Disusun Oleh :
Firina Rahmadani, S.Ked
G1A222037
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) yang berjudul “STEMI ANTEROEKSTENSIF” sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Evi Supriadi, Sp. JP (K),
FIHA yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing
penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Raden Mattaher Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi.
Penulis menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat diharapkan guna kesempurnaan Case Report Session (CRS)ini, sehingga
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
iv
DAFTAR ISI
iv
D. Terapi Reperfusi ....................................................................................... 29
BAB IV ANALISIS KASUS ............................................................................... 34
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 39
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Tn. TKW
Umur : 66 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Alamat : Jelutung, Kota Jambi
Pekerjaan : Pensiunan mekanik kapal
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS IGD : 12 September 2023
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 September 2022.
Keluhan Utama:
Nyeri dada sejak ± 13 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
± 13 jam SMRS pasien mengeluhkan nyeri dada. Nyeri yang dirasakan selama
1 jam seperti dada terikat sehingga pasien merasa menyesak. Nyeri menjalar
hingga leher pasien. Nyeri yang dirasakan terus-menerus dan terjadi saat pasien
sedang duduk beristirahat. Nyeri yang dirasakan membuat pasien menjadi lemas,
mual muntah, dan tidak sanggup berbicara. Saat muntah, istri pasien mendengar
dan langsung membawa ke IGD RS Siloam Kota Jambi. Sakit kepala (-),
pandangan kabur (-), gangguan BAB (-), gangguan BAK (-).
Di IGD RS Siloam, pasien datang pada saat ± 2 jam mengalami nyeri dada.
Pasien dipasangkan infus, diberikan obat-obatan yang disuntik, tablet minum, dan
2 tablet kunyah. Pasien dipasangkan EKG dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Pasien di diagnosis memiliki serangan jantung. Pasien kemudian
dirujuk ke RS Raden Mattaher keesokan harinya untuk dilakukan tindakan PCI.
Lemas dan muntah yang dialami pasien sudah menghilang sebelum dirujuk ke RS
Raden Mattaher, namun nyeri dada masih dirasakan.
2
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah merasakan keluhan serupa. Biasanya hilang sendiri. Tidak
dibawa kedokter. Terjadi tiap 2-3 kali dalam sebulan.
Riw. Hipertensi, Diabetes, dan Kolesterol tinggi sejak 1 tahun SMRS.
Terkontrol
Riw. Stroke (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riw. Hipertensi pada ibu dan abang pasien
Riw. Stroke pada abang pasien
Riwayat Sosial Ekonomi:
Pasien adalah pensiunan mekanik
Pasien pernah menjadi perokok selama 40 tahun. Sehari habis 16 batang.
Pasien sudah berhenti merokok sejak terdiagnosis hipertensi. Index
Brinkman: 640
Pengobatan yang sudah diberikan di RS Siloam:
ISDN 5 mg sub lingual
Clopidogrel 300 mg
Aspirin 160 mg
Rosuvastatin 40 mg
Ranitidin 2 x 40 mg
Morfin 2mg
Drip nitroglycerin 10 mikro
Ondansetron
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis; GCS 15 (E4M6V5)
TD : 115/82 mmHg
Nadi : 91 x/menit
Pernapasan : 20x/menit
3
Suhu : 36,8 oC
SpO2 : 98%
2.3.2 Status Gizi
BB : 80 kg
TB : 175 cm
IMT : 26,12 kg/m2 (overweight)
2.3.3 Pemeriksaan Khusus
a. Kulit
Warna : Normal, sawo matang
Efloresensi : (-)
Jaringan Parut : (-)
Pertumbuhan Rambut : Normal, tidak mudah dicabut
Pertumbuhan Darah : (-)
Suhu : Hangat
Lembab Kering : Lembab
Ikterus : (-)
Turgor : Kembali cepat
b. Kelenjar Getah Bening
Pembesaran KGB : (-)
c. Kepala
Bentuk Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Ekspresi : Tampak sakit ringan
Simetris Muka : Simetris
d. Mata
Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-), jaundice (-/-)
Sklera : Sklera ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, reflek cahaya (-/-)
Gerakan : Normal
Lapang pandang : Normal
4
e. Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada (-/-)
Pendengaran : Tidak dinilai
Nyeri Tekan Tragus : (-/-)
f. Hidung
Bentuk : Simetris
Sekret : (-/-)
Septum : Deviasi (-/-)
Sumbatan : (-/-)
Perdarahan : (-/-)
g. Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Lidah : Normal
Gusi : Perdarahan (-)
h. Leher
JVP : tidak diperiksa
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba
Kelenjar Limfonodi : Tidak teraba
i. Paru-Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, sikatriks (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
j. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VII
Perkusi : Batas Atas :ICS II linea parasternal sinistra
o Batas Kiri :ICS VII 1 jari lateral linea
mid-axillaris sinistra
5
o Batas Kanan : ICS IV linea parastrenal
dextra
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
k. Abdomen
Inspeksi : Kembung, sikatrik (-), striae (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
Palpasi :
o Nyeri Tekan : (-)
o Nyeri Lepas : (-)
o Hepar : Tidak teraba
o Lien : Tidak teraba
o Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
l. Punggung
Normal
m. Ektremitas
Superior : Akral dingin (-/-), jaundice (-), pitting edema (-), CRT sulit
dinilai (pasien menggunakan pewarna kuku)
Inferior : Akral dingin (-/-), jaundice (-), pitting edema (-), CRT sulit
dinilai (pasien menggunakan pewarna kuku)
6
2.3.4 . EKG (12 September 2023, pukul 23.00, di RS Siloam)
Irama: sinus
HR: 93x/menit
Axis: normoaxis
Gel. P: normal
ST segmen:
gel. T: normal
7
2.3.5. EKG (13 September 2023, pukul 9.00, di RS Raden Mattaher)
Irama: sinus
HR: 85x/menit
Axis: normoaxis
Gel. P: normal
ST segmen:
8
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Penunjang di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher
1. Pemeriksaan Hematologi Rutin (12 September 2023)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 13,1 11,5 – 17,3 g/dL
Hematokrit 38,5 34,5 - 54 %
Eritrosit 4,2 4,0 – 5,0 × 106/uL
MCV 91,6 84 – 98 fL
MCH 31,1 27,4 – 32,4 pg
MCHC 34 31,7 – 34,2 g/dL
RDW 12,4 11,0 – 14,0 %
Trombosit 210 156 – 342 × 103/uL
PCT 0,15 0,150 – 0,40 %
MPV 7,1 8,3 – 13,1 fL
Leukosit 7,5 5,0 – 11,6 × 103/uL
Kesan: Normal
9
4. Hasil Penanda Jantung (12 September 2023)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
CKMB 301 < 24 ng/mL
Troponin I Positif Negative
10
2.3.7 Rontgen Thorax
Hasil:
Jantung kesan membesar, CTR >50%
Aorta dan mediastinum tidak melebar
Trakea di tengah. Kedua hilus suram
Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinus kostrofrenikus lancip
Kesan: Bronchitis + Cardiomegaly
11
2.4 Stratifikasi Resiko
SKOR TIMI
Usia > 75 tahun 3
Usia 65 – 75 tahun 2
DM atau Hipertensi atau Angina 1
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg 3
Denyut jantung > 100 x / menit 2
Kilip II – IV 2
Berat badan < 67 kg 1
STEMI Anterior atau terdapat LBBB 1
Waktu dari awitan gejala hingga terapi reperfusi > 4 jam 1
KILLIP
I Tidak terdapat tanda gagal jantung (ronki (-), S3 gallop (-))
II Terdapat tanda gagal jantung yang ditandai ronki basah pada setengah lapangan
paru
II Terdapat edem paru yang ditandai ronki basah pada seluruh lapangan paru
IV Terdapat syok kardiogenik yang ditandai oleh TD sistolik < 90 mmHg dan tanda
hipoperfusi jaringan
12
2.8 Penatalaksanaan
Oksigen Nasal Canul 3 lpm
IVFD RL 300 cc/ 24 jam
Inj. Enoxaparin 2 x 0,6 cc SC
Inj. Ranitidine 2 x 50 ml
Clopidogrel tab. 1 x 75 mg
Aspirin 1 x 80 mg
Atovartatin 1 x 40 mg
Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
Inj. Pethidine 0,5 cc SC jika nyeri dada
Metformin 3 x 500 mg
Glimepiride 1 x 2 mg
Rencana PCI
2.9 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
13
No Hari/Tanggal S O A P
.
Telah dilakukan KU : sakit ringan - CAD Stemi Oksigen Nasal Canul 3 lpm
Angiografi dan Kesadaran : Compos Mentis Anteroekstensive akut
PCI GCS 15 E4M6V5 + CHF (EF 26%) IVFD RL 300 cc/ 24 jam
- CHF HFrEF
Nyeri dada jauh - Diabetes Melitus tipe Inj. Enoxaparin 2 x 0,6 cc
berkurang setelah TTV 2 SC
dilakukan PCI TD : 113/76 mmHg - Dislipidemia
Nadi: 88x/menit Inj. Ranitidine 2 x 50 ml
1. Kamis, 14
September
RR : 19x/menit Clopidogrel tab. 1 x 75 mg
T:36,50C
2023
SpO2: 97% Aspirin 1 x 80 mg
Atovartatin 1 x 40 mg
Pemeriksaan
Jantung: BJ I/II Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
reguler, murmur (- Metformin 3 x 500 mg
), gallop (-)
Glimepiride 1 x 2 mg
Pemeriksaan paru: Novorapid 3 x 8 unit
vesikuler (+/+),
Inj. Furosemide 1 x 40 mg
ronchi (-/-),
wheezing (-/-) Sprinolactone PO 1 x 25
GDS 224 mg
14
15
16
Irama: sinus
HR: 88x/menit
Axis: normal
Gel. P: normal
ST segmen:
17
No Hari/Tanggal S O A P
.
Nyeri dada (-) KU : sakit ringan - CAD Stemi Oksigen Nasal Canul 3 lpm
Kesadaran : Compos Mentis Anteroekstensive akut
GCS 15 E4M6V5 + CHF (EF 26%) IVFD RL 300 cc/ 24 jam
- CHF HFrEF
- Diabetes Melitus tipe 2 Inj. Enoxaparin 2 x 0,6 cc
TTV - Dislipidemia SC
TD : 130/80 mmHg
Nadi: 80x/menit Inj. Ranitidine 2 x 50 ml
2. Jumat, 15
September
RR : 17x/menit Clopidogrel tab. 1 x 75 mg
T:36,70C
2023
SpO2: 99% Aspirin 1 x 80 mg
Atovartatin 1 x 40 mg
GDS 128
Bisoprolol 1 x 2,5 mg PO
Metformin 3 x 500 mg
Glimepiride 1 x 2 mg
Novorapid 3 x 8 unit
Inj. Furosemide 1 x 40 mg
Sprinolactone PO 1 x 25
mg
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 STEMI
Nyeri menjadi gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien STEMI.
Nyeri yang dirasakan bersifat dalam dan visceral. Kata-kata yang sering digunakan
untuk gejala ini adalah: berat, seperti diremas (heavy, squeezing, and crushing).
Terkadang juga dideskripsikan seperti ditusuk-tusuk atau terbakar. Pada STEMI,
gejala dirasakan pada saat istirahat dan berlangsung lama. Nyeri biasanya dirasakan
pada dada dan atau epigastrium, dan terkadang menjalar ke lengan. Tempat
penjalaran yang lebih jarang bisa terjadi mencapai abdomen, punggung, rahang
bawah, dan leher. Lokasi keluhan yang terjadi di bawah xiphoid dan epigaster
sering disalah artikan sebagai gejala penyakit lambung. Nyeri biasanya dimulai
pada saat istirahat dan tidak menghilang saat melakukan aktivitas.3
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah.
Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. STEMI juga
dapat ditemui tanpa nyeri dada. Kasus seperti ini lebih sering ditemui pada pasien
diabetes mellitus dan usia lanjut.1
3.1.5 Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI Sekitar seperempat pasien
infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/
atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan
hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/ atau hipotensi). Pada satu jam
pertama, pasien STEMI dapat memiliki nadi dan tekanan darah yang normal.1,3
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung
kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat
sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI.1
3.1.6 Pemeriksaan Elektrokardiografi
Serum cardiac biomarkers merupakan protein yang dilepaskan dari otot jantung
yang nekrosis setelah terjadi STEMI. Penanda biomarker ini dapat terdeteksi pada
pembbuluh darah perifer ketika pembuluh limfatik jantung membersihkan
interstitium dari zona jantung yang infark dan kemudian keluar ke sirkulasi vena.3
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (infark miokard).1
- CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkat kan CKMB.
- cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn 1. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTnI setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:1
- Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
- Creatinin kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
- Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan
menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.1
A. Manajemen Pra Rumah Sakit
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis
di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana
STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada
pemberian terapi.1,3
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.1
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.1
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi
pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada
terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan
untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru Terapi nitrat harus dihindari pada
pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai
menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru
bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan
phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat
memicu efek hipotensi nitrat.1
Pasien perlu untuk diberikan terapi untuk mengurangi/menghilangkan nyeri
dada, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan
vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung. Morfin sangat efektif mengurangi
nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada
STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval
5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arterioral melalui penurunan simpatis,
sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan
arteri. ika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol
5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.1
D. Terapi Reperfusi
E. Delay
Delay adalah keterlambatan yang terjadi antara awitan gejala hingga
tercapainya kontak medis pertama. Untuk meminimalisir delay pasien, masyarakat
perlu diberikan pemahaman mengenai cara mengenal gejala-gejala umum infark
miokard akut dan ditanamkan untuk segera memanggil pertolongan darurat. Pasien
dengan riwayat PJK dan keluarganya perlu mendapatkan edukasi untuk mengenal
gejala IMA dan langkah-langkah praktis yang perlu diambil apabila SKA terjadi.
Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan
menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI
Terapi awal adalah terapi yang diberikan kepada pasien dengan diagnosis kerja
kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat,
sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau biomarka jantung. Terapi awal yang
dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak
harus diberikan semua atau bersamaan.
Setelah diberikan MONA, pasien perlu di identifikasi apakah pasien
merupakan kandidat terapi reperfusi segera atau bukan. Yang diindikasikan untuk
mendapatkan terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, adalah
semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST
yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru.
Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila
terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung,
bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan
perubahan EKG tampak tersendat. Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap
pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki
fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan
waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit
tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari
2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan,
jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.
Nyeri dada ≥ 20 menit, tidak
membaik dengan pemberian
NTG
max. 10 menit
Diagnosis STEMI
berdasarkan EKG
tidak ya
Antikoagulan intravena harus digunakan dalam IKP primer. Pada pasien ini
diberikan Inj. Enoxaparin 2 x 0,6 cc SC
BAB V
KESIMPULAN
Penatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak medis pertama, baik untuk diagnosis
dan pengobatan. Yang dimaksud dengan kontak medis pertama adalah saat pasien
pertama diperiksa oleh paramedis, dokter atau pekerja kesehatan lain sebelum tiba
di rumah sakit, atau saat pasien tiba di unit gawat darurat, sehingga seringkali terjadi
dalam situasi rawat jalan. Sebisa mungkin, penanganan pasien STEMI sebelum di
rumah sakit dibuat berdasarkan jaringan layanan regional yang dirancang untuk
memberikan terapi reperfusi secepatnya secara efektif, dan bila fasilitas memadai
sebanyak mungkin pasien dilakukan IKP. Pencegahan delay amat penting dalam
penanganan STEMI karena waktu paling berharga dalam infark miokard akut
adalah di fase sangat awal, di mana pasien mengalami nyeri yang hebat dan
kemungkinan mengalami henti jantung. Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP
atau farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul
dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch
Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP
primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia
yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu
atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat.
DAFTAR PUSTAKA
1. AW S, B S, I A, M S, S S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. 6th ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2018.
2. Schunke M, Schulte E, Schumacher U, Voll M, Wesker K. Prometheus Atlas
Anatomi Manusia Organ Dalam. 3rd ed. Jakarta: EGC Indonesia; 2016.
3. Loscalzo J, Kasper DL, Longo DL, Fauci AS, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 21st ed. Loscalzo J, Kasper D, Longo D, Fauci A,
Hauser S, Jameson J, editors. New York: McGraw Hill LLC; 2022.
4. Birnbaum Y, Wilson JM, Fiol M, De Luna AB, Eskola M, Nikus K. ECG
diagnosis and classification of acute coronary syndromes. Ann Noninvasive
Electrocardiol. 2014;19(1):4–14.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga. 3rd ed. Centra Communications; 2015.