi
yag dapat diberikan adalah sebagai berikut:

A. Konsumsi antioksidan

Konsumsi antioksidan diduga dapat mencegah kerusakan koklea dan jaras


saraf dengan menghambat etiologi faktor intrinsik (kerusakan DNA, dll).
Antioksidan mampu mengurangi zat-zat oksidatif yang sifatnya merusak DNA.
Adapun beberapa contoh bahan makanan yang memiliki kandungan antioksidan
yang tinggi yaitu: 1. Komponen alium sulfur ( bawang bombay, bawang putih); 2.
Anthocyanin (terong, anggur, berries); 3. Beta-carotene (labu kuning, wortel,
bayam); 4. Makanan mengandung vitamin A,C, dan E (jeruk, kiwi, manga, dll); 5.
Zinc (seafood, susu, kacang-kacangan), dll. Selain dari bahan makanan, antioksidan
juga dapat diperoleh dari vitamin A,C,E supplement.

16
B. Hindari pajanan bising dengan intensitas tinggi

Pasien dapat diedukasikan untuk menghindari tempat-teempat dengan


pajanan bising yang tinggi seperti tempat konstruksi, keramaian, konser, dll, namun
jika tidak dapat dihindari maka pasien diedukasikan untuk menggunakan alat
pelindung diri seperti earplug untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke
dalam telinga.

Selain memberikan edukasi yang bertujuan untuk mencegah kerusakan sel


koklea yang lebih lanjut, penting juga untuk memberikan edukasi pada individu
yang sehat untuk mencegah kejadian dari presbiakusis. Edukasi yang diberikan
dapat berupa edukasi untuk mengubah pola hidup untuk menjadi lebih sehat, yaitu
dengan mengkonsumsi makanan yang rendah kalori, lemak, dan gula serta
menerapkan kebiasaan berolahraga agar terhindar dari obesitas yang merupakan
salah satu resiko dari age-related disease. Selain itu peerlu juga diedukasikan untuk
mengurangi konsumsi alkohol dan juga meerokok.

2.12 Komplikasi
Presbiakusis sendiri merupakan penyakit penurunan fungsi pendengaran
yang bersifat bilateral, progresif, dan irreversible sehingga menyebabkan pasien
dengan presbiakusis sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Oleh sebab itu
komplikasi yang paling mungkin terjadi pada pasien dengan presbiakusis adalah
depresi yang berujung pada penurunan kualitas hidup secara signifikan.

2.13 Prognosis
Presbiakusis meerupakan suatu penyakit degeneratif yang bersifat tidak
mengancam jiwa namun tidak dapat disembuhkan sehingga sangat beresiko untuk
meenurunkan kualitas hidup pasien dengan presbiakusis tersebut. Oleh karena itu
prognosis dari pasien dengan presbiakusis dapat dijabarkan seebagai berikut: 1. Ad
vitam: ad bonam; 2. Ad sanationam : ad malam; 3. Ad fungtionam: ad malam.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Franceschi, C.; Garagnani, P.; Morsiani, C.; Conte, M.; Santoro, A.; Grignolio,
A.; Monti, D.; Capri, M.; Salvioli, S. The Continuum of Aging and Age-Related
Diseases: Common Mechanisms but Different Rates. Front. Med. 2018, 5, 61.

2. Wang J, Puel JL. Presbycusis: An Update on Cochlear Mechanisms and


Therapies. J Clin Med. 2020 Jan 14;9(1):218. doi: 10.3390/jcm9010218. PMID:
31947524; PMCID: PMC7019248.

3. Addressing the Rising Prevalence of Hearing Loss; World Health Organization:


Geneva, Switzerland, 2018.

4. Yang CH, Schrepfer T, Schacht J. Age-related hearing impairment and the triad
of acquired hearing loss. Front Cell Neurosci. 2015. 9:276.

5. Bared, A.; Ouyang, X.; Angeli, S.; Du, L.L.; Hoang, K.; Yan, D.; Liu, X.Z.
Antioxidant enzymes, presbycusis, and ethnic variability. Otolaryngol. Head Neck
Surg. 2010, 143, 263–268.

6. Uchida, Y.; Sugiura, S.; Sone, M.; Ueda, H.; Nakashima, T. Progress and
prospects in human genetic research into age-related hearing impairment. BioMed
Res. Int. 2014, 2014, 390601.

7. Xiao, F.H.; Kong, Q.P.; Perry, B.; He, Y.H. Progress on the role of DNA
methylation in aging and longevity. Brief. Funct. Genom. 2016, 15, 454–459.

8. Fernandez, K.A.; Jeffers, P.W.; Lall, K.; Liberman, M.C.; Kujawa, S.G. Aging
after noise exposure: Acceleration of cochlear synaptopathy in “recovered” ears. J.
Neurosci. 2015, 35, 7509–7520.

9. Dawes P, Cruickshanks KJ, Moore DR, et al. Cigarette smoking, passive


smoking, alcohol consumption, and hearing loss. J Assoc Res Otolaryngol.
2014;15(4):663-674. doi:10.1007/s10162-014-0461-0

10. Menardo, J.; Tang, Y.; Ladrech, S.; Lenoir, M.; Casas, F.; Michel, C.; Bourien,
J.; Ruel, J.; Rebillard, G.; Maurice, T.; et al. Oxidative stress, inflammation, and
autophagic stress as the key mechanisms of premature age-related hearing loss in
SAMP8 mouse Cochlea. Antioxid. Redox Signal. 2012, 16, 263–274.

11. Benkafadar, N.; Francois, F.; Affortit, C.; Casas, F.; Ceccato, J.C.; Menardo, J.;
Venail, F.; Malfroy-Camine, B.; Puel, J.L.; Wang, J. ROS-Induced Activation of
DNA Damage Responses Drives Senescence-Like State in Postmitotic Cochlear
Cells: Implication for Hearing Preservation. Mol. Neurobiol. 2019, 56, 5950–5969.

18
12. Kamogashira, T.; Hayashi, K.; Fujimoto, C.; Iwasaki, S.; Yamasoba, T.
Functionally and morphologically damaged mitochondria observed in auditory
cells under senescence-inducing stress. NPJ Aging Mech. Dis. 2017, 3, 2.

13. Zarate, S.; Stevnsner, T.; Gredilla, R. Role of Estrogen and Other Sex Hormones
in Brain Aging. Neuroprotection and DNA Repair. Front. Aging Neurosci. 2017,
9, 430.

14. Sprinzl GM, Riechelmann H. Current trends in treating hearing loss in elderly
people: a review of the technology and treatment options - a mini-
review. Gerontology. 2010. 56 (3):351-8.

15. Nelson EG, Hinojosa R. Presbycusis: a human temporal bone study of


individuals with downward sloping audiometric patterns of hearing loss and review
of the literature. Laryngoscope. 2006 Sep. 116(9 Pt 3 Suppl 112):1-12.

16. Vambutas A, Pathak S. AAO: Autoimmune and Autoinflammatory (Disease)


in Otology: What is New in Immune-Mediated Hearing Loss. Laryngoscope
Investig Otolaryngol. 2016 Oct. 1 (5):110-115.

17. Foley RW, Shirazi S, Maweni RM, et al. Signs and Symptoms of Acoustic
Neuroma at Initial Presentation: An Exploratory Analysis. Cureus. 2017 Nov 15. 9
(11):e1846.

18. Metidieri MM, Rodrigues HF, Filho FJ, Ferraz DP, Neto AF, Torres S. Noise-
Induced Hearing Loss (NIHL): literature review with a focus on occupational
medicine. Int Arch Otorhinolaryngol. 2013 Apr. 17 (2):208-12.

19. Rosito LPS, Canali I, Teixeira A, Silva MN, Selaimen F, Costa SSD.
Cholesteatoma labyrinthine fistula: prevalence and impact. Braz J
Otorhinolaryngol. 2018 Mar 9.

19

Anda mungkin juga menyukai