Oleh:
Pembimbing:
NIM : 1021010081
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian kepanitraan klinik
Pembimbing Klinik :
Ditetapkan di : Kupang
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan karena atas rahmat dan anugerah-Nya saya dapat
“Evaluasi Pra anestesi”. Referat ini dibuat untuk memenuhi persyaratan ujian
Cendana. Dalam penulisan referat ini, terdapat banyak pihak yang telah memberikan
bantuan kepada penulis. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Budi Yulianto Sarim, Sp.An KAO selaku kepala SMF bagian Ilmu
2. dr. I Made Artawan, M.Biomed, Sp.An selaku kordik SMF bagian Ilmu
Anestesi dan pembimbing yang telah meluangkan pikiran dan tenaga untuk
3. Seluruh dokter, perawat dan staf instalasi bagian Ilmu Anestesi RSUD Prof.
Cendana.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu, semua
saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga refarat ini
3
dapat memberikan manfaat kepada siapapun serta menjadi sumber motivasi dan
Penulis
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING..........................................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................................3
DAFTAR ISI.................................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................8
2.1 Konsep Anestesi......................................................................................................8
2.1.1 Pengertian Anestesi.............................................................................................9
2.1.2 Prinsip Dasar Anestesi......................................................................................10
2.1.3 Trias Anestesi.....................................................................................................11
2.1.3.1 Hipnosis...........................................................................................................11
2.1.3.2 Analgesia.........................................................................................................12
2.1.3.3 Relaksasi Otot.................................................................................................12
2.2 Stadium Anestesi Menurut Guedel.....................................................................13
2.2.1 Stadium I............................................................................................................13
2.2.2 Stadium II..........................................................................................................14
2.2.3 Stadium III.........................................................................................................14
2.2.4 Stadium IV.........................................................................................................15
2.3 Jenis-Jenis Anestesi..............................................................................................15
2.3.1 Anestesi Umum..................................................................................................15
2.3.1.1 Teknik Anestesi Umum..................................................................................16
2.3.1.2 Prosedur Tindakan........................................................................................17
2.3.1.3 Pedoman Pengelolaan Pasca Anestesi Umum.............................................17
2.3.2 Anestesi Regional...............................................................................................18
2.3.2.1 Definisi Anestesi Regional.............................................................................18
2.3.2.2 Persiapan dan Peralatan Anestesi Regional secara Umum........................18
2.3.2.4 Prosedur Tindakan........................................................................................20
2.3.2.5 Pengelolaan Pasca Anestesi Regional...........................................................21
2.3.3 Anestesi Lokal....................................................................................................22
2.3.3.1 Defenisi Anestesi Lokal..................................................................................22
2.3.3.2 Komplikasi Obat Anestesi Lokal..................................................................22
2.4 Evaluasi Pra Anestesi...........................................................................................23
2.4.1 Pengertian Evaluasi Pra Anestesi....................................................................23
2.4.2 Tujuan Evaluasi Pra Anestesi..........................................................................23
2.4.3 Waktu Evaluasi Pra Anestesi...........................................................................24
2.4.4 Prosedur Evaluasi Pra Anestesi.......................................................................24
2.4.4.1 Anamnesis.......................................................................................................24
2.4.4.2 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................26
2.4.4.3 Pemeriksaan Penunjang................................................................................31
2.4.4.4 Konsultasi dan Koreksi terhadap Kelainan Organ Vital...........................32
2.4.5 Klasifikasi Status Fisik Pra Anestesi Menurut ASA......................................32
BAB III KESIMPULAN............................................................................................35
5
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.1
sengaja pada pasien sehat ataupun disertai penyakit lain dengan derajat ringan sampai
berat bahkan mendekati kematian. Tindakan ini harus sudah memperoleh persetujuan
nyeri, dan life support yang berlandaskan pada “patient safety”. Tindakan anestesi
memerlukan evaluasi pra anestesi yang bertujuan untuk: menilai kondisi pasien,
menentukan status fisik dan resiko terhadap pasien, menentukan pilihan tehnik
anestesi yang akan dilakukan, menjelaskan tehnik anestesi, resiko, komplikasi dan
6
keuntungannya, serta telah mendapat persetujuan melalui informant consent (surat
persetujuan tindakan).2
Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang
dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra
operatif, menganalisis jenis operasi, memilih jenis dan teknik anestesi, memprediksi
penyulit yang mungkin terjadi, serta mempersiapkan obat dan alat anestesi.3
Pada kasus bedah elektif, evaluasi pra anestesia dilakukan beberapa hari
selanjutnya evaluasi dilakukan lagi pada pagi hari menjelang pasien dikirim ke kamar
operasi dan evaluasi terakhir dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) untuk
menentukan status fisik ASA. Pada kasus bedah darurat, evaluasi dilakukan pada saat
itu juga di ruang persiapan operasi Instalasi Rawat Darurat (IRD), karena waktu yang
tersedia untuk evaluasi sangat terbatas, sehingga sering kali informasi tentang
dilakukan terhadap pasien yang direncanakan untuk menjalani tindakan operatif. Hal-
laboratorium, dan klasifikasi status fisik.4 Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk
mencapai Anaesthesia safety ialah melalui evaluasi pra anestesi. Anaesthesia safety
mulai dari penilaian dan persiapan pra anestesia, anestesia hingga pasca anestesia.
7
pada saat pemantauan serta mengenal parameter tingkat kesadaran normal dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang dapat menimbulkan rasa
sakit pada tubuh. Termasuk hilangnya segala sensasi perasaan panas, dingin, rabaan,
kedudukan tubuh, dan sensasi nyeri. Pada umumnya hilangnya rasa nyeri pada
Kata anestesi (anesthesia) berasal dari bahasa Yunani yang berarti insensible
(tanpa merasa). Insensible itu sendiri tidak harus berarti hilangnya kesadaran.
Sedangkan kata analgesia dalam bahasa Yunani berarti suatu keadaan tanpa nyeri atau
tidak merasa sakit. Komponen utama dari anestesia yang ideal terdiri dari hipotik,
analgesia dan relaksasi otot. Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell
Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat
pembedahan.6
intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penganggulangan nyeri menahun.
8
Definisi yang ditegakkan oleh The American Board of Anesthesiology pada tahun
1989 ialah mencakup semua kegiatan profesi atau praktek yang meliputi hal-hal
sebagai berikut 6 :
8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan
terhadap obat
9
1. Memberikan pelayanan anestesi, analgesi dan sedasi yang aman, efektif,
medik atau trauma yang menyebabkan nyeri, kecemasan, dan stres psikis lainnya
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernafasan, perdaran darah,
dan kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman jiwa karena
mengancam jiwa dimanapun pasien berada (ruang gawat darurat, kamar bedah,
pasien yang mengalami gangguan atau ancaman jiwa karena menjalani prosedur
5. Mengatasi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri akibat pembedahan, trauma
6. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri kanker dan
penyakit kronik)
10
2.1.3.1 Hipnosis
(valium), gamma OH, dan kombinasi obat-obat tersebut. Keadaan tidur dan amnesia
1) Open drop method yaitu dengan menggunakan anestesi yang mudah menguap
lalu diteteskan pada kapas yang diletakkan didepan hidung penderita sehingga
kadar zat anestesik yang dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya boros karena
2) Semi open drop method hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi
3) Semi close method yaitu dengan udara yang dihisap diberikan bersama oksigen
murni yang dapat ditentukan kadarnya, kemudian dilewatkan pada vap nizer
4) Close method, cara ini hampir sama seperti semi close method hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara
2.1.3.2 Analgesia
Sebagai analgesik dapat diberikan O2 atau N2O yang dapat ditambah dengan
11
morfin,fentinil, dan lain-lain secara intravena. Pemilihan obat tergantung pada
berlangsung dengan lancar. Sifat relaksasi bergantung pada jenis pembedahan yaitu
dari relaksasi yang ringan (simple relaksasi) sampai relaksasi sempurna (full
Untuk memenuhi trias anestesi yaitu terutama adanya relaksan otot yang
sempurma, maka diperlukan pemberian anestesi yang dalam. Anestesi yang dalam
Perlu dikenal stadium-stadium anestesi dan mengenal tanda serta gejala masing-
masing stadium. Hal ini berguna untuk mengevaluasi dan menentukan kapan
penderita bisa dioperasi. Bila dilakukan dengan ether atau tanpa premedikasi, maka
2.2.1 Stadium I
anestetik) sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat
12
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada
stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu mata
2.2.2 Stadium II
dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan refleks cahaya (+),
pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri
dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata. Pada stadium ini dapat terjadi
spasme laring, muntah, menahan nafas dan batuk. Pasien juga dapat muntah dan ini
dapat membahayakan jalan napas. Pada stadium ini aritmia jantung pun dapat terjadi.
Pupil dilatasi sebagai tanda peningkatan tonus simpatis. Stadium 2 adalah stadium
spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan
belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai
menurun).
13
2. Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, dada- perut, volume tidak menurun,
relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dilakukan intubasi.
3. Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralsis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum
tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin
menurun).
4. Plana 4: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralsis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat
menurun).
2.2.4 Stadium IV
Pada stadium ini semua refleks negatif dan pupil dilatasi. Ditandai dengan
mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.8
secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang dapat pulih kembali (reversible).
14
Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk ke jaringan otak
dengan tekanan setempat yang tinggi. Anestesi umum disebut juga sebagai narkose
membuat tidak sadar, dan menyebabkan amnesia yang bersifat reversible dan dapat
diprediksi. Tiga pilar anestesi umum meliputi hipnotik atau sedatif, yaitu membuat
pasien tertidur atau mengantuk/ tenang, analgesia atau tidak merasa sakit, rileksasi
otot, yaitu kelumpuhan otot skelet, dan stabilitas otonom antara saraf simpatis dan
Teknik anestesi umum terdiri dari : anestesi umum inhalasi, anestesi umum
Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan memberikan kombinasi
obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui
antaranya nitrous oksida (N2O), halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, eter dan
desfluran.1
Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat
15
umum intravena terdiri atas anestesia intravena klasik, anestesia intravena total, dan
anestesi-anelgesia neurolept.1
3) Anestesi Imbang
intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum dengan
analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang.1
6) Rumatan anestesi dapat menggunakan antara lain obat pelumpuh otot, obat
analgetic opioid, obat hipnotik sedatif dan obat inhalasi sesuai kebutuhan
hemodinamik stabil
10) Pemantauan pra dan intra anestesia dicatat/didokumentasikan dalam rekam medik
pasien.9
16
2.3.1.3 Pedoman Pengelolaan Pasca Anestesi Umum
1. Pada saat pasien tiba di ruang pemulihan, dilakukan evaluasi fungsi vital.
4. Untuk pasien bedah rawat jalan, pemulangan pasien harus memenuhi Pads Score
= 10.
pasien.9
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri pada hantaran saraf sensorik
yang bersifat sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya.
Pada dasarnya persiapan pada anestesi regional (sentral) sama dengan persiapan
anestesi umum. Daerah sekitar tempat penusukan harus diperhatikan dengan seksama
apakah ada hal-hal penyulit, seperti kelainan bentuk tulang belakang atau prosesus
spinosus sulit diraba seperti pada pasien obesitas. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
adalah informed consent, pemeriksaan fisik, dan Pemeriksaan laboratorium (Hb, ht,
PT, dan PTT). Peralatan yang diperlukan pada anestesi regional yaitu Peralatan
17
jarum spinal untuk anestesi spinal. Jarum dengan ujung tajam (Quincke- Babcock)
atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencilpoint,Whitecare). Jarum epidural untuk
anestesi epidural yaitu, jarum dengan ujung tajam (Crawford) digunakan untuk
pemberian obat-obatan dosis tunggal dan jarum dengan ujung khusu (Touhy) untuk
cm. Jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22 pada pasien
1) Anestesi Spinal
subarachnoid. Teknik anestesi spinal sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.
Indikasi anestesi spinal yaitu untuk bedah ekstremitas bawah, bedah panggul,
dan lumbal. Dapat juga digunakan untuk prosedur pembedahan abdomen bagian atas
pediatric surgery.1
2) Anestesi Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat
diruang epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater.
Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal pada
daerah lumbal. Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar
18
saraf spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat
lemah.1
3) Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal merupakan anestesi epidural dari kauda equina yang diakses
canalis sakrum melalui hiatus sakrum. Pada anak-anak anestesi kaudal biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum yang ringan dengan pernapasan spontan. Efek
dari kaudal anestesi mempengaruhi persarafan sakral dan lumbar, meskipun akan
Anestesi ini akan mengenai saraf motorik (ekstrimitas bawah), sensorik (sub
ditujukakkan untuk operasi pada daerah ekstremitas tubuh. Teknik ini bekerja dengan
anestesi. Analgesia regional intravena (Bier Block) dapat dikerjakan untuk bedah
singkat sekitar 45 menit pada lengan atau tungkai, biasanya hanya dikerjakan untuk
19
4. Penatalaksanaan anestesi regional
cateter
8. Bila dalam test fungsi keberhasilan dari anestesi regional mengalami kegagalan
atau tidak sempurna, maka dimungkin kan berubah tehnik pilihan anestesi ke
anestesi umum atau suplemen obat lain yang dapat menambah potensi regional
anestesi
9. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan dilakukan bila operasi
10. Pemantauan pre dan intra anestesia dicatat/didokumentasikan dalam rekam medik
pasien.9
1. Pada saat pasien tiba di ruang pemulihan, dilakukan evaluasi fungsi vital
3. Psien dapat dipindahkan ke ruang perawatan apabila fungsi sensoris dan motoris
4. Untuk pasien bedah rawat jalan, pemulangan pasien harus memenuhi Pads Score
= 10
20
6. Komplikasi yang terjadi pasca anestesi regional harus segera di follow up untuk
Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade Na
Channel pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang
saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestesi lokal setelah keluar dari
saraf diikuti dengan pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti
oleh kerusakan struktur saraf. Anestesi lokal yang ideal yaitu poten, bersifat
sementara, tidak menimbulkan reaksi lokal, sistemik atau alergi, short acting dengan
Obat anestesi lokal apabila melewati dosis tertentu merupakan zat toksik,
sehingga untuk tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya.
1) Komplikasi lokal
antisepsis
21
2) Komplikasi sistemik
Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi
Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang
dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra
operatif, menganalisis jenis operasi, memilih jenis dan teknik anestesi, memprediksi
penyulit yang mungkin terjadi, mempersiapkan obat dan alat anestesi. Evaluasi pra
tindakan)
22
6. Memprediksi kemungkinan penyulit yang dapat terjadi selama bedah atau paskah
bedah
Evaluasi ulang (2) dilakukan lagi pada pagi hari menjelang pasien dikirim ke
kamar operasi
fisik ASA.10
Pada bedah darurat, evaluasi dilakukan di ruang persiapan operasi instalasi rawat
darurat (IRD), karena waktu yang tersedia untuk evaluasi sangat terbatas, sehingga
2.4.4.1 Anamnesis
Komunikasi yang efektif dan pendekatan oleh tenaga medis sangat penting dalam
periode pre-operasi. Komplikasi pasca tindakan dan tuntutan hukum malprektik sering
tim penting dalam proses evaluasi perioperatif termasuk diantaranya dokter anestesi,
23
dokter bedah, dan dokter umum. Informasi yang ingin dicari melalui anamnesis, dapat
berikut:11,12
1) Identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, dll
2) Anamnesa khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah (yang akan dilakukan
Riwayat penyakit sistemik yang diderita atau pernah diderita yang bisa
obat-obat anestesi
anestesi (Hal ini sangat penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal
lebih baik.
24
Umur Padat (Jam) Clear Liquid Susu Formula ASI (Jam)
(Jam)
Neonatus 4 2 4 4
<6 bulan 4 2 6 4
6-36 bulan 6 3 6 4
>36 bulan 6 2 6
Dewasa 6-8 2
Informed consent :
Pemeriksaan fisik yang harus di lakukan adalah pemeriksaan tinggi dan berat
sianosis, dehidrasi, malnutrisi, edema, serta apakah pasien mengalami sesak atau
kesakitan.11 Selain itu terdapat 6 indikator lain yang menjadi poin penting dalam
1) Breath (B1) : jalan nafas, pola nafas, suara nafas, dan suara nafas tambahan.
selama anestesi. Apakah jalan nafas mudah tersumbat, apakah intubasi akan sulit
atau mudah, apakah pasien ompong atau memakai gigi palsu atau mempunyai
rahang yang kecil yang akan mempersulit laringoskopi. Apakah ada gangguan
membuka mulut atau kekakuan leher, apakah pembengkakan abnormal pada leher
25
yang mendorong saluran nafas bagian atas.11,12 Untuk menilai jalan nafas secara
tenggorokan dan laring yang sesuai. Ini berfungsi untuk memperkirakan secara
3: Pengukuran tiga jari antara gigi seri atas dan bawah dari mulut terbuka pasien
jari di lantai mandibula antara sudut mental dan leher di dekat tulang hyoid.
Biasanya jarak ini harus diukur mendekati 7 cm. Jika jarak ini kurang dari lebar
tiga jari, sumbu laring akan berada pada sudut yang lebih tajam dengan sumbu
26
faring, yang menunjukkan bahwa penyelarasan bukaan mulut ke bukaan faring
akan sulit. Ini juga menunjukkan bahwa akan ada lebih sedikit ruang untuk
2: Pengukuran 2 jari antara dasar mandibula dengan takik tiroid di leher anterior
dapat menempatkan dua jari di laring laring superior. Jika laring terlalu tinggi di
leher, berukuran kurang dari dua jari, laringoskopi direk akan sulit dan berpotensi
tidak mungkin dilakukan; ini karena sudut antara pangkal lidah ke laring terlalu
tajam.11,12
Aturan 3-3-2 memainkan peran penting dalam perencanaan sebagai komponen skala
L: Look
Cari indikator eksternal dari intubasi endotrakeal yang sulit. Yang dapat mencakup
bentuk wajah yang tidak normal, cachexia ekstrim, gigi yang buruk, mulut tidak
bergigi, obesitas morbid, langit-langit tinggi melengkung, leher pendek, gigi depan
besar, bekas luka operasi yang menunjukkan bekas luka trakeostomi sebelumnya,
patologi leher.13
E: Evaluated
Di sinilah pentingnya aturan 3-3-2. Aturan ini adalah pengukuran perkiraan 3 jarak
terpisah pada pasien dengan menggunakan jari pemeriksa seperti yang sudah
dijelaskan di atas.13
27
M: Mallampati Score
Skoring Mallampati adalah suatu sistem yang didasarkan pada anatomi mulut dan
pandangan dari berbagai struktur anatomi apabila seseorang membuka mulut selebar
mungkin. Penilaian dilakukan dalam posisi duduk dan tidak dapat dilakukan dalam
keadaan darurat. Skor kelas I diartikan mudah, dan kelas IV adalah yang paling sulit.
Kelas I dan II merupakan bentuk yang paling mudah untuk dilakukan intubasi
dibandingkan kelas III dan IV, kelas III dan IV merupakan kelas yang paling sulit
untuk dilakukan intubasi. Untuk menghindari hasil positif palsu atau negative palsu,
O: Obstruction
Seseorang harus menilai apakah jalan nafas dapat terhalang oleh benda asing, abses,
tumor, pembengkakan jaringan lunak seperti pada korban luka bakar atau hematoma
28
N: Neck Mobility
Pada pasien yang waspada dan terjaga, lihat apakah pasien dapat meletakkan dagu
mereka di dada dan seberapa jauh mereka dapat memiringkan kepala ke belakang.
Mobilitas leher yang menurun merupakan prediktor negatif dari komplikasi intubasi.
2) Blood (B2) : tekanan darah, perfusi, suara jantung, suara tambahan, kelainan
anatomis dan fungsi jantung. Melihat apakah pasien menderita penyakit jantung
dibutuhkan antibiotik sebagai profilaksis), hipertensi, dan gagal jantung kiri atau
pergelangan kaki, pembesaran hepar atau krepitasi pada basal paru. Melihat
bentuk dada dan aktifitas otot pernafasan untuk mencari adanya obstruksi jalan
nafas akut atau kronis atau kegagalan pernafasan. Meraba trakea apakah tertarik
oleh karena fibrosis, kolaps sebagian atau seluruh paru, atau pneumotoraks.
Melakukan perkusi pada dinding dada, bila terdengar redup kemungkinan kolaps
paru atau efusi. Mendengarkan apakah ada wheezing atau ronkhi yang
3) Brain (B3): menilai GCS, riwayat stroke, kelainan saraf pusat atau perifer.
5) Bowel (B5): makan atau minum terakhir, menilai kondisi bising usus, apakah ada
29
6) Bone (B6): apakah ada patah tulang, kelainan postur tubuh, kelainan
neuromuskuler.11,12
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, kita dapat mengetahui beberapa masalah dan
elektrokardiogram. Radiologi rutin untuk foto toraks tidak diperlukan jika tidak ada
gejala atau abnormal pada dada, tapi pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
sebaiknya rutin dilakukan pada pasien yang akan menjalani anestesi umum.11,12
Darah : Hb, HCT, eritrosit, leukosit, dan hitung jenis trombosit, masa
besar dan pasien yang menderita penyakit sistemik tertentu dengan induksi tegas.
Evaluasi kardiologi (EKG) : terutama untuk pasien usia>35 tahun atau bila
30
memiliki indikasi
3) Lain-lain.
Puasa preoperatif
1) Apabila ditemui gangguan fungsi organ yang bersifat kronis maupun akut, yang
Pada kasus elektif : koreksi dilakukan oleh staf medis fungsional yang
atau di kamar operasi sesuai dengan kedaruratan medis yang diderita oleh
pasien
3) dokter anestesia dapat menunda atau menolak tindakan anestesia bila hasil
evaluasi pra-anestesia dinilai belum dan atau tidak layak untuk tindakan
anestesia.10
31
2.4.5 Klasifikasi Status Fisik Pra Anestesi Menurut ASA
pasien yang akan menjalani pembedahan dengan tujuan untuk menilai keadaan umum
evaluasi pra operatif dapat disimpulkam status fisik pasien menurut ASA (American
Defenisi Keterangan
ASA Pasien dengan penyakit bedah Mengidap satu atau lebih penyakit
moderat hingga berat dengan
III disertai dengan penyakit sistemik
keterbatasan fungsional. Contohnya
berat yang disebabkan karena
termasuk DM/HT tidak terkontrol
berbagai penyebab tetapi tidak atau, PPOK, obesitas berat (BMI
≥40), hepatitis aktif, ketergantungan
mengancam jiwa
alkohol, menggunakan alat pacu
32
jantung, penurunan sedang dari fraksi
ejeksi, ESRD yang menjalani cuci
darah secara rutin, bayi prematur
dengan PCA < 60 minggu, riwayat
MI, CVA, TIA, atau CAD (> 3
bulan).
ASA Pasien dengan penyakit bedah Riwayat baru (<3 bulan) MI, CVA,
TIA, atau CAD / stent, iskemia
IV disertai dengan penyakit sistemik
jantung atau disfungsi katup berat
berat yang secara langsung
yang sedang berlangsung, penurunan
mengancam kehidupannya berat fraksi ejeksi, sepsis, DIC, AKI
atau ESRD yang tidak menjalani
dialisi secara terjadwal.
tidak dalam 24 jam pasien akan jantung yang signifikan atau disfungsi
meninggal multiorgan.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
menyebabkan pasien kehilangan nyawa atau salah satu hingga beberapa anggota
33
tubuh.15
BAB III
KESIMPULAN
Pengelolaan anestesi pada pasien selalu diawali dengan evaluasi pra anestesi.3
Sedangkan, Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan
anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik
(ASA) pasien pra operatif, menganalisis jenis operasi, memilih jenis dan teknik
anestesi, memprediksi penyulit yang mungkin terjadi, serta mempersiapkan obat dan
alat anestesi.3
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam evaluasi pra anestesi meliputi anamnesis,
Pada kasus bedah elektif, evaluasi pra anestesia dilakukan beberapa hari
selanjutnya evaluasi dilakukan lagi pada pagi hari menjelang pasien dikirim ke kamar
operasi dan evaluasi terakhir dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) untuk
menentukan status fisik ASA. Sedangkan, pada kasus bedah darurat, evaluasi
dilakukan pada saat itu juga di ruang persiapan operasi Instalasi Rawat Darurat (IRD),
34
karena waktu yang tersedia untuk evaluasi sangat terbatas, sehingga sering kali
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku G, Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anestesi dan reanimasi. Jakarta :
Indeks. 2017
23.
4. R.Venna, Wee, MYK. AAGBI Safety Guideline Pre operative Assesment and
2010.
35
HK.02.02/MENKES/251/2015 TENTANG PEDOMAN NASIONAL
10. Latief SA, Suryadi KA, Dachan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi kedua.
11. Baldini G, Hosur S, Butterworth JF, Ilfeld BM, Carli F, Mackey DC, Cowles CE.
Education.2008.295.
KG, Wilson IH, O’Donnel A. Oxford handbook of anaesthesia 3rd Edition. New
13. Sharma S, Patel R, Hashmi MF, et al. 3-3-2 Rule. [Updated 2020 May 23]. In:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493235/12
36
37