Anda di halaman 1dari 40

CASE REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A221044/September 2022


** Pembimbing : dr. Attiya Istarini, Sp.N

LOW BACK PAIN EC SPONDYLOARTROSIS LUMBALIS

Disusun Oleh:
Wulan Rizky Amelia, S.Ked*
G1A221044

Pembimbing:
dr. Attiya Istarini, Sp.N**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU SARAF RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
HALAMAN PENGESAHAN
CASE REPORT SESSION (CRS)

LOW BACK PAIN EC SPONDYLOARTROSIS LUMBALIS

Disusun Oleh:
Wulan Rizky Amelia, S.Ked
G1A221044

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan pada September 2022


Pembimbing

dr. Attiya Istarini Sp.N

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan anugerah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Case Report Session (CRS) pada
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Saraf di RSUD Raden Mattaher Jambi
yang berjudul “Low Back Pain ec Spondyloartrosis Lumbalis”.
Case Report Session (CRS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Ilmu Saraf di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan melihat
penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Attiya Istarini Sp.N sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Case Report Session (CRS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga
tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jambi, September 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan.........................................................................................................ii
Kata Pengantar.................................................................................................................iii
Daftar Isi...........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS.............................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................19
2.1 Definisi...................................................................................................................19
2.2 Epidemiologi..........................................................................................................19
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko.....................................................................................20
2.5 Patofisiologi...........................................................................................................23
2.6 Manifestasi Klinis..................................................................................................25
2.7 Diagnosis................................................................................................................27
2.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................30
2.10 Tatalaksana.............................................................................................................32
2.11 Komplikasi.............................................................................................................37
2.12 Prognosis................................................................................................................38
BAB IV ANALISIS KASUS..........................................................................................39
BAB V KESIMPULAN..................................................................................................41
Daftar Pustaka..................................................................................................................42

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1
1.1 Latar Belakang
Low back pain merupakan gejala yang paling sering timbul di
masyarakat kita. Sekitar 60-80% dari seluruh penduduk dunia pernah
mengalami paling tidak satu periode nyeri punggung bawah selama
hidupnya tanpa mengenal perbedaan umur dan jenis kelamin.1
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara
sudut bawah kosta sampai lumbosakral. Nyeri bisa menjalar ke daerah lain
seperti punggung bagian atas dan pangkal paha. Low back pain (LBP)
merupakan salah satu gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh
aktivitas tubuh yang kurang baik. Gejala yang dirasakan pada penderita
low back pain bermacam-macam seperti nyeri rasa terbakar, nyeri
tertusuk, hingga kelemahan pada tungkai.1 Low back pain dapat
menyebabkan penderita mengalami suatu disabilitas atau keterbatasan
fungsional dalam menjalani aktivitas sehari-hari dan banyak kehilangan
jam kerja terutama dalam usia produktif.2
Dibeberapa negara maju, low back pain merupakan penyebab
terbesar hilangnya produktifitas pada pekerja. Di Amerika Serikat LBP
merupakan keluhan yang sangat umum dikeluhkan 4 dari 5 orang yang
merupakan salah satu penyebab dari ketidakhadiran pekerja.1
Di Indonesia prevalensi low back pain belum diketahui secara
pasti, berdasarkan penelitian di 14 rumah sakit pendidikan Indonesia pada
bulan Mei 2002 jumlah penderita nyeri sebanyak 4.456 orang (25% dari
total kunjungan), dimana 1.589 orang (35,86%) diantaranya adalah
penderita low back pain.3,4,5 Data di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado
pada periode 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Desember 2017
memperlihatkan jumlah penderita low back pain sebanyak 2.409 dari total
13.055 pasien yang datang di Instalasi Rehabilitasi RSUP. Prof.Dr.R.D.
Kandou pada tahun 2017. Low back pain menjadi insiden kedua terbanyak
dengan prevalensi 25%.4

2
Spondyloarthrosis lumbalis adalah suatu patologi yang diawali
degenerasi pada diskus kemudian menyusul facet. Segmen yang sering
terkena biasanya pada segmen lumbal bawah yaitu pada segmen L5-
S 1 ,L 4 -L 5, patologi pada region ini mudah terjadi karena beban
yang paling berat pada lumbal bawah terutama pada posisi lumbal
back ward, disamping itu juga disebabkan oleh mobilitas yang sangat
tinggi pada L 4 -L 5 dan L5 -S1.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama pasien : Tn. IG
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tanggal lahir : 25 Desember 1964
Umur : 57 tahun
Agama : Islam
Alamat : Kel Kasang, Jambi Timur
MRS tanggal : 24 Agustus 2022

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri punggung bawah yang memberat sejak ± 2 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis dan Alloanamnesis.
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri punggung bawah sejak
± 3 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan menjalar hingga ke bawah betis.
Keluhan semakin memberat saat pasien beraktivitas dan berkurang saat
istirahat. Keluhan juga disertai rasa kebas dan kesemutan pada kedua kaki dari
paha sampai ke ujung kaki karena nyeri pinggang. Pasien jadi kesulitan untuk
berjalan. Kelemahan anggota gerak (-), sakit kepala (-), muntah (-), bicara pelo
(-), riwayat sering angkat beban (+).
dan memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tidak
menjalar. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk. Pasien merasakan nyeri pada
skala 6 dari 10. Nyeri dirasakan memberat saat beraktivitas dan membaik
dengan beristirahat. Pasien merasakan saat ini aktivitas sehari-harinya
terganggu.
Saat ini pasien tidak merasakan adanya kelemahan anggota gerak, mual (-),
muntah (-), demam (-), nyeri kepala (-), penurunan berat badan (-)

4
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat keluhan serupa sebelumnnya (-)
 Riwayat diabetes melitus (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat kolesterol (-)
 Riwayat keganasan (-)
 Riwayat trauma (-)
 Riwayat operasi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat memiliki riwayat keluhan serupa (-)
 Riwayat diabetes melitus (-)
 Riwayat keganasan (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang petani sawit dan sering mengangkat beban yang
berat. Pasien menyangkal adanya merokok dan mengkonsumsi alkohol.

Riwayat Konsumsi Obat


Tidak ada riwayat konsumsi obat.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2022 di Bangsal Saraf
Status Internus
 Kesadaran : compos mentis
 GCS : E4M6V5
 Berat badan : 55 kg
 Tinggi badan : 155 cm

5
 Gizi : 22,8 kg/m2 (Normoweight)
 Suhu : 36,5 0C
 Nadi : 80x/mnt
 Frekuensi napas : 20x/mnt
 Tekanan darah : 170/115 mmHg
 Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-)
 Paru-paru : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)
 Hepar : dalam batas normal
 Lien : dalam batas normal
 Anggota gerak : akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
 Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatri
 Sikap : kooperatif
 Ekspresi Muka : tampak sakit ringan
 Perhatian : ada
 Kontak Psikik : ada

Status Neurologis

 Kepala
Bentuk : normochepal Deformitas : tidak ada
Ukuran : normocephal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada
kelainan
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada
kelainan
 Leher
Sikap : normal Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk: tidak ada Pembuluh darah : tidak ada

6
kelainan

SYARAF – SYARAF OTAK


Nervus Olfactorius
Pemeriksaan Kanan Kiri
Penciuman Normal Normal
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hiposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada

Nervus Optikus
Pemeriksaan Kanan Kiri
Visus 6/60 6/60

Campus visi

Anopsia Tidak ada Tidak ada


Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli
pemeriksaan pemeriksaan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil edem
pemeriksaan pemeriksaan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil atrofi
pemeriksaan pemeriksaan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan retina
pemeriksaan pemeriksaan

Nervus Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Pemeriksaan Kanan Kiri

7
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi konjugata Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata

Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Isokor/anisokor Isokor Isokor
Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
Refleks cahaya
Langsung Ada Ada
Konsensuil Ada Ada
Akomodasi Ada Ada
Argyl robertson Tidak ada Tidak ada

Nervus Trigeminus
Pemeriksaan Kanan Kiri
Motorik
Menggigit Normal Normal
Trismus Normal Normal
Refleks kornea Ada Ada
Sensorik
Dahi Ada Ada
Pipi Ada Ada

8
Dagu Ada Ada

Nervus Facialis
Pemeriksaan Kanan Kiri
Motorik
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Menunjukkan gigi Normal Normal
Lipatan nasolabial Normal Normal
Sensorik
2/3 anterior lidah Tidak dilakukan pemeriksaan
Otonom
Salivasi Tidak ada Tidak ada
Lakrimasi Tidak ada Tidak ada
Chovstek sign Tidak ada Tidak ada

Nervus Vestibulocochlearis
Nervus Cochlearis
Pemeriksaan Kanan Kiri
Suara bisikan Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Tes weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Tes rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan

Nervus Vestibularis
Pemeriksaan Hasil
Nistagmus Tidak ada
Vertigo Tidak ada

9
Nervus Glossopharingeus dan Nervus Vagus
Pemeriksaan Hasil
Arkus faring Simetris
Uvula Di tengah
Gangguan menelan Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak ada
Denyut jantung Gallop (-)
Refleks
Muntah Tidak dilakukan pemeriksaan
Batuk Tidak dilakukan pemeriksaan
Okulokardiak Tidak dilakukan pemeriksaan
Sinus karotis Tidak dilakukan pemeriksaan
Sensorik
1/3 posterior lidah Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus Accessorius
Pemeriksaan Hasil
Mengangkat bahu Dapat dilakukan
Memutar bahu Dapat dilakukan

Nervus Hipoglossus
Pemeriksaan Hasil
Mengulur lidah Tidak ada deviasi
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disatria Tidak ada

10
Lengan

Pemeriksaan Kanan Kiri


Gerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis Normal Normal
Refleks patologis Tidak ada Tidak ada

Tungkai

Pemeriksaan Kanan Kiri


Gerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Klonus
Paha Tidak ada Tidak ada
Kaki Tidak ada Tidak ada
Refleks fisiologis
KPR Normal Normal
APR Normal Normal
Refleks patologis
Babinsky - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaefffer - -
Rossolimo - -
Mendel bechtere - -

11
Patrick test + +
Kontra patrick test + +

Refleks kulit perut


Pemeriksaan Hasil
Atas Tidak dilakukan pemeriksaan
Tengah Tidak dilakukan pemeriksaan
Bawah Tidak dilakukan pemeriksaan
Cremaster Tidak dilakukan pemeriksaan

Sensorik
Tidak ada kelainan

Gambar

Fungsi Vegetatif
Pemeriksaan Hasil

12
Miksi Normal
Defekasi Normal

Kolumna Vertebralis
Pemeriksaan Hasil
Kifosis Tidak ada
Lordosis Tidak ada
Gibbus Tidak ada
Deformitas Tidak ada
Tumor Tidak ada
Meningokel Tidak ada
Hematom Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada

Rangsang Meningeal
Pemeriksaan Kanan Kiri
Kaku kuduk Tidak ada
Kernig Tidak ada Tidak ada
Laseque Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky Tidak ada
Neck Tidak ada
Cheek Tidak ada
Simfisis Tidak ada
Leg I Tidak ada Tidak ada
Leg II Tidak ada Tidak ada

Gait dan Keseimbangan


Ataxia Belum dapat dinilai Romberg Belum dapat dinilai
Hemiplegic Belum dapat dinilai Dysmetri Belum dapat dinilai
Scissor Belum dapat dinilai Jari-jari Belum dapat dinilai
Propulsion Belum dapat dinilai Hidung Belum dapat dinilai

13
Histeric Belum dapat dinilai Tumit-tumit Belum dapat dinilai
Rebound
Limping Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
phenomen
Dysdiado-
Steppage Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
kokinesis
Astasia- Trunk
Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Abasia Ataxia
Limb
Belum dapat dinilai
Ataxia

Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myocioni : Tidak ada

Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada

14
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah rutin (tanggal pemeriksaan: 24/8/2022)
Parameter Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 13.8 g/dl 13.4-15.5 g/dL
Hematokrit 38.7 % 34.5 – 54 %
Eritrosit 4.29 x 106/uL 4.5-5.5 x 106/uL
Trombosit 366 x 103/uL 150-450 x 103/uL
Leukosit 9.93 x103/uL 4.0-10.0 x103/uL

Glukosa Darah (tanggal pemeriksaan: 24/8/2022)


GDS 98 mg/dl <200 mg/dl

Faal Ginjal (tanggal pemeriksaan: 24/8/2022)


Parameter Hasil Nilai rujukan
Ureum 50 mg/dl 15 – 39 mg/dL
Creatinin 1.13 mg/dl 0.55-1.3mg/dL

Elektrolit (tanggal pemeriksaan: 24/8/2022)


Parameter Hasil Nilai Rujukan
Natrium 143.1 mmol/L 135-147 mmol/L
Kalium 3.57 mmol/L 3.5-5.0 mmol/L
Chlorida 107.9 mmol/L (H) 95-105 mmol/L
Calcium ion++ 1.18 mmol/L (H) 1.00-1.15 mmol/L

15
Hasil Foto Polos Vertebrae Lumbo Sacral AP/Lateral

Hasil:
- Alignment dan densitas corpus vertebrae lumbosacral baik, tampak
melurus
- Ketebalan corpus vertebrae thorako lumbalis baik, endplate regular
- Tampak osteosit vertebrae lumbalis
- Tidak tampak lesi lytic, blastik
- Discus dan foramina intervertebralis lumbal 4-5, L 5-S1 agak menyempit,
pedikel baik
- Jaringan lunak paravertebrae baik

Kesan:
Spondyloartrosis lumbal dengan penyempitan discus dan foramina
intervertebralis lumbal 4-5, L 5-S1 = HNP dengan penekanan radiks L4-5, L5-
S1.

2.5 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Low back pain

16
Diagnosis Topis : Vertebrae lumbal
Diagnosis Etiologi: Osteoartritis lumbal

2.6 Tatalaksana
Tatalaksana farmakologi
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Inj ketorolac 3x30 mg
3. PO Lasoprazole 1x30 mg

Tatalaksana non-farmakologi
o Fisioterapi
o Penggunaan korset lumbal
o Edukasi keluarga
o Mengatur pola hidup yang baik

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

2.8 Tabel Follow-up Harian


Tanggal S O A P
2/8/2022 Nyeri GCS E4M6V5 LBP ec - Meloxicam 1x15
punggung VAS score: 3-4 osteartritis mg
bawah TD : 120/70 mmHg lumbal - Mecobalamin
memberat HR : 84x/menit 3x500 mg
saat RR : 22x/menit - Lansoprazole
aktivitas. T : 36,50 C 1x30 mg
SpO2 : 99% - Fisioterapi
- Persiapan
Status neurologis: homecare
normal

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Low back pain/nyeri punggung adalah salah satu penyebab paling
umum pasien datang ke fasilitas kesehatan. Pada banyak pasien yang
datang dengan nyeri punggung bawah, nyeri memberat dengan aktivitas.
Nyeri tungkai bawah adalah gejala umum yang menyertai nyeri punggung
bawah namun dapat terjadi secara independen.1,2
Daftar pertimbangan dalam diagnosis banding nyeri punggung
bawah dan tungkai bawah sangat luas dan mencakup gangguan saraf,
tulang, dan non neurologis. Nyeri punggung bawah biasanya bersifat
neuropatik (khususnya terkait radikulopati) atau mekanis, sumber nyeri
lain yang mungkin berupa urolitiasis, tumor, infeksi, penyakit pembuluh
darah, dan proses intraabdominal lainnya, harus dipertimbangkan dalam
diagnose banding. 1,2

3.2 Epidemiologi
Nyeri punggung tersebar luas pada populasi orang dewasa.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hingga 23% orang dewasa di
dunia menderita low back pain kronis. Populasi ini juga menunjukkan
tingkat kekambuhan satu tahun dari 24% sampai 80%. Perkiraan
prevalensi seumur hidup setinggi 84% pada populasi orang dewasa.2
Di Indonesia, LBP merupakan masalah kesehatan yang nyata.
LBP merupakan penyakit nomor dua pada manusia setelah influenza.
Data untuk jumlah penderita LBP di Indonesia belum diketahui secara
pasti, namun diperkirakan penderita LBP di Indonesia bervariasi antara
7,6% sampai 37% dari jumlah penduduk yang ada di Indonesia. Menurut
data Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Kemkes RI), prevalensi LBP di Indonesia sebesar
18%.3

18
3.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi nyeri punggung bawah terbagi menjadi lima kategori
yaitu:2
1. Mekanis: Paling sering disebabkan oleh cedera pada tulang belakang,
sendi intervertebralis, atau jaringan lunak. Fraktur seperti
spondylolisthesis dapat berupa proses akut atau kronis. Lumbago
sering disebut sebagai nyeri punggung akut atau ketegangan pada otot
quadratus lumborum atau otot paraspinal. Herniasi diskus adalah jenis
nyeri punggung traumatis yang umum. Kehamilan juga merupakan
penyebab mekanis nyeri punggung.
2. Degeneratif: Osteoarthritis tulang belakang termasuk osteoarthritis
sendi facet, osteoarthritis sendi sakroiliaka, stenosis tulang belakang,
dan penyakit sendi degeneratif. Lebih lanjut, fraktur kompresif akibat
osteoporosis juga merupakan proses degeneratif.
3. Inflamasi: Hal ini disebabkan terutama karena peradangan
(seronegatif) spondyloarthropati seperti ankylosing spondylitis.
Sakroiliitis paling sering terlihat. Patofisiologi nyeri punggung
tergantung pada etiologinya. Paling sering, ini mungkin merupakan
bagian dari proses inflamasi akut.
4. Onkologis: Hal ini disebabkan oleh lesi litik pada tulang belakang san
tumor medulla spinalis. Sering terjadi fraktur patologis.
5. Infeksi: Infeksi tulang belakang, infeksi diskus, abses epidural, atau
abses otot/jaringan lunak
Penting untuk dicatat, bahwa banyak gangguan yang tidak
berhubungan dengan punggung dapat menyebabkan nyeri yang dirasakan
pasien di punggung, seperti kolik bilier, pneumonia, dan penyakit ginjal
obstruktif atau infeksi. 2

3.4 Patofisiologi
Nyeri diperantarai oleh nosiseptor, neuron sensorik perifer khusus

19
yang mengingatkan kita pada rangsangan yang berpotensi merusak kulit
dengan mentransduksi rangsangan ini menjadi sinyal listrik yang
diteruskan ke pusat otak yang lebih tinggi. Nosiseptor adalah neuron
somatosensori primer pseudo-unipolar dengan badan sarafnya terletak di
ganglion dorsalis. Nosiseptor adalah akson bercabang dua: cabang perifer
mempersarafi kulit dan cabang pusat bersinaps pada neuron orde kedua
di kornu dorsalis medula spinalis. Neuron orde kedua memproyeksikan
ke mesensefalon dan talamus, yang selanjutnya terhubung ke
somatosensori dan korteks cingulate anterior untuk memandu fitur
sensorik-diskriminatif dan afektif-kognitif nyeri. Tanduk dorsal tulang
belakang adalah situs utama integrasi informasi somatosensori dan terdiri
dari beberapa interneuron membentuk jalur inhibisi dan fasilitasi, mampu
memodulasi transmisi sinyal nosiseptif. Jika stimulus berbahaya
berlanjut, proses sensitisasi perifer dan sentral dapat terjadi, mengubah
nyeri dari akut menjadi kronis. Sensitisasi sentral ditandai dengan
peningkatan eksitabilitas neuron dalam sistem saraf pusat, sehingga input
normal mulai menghasilkan respons abnormal. Hal ini bertanggung
jawab untuk alodinia taktil, yaitu nyeri yang ditimbulkan oleh sentuhan
ringan pada kulit, dan untuk penyebaran hipersensitivitas nyeri di luar
area kerusakan jaringan. Sensitisasi sentral terjadi pada sejumlah
gangguan nyeri kronis, seperti gangguan temporomandibular, LBP,
osteoartritis, fibromyalgia, sakit kepala, dan epikondilalgia lateral.
Meskipun terdapat peningkatan pengetahuan tentang proses yang
mengarah ke sensitisasi sentral namun masih sulit untuk diobati.
Sensitisasi perifer dan sentral memiliki peran kunci dalam kronifikasi
LBP. Faktanya, perubahan minimal dalam postur dapat dengan mudah
mendorong peradangan jangka panjang pada sendi, ligamen, dan otot
yang terlibat dalam stabilitas punggung bawah, berkontribusi pada
sensitisasi perifer dan sentral. Selanjutnya, sendi, diskus, dan tulang
dipersarafi dengan kaya oleh serat A delta yang stimulasi kontinunya
dapat dengan mudah berkontribusi pada sensitisasi sentral.4
Salah satu penyebab low back pain adalah osteoarthritis lumbal.

20
Seiring bertambahnya usia pasien, integritas fungsional tulang belakang
akan memburuk dan membuat pasien rentan terhadap perubahan
degeneratif sebagai akibat dari perubahan kekuatan penahan beban.
Kaskade ini dimulai dengan degenerasi diskus intervertebralis terkait
usia. Pada tulang belakang yang sehat, sendi facet membawa sekitar 33%
beban. Namun, seiring berkembangnya degenerasi sendi facet dan diskus
intervertebralis, beban ini meningkat menjadi 70%. Karena tulang
belakang posterior menanggung beban yang meningkat, kepadatan tulang
subkondral meningkat seiring dengan pembentukan osteofit. Pada
gilirannya, hal itu menyebabkan hipertrofi sinovial, nekrosis tulang
rawan, ulserasi, fibrilasi, eburnasi, ketidakstabilan, dan pertumbuhan
tulang yang berlebihan. Semuanya dapat berkontribusi pada stenosis
tulang belakang.12
Arthritis menjadi lanjut karena penurunan sifat viskoelastik cairan
sinovial, terutama disebabkan oleh asam hialuronat, yang berfungsi
sebagai pelumas dan peredam kejut untuk tulang belakang. Selain
penurunan cairan sinovial, leukotrien dan prostaglandin menghasilkan
peradangan di dalam sendi facet. Peradangan menarik neutrofil dan
makrofag dan menghasilkan vasodilatasi dan kongesti vena di dalam
sendi. Sifat berulang dari cedera ini akan mensensitisasi reseptor nyeri
(nosiseptor). Nyeri kronis kemudian berkembang. Selain itu, suplai darah
yang tidak memadai menyebabkan patogenesis degenerasi diskus
intervertebralis. Satu tinjauan sistematis menunjukkan bahwa stenosis
arteri lumbal tengah dan keempat sangat terkait dengan degenerasi diskus
lumbal.12

3.5 Diagnosis
3.5.1 Anamnesis dan Pemeriksaan FIsik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat
penting dalam evaluasi pasien dengan nyeri punggung pada populasi
dewasa dan anak-anak. 2
1. Mekanisme cedera sering menjadi petunjuk dalam diagnosis.

21
2. Lokasi nyeri dapat membantu untuk membedakan antara fraktur
kompresi, cedera sendi sakroiliaka (SI), dan artritis degeneratif.
3. Onset nyeri (akut atau kronis)
4. Intensitas dan kualitas nyeri (nyeri neuropatik atau nyeri nosiseptif)
5. Penjalaran nyeri membantu mempersempit diagnosis
6. Faktor-faktor yang meringankan dan memprovokasi
7. Tatalaksana sebelumnya
8. Dampak pada kehidupan sehari-hari pasien yang disebabkan oleh rasa
sakit, seperti ketidakhadiran di tempat kerja/sekolah, sebagai petunjuk
yang berguna untuk gangguan fungsional.
9. Riwayat medis dan keluarga masa lalu (termasuk riwayat kanker atau
kondisi peradangan)
10. Riwayat sosial (termasuk periode penggunaan narkoba suntikan,
periode paparan tuberkulosis),
11. Gejala terkait seperti kelemahan, perubahan sensasi, kesulitan berjalan,
perubahan pola defekasi atau miksi, demam, kedinginan, penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan, dan nyeri yang
membangunkan pasien dari tidur
Pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan cara yang sama antara
kelompok usia selama pasien cukup umur untuk berkomunikasi dan
berpartisipasi dalam pemeriksaan. 2
1. Inspeksi,
2. Palpasi,
3. Range of motion,
4. Kekuatan,
5. Manuver provokatif,
a. Straight leg raise test/laseque
b. Tes hiperekstensi satu kaki/tes bangau: Minta pasien berdiri
dengan satu kaki dan (sambil ditopang oleh pemeriksa) minta
mereka meregangkan punggungnya. Ulangi manuver ini di
kedua sisi. Nyeri dengan hiperekstensi positif untuk defek pars
interarticularis.

22
c. Tes Adam: Minta pasien membungkuk dengan kaki rapat dan
lengan direntangkan dengan telapak tangan rapat.
6. Penilaian neurologis (kekuatan tungkai, sensasi, dan refleks tendon
dalam).
Alarm symptom pada anamnesis atau pemeriksaan fisik harus
meningkatkan kecurigaan pemeriksa untuk proses yang mungkin
memerlukan pencitraan untuk diagnosis yang tepat. 2
Red flag pada dewasa:
1. Keganasan:
Anamnesis: Riwayat kanker metastatik, penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan fokus pada palpasi dalam pengaturan
faktor risiko
2. Infeksi:
Anamnesis: Operasi tulang belakang dalam 12 bulan terakhir,
Penggunaan obat intravena, Imunosupresi
Pemeriksaan fisik: Demam, luka di daerah tulang belakang, nyeri
terlokalisir, dan nyeri tekan
3. Fraktur:
Anamnesis: Trauma yang signifikan (relatif terhadap usia),
penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan, osteoporosis, dan
usia lebih dari 70 tahun
Pemeriksaan fisik: Kontusio, lecet, nyeri tekan pada palpasi pada
prosesus spinosus
4. Neurologis:
Anamnesis: Kehilangan motorik/sensorik progresif, retensi atau
inkontinensia urin, inkontinensia fekal
Pemeriksaan fisik: saddle anesthesia, atonia sfingter anal, defisit
motorik yang signifikan dari beberapa miotom
Red flag pediatrik sama dengan orang dewasa dengan beberapa
perbedaan penting: 2
1. Keganasan:

23
Anamnesis: usia kurang dari empat tahun, nyeri malam hari
Pemeriksaan fisik: Nyeri tekan fokus pada palpasi dalam pengaturan
faktor risiko
2. Infeksi:
Anamnesis: usia kurang dari empat tahun, nyeri malam hari, riwayat
pajanan tuberkulosis
Pemeriksaan fisik: Demam, luka di daerah tulang belakang, nyeri
lokal, dan nyeri tekan
3. Inflamasi:
Anamnesis: usia kurang dari empat tahun, kekakuan pagi lebih dari 30
menit, membaik dengan aktivitas atau mandi air panas
Pemeriksaan fisik: rentang gerak terbatas, nyeri lokal, dan nyeri tekan
4. Fraktur:
Anamnesis: aktivitas dengan hiperekstensi lumbal berulang (olahraga
seperti pemandu sorak, senam, gulat, atau sepak bola)
Pemeriksaan fisik: Nyeri tekan pada palpasi pada prosesus spinosus,
tes Stork positif

3.5.2 Pemeriksaan Penunjang


Anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk mengevaluasi
nyeri punggung, adanya tanda bahaya memerlukan penyelidikan lebih
lanjut. Foto polos anteroposterior dan lateral biasanya cukup untuk
mengevaluasi patologi tulang. Sebaliknya, magnetic resonance imaging
(MRI) mungkin diperlukan untuk mengevaluasi lesi jaringan lunak,
kompresi akar saraf, keganasan, dan kondisi inflamasi tulang belakang
dan jaringan sekitarnya. Pemindaian tulang dapat menunjukkan
osteomielitis, diskitis, dan reaksi stres, tetapi tetap tidak lebih baik
dibandingkan MRI untuk mengevaluasi kondisi low back pain. Pada
kasus yang kompleks, seperti pasien dengan riwayat operasi tulang
belakang sebelumnya, elektromiografi (EMG) atau studi konduksi saraf
diperlukan untuk membantu membantu diagnosis kemungkinan
radikulopati atau pleksopati. 2

24
Gambar 3.1 Pemeriksaan penunjang low back pain 1

Selain pencitraan, dapat dipertimbangkan evaluasi laboratorium


jika ada tanda bahaya. Tes reumatologi seperti HLA-B27, antibodi
antinuklear (ANA), faktor rheumatoid (RF), dan Lyme biasanya tidak
membantu. Penanda inflamasi seperti protein C-reaktif (CRP) dan laju
endap darah (LED) dapat menjadi tes yang berguna. Secara terpisah,
hitung darah lengkap (CBC) dan kultur darah dapat membantu dalam
diagnosis etiologi inflamasi, infeksi, atau ganas juga. Penambahan laktat
dehidrogenase (LDH) dan asam urat dapat membantu dalam
mendiagnosis suatu kondisi dengan pergantian sumsum yang cepat
seperti leukemia2

3.6 Tatalaksana3,5

25
Gambar 3.2. Algoritma tatalaksana low back pain5
Pada orang dewasa: 2,5
Untuk nyeri punggung bawah radikular, intervensi
nonfarmakologis seperti olahraga, traksi, dan manipulasi tulang belakang
telah menunjukkan beberapa manfaat tetapi memiliki tingkat bukti yang
relatif lemah. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) memiliki bukti
manfaat yang moderat. Namun, intervensi farmakologis lainnya, seperti
diazepam dan steroid sistemik, tampaknya tidak memberikan manfaat.
Untuk nyeri punggung bawah akut atau subakut non-radikular,
acetaminophen tampaknya memiliki bukti lemah tidak bermanfaat.
Namun, NSAID, terapi panas, dan relaksan otot memiliki bukti moderat
untuk keuntungan positif.
Untuk nyeri punggung bawah kronis non-radikular, ada bukti
moderat untuk mendukung terapi fisik, terutama menggunakan metode
McKenzie. Akupunktur juga memiliki bukti kekuatan sedang untuk
mendukung manfaatnya pada populasi ini. Tai chi, yoga, teknik psikologis
(seperti biofeedback dan relaksasi progresif), manipulasi tulang belakang,
dan rehabilitasi multidisiplin semuanya memiliki bukti lemah yang
mengarah pada manfaat. Manajemen farmakologis nyeri punggung bawah

26
kronis, NSAID dan duloxetine menunjukkan manfaat berkelanjutan,
sementara opioid hanya menunjukkan manfaat jangka pendek. Gabapentin
adalah antikonvulsan yang sangat umum digunakan untuk nyeri kronis;
Namun, belum menunjukkan manfaat yang signifikan untuk pasien dengan
nyeri punggung bawah kronis. Topiramate lebih efektif daripada plasebo.
Anestesi topikal seperti lidokain patch dan unit stimulasi saraf listrik
transkutan (TENS) tidak tampak lebih efektif daripada plasebo.
Menurut American Pain Society, rujukan bedah harus disediakan
untuk pasien dengan nyeri punggung bawah yang melumpuhkan yang
berdampak pada kualitas hidup selama lebih dari satu tahun. Namun, ada
bukti untuk beberapa prosedur invasif yang paling umum dilakukan seperti
terapi injeksi ruang epidural, sendi facet, atau situs lokal, fusi tulang
belakang, atau penggantian diskus lumbal.

Pada anak-anak: 2
Pada pediatri, tatalaksana untuk nyeri kurang dipelajari dengan
baik. Namun, modifikasi aktivitas, terapi fisik, dan NSAID memiliki
dukungan luas sebagai terapi lini pertama. Jika ada penyebab berbahaya
yang mendasarinya, pengobatan gangguan yang mendasarinya adalah
standar perawatan. Mayoritas spondylolysis dapat dikelola secara
konservatif seperti di atas, tetapi beberapa akan memerlukan rujukan untuk
intervensi bedah. Gejala persisten setelah lebih dari enam bulan terapi
konservatif atau spondylolisthesis Grade III atau IV dapat dirujuk ke ahli
bedah tulang belakang anak untuk evaluasi lebih lanjut. Koreksi bedah
dapat diindikasikan untuk pasien dengan kelengkungan lebih dari 75
derajat, terutama jika gagal dalam tindakan konservatif dan matur secara
skeletal. Skoliosis 20 derajat atau lebih selama pertumbuhan, skoliosis
signifikan, kelengkungan progresif, dan skoliosis atipikal merupakan
indikasi untuk rujukan bedah.

3.7 Komplikasi
Komplikasi sebagian besar ditentukan berdasarkan etiologi yang

27
mendasarinya; namun, sebagian besar dibagi menjadi komplikasi fisik
dan sosial. Secara fisik, komplikasi mencakup nyeri kronis, deformitas,
dan/atau dampak neurologis baik dengan defisit motorik atau sensorik,
atau keterlibatan otonom seperti miksi dan defekasi. Secara sosial,
komplikasi biasanya diukur dengan disabilitas, penurunan produk
domestik bruto, dan peningkatan ketidakhadiran. Sebuah studi pada tahun
2015 menemukan bahwa nyeri punggung bertanggung jawab atas 60,1
juta tahun hidup dengan kecacatan di seluruh dunia. Data ini merupakan
penyebab paling umum dari kecacatan secara global. Di AS, nyeri
punggung bawah merupakan alasan paling umum untuk kecacatan. 2

3.8 Prognosis
Banyak faktor tampaknya memprediksi hasil yang lebih buruk bagi
pasien yang menderita back pain. Episode nyeri punggung sebelumnya,
intensitas nyeri punggung yang lebih besar, dan adanya gejala kaki atau
gejala yang meluas semuanya terkait dengan "chronic disabling pain"
yang lebih buruk. Aktivitas gaya hidup juga tampaknya berperan,
termasuk pasien yang memiliki indeks massa tubuh lebih tinggi (lebih dari
25) dan merokok berkontribusi pada hasil yang lebih buruk. Depresi dan
perilaku menghindari rasa takut semuanya memperburuk hasil, termasuk
tingkat kecacatan. Ada juga faktor sosial yang mendasari yang memiliki
akurasi prognostik yang signifikan. Semua faktor ini memiliki interaksi
yang signifikan, seperti pencapaian pendidikan yang rendah, memiliki
pekerjaan yang membutuhkan beban kerja fisik yang signifikan,
kompensasi yang buruk, dan kepuasan kerja yang buruk, semuanya
berdampak negatif pada hasil. Secara keseluruhan, sebagian besar kasus
nyeri punggung membaik dan tidak meninggalkan dampak signifikan pada
kualitas hidup atau fungsi pasien. 2
Ada bukti prognostik yang kurang jelas untuk pediatri. Prognosis
sebagian besar bergantung pada etiologi yang mendasari nyeri. Nyeri yang
disebabkan oleh kanker kemungkinan akan memiliki dampak yang
berbeda pada kecacatan akibat ketegangan otot. peningkatan nyeri

28
punggung dengan komorbiditas perilaku. Masalah perilaku, attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan tekanan psikologis. 2

29
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan data dari anamnesis didapatkan beberapa poin


penting yang mengarahkan diagnosis ke “low back pain ec osteoarthritis
lumbal” yaitu adanya nyeri punggung bawah yang memberat saat
beraktivitas. Nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti mekanis (spondilolistesis), degenerative (osteoarthritis, stenosis
spinal), inflamasi (ankylosing spondylitis), onkologi (kanker medulla
spinalis), infeksi.
Penyakit Klinis
Spodilolisis, Spondylolisthesis dapat menimbulkan nyeri
spondilolistesis punggung dengan penjalaran ke bokong dan
paha posterior, defisit neurologis biasanya
pada distribusi L5
Stenosis spinal Nyeri punggung yang dapat disertai dengan
kehilangan sensorik atau kelemahan pada kaki
yang berkurang dengan istirahat (klaudikasio
neurologis), pemeriksaan neurologi dapat
dalam batas normal atau dapat mengalami
kehilangan sensasi yang progresif, serta
kelemahan
Osteoartritis Nyeri punggung difus dengan atau tanpa nyeri
(spondylosis) pada bokong, nyeri memberat dengan aktivitas,
dan membaik dengan istirahat. Nyeri diskus
umumnya timbul dengan aktivitas fleksi atau
duduk dan nyeri ffacet muncul dengan
aktivitas ekstensi, berdiri dan berjalan.6
Inflamasi Nyeri local tanpa ada penjalaran dan bersifat
(Ankylosing lateral. Nyeri memberat dengan gerakan dan
spondylitis) tekanan.1
Tumor Riwayat kanker metastasis, penurunan berat

30
badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya, nyeri tekan fokal pada palpasi.
Catatan klinis: 97% tumor tulang belakang
adalah penyakit metastasis; namun, pemeriksa
harus tetap curiga kearah multiple myeloma
Infeksi Operasi tulang belakang dalam 12 bulan
terakhir, penggunaan obat intravena,
imunosupresi, operasi tulang belakang lumbar
sebelumnya, demam, luka di daerah tulang
belakang, nyeri lokal, dan nyeri tekan
Strain/sprain Biasanya disebabkan oleh traumatis atau
lumbosacral penggunaan berlebihan berulang, nyeri
memburuk dengan gerakan, lebih baik dengan
istirahat, rentang gerak terbatas, nyeri tekan
pada palpasi otot
Fraktur Nyeri punggung lokal yang memburuk dengan
kompresi fleksi, nyeri tekan pada palpasi, mungkin akut
atau terjadi perlahan dari waktu ke waktu, usia,
penggunaan steroid kronis, dan osteoporosis
adalah faktor risiko
Herniasi diskus Biasanya melibatkan segmen L4 hingga S1,
memiliki manifestasi klinis parestesia,
perubahan sensorik, kehilangan kekuatan atau
refleks tergantung pada tingkat keparahan dan
akar saraf yang terlibat.

Pada kasus ini pasien mengeluhkan nyeri pungggung bawah, tidak


menjalar, memberat dengan aktivitas dan membaik dengan istirahat.
Demam (-), riwayat trauma (-), penggunaan obat jangka panjang (-),
riwayat keganasan (-), riwayat operasi (-), dan pasien merupakan seorang
petani yang memiliki beban kerja berat. Sehingga berdasarkan
anamnesis, hal ini mengarahkan kepada diagnosis low back pain yang

31
dapat disebabkan oleh osteoarthritis, inflamasi,dan/atau strain/sprain
lumbosacral.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas
normal, VAS scpre 6/10, status gizi normal, pemeriksaan status
generalisata dalam batas normal, dan pemeriksaan neurologis ditemukan
Patrick test (+/+) dan kotra Patrick test (+/+). Sehingga memperkuat
diagnosis low back pain yang dapat disebabkan oleh osteoarthritis,
inflamasi,dan/atau strain/sprain lumbosacral.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat diperkirakan
topis pada pasien ini di regio lumbosacral yang dapat disebabkan oleh
osteoarthritis, inflamasi,dan/atau strain/sprain lumbosacral. Untuk
membedakan penyebab tersebut, selanjutnya dilakukan foto polos
vertebrae lumbo sacral AP/Lateral didapatkan kesan osteoarthritis lumbal
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis low back pain ec osteoarthritis lumbal, hal ini
disebabkan adanya faktor risiko berupa pekerjaan dengan beban berat.
Tatalaksana pada pasien ini meliputi non farmakologi dan
farmakologi. Tatalaksana farmakologi berupa IVFD NaCl 0,9% 20 tpm,
Inj ketorolac 3x30 mg, dan PO Lasoprazole 1x30 mg. Kemudian
tatalaksana non farmakologisnya berupa fisioterapi dan mengatur pola
hidup yang baik.
Inj Ketorolac 3x30 mg. Ketorolac merupakan salah satu analgetic
golongan NSAID. NSAID bekerja dengan menghambat enzim
siklooksigenase yang menghambat konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin. Prostaglandin bukan merupakan mediator nyeri yang
penting, namun dapat menyebabkan hiperalgesia dengan mensensitisasi
nosiseptor perifer terhadap efek berbagai mediator nyeri dan inflamasi
seperti somatostatin, bradikinin, dan histamin. Dengan demikian, NSAID
digunakan untuk mengobati nyeri yang diakibatkan oleh inflamasi dan
hiperalgesia. Ketorolac diberikan pada kasus nyeri derajat sedang hingga
berat dengan dosis awal 10 mg yang selanjutnya dapat diberikan 10-30 mg
tiap 4-6 jam jika diperlukan. Pemberian dapat dilakukan dengan bolus IV

32
dalam 15 detik atau inj IM secara pelan. 7,8,9
PO Lansoprazole 1x30 mg. NSAID memiliki efek samping berupa
ulkus gaster dan perdarahan gastrointestinal. Sehingga lansoprazole
diberikan sebagai profilaksis untuk terjadinya efek samping tersebut.
Lansoprazole merupakan obat golongan proton pump inhibitor (PPI) yang
mencegah sekresi asam lambung dengan menghambat sistem enzim
H+/K+-adenosine triphosphatase (ATPase) yang ada pada permukaan
sekretori sel parietal lambung. Lansoprazole dapat diberikan 30 mg per
hari.10
Fisioterapi. Fisioterapi yang dianjurkan adalah dengan
menggunakan metode McKenzie atau latihan stabilisasi tulang belakang
untuk tatalaksana nyeri punggung bawah. Latihan stabilisasi tulang
belakang telah terbukti mengurangi nyeri, kecacatan, dan risiko
kekambuhan setelah episode pertama nyeri punggung.6
Edukasi pasien. Sebagian besar ahli merekomendasikan agar orang
dengan nyeri punggung bawah terus bekerja dan menghindari berdiri atau
duduk terlalu lama dan mengangkat beban berat. Jika pekerjaan tidak
memungkinkan untuk duduk atau berdiri dengan nyaman, mungkin perlu
untuk istirahat terlebih dahulu selama pemulihan. 11

33
BAB V
KESIMPULAN

Pada pasien ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang mendukung
penegakan diagnosis Low back pain ec osteoarthritis lumbal. Low back
pain ec osteoarthritis lumbal dapat terjadi akibat adanya faktor resiko
yang dimiliki oleh pasien, yaitu pekerjaan dengan beban berat. Penyakit
low back pain harus mendapatkan tatalaksana yang adekuat agar kondisi
pasien dapat membaik dan mencegah terjadinya perburukan maupun
komplikasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Murray EL dan Misulis KE. Lower back and lower limb pain. Dalam:
Jankovic J dkk. Bradley and Daroff’s Neurology in Clinical Practce 8 th
edition. Elsevier. 2021. Hal: 271
2. Casiano VE dkk. Back pain. Diakses di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538173/. Tanggal: 20 Juni 2022
3. Saputra A. Hubungan usia, sikap kerja, dan masa kerja, dengan keluhan
low back pain pada pengrajin batik di batik Semarang 16. Semarang:
Universitas Negeri Semarang. 2020. Hal: 2
4. Allegri M, dkk. Mechanisms of low back pain: a guide for diagnosis and
therapy. F1000Research. 2016. Hal: 4
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Panduan praktik klinis
neurologi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2016
6. Casazza BA. Diagnosis and treatment of acute low back pain. Am Fam
Physician. 2012;85(4):343-50
7. Dinakar P. Pain management. Dalam: Jankovic J dkk. Bradley and
Daroff’s Neurology in Clinical Practce 8th edition. Elsevier. 2021. Hal:
425
8. Wilmana P dkk. Analgesik-antipiretik, analgesic antiinflamasi nonsteroid,
dan obat gangguan sendi lainnya. Dalam: Gunawan SG. Farakologi dan
terapi edisi 5. Jakarta: FKUI. 2012. Hal: 230
9. MIMS. Ketorolac. Diakses di:
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/ketorolac?mtype=generic.
Tanggal: 4 Agustus 2022
10. MIMS. Lansoprazole. Diakses di:
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/lansoprazole?mtype=generic.
Tanggal: 4 Agustus 2022
11. Chou R dkk. Patient education: Low back pain in adults (Beyond the
Basics). Diakses di: https://www.uptodate.com/contents/low-back-pain-in-
adults-beyond-the-basics#H5. Tanggal: 4 Agustus 2022

35
12. Lindsey T dan Dydyk AM. Spinal osteoarthritis. Diakses di:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553190/. Tanggal: 4 Agustus
2022

36

Anda mungkin juga menyukai