TESIS
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis
Anestesiologi pada Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif
DEWAN PENGUJI
Penguji
Penguji
Ditetapkan di
Tanggal
dr. Adhrie Sugiarto, SpAn-KIC
Jakarta
Juni 2015
p
G
Univercitas lndonesia
Tesis ini adalah hasil karya saya sondiri, dan semua sumber baikyang
NPM 20906646441
TandaTangan /
\-^+9r.9
Tanggal : Juni2015
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Terapi Intensif pada Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M-K, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan
kepada penuli selama menempuh pendidikan dokter spesialis.
2. Dr. dr. C. H. Soejono, Sp.PD-KGer, MEpid, FACP, FINASIM, selaku
Direktur Utama RSUPN Cipto Mangunkusumo atas kesempatan dan
kepercayaan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan
dokter spesialis.
3. Dr. dr. Gatot Purwoto, SpOG-K, selaku Kepala Instalasi Bedah Pusat RSUPN
Cipto Mangunkusumo beserta seluruh tim IBP atas kebaikan hati dan
kerjasamanya selama penelitian.
4. dr. Aries Perdana, SpAn-K, selaku Kepala Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI/RSCM atas fasilitas dan bimbingan yang diberikan
kepada penulis.
5. Dr. dr. Ratna F. Soenarto, SpAn-K, selaku Ketua Program Studi
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI/RSCM sekaligus pembimbing I yang
telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
6. dr. Alfan Mahdi Nugroho, SpAn-K, selaku dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
7. dr. M. Sopiyudin Dahlan, M.Epid dan dr. Ahmad Fuady, M.Sc-HEPL selaku
pembimbing statistik yang memberikan saran dan masukan yang berharga
untuk penelitian ini.
8. Teman-teman residen Anestesiologi dan Terapi Intensif SKUI/RSCM atas
bantuan dan kerjasamanya selama berlangsungnya penelitian ini.
iv Universitas Indonesia
Akhir kata saya berdoa kepada Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini. Semoga tesis penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
v Universitas Indonesia
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal : Juni 2015
Yang menyatakan,
vl Univercitas lndonesia
Kata Kunci: hemoglobin, transfusi, estimated blood loss, allowable blood loss,
hematology analyzer, point-of-care testing
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Penghitungan EBL juga terganggu oleh cairan-cairan tidak sejenis yang ikut
terserap oleh kassa dan media absorbsi lainnya, yakni antara lain cairan kristaloid,
koloid, asites, cairan amnion, darah transfusi dan sebagainya.15
Banyak rumus yang bisa digunakan untuk menghitung Allowable Blood Loss
(ABL). Sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) rumus berbeda yang paling sering
digunakan pada buku anestesiologi Morgan, Miller dan Smith. Tidak ada
kesepakatan umum mengenai rumus manakah yang paling akurat. Rumus ABL
berguna sebagai panduan penghitungan EBL yang kerap dijadikan pertimbangan
untuk keputusan transfusi, selain untuk memperkirakan saat yang tepat untuk
pemeriksaan kadar hemoglobin intraoperatif sebagai marker (penanda) untuk
transfusi darah.
Seiring perkembangan kemajuan teknologi pemeriksaan darah, pemeriksaan
hemoglobin semakin dipermudah dengan berbagai cara. Salah satunya berupa
instrumen Point of Care Testing (POCT) sebagai alat diagnostik penting yang
digunakan di berbagai tempat di rumah sakit, terutama dalam setting perawatan
kritis seperti unit perawatan intensif (ICU), ruang operasi (OR) dan unit gawat
darurat (ED).16 Instrumen POCT dapat mempermudah pengukuran kadar
hemoglobin, mulai dari cara pengambilan sampel yang mudah (dapat
menggunakan darah vena, arteri maupun perifer), jumlah sampel yang sedikit
(sekitar satu tetes atau 12 µL) dan instrumen dapat dibawa ke mana-mana. Ragam
instrumen POCT untuk pengukuran kadar hemoglobin yang beredar di pasaran
saat ini, ada yang sudah diuji tingkat akurasinya untuk pengukuran hemoglobin
intraoperatif misalnya HemoCue® Hb 201+.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan akurasi penghitungan
hemoglobin intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL), Hematology
Analyzer dan Point of Care Testing (POCT) serta mengetahui akurasi instrumen
POCT dibandingkan dengan instrumen Hematology Analyzer yang dijadikan
metode baku, dalam mengukur kadar hemoglobin intraoperatif pada pasien yang
menjalani operasi elektif di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Selanjutnya, penelitian ini akan bermanfaat untuk kepentingan rasionalitas
transfusi darah terhadap penderita yang menjalani operasi di Instalasi Bedah Pusat
RSUPN Cipto Mangunkusumo. Rasionalitas transfusi darah sangat penting untuk
menurunkan insiden transfusi yang tidak perlu, risiko transmisi penyakit, serta
Universitas Indonesia
1.3 Hipotesis
Tidak ada perbedaan yang bermakna tentang akurasi penghitungan hemoglobin
intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL), Hematology Analyzer dan Point
of Care Testing (POCT).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1 Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh
eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Merupakan hemoprotein yang
mengandung empat gugus hem dan globin dan mempunyai kemampuan
oksigenasi reversibel. Satu molekul hemoglobin mengandung empat rantai
polipeptida globin, terbentuk dari antara 141 dan 146 asam amino; paling sering
dinyatakan dengan rantai α dan β, dengan rantai γ dan δ terlihat lebih jarang. Tipe
hemoglobin yang berbeda ditentukan oleh kombinasi yang berbeda dari rantai
globinnya, dengan jumlah dari tiap jenis rantainya dinyatakan dengan subskrip.17
Fungsi utama hemoglobin adalah, mengikat oksigen dalam paru-paru
kemudian melepaskannya di dalam kapiler jaringan perifer, di mana tekanan gas
oksigen kapiler lebih rendah daripada di paru-paru. Selain mengangkut oksigen,
hemoglobin juga bertugas mengangkut 10% karbondioksida dari seluruh tubuh
dalam bentuk karbaminohemoglobin yang diikat dalam protein globin.18
Kadar hemoglobin normal memiliki beberapa rentang. Untuk laki-laki dewasa
13,5 g/dL hingga 18,0, untuk perempuan 12 g/dL hingga 16 g/dL.19 Pada dataran
tinggi, hemoglobin memiliki afinitas pengikatan terhadap oksigen sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan dataran rendah, hal ini membantu untuk mengikat
oksigen lebih efektif dibanding pada dataran rendah.20
Pada setiap pengukuran kadar hemoglobin, ada beberapa hal yang akan
memengaruhi. Di antaranya cold agglutinin, hemolisis, bilirubin, resistensi lisis
eritrosit dengan hemoglobin yang tidak normal, mikrositosis, eritrosit bernukleus,
fragmen megakariosit atau megakarioblas, platelet yang menggumpal, leukosit
lebih dari 100.000 per mikroliter, leukemia, spesimen yang sudah usang atau
lama.21
2.1.1 Fisiologi
Seperti yang telah disebutkan di atas, hemoglobin adalah sebuah protein. Seperti
6 Universitas Indonesia
semua protein lain, blueprint atau cetak biru untuk hemoglobin ada pada DNA.
Deoxyribonucleic acid (DNA atau ADN) adalah material yang membawa gen.
Normalnya seseorang akan memiliki empat gen yang mengkode untuk protein alfa
atau rantai alfa. Dua gen yang lain akan mengkode untuk rantai beta. Rantai alfa
dan rantai beta diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang sama besar, meskipun
terdapat perbedaan jumlah gen pembentuknya. Rantai protein tersebut bergabung
dalam pembentukan eritrosit dan menetap di eritrosit demi kelangsungan hidup
eritrosit tersebut (gambar 2.1).22
Saat ini, sebagian besar hematokrit hasil perputaran telah diganti dengan
pengukuran hemoglobin yang menggunakan perangkat laboratorium. Hemoglobin
diukur dari pengambilan sampel darah arteri atau vena secara intermiten, atau di
tempat perawatan pasien dengan perangkat Point-of-Care Testing yang
menggunakan sampel darah dari kapiler. Pengukuran hemoglobin dengan metode
noninvasif secara kontinyu yang baru telah diperkenalkan di lingkungan klinis.
Literatur terbaru mengungkapkan bahwa akurasi metode kontinyu dan
noninvasive itu dapat dibandingkan dengan pengukuran hemoglobin di
laboratorium.
Kebanyakan dokter menafsirkan pengukuran laboratorium dan
menganggapnya tidak akan berubah secara signifikan jika sampel berturut-turut
diukur berulang kali dengan perangkat laboratorium yang sama atau pada
perangkat laboratorium yang berbeda. Masalahnya, seberapa akurat pengukuran
hemoglobin laboratorium yang digunakan saat ini? Sebuah tinjauan literatur
menunjukkan bahwa 'standar‟ pengukuran laboratorium tergantung pada banyak
faktor metodologi yang memengaruhi akurasi (seberapa dekat pengukuran dengan
nilai hemoglobin yang sebenarnya) dan presisi (berapa kali pengukuran dapat
diulang). Menurut International Organization of Standardization, definisi dari
kesalahan laboratorium adalah kekurangan apapun sejak permohonan
pemeriksaan hingga pelaporan hasil, penafsiran dan reaksi yang tepat terhadap
hasil tersebut. Tingkat kesalahan laboratorium secara menyeluruh mencakup tahap
pra-analisis, analisis dan pasca-analisis dari pemeriksaan, bervariasi antara 0,1 dan
9,3% untuk semua pengukuran laboratorium. Kesalahan laboratorium adalah satu-
satunya sumber variabilitas yang potensial tentang nilai hemoglobin. Banyak
faktor fisiologis, waktu dan metode yang dapat menyebabkan variabilitas terhadap
nilai-nilai hemoglobin.2
2.3. Estimated Blood Loss (EBL) dan Allowable Blood Loss (ABL)
Estimated Blood Loss (EBL) adalah perkiraan volume perdarahan yang terjadi
selama operasi berdasarkan jumlah darah yang diserap oleh kassa dan media serap
lainnya serta yang ditampung dalam tabung suction. Allowable Blood Loss (ABL)
adalah jumlah perdarahan intraoperatif yang masih diperkenankan sebelum
dilakukan transfusi, di mana jumlah tersebut dihitung berdasarkan rumus /formula
tertentu. Rumus ABL berguna sebagai panduan penghitungan EBL yang kerap
dijadikan pertimbangan untuk keputusan transfusi, selain untuk memperkirakan
saat yang tepat untuk pemeriksaan kadar hemoglobin intraoperatif sebagai marker
(penanda) untuk transfusi darah. Jadi baik EBL maupun ABL dapat menggunakan
berbagai macam rumus/formula di bawah ini, tergantung berapa hemoglobin atau
hematokrit end/final/target. Banyak rumus/formula yang dapat digunakan untuk
memperkirakan jumlah perdarahan intraoperatif, antara lain : 26
Universitas Indonesia
Volume RBC yang ditransfusikan didasarkan pada jumlah RBC dalam satu unit
kantong darah. Jumlah ini berbeda antara satu lembaga dengan yang lainnya.
Universitas Indonesia
Ward dkk mendasarkan rumus mereka pada kerja Furman dkk31 dalam bedah
anak. Tujuan dari Ward dkk untuk menciptakan formula yang cocok dengan
situasi klinis: kehilangan darah yang perlahan dan penggantian volume dengan
koloid / kristaloid, sehingga mempertahankan volume intravaskular mendekati
normal. Ward dkk menguji rumus berikut pada anjing dan manusia:
di mana Ht f adalah nilai hematokrit akhir yang diambil sebelum transfusi atau
pada akhir operasi dan Ht i adalah hematokrit awal sebelum operasi. EBL yang
menggunakan rumus Ward dinyatakan dalam mililiter darah.
Universitas Indonesia
kimia yang digunakan untuk mengukur glukosa, baik glukosa oksidase atau enzim
dehidrogenase glukosa.
Universitas Indonesia
pemeriksaan sekali pakai dan bahan pemeriksaan yang dapat segera diganti.
POCT juga menguntungkan karena hanya memerlukan volume sampel yang
kecil. Pasien berpotensi kehilangan 25-125 mL darah setiap hari, atau hingga 944
mL darah setiap perawatan di rumah sakit,40,41,42 akibat phlebotomy untuk
pemeriksaan laboratorium biasa. Pemeriksaan darah serial sering dilakukan di
ruang operasi, ICU dan IGD, yang tanpa disadari mengurangi darah pasien.
Selama operasi jantung terbuka pemeriksaan darah serial dapat dilakukan berkali-
kali, setiap 15 sampai 30 menit. Pemeriksaan serial darah pasien dengan gagal
napas, ketidakseimbangan asam-basa atau pada pasien yang menjalani operasi,
akan menyajikan tren pemantauan yang berguna untuk mengevaluasi apakah
terapi yang diberikan saat itu efektif atau tidak. Akan tetapi banyaknya volume
darah yang diambil untuk pengukuran serial ini dapat merugikan. Dalam
pengobatan pasien kritis, meminimalkan kehilangan darah adalah sangat
penting.40,44,45 Instrumen POCT mampu melakukan sejumlah pemeriksaan dengan
kehilangan darah minimal (hanya 40 uL), bergantung pada instrumen yang
digunakan dan pemeriksaan yang dilakukan. Strategi ini menghemat darah dan
meminimalkan komplikasi kesehatan serta dan transfusi yang tidak perlu.45
atau College of American Pathologists (CAP, Northfield, IL) itu bersifat tidak
wajib. Semua lembaga medis harus mematuhi undang-undang negara. Peraturan
pemeriksaan laboratorium ini membantu untuk memastikan kinerja instrumen
POCT yang berkualitas tinggi serta praktik pengujian diagnostik yang tepat oleh
operator. Kepatuhan pengendalian mutu (Quality Control, QC) adalah salah satu
dari sekian banyak pengawasan manajemen mutu yang digunakan secara rutin
dengan perangkat POCT.
Terdapat perdebatan yang berkembang tentang efektivitas biaya dari POCT.
Biaya untuk POCT dibandingkan untuk pemeriksaan laboratorium yang terpusat
mungkin kurang, lebih, atau bahkan tidak ada perbedaan.55,56,57
POCT mungkin lebih mahal daripada pemeriksaan laboratorium, tetapi
keuntungan POCT dapat memperpendek lama perawatan pasien atau
mengimbangi biaya POCT, atau keduanya. POCT di ruang operasi efektif dari
segi biaya untuk evaluasi hemostasis dan manajemen transfusi. Dalam beberapa
kasus, seperti pemeriksaan cepat hormon paratiroid untuk operasi paratiroid,
kecepatan pemeriksaan sangat penting untuk mengurangi lama pasien di ruang
operasi dan mengurangi lama rawat inap.58 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
59
POCT dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan waktu di unit
60
gawat darurat. tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi
hasil ini.
Tabel 2.6 Komponen-komponen Biaya POCT
1. Perlengkapan (misalnya, reagen, cartridge sekali pakai, test strip) dan peralatan
2. Pelatihan dan pelatihan ulang untuk operator instrumen
3. Pemeliharaan instrumen, termasuk mengganti instrumen yang cacat
4. Tenaga kerja tambahan dari sebagian tenaga yang bukan petugas laboratorium
(misalnya perawat) untuk menjalankan pemeriksaan
5. Software baru yang memungkinkan hasil pasien yang bisa dimasukkan ke dalam
sistem informasi rumah sakit / laboratorium.
6. Troubleshooting instrument
7. Jasa konsultasi untuk masalah instrumentasi
8. Melakukan studi perbandingan instrumen baru dan metodologi dengan instrumen
yang ada
9. Akreditasi dan biaya pengujian kemahiran
10. Duplikasi, pemeriksaan berulang, verifikasi, dan validasi
Telah diolah kembali dari : Louie, R.F., Tang Z., Shelby D.G., Kost G.J. (July 2000). Point-of-
16
Care Testing: Millennium Technology for Critical Care. Laboratory Medicine, 31(7), 402-408.
Universitas Indonesia
2.5.2 Photometry
Beberapa analyzer klinis biasanya beroperasi pada hanya satu atau beberapa
panjang gelombang yang telah ditetapkan. Kebanyakan instrumen laboratorium
klinis yang digunakan di laboratorium kecil adalah discrete analyzers, yang
berarti bahwa pemeriksaan dilakukan dengan memajankan satu sampel pasien
untuk satu test cartridge, kaset atau strip reagen. Setelah sampel pasien diperiksa,
instrumen harus mendeteksi substansi dan mengukur intensitas reaksi. Hal ini
dicapai dengan cara yang berbeda, bergantung pada desain instrumen.
HemoCue analyzer glukosa dan hemoglobin adalah instrumen point-of-care
testing (POCT) yang berukuran kecil, yang menggunakan prinsip-prinsip
Universitas Indonesia
2.5.4 Electrochemistry
Beberapa analyzer genggam seperti glukosa meter didasarkan pada teknologi
elektrokimia. Istilah lain yang digunakan untuk teknologi ini termasuk
amperometry dan coulometry. Analyzer yang menggunakan teknologi ini
termasuk ACCU-CHEK meter (Roche Diagnostics), FreeStyle glucose meter,
i-STAT (Abbott Laboratories), dan Paradigm Link glucose monitor
(Medtronic MiniMed).
Analyzer yang menggunakan teknologi elektrokimia menggabungkan
elektroda-elektroda yang mengukur elektron (arus) yang dihasilkan ketika sampel
Universitas Indonesia
dan reagen bereaksi. Sampel pasien diaplikasikan pada strip biosensor kecil yang
sekali pakai dan terlihat mirip dengan jenis strip reagen lainnya. Biosensor ini,
selain mengandung reagen untuk reaksi kimia, juga mengandung elektroda yang
disebut sensor elektrokimia. Ketika sampel berinteraksi dengan reagen di strip
biosensor, elektron yang dihasilkan akan dideteksi oleh pengukur dan diubah
menjadi unit glukosa.61
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Microcuvette yang berisi sejumlah reagen tertentu yang kering dan menampung
sekitar 10 uL sampel darah itu berfungsi menggantikan fungsi pipette, test tube
dan measuring vessel. Variasi pengukuran batch-to-batch < 1,5%. Telah
dipatenkan di lebih dari 25 negara. Tersedia dalam kemasan kotak yang berisi 4
tube @50 pcs. Penyimpanan Hb 201+ Microcuvette sebaiknya dilakukan pada
temperatur ruangan (15 – 30 „C) yang kering dan tidak lembab. Masa berlakunya :
Tabung tertutup : 2 tahun dari tanggal pembuatan
Tabung terbuka : 3 bulan sejak dibuka
Paket individual : 15 bulan dari tanggal pembuatan
Reagen yang terdapat dalam microcuvette merupakan modifikasi dari metode
azidmethemoglobin assay, selain digunakan juga cyanmethemoglobin assay untuk
mengurangi toxic reagent dan untuk reaksi yang lebih cepat. Sampel darah bias
berasal dari pembuluh darah kapiler, vena atau arteri. Eritrosit yang terhemolisis
dengan sodium deoxycholate, akan mengeluarkan hemoglobin. Hemoglobin ini
dikonversi dengan sodium nitrite menjadi methemoglobin dan kemudian
digabungkan dengan sodium azide sehingga membentuk azide-methemoglobin.
Pengukuran berlangsung di dalam Hb 201+ Analyzer dimana transmitansi dan
absorbansi diukur. Absorbansi yang diukur pada 2 panjang gelombang (570 nm
and 880 nm) itu berbanding lurus dengan kadar hemoglobin.
Universitas Indonesia
Jenis Kelamin
Hemoglobin
Keputusan
Transfusi
Lab : Hematology
Analyzer
Permintaan
Emergensi Point-of-Care
Produk Darah
Testing (POCT)
Proses Cross Match
(Uji Cocok Serasi)
Akurasi pengukuran Hb:
Transfusi 1.Faktor fisiologis
Darah Siap Pakai Intraoperatif Sumber sampel
(vena/arteri/kapiler)
Oxygen Delivery Lama tourniquet (detik)
Kemungkinan Posisi tubuh
Kandungan O2Arteri Delayed (berdiri/berbaring)
Hemoglobin transfusion/ Variasi diurnal
Saturasi O2 undertransfusion/ (pagi/siang/sore/malam)
Tekanan parsial O2 overtransfusion Lokasi sampel (tangan/jari)
arteri 2.Metode pengukuran
3.Variasi antarperangkat
Curah Jantung : Risiko morbiditas
yang sama & berbeda
Isi Sekuncup & mortalitas
Frekuensi Nadi meningkat 4.Kesalahan praanalisis
Universitas Indonesia
Pembedahan
Media penyerap:
Kassa Bedah
Kain lapang operasi
Perdarahan Estimated Tabung Suction
Intraoperatif Blood Loss
(EBL) Cairan :
Kristaloid, koloid,
asites, amnion dll
Allowable
Blood Loss Umur
Keputusan (ABL)
Transfusi Hb target Jenis Kelamin
7 g/dL
Berat Badan
Kemungkinan
delayed transfusion/
undertransfusion/
overtransfusion Spesimen Nilai
Darah Hemoglobin
Risiko morbiditas
& mortalitas
meningkat
Perbandingan
Akurasi :
EBL = ABL
Hematology
Analyzer
Point-of-Care
Testing (POCT)
Universitas Indonesia
Zα2 p (1-p)
n= d2
31 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6. Disposable spuit
7. Alcohol swab
8. Tabung vacutainer EDTA dengan tutup berwarna ungu
9. Kertas parafilm
10. Hematology Analyzer (Sysmex XE-2100®)
11. POCT (HemoCue® Hb 201+)
12. Kassa steril
13. Sharps container
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Konfirmasi Stok
Darah Praoperasi
Pasien menjalani
operasi
Sesudah pembiusan
sebelum insisi
Operasi berlangsung
dengan perdarahan
Sebelum transfusi
produk darah
Perbandingan Akurasi Hb :
EBL = ABL
Hematology Analyzer
Point-of-Care Testing
(POCT)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
41 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.46724
Difference
-2.8
5.6 8
Average
Universitas Indonesia
-.7
4.2 8.85
Average
Universitas Indonesia
45 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ABL dari Miller’s Anesthesia dengan pertimbangan bahwa rumus ABL tersebut
menghasilkan perhitungan jumlah perdarahan yang relatif lebih kecil daripada
perhitungan rumus ABL dari Smith & Aitkenhead’s Textbook of Anaesthesia
maupun dari buku Morgan & Mikail’s Anesthesiology, sehingga mengurangi
risiko keterlambatan pemberian transfusi darah bila perkiraan jumlah perdarahan
32,35
yang sudah melewati ABL. Meskipun demikian hasil penelitian ini tidak
dapat digunakan untuk membuktikan bahwa rumus ABL dari Miller’s Anesthesia
yang menjadi dasar perhitungan EBL, lebih akurat daripada rumus-rumus ABL
lainnya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tertampung di tabung suction, yang terserap pada kassa, kain penutup lapang
operasi, baju tim operator, yang tercecer di lantai operasi, yang bercampur dengan
cairan infus, cairan asites, cairan kista, cairan amnion dan sebagainya.
Idealnya keputusan transfusi intraoperatif bergantung pada hasil pemeriksaan
hemoglobin yang real-time, tetapi penelitian ini juga menghadapi kendala sistem
administrasi menyebabkan hasil pengukuran hemoglobin dengan Hematology
Analyzer di laboratorium tidak dapat diperoleh dengan cepat oleh peneliti yang
berada di ruangan operasi Instalasi Bedah Pusat (IBP) RSUPN Cipto
Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
6.1 Simpulan
1. Terdapat perbedaan bermakna dalam akurasi penghitungan hemoglobin
intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL) dengan Hematology
Analyzer.
2. Pengukuran kadar hemoglobin intraoperatif dengan perangkat Point Of Care
Testing (POCT), mempunyai keakuratan yang lebih baik daripada EBL bila
dibandingkan dengan baku emas pengukuran kadar Hb yaitu Hematology
Analyzer.
3. Estimated Blood Loss (EBL) berdasarkan rumus Allowable Blood Loss (ABL)
dengan hemoglobin target 7 g/dL tidak bisa digunakan untuk pengambilan
keputusan transfusi intraoperatif karena tidak mempunyai keakuratan yang
baik.
4. Kadar Hb dengan Hematology Analyzer pada saat ABL (target Hb 7 g/dL)
tercapai, didapatkan nilai rerata Hb 7,1 g/dL dengan standar deviasi 1,18 g/dL.
5. Kadar Hb dengan POCT pada saat ABL (target Hb 7 g/dL) tercapai,
didapatkan nilai rerata Hb 7,12 g/dL dengan standar deviasi 1,16 g/dL.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan perbaikan sistem untuk pemeriksaan laboratorium segera bagi
penderita yang menjalani operasi atau yang dalam kondisi kritis di Instalasi
Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo.
2. Perlu dilakukan penelitian terhadap berbagai pengukuran yang menggunakan
metode POCT terhadap penderita yang berada dalam kondisi kritis, sebagai
alternatif jika terkendala keterbatasan sarana dan waktu.
3. Untuk pusat-pusat pelayanan kesehatan di daerah rural atau rumah sakit yang
memiliki keterbatasan sarana laboratorium, POCT dapat dimanfaatkan dan
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan transfusi intraoperatif .
51 Universitas Indonesia
52 Universitas Indonesia
2006;113:919-24.
12. Dildy GA 3rd, Paine AR, George NC, Velasco C. Estimating blood loss: can
teaching significantly improve visual estimation? Obstet Gynecol
2004;104:601-6.
13. Toledo P, Eosakul ST, Goetz K, Wong CA, Grobman WA. Decay in blood
loss estimation skills after web-based didactic training. Simul Healthc
2012;7:18-21.
14. Adkins AR, Lee D, Woody DJ, White WA. Accuracy of blood loss
estimations among anesthesia providers. AANA J 2014 Aug;82(4):300-6.
15. Johar RS, Smith RP. Assessing gravimetric estimation of intraoperative blood
loss. J Gynecol Surg 1993;9:151-4.
16. Louie RF, Tang Z, Shelby DG, Kost GJ. Point-of-care testing: Millennium
technology for critical care. Lab Med 2000; 31(7):402-8.
17. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. (Hartanto, dkk, Penerjemah).
Jakarta: EGC; 2000. p.987.
18. Hsia CC. Respiratory function of hemoglobin. N Engl J Med 1998; 338 (4):
240.
19. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
(B. U. Pendit, dkk, Penerjemah). Jakarta : EGC ; 2006
20. Storz JF, Runck AM, Moriyama H, Weber RE, Fago A. Genetic differences in
hemoglobin function between highland and lowland deer mice. J Exp Biol
2010;213:2573.
21. Bernadette F, Rodak GA, Fritsma KD. Hematology: Clinical Principles and
Applications. Cina: Elsevier;2007. p. 559.
22. Okam M. Sickle Cell and Thalassemic Disorders. Joint Center for Sickle Cell
and Thalassemic Disorders. 2002. Tersedia dari: http://sickle.bwh.harvard.edu.
Disitasi tanggal 1 Oktober 2014.
23. Cooper GM. The Cell A Molecular Approach. Sunderland: Boston
University;2000. p. 763
24. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Irawati, Penerjemah).
Jakarta: EGC;2008. p. 445.
25. Giardina B, Messana I, Scatena R, Castagnola M. The Multiple Function of
Hemoglobin. Crit Rev Biochem Mol Biol 1995; 30 (3): 165-96.
Universitas Indonesia
26. Gibon E, Courpied JP, Hamadouche M. Total joint replacement and blood
loss: what is the best equation? Int Orthop 2013;37(4):735-9
27. Mercuriali F, Inghilleri G. Proposal of an algorithm to help the choice of the
best transfusion strategy. Curr Med Res Opin 1996;13:465-78.
28. Nadler SB, Hidalgo JH, Bloch T. Prediction of blood volume in normal
human adults. Surgery 1962;51:224-32.
29. Bourke DL, Smith TC. Estimating allowable hemodilution. Anesthesiology
1974;41:609-12.
30. Ward CF, Meathe EA, Benumof JL, Trousdale F. A computer nomogram for
blood loss replacement. Anesthesiology 1980;53:S126.
31. Furman EB, Roman DG, Lemmer LA, Hairabet J, Jasinska M, Laver MB.
Specific therapy in water, electrolyte and blood-volume replacement during
pediatric surgery. Anesthesiology 1975;42:187-93.
32. Gross JB. Estimating allowable blood loss: corrected for dilution.
Anesthesiology. 1983;58(3):277-280
33. Brecher ME, Monk T, Goodnough LT. A standardized method for calculating
blood loss. Transfusion 1997;37:1070-4.
34. Lisander B, Ivarsson I, Jacobsson SA. Intraoperative autotransfusion is
associated with modest reduction of allogeneic transfusion in prosthetic hip
surgery. Acta Anaesthesiol Scand 1998;42:707-12.
35. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management & Blood Component
Therapy. Dalam: Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology. 5th ed. New
York: McGraw-Hill;2013. p.1168.
36. Coté CJ. Pediatric Anesthesia. Dalam: Miller, Ronald D, Eriksson, Lars I,
Fleisher. Miller's Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Churchill
Livingstone;2015. p.2784.
37. Meunier A, Petersson A, Good L, Berlin G. Validation of a haemoglobin
dilution method for estimation of blood loss. Vox Sang 2008;95:120-4
38. Kost GJ. Guidelines for point-of-care testing: improving patient outcomes.
Am J Clin Pathol 1995;104(suppl 1):S111-S127.
39. Kilgore ML, Steindel SJ, Smith JA. Evaluating stat testing options in an
academic health center: turnaround time and staff satisfaction. Clin Chem.
1998;44:1597-1603.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
__________________________ ________________________
Tanda tangan subyek atau cap ibu jari Tanggal
___________________________
Nama subyek
___________________________ ________________________
Tanda tangan saksi/wali Tanggal
___________________________
Nama saksi/wali
Keterangan: tanda tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis,
penurunan kesadaran dan mengalami gangguan jiwa.
Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai
maksud penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan
ketidaknyamanan potensial yang mungkim timbul (penjelasan terperinci sesuai
dengan hal yang saya tandai diatas). Saya juga telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.
___________________________
Tanda tangan peneliti Tanggal
___________________________
Nama peneliti
Universitas Indonesia
NRM :
Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal lahir :
(Mohon diisi atau tempelkan stiker jika ada)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
__________________________ ________________________
Tanda tangan subyek atau cap ibu jari Tanggal
___________________________
Nama subyek
___________________________ ________________________
Tanda tangan saksi/wali Tanggal
___________________________
Nama saksi/wali
Keterangan: tanda tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis,
penurunan kesadaran dan mengalami gangguan jiwa.
Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai
maksud penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan
ketidaknyamanan potensial yang mungkim timbul (penjelasan terperinci sesuai
dengan hal yang saya tandai diatas). Saya juga telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.
Universitas Indonesia
___________________________
Nama peneliti
Universitas Indonesia
FORMULIR PENELITIAN
Registrasi Sampel :
1. Nomor penelitian : …………………………………………………….
2. Tanggal penelitian : …………………………………………………….
Identitas Pasien :
1. Nama pasien : …………………………………………………….
2. Nomor rekam medis : …………………………………………………….
3. Usia/tanggal lahir : …………………………………………………….
4. Jenis kelamin : laki-laki / perempuan (*)
5. Tinggi / Berat badan : …………………………………………………….
6. Indeks Massa Tubuh (BMI) : ………………………………………………
Universitas Indonesia
Waktu pengambilan
Hasil pemeriksaan
HemoCue® Hb 201+
Tidak diperiksa
Hemoglobin
Keterangan :
Allowable Blood Loss (ABL)
Jumlah perdarahan intraoperatif yang masih ditolerasi sebelum dilakukan
transfusi. Hb target 7 g/dL atau Ht target 21 %.
Ht awal – Ht target
ABL = EBV x -------------------------------
Ht awal
Universitas Indonesia
CARDIAC GENERAL
Aneurysm, ascending aortic Abdominal perineal resection
Aneurysm, thoracic Adrenalectomy
Aneurysm, trans thoracic aortic Anterior rectum resection
Aortic coarctation correction Biliary bypass
Aortic valve replacement / repair
Choledochojejunostomy
(AVR)
Ascending aortic aneurysm Colectomy, left
Atrial septal defect,
Colon resection, total large colon
uncomplicated
AVR (Aortic valve replacement) Drainage, empyema
AVR / CABG Empyema, drainage of
AVR / MVR Evacuation clots, abdomen
Exploratory laparotomy ( depends
AVR, re-do sternotomy
on reason)
CABG (Coronary Artery Bypass
Gastrectomy
Graft)
CABG / re-do sternotomy Hepatectomy
Hernia, (hiatal, diaphragmatic,
Coronary angioplasty
transthoracic)
Coronary Artery Bypass Graft Ileal loop procedure, take - down /
(CABG) revision
Coronary vein graft
Laparoscopic adrenalectomy
(single/double/triple)
Coronary vein graft, re-operation Laparoscopic bowel surgery
Double valve replacement (AVR
Laparoscopic nissen
/ MVR)
Mitral valve replacement / repair
Laparoscopic splenectomy
(MVR)
MVR (Mitral valve replacement) Large colon, total resection
MVR / CABG Left colectomy
MVR / re-do sternotomy Liver resection
Re-do AVR Low anterior resection
Re-do CABG Miles resection
Re-do MVR Nissen fundoplication
Replacement, aortic valve Pancreatectomy (Whipple)
Replacement, mitral valve Perineal resection, abdominal
Rectum resection, anterior
Splenectomy, abdominal or
OB/GYN
transthoracic
Hysterectomy, radical (Wertheim) Vagotomy
Pelvic exenteration Whipple (radical pancreatectomy)
Vulvectomy, radical
Vulvectomy, simple
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
UROLOGY
Adrenalectomy
Cystectomy with ileal loop
procedure
Cystectomy, partial
Ileal loop procedure, take - down /
revision
Laproscopic Nephrectomy, partial
Laproscopic Nephrectomy,
radical
Nephrectomy, partial
Nephrectomy, radical
Nephrectomy, transthoracic
Nephrolithotomy / Pyelolithotomy
Nephroureterectomy
Percutaneous nephrolithotomy
Prostatectomy, radical perineal
Prostatectomy, radical retropubic
Prostatectomy, radical retropubic
with nodes
Prostatectomy, suprapubic
Renal artery repair
Renal exploration
Retroperitoneal lymph node
dissection
Vaginal Vault Prolapse Repair
Telah diolah kembali dari : Blood Bank and Transfusion Service Mount Auburn Hospital.
Maximum Surgical Blood Order Schedule (MSBOS) Listing by Surgical Category.
Massachusetts:Mount Auburn Hospital;2009. Tersedia dari: http://portal.mah.harvard.edu. Disitasi
tanggal: 1 Oktober 2014.66
Universitas Indonesia