Anda di halaman 1dari 85

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN ESTIMATED BLOOD LOSS, HEMATOLOGY


ANALYZER DAN POINT-OF-CARE TESTING DALAM
KEAKURATAN PENGUKURAN HEMOGLOBIN
INTRAOPERATIF

TESIS

AHMAD FAISHAL FAHMY


0906646441

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
JAKARTA
JUNI 2015

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN ESTIMATED BLOOD LOSS, HEMATOLOGY


ANALYZER DAN POINT-OF-CARE TESTING DALAM
KEAKURATAN PENGUKURAN HEMOGLOBIN
INTRAOPERATIF

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis
Anestesiologi pada Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif

AHMAD FAISHAL FAHMY


0906646441

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
JAKARTA
JUNI 2015

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


IIALAMAI\ PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:


Nama Ahmad Faishal Fahmy
NPM 0906646441
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif
Judul Tugas Akhir Perbanding an Estimated Blood L,oss, Hematologt

Analyzer dan P oint-of-Care Te sting dalam Keakuratan


Pengukuran Hemoglobin Intraoperatif

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis
Anestesiologi pada Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dr. dr. Ratna F. Soenarto, SpAn-KAKV

Pembimbing II : dr. Alfan Mahdi Nugroho, SpAn-K

Penguji Prof. Dr. dr. Amir S. Madjid, SpAn-KIC

Penguji dr. Aries Perdana, SpAn-KAKV

Penguji

Penguji

Ditetapkan di
Tanggal
dr. Adhrie Sugiarto, SpAn-KIC

dr. Aldy Heriwardito, SpAn-K

Jakarta
Juni 2015
p
G

Univercitas lndonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


HALAMAN PERNYATAAIY ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sondiri, dan semua sumber baikyang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Ahmad Faishal Fahmy

NPM 20906646441

TandaTangan /
\-^+9r.9
Tanggal : Juni2015

iii Universitas lndonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


'al
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Dokter Spesialis Anestesiologi
dan Terapi Intensif pada Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M-K, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan
kepada penuli selama menempuh pendidikan dokter spesialis.
2. Dr. dr. C. H. Soejono, Sp.PD-KGer, MEpid, FACP, FINASIM, selaku
Direktur Utama RSUPN Cipto Mangunkusumo atas kesempatan dan
kepercayaan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan
dokter spesialis.
3. Dr. dr. Gatot Purwoto, SpOG-K, selaku Kepala Instalasi Bedah Pusat RSUPN
Cipto Mangunkusumo beserta seluruh tim IBP atas kebaikan hati dan
kerjasamanya selama penelitian.
4. dr. Aries Perdana, SpAn-K, selaku Kepala Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI/RSCM atas fasilitas dan bimbingan yang diberikan
kepada penulis.
5. Dr. dr. Ratna F. Soenarto, SpAn-K, selaku Ketua Program Studi
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI/RSCM sekaligus pembimbing I yang
telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
6. dr. Alfan Mahdi Nugroho, SpAn-K, selaku dosen pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
7. dr. M. Sopiyudin Dahlan, M.Epid dan dr. Ahmad Fuady, M.Sc-HEPL selaku
pembimbing statistik yang memberikan saran dan masukan yang berharga
untuk penelitian ini.
8. Teman-teman residen Anestesiologi dan Terapi Intensif SKUI/RSCM atas
bantuan dan kerjasamanya selama berlangsungnya penelitian ini.
iv Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


9. Ibunda tercinta Isti’adah, isteri tersayang dr.Asri Werdhasari M.Biomed,
anak-anak saya dan keluarga besar saya yang selalu memberikan doa dan
dukungan kepada penulis.

Akhir kata saya berdoa kepada Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini. Semoga tesis penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, Juni 2015

Ahmad Faishal Fahmy

v Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


HALAMAN PERNYATAAI{ PERSETUJUAI\ PUBLIKASI TUGAS
AKHIR T]NTUK KEPENTINGAIY AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama Ahmad Faishal Fahmy


NPM 4906646441
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif
Departemen Anestesiologi dan Terapi krtensif
Fakultas Kedokteran
Jenis karya Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui unhrk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Perbandingan Estimated Blood Loss, Hematologt Analyzer dan Point-of-Care


Te sting dalam Keakuratan Pengukuran Hemoglobin Intraoperatif

Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Univeritas Indonesia berhak


menyimpan, mengalih media, mengelola dalam bentuk pangkalan data(database),
metawat, dan mempublikasikan tulisan saya selama tetap mencantumkan narna
saya sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Jakarta
Pada tanggal : Juni 2015

Yang menyatakan,

Ahmad Faishal Fahmy

vl Univercitas lndonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


ABSTRAK

Nama : Ahmad Faishal Fahmy


Program Studi : Anestesiologi dan Terapi Intensif
Judul Tugas Akhir : Perbandingan Estimated Blood Loss, Hematology
: Analyzer dan Point-of-Care Testing dalam Keakuratan
: Pengukuran Hemoglobin Intraoperatif

Latar Belakang: Penghitungan Estimated Blood Loss (EBL) berdasarkan rumus


Allowable Blood Loss (ABL) dengan target hemoglobin tertentu, kerap dijadikan
panduan untuk memutuskan secara cepat transfusi intraoperatif. Penghitungan
EBL mengandalkan penilaian visual sulit untuk distandardisasi. Seiring
perkembangan teknologi, Point of Care Testing (POCT) makin memudahkan
pemeriksaan hemoglobin. Penelitian ini bertujuan membandingkan akurasi
penghitungan hemoglobin intraoperatif antara EBL dan POCT, dibandingkan
dengan Hematology Analyzer yang merupakan pengukuran baku di laboratorium.

Metode: Penelitian ini menggunakan Uji Bland-Altman pada pengukuran


hemoglobin intraoperatif terhadap pasien yang menjalani operasi elektif yang
diperkirakan mengalami banyak perdarahan dan memerlukan transfusi, di
Instalasi Bedah Pusat (IBP) RSUPN Cipto Mangunkusumo, antara Desember
2014 hingga Maret 2015. Subjek penelitian dipilih dengan metode consecutive
sampling. Saat penghitungan EBL mencapai ABL dengan target Hb 7 g/dL
sebelum transfusi diberikan, sampel darah diambil untuk pengukuran hemoglobin
dengan Sysmex XE-2100® sebagai Hematology Analyzer dan HemoCue® Hb
201+ sebagai POCT.

Hasil: Sebanyak 43 subjek diikutsertakan dalam penelitian. Uji Bland-Altman Hb


ABL (7 g/dL) terhadap Hb Sysmex. Interval yang dianggap akurat terhadap kadar
Hb 7 g/dL adalah -1 hingga 1, diperoleh limits of agreement yang besar yaitu -
2,267 hingga 2,467. Uji Bland-Altman Hb HemoCue terhadap Hb Sysmex,
diperoleh limits of agreement yang kecil yaitu -0.418 hingga 0.372.

Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna dalam akurasi penghitungan


hemoglobin intraoperatif antara EBL dengan Hematology Analyzer, sedangkan
pengukuran dengan HemoCue® Hb 201+ sebagai perangkat POCT, mempunyai
keakuratan yang baik. EBL berdasarkan rumus ABL dengan target Hb 7 g/dL
tidak bisa digunakan untuk pengambilan keputusan transfusi intraoperatif karena
tidak mempunyai keakuratan yang baik.

Kata Kunci: hemoglobin, transfusi, estimated blood loss, allowable blood loss,
hematology analyzer, point-of-care testing

vii Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


ABSTRACT

Nama : Ahmad Faishal Fahmy


Department : Anesthesiology and Intensive Care
Title : Comparison of the Accuracy of Intraoperative Hemoglobin
: Measuring by Estimated Blood Loss and Point-of-Care Testing
: with Hematology Analyzer

Background: Measurement of Estimated Blood Loss (EBL) based on the formula


Allowable Blood Loss (ABL) with certain hemoglobin target, is often used as a
guidance to make a quick decision for intraoperative transfusion. Measurement of
EBL relies on visual assessment cannot be standardized. As developing
technology, Point of Care Testing (POCT) makes hemoglobin measurement
easier. This study aimed to compare the accuracy of the intraoperative
hemoglobin measurement by EBL and POCT with Hematology Analyzer in the
laboratory as a golden standard.

Methods: This study used a Bland-Altman test on intraoperative hemoglobin


measurement in patients undergoing elective surgery that was expected to
experience a lot of bleeding and need transfusion in Center Operating Theater of
Cipto Mangunkusumo Hospital from December 2014 until March 2015. Subjects
were selected by consecutive sampling method. When EBL had reached ABL
with a Hb level target 7 g / dL before transfusion was given, blood samples were
taken for measurement of hemoglobin with Sysmex XE-2100® as Hematology
Analyzer and HemoCue® Hb 201+ as POCT.

Results: A total of 43 subjects were included in the study. Bland-Altman analysis


of Hb EBL (7 g / dL) to Hb Hematology Analyzer with interval considered as
accurate for Hb 7 g / dL was -1 to 1, revealed wide limits of agreement (-2.267 to
2.467). Bland-Altman analysis of Hb POCT to Hb Hematology Analyzer revealed
narrow limits of agreement (-0418 to 0372).

Conclusion: There was a significant difference in the accuracy of intraoperative


hemoglobin measurement by EBL compared to Hematology Analyzer, while the
measurement by POCT device had good accuracy. EBL based on the formula
ABL with a Hb level target 7 g / dL could not be used for intraoperative
transfusion decision making because it did not has good accuracy.

Keywords: hemoglobin, transfusion, estimated blood loss, allowable blood loss,


hematology analyzer, point-of-care testing

viii Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………..……. i


HALAMAN PENGESAHAN….……………………………….……………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.……………………………. iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………………………………... vi
ABSTRAK …………………………………………………………………... vii
ABSTRACT …………………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI …………………………………….…………………………... ix
DAFTAR TABEL ……………………………….……………………...…… x
DAFTAR GAMBAR …………………………….………………………….. xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………….……………………….. xiii
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………….. xiv
xv
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………….……...……………... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian …………………..……………........………... 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………..…... 4
1.3 Hipotesis …………………………………………………….…... 4
1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………..……. 4
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………..………... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 6
2.1 Hemoglobin ……………………………………………...……… 6
2.2.1. Fisiologi ………………………….................................. 6
2.2 Pengukuran Hemoglobin dan Faktor-faktor yang
Memengaruhinya ………………………………………………... 7
2.2.1 Faktor Fisiologis………....………………….………….. 8
2.2.2 Metode Pengukuran…......………………….…………... 9
2.2.3 Variasi Antarperangkat yang Berbeda .………………... 10
2.2.4 Variasi Antarperangkat yang Sama…. .………………... 10
2.2.5 Kesalahan Pra-analisis.…………..…. .………………… 10
2.3. Estimated Blood Loss (EBL) dan Allowable Blood Loss (ABL)... 11
2.3.1 Metode Berdasarkan Hematokrit ………....…………… 12
2.3.2 Metode Berdasarkan Hemoglobin ………....…………... 15
2.4. Point-of-Care Testing (POCT)…………………….…………….. 15
2.4.1. Kelebihan dan Kekurangan POCT…………….............. 16
2.4.1.1 Kelebihan POCT……………...……………… 16
2.4.1.2 Kekurangan POCT……………...……………. 18
2.5 Prinsip Kimia Instrumentasi ...…………………………………… 21
2.5.1 Photometry dan Spectrophotometry …….……….…….. 21
2.5.2 Photometry.………………………..…...………………. 22
2.5.3 Reflectance Photometry ………………..………….….... 23
2.5.4 Electrochemistry …………………………….………..... 23
2.6 Hematology Analyzer ……………………………………............ 24
2.6.1 Prinsip Hematology Analyzer ………………………….. 24
2.6.2 Prinsip Impedansi Listrik ………………………............ 24
2.6.3 Prinsip Light Scattering ……………………….........….. 25

ix Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


2.6.4 Prinsip Hematology Analyzer dalam Mengukur
Hemoglobin …………...……………………………….. 25
2.7 POCT dalam Pengukuran Hemoglobin…………………………... 26
2.7.1. HemoCue® Hb 201+………………………………….. 26
2.8 Maximum Surgical Blood Order Schedule (MSBOS)…………… 27
2.9. Kerangka Teori dan Konsep …………………………………….. 29
2.9.1. Kerangka Teori ……………………………………..…. 29
2.9.2. Kerangka Konsep ……………………………………... 30
BAB 3 METODE PENELITIAN …………...……………………………... 31
3.1 Rancangan Penelitian ……………..………………….….…... 31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian …….……..…………………... 31
3.3 Populasi dan Sampel ……………….………………….…….. 31
3.4 Kriteria Penerimaan, Penolakan dan Pengeluaran …….…….. 32
3.4.1 Kriteria Penerimaan ……..……………………………... 32
3.4.2 Kriteria Penolakan ..……..…………………………….. 32
3.4.3 Kriteria Pengeluaran ……..…………………………….. 32
3.5 Identifikasi Variabel Penelitian ……….……………….…….. 33
3.5.1 Variable Bebas ……..………………………………….. 33
3.5.2 Variabel Terikat ..……..……………………………….. 33
3.6 Cara Kerja Penelitian ....................................... ………...…… 33
3.6.1 Cara Memperoleh Subjek Penelitian ……..……………. 33
3.6.2 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data ……….. 33
3.7 Instrumen Penelitian ………………………...……………….. 34
3.8 Validitas dan Reliabilitas Pengukuran ………………………. 35
3.9 Definisi Operasional ………………..………………………... 36
3.10 Kerangka Operasional ………….…………………………. 39
3.11 Analisis Data ……………………………….………………. 40
BAB 4 HASIL PENELITIAN …………………………………………..... 41
4.1 Sampel Penelitian …………….…………...………….….…... 41
4.2 Karakteristik Subjek Penelitian …….……..………………… 42
4.3 Akurasi Penghitungan Hemoglobin Intraoperatif antara
Estimated Blood Loss (EBL) , Hematology Analyzer dan
Point of Care Testing (POCT) ….….………………….…….. 43
BAB 5 PEMBAHASAN ………………………………...………………..... 45
5.1 Perubahan Tes Sensitivitas dan Spesifisitas menjadi Uji
Bland-Altman …………….…………...………….……...…... 45
5.2 Karakteristik Subjek Penelitian …….……..………………… 46
5.3 Akurasi Penghitungan Hemoglobin Intraoperatif dengan
Estimated Blood Loss (EBL) ….….………………….…...….. 46
5.4 Akurasi Penghitungan Hemoglobin Intraoperatif dengan
Point-of-Care Testing (POCT)….………………….…...…..... 48
5.5 Keterbatasan Penelitian ……….…….……..………………… 49
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN ………………………...……………..... 51
6.1 Simpulan …………….…………...……………..…….….…... 51
6.2 Saran …….……..……………………………………….…… 51
DAFTAR REFERENSI …………………….…………..…………...……... 52

x Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor-faktor fisiologis yang memengaruhi pengukuran


Hemoglobin ……………………………………………………….. 9
Tabel 2.2 Akurasi metode pengukuran hemoglobin dibandingkan dengan
metode baku, metode Cyanmethemoglobin (HiCN) ……………… 9
Tabel 2.3 Ringkasan rumus Estimated Blood Loss (EBL) ………………...… 11
Tabel 2.4 Kelebihan dan Kekurangan POCT ……………………..………… 16
Tabel 2.5 Kesalahan Praanalisis dan Pascanalisis …………………………… 17
Tabel 2.6 Komponen-komponen Biaya POCT ……………………………… 20
Tabel 3.1 Definisi Operasional Istilah ……………………………………..… 36
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel …………………………..………… 38
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian …………………………..………. 42
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Hemoglobin …………………………..……….. 43

xi Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hemoglobin ……………………………….………………….… 7


Gambar 4.1 Skema Seleksi Subjek Penelitian .……………………………… 42
Gambar 4.2 Grafik Bland-Altman Hb EBL terhadap Hb Hematology
Analyzer .....……………………………………………………… 43
Gambar 4.3 Grafik Bland-Altman Hb POCT terhadap Hb Hematology
Analyzer .....……………………………………………………… 44
Gambar 4.4 Grafik Bland-Altman Hb POCT terhadap Hb Hematology
Analyzer dalam bentuk Scatter Plot …...………………………... 44

xii Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Keterangan Lolos Kaji Etik


Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Ijin Lokasi Penelitian
Lampiran 3 : Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 4 : Persetujuan Mengikuti Penelitian
Lampiran 5 : Formulir Penelitian
Lampiran 6 : Maximum Surgical Blood Ordering Schedule (MSBOS)

xiii Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


DAFTAR SINGKATAN

ABL = Allowable Blood Loss


CAP = College of American Pathologists
CLIA = Clinical Laboratory Improvement Amendments
DNA = Deoxyribonucleic acid
EBL = Estimated Blood Loss
EBV = Estimated Blood Volume
FDA = Amerika Serikat Food and Drug Administration
Hb = Hemoglobin
HiCN = Cyanmethemoglobin
Ht = Hematocrit
HTA = Health Technology Assessment
ICSH = International Council for Standardization in Haematology
JCAHO = Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations
MSBOS = Maximum Surgical Blood Order Schedule
PACU = Post Anesthesia Care Unit
POCT = Point of Care Testing
QC = Quality Control
RBC = Red Blood Cells
SLS = Sodium Lauril Sulphate
TAT = Turnaround Time

xiv Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Tujuan resusitasi pada kejadian perdarahan adalah untuk menghentikan sumber
perdarahan dan mengembalikan volume darah intravaskular. Oksigenasi jaringan
tidak terganggu selama volume darah di dalam tubuh tetap terjaga meski dengan
kadar hemoglobin yang rendah. Jumlah cairan resusitasi yang bisa diberikan
kepada pasien bergantung pada jumlah perdarahannya, hingga suatu titik di mana
perlu dilakukan transfusi darah untuk menyelamatkan hidup pasien. Estimasi
kehilangan darah dan pengukuran kadar hemoglobin merupakan petunjuk utama
untuk transfusi darah.
Menurut Health Technology Assessment (HTA) Indonesia 2003 tentang
Indikasi dan Skrining Transfusi Komponen Darah yang dikeluarkan oleh
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan Depkes RI, transfusi sel darah merah
hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7 g/dL, terutama pada
anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau
penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah
dapat diterima. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10
g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan
laboratorium. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dL, kecuali bila ada
indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport
oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit
jantung iskemik berat).1
Kadar hemoglobin dapat diukur dengan berbagai macam cara. Terdapat
berbagai metode penghitungan hemoglobin, mulai dari cara yang paling sederhana
hingga menggunakan instrumen yang canggih. International Council for
Standardization in Haematology (ICSH) telah merekomendasikan pemeriksaan
hemoglobin melalui metode cyanmethemoglobin karena cara ini mudah dan dapat
menghitung semua jenis hemoglobin kecuali sulfahemoglobin. Flow cytometry
banyak digunakan sekarang sebagai metode baku di laboratorium klinik dengan

1 Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


2

instrumen Hematology Analyzer. Instrumen dapat mengukur berbagai sel dan


kadar, salah satunya kadar hemoglobin dengan cara mengukur konsentrasi
hemoglobin dalam eritrosit, berdasarkan hukum Beer-Lambert. Dalam instrumen
ini terdapat spectrophotometry yang akan mengukur kadar hemoglobin yang
terdapat pada eritrosit.
Nilai hemoglobin pasien terutama dalam perawatan kritis itu sangat penting,
karena menjadi bukti klinis yang berkenaan dengan bahaya dari anemia yang
berkelanjutan dan overtransfusion. Bila nilai hemoglobin laboratorium digunakan
untuk pengambilan keputusan klinis, dokter seharusnya menyadari adanya
variabilitas nilai hemoglobin tersebut. Penyebab variabilitas pra-analisis meliputi
fisiologi pasien, waktu pengambilan sampel, penggunaan tourniquet, penanganan
sampel serta faktor-faktor analisis seperti metode pengukuran. Untuk mengurangi
variabilitas tersebut, dokter sebaiknya berusaha menjaga konsistensi di antara
faktor-faktor pengukuran, misalnya dengan mengambil darah dari sumber yang
sama dan pada posisi pasien yang sama.2
Dalam praktik sehari-hari di RSUPN Cipto Mangunkusumo, keputusan
transfusi didasarkan atas pemeriksaan hemoglobin. Sejauh ini belum ada data
memadai yang berhubungan dengan komplikasi dari cara pengukuran hemoglobin
intraoperatif di RSUPN Cipto Mangunkusumo selama ini, selain kendala
administrasi yang menyebabkan lama keluarnya hasil pengukuran hemoglobin
tersebut. Sebaliknya, di rumah sakit kecil atau yang berada di daerah terpencil,
pemeriksaan hemoglobin menjadi kendala karena fasilitas laboratorium yang
terbatas sehingga penghitungan Estimated Blood Loss (EBL) kerap dijadikan
alternatif indikator untuk memutuskan transfusi.
Penghitungan Estimated Blood Loss (EBL) biasanya mengandalkan penilaian
visual dokter anestesi besama dokter bedah sehingga sulit untuk distandarisasi.3
EBL menjadi kurang akurat bila dokter cenderung menaksir lebih sedikit
(underestimate) pada kehilangan darah yang banyak dan menaksir lebih banyak
(overestimate) pada kehilangan darah yang sedikit. Akibatnya kemungkinan besar
bisa terjadi undertransfusion atau overtransfusion.4-10 Meskipun simulasi dan
pelatihan untuk memperbaiki keterampilan estimasi kehilangan darah telah
dilakukan, keterampilan tersebut untuk jangka panjang makin berkurang, selain
keterkaitan yang lemah antara tingkat pengalaman dan akurasi estimasi.11-14

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


3

Penghitungan EBL juga terganggu oleh cairan-cairan tidak sejenis yang ikut
terserap oleh kassa dan media absorbsi lainnya, yakni antara lain cairan kristaloid,
koloid, asites, cairan amnion, darah transfusi dan sebagainya.15
Banyak rumus yang bisa digunakan untuk menghitung Allowable Blood Loss
(ABL). Sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) rumus berbeda yang paling sering
digunakan pada buku anestesiologi Morgan, Miller dan Smith. Tidak ada
kesepakatan umum mengenai rumus manakah yang paling akurat. Rumus ABL
berguna sebagai panduan penghitungan EBL yang kerap dijadikan pertimbangan
untuk keputusan transfusi, selain untuk memperkirakan saat yang tepat untuk
pemeriksaan kadar hemoglobin intraoperatif sebagai marker (penanda) untuk
transfusi darah.
Seiring perkembangan kemajuan teknologi pemeriksaan darah, pemeriksaan
hemoglobin semakin dipermudah dengan berbagai cara. Salah satunya berupa
instrumen Point of Care Testing (POCT) sebagai alat diagnostik penting yang
digunakan di berbagai tempat di rumah sakit, terutama dalam setting perawatan
kritis seperti unit perawatan intensif (ICU), ruang operasi (OR) dan unit gawat
darurat (ED).16 Instrumen POCT dapat mempermudah pengukuran kadar
hemoglobin, mulai dari cara pengambilan sampel yang mudah (dapat
menggunakan darah vena, arteri maupun perifer), jumlah sampel yang sedikit
(sekitar satu tetes atau 12 µL) dan instrumen dapat dibawa ke mana-mana. Ragam
instrumen POCT untuk pengukuran kadar hemoglobin yang beredar di pasaran
saat ini, ada yang sudah diuji tingkat akurasinya untuk pengukuran hemoglobin
intraoperatif misalnya HemoCue® Hb 201+.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan akurasi penghitungan
hemoglobin intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL), Hematology
Analyzer dan Point of Care Testing (POCT) serta mengetahui akurasi instrumen
POCT dibandingkan dengan instrumen Hematology Analyzer yang dijadikan
metode baku, dalam mengukur kadar hemoglobin intraoperatif pada pasien yang
menjalani operasi elektif di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Selanjutnya, penelitian ini akan bermanfaat untuk kepentingan rasionalitas
transfusi darah terhadap penderita yang menjalani operasi di Instalasi Bedah Pusat
RSUPN Cipto Mangunkusumo. Rasionalitas transfusi darah sangat penting untuk
menurunkan insiden transfusi yang tidak perlu, risiko transmisi penyakit, serta

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


4

risiko komplikasi akibat transfusi lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam kondisi darurat diperlukan metode yang cepat dan akurat agar keputusan
melakukan transfusi dapat diambil segera dan tepat indikasi. Belum ada studi
yang meneliti akurasi penghitungan kadar hemoglobin intraoperatif antara
Estimated Blood Loss (EBL), Hematology Analyzer dan Point of Care Testing
(POCT) di RSUPN Cipto Mangunkusumo.

1.3 Hipotesis
Tidak ada perbedaan yang bermakna tentang akurasi penghitungan hemoglobin
intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL), Hematology Analyzer dan Point
of Care Testing (POCT).

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan umum
Membandingkan akurasi penghitungan hemoglobin intraoperatif antara Estimated
Blood Loss (EBL), Hematology Analyzer dan Point of Care Testing (POCT).

1.4.2 Tujuan khusus


1. Menghitung Estimated Blood Loss dengan hemoglobin target 7 g/dL
berdasarkan rumus Allowable Blood Loss (ABL).
2. Mengukur kadar hemoglobin dengan Hematology Analyzer pada saat
Allowable Blood Loss (Hb target 7 g/dL) sudah tercapai.
3. Mengukur kadar hemoglobin dengan Point-of-Care Testing (POCT) pada
saat Allowable Blood Loss (Hb target 7 g/dL) sudah tercapai.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan tentang akurasi Estimated
Blood Loss (EBL) yang lazim digunakan sebagai indikasi transfusi intraoperatif.
Bila terbukti Estimated Blood Loss (EBL) mempunyai keakuratan yang baik
dalam penghitungan hemoglobin intraoperatif, maka keputusan transfusi darah
dapat diambil dengan segera. Akurasi Estimated Blood Loss (EBL) dapat

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


5

dimanfaatkan oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan di daerah rural atau rumah


sakit yang memiliki keterbatasan sarana laboratorium, disamping masukan tentang
akurasi Point-of-Care Testing (POCT) dalam pengukuran hemoglobin
intraoperatif.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh
eritrosit yang berkembang dalam sumsum tulang. Merupakan hemoprotein yang
mengandung empat gugus hem dan globin dan mempunyai kemampuan
oksigenasi reversibel. Satu molekul hemoglobin mengandung empat rantai
polipeptida globin, terbentuk dari antara 141 dan 146 asam amino; paling sering
dinyatakan dengan rantai α dan β, dengan rantai γ dan δ terlihat lebih jarang. Tipe
hemoglobin yang berbeda ditentukan oleh kombinasi yang berbeda dari rantai
globinnya, dengan jumlah dari tiap jenis rantainya dinyatakan dengan subskrip.17
Fungsi utama hemoglobin adalah, mengikat oksigen dalam paru-paru
kemudian melepaskannya di dalam kapiler jaringan perifer, di mana tekanan gas
oksigen kapiler lebih rendah daripada di paru-paru. Selain mengangkut oksigen,
hemoglobin juga bertugas mengangkut 10% karbondioksida dari seluruh tubuh
dalam bentuk karbaminohemoglobin yang diikat dalam protein globin.18
Kadar hemoglobin normal memiliki beberapa rentang. Untuk laki-laki dewasa
13,5 g/dL hingga 18,0, untuk perempuan 12 g/dL hingga 16 g/dL.19 Pada dataran
tinggi, hemoglobin memiliki afinitas pengikatan terhadap oksigen sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan dataran rendah, hal ini membantu untuk mengikat
oksigen lebih efektif dibanding pada dataran rendah.20
Pada setiap pengukuran kadar hemoglobin, ada beberapa hal yang akan
memengaruhi. Di antaranya cold agglutinin, hemolisis, bilirubin, resistensi lisis
eritrosit dengan hemoglobin yang tidak normal, mikrositosis, eritrosit bernukleus,
fragmen megakariosit atau megakarioblas, platelet yang menggumpal, leukosit
lebih dari 100.000 per mikroliter, leukemia, spesimen yang sudah usang atau
lama.21

2.1.1 Fisiologi
Seperti yang telah disebutkan di atas, hemoglobin adalah sebuah protein. Seperti

6 Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


7

semua protein lain, blueprint atau cetak biru untuk hemoglobin ada pada DNA.
Deoxyribonucleic acid (DNA atau ADN) adalah material yang membawa gen.
Normalnya seseorang akan memiliki empat gen yang mengkode untuk protein alfa
atau rantai alfa. Dua gen yang lain akan mengkode untuk rantai beta. Rantai alfa
dan rantai beta diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang sama besar, meskipun
terdapat perbedaan jumlah gen pembentuknya. Rantai protein tersebut bergabung
dalam pembentukan eritrosit dan menetap di eritrosit demi kelangsungan hidup
eritrosit tersebut (gambar 2.1).22

Gambar 2.1. Hemoglobin


Telah diolah kembali dari: Cooper, G. M. (2000). The Cell A Molecular Approach. Sunderland:
Boston University, 2, 763. 23

Tipe hemoglobin ditentukan oleh kombinasi dari rantai globinnya. Sebagai


contoh, hemoglobin F dinyatakan dalam α2Aγ2F, hemoglobin A dinyatakan
α2Aβ2A atau α2β2 dan hemoglobin lainnya.17
Fungsi utama hemoglobin adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh tubuh. Selain itu hemoglobin juga merupakan tempat menyimpan
zat besi terbesar pada tubuh.24 Selain sebagai pengangkut oksigen atau rantai
oksigenasi-deoksigenasi serta sebagai penghantar panas melalui oksigenasi dan
deoksigenasi, hemoglobin juga berfungsi sebagai modulator metabolisme eritrosit,
oksidasi hemoglobin sebagai onset penuaan eritrosit, resistensi malaria, aktifitas
enzimatik yang berinteraksi dengan obat dan sebagai katabolit fisiologi aktif.25

2.2 Pengukuran Hemoglobin dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya


Awalnya, konsentrasi hemoglobin diketahui pengukuran hematokrit. Sampel
darah dalam tabung diputar dan persentase sampel yang berwarna merah
menunjukkan persentase sel darah merah dalam sampel yang disebut hematokrit.
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


8

Saat ini, sebagian besar hematokrit hasil perputaran telah diganti dengan
pengukuran hemoglobin yang menggunakan perangkat laboratorium. Hemoglobin
diukur dari pengambilan sampel darah arteri atau vena secara intermiten, atau di
tempat perawatan pasien dengan perangkat Point-of-Care Testing yang
menggunakan sampel darah dari kapiler. Pengukuran hemoglobin dengan metode
noninvasif secara kontinyu yang baru telah diperkenalkan di lingkungan klinis.
Literatur terbaru mengungkapkan bahwa akurasi metode kontinyu dan
noninvasive itu dapat dibandingkan dengan pengukuran hemoglobin di
laboratorium.
Kebanyakan dokter menafsirkan pengukuran laboratorium dan
menganggapnya tidak akan berubah secara signifikan jika sampel berturut-turut
diukur berulang kali dengan perangkat laboratorium yang sama atau pada
perangkat laboratorium yang berbeda. Masalahnya, seberapa akurat pengukuran
hemoglobin laboratorium yang digunakan saat ini? Sebuah tinjauan literatur
menunjukkan bahwa 'standar‟ pengukuran laboratorium tergantung pada banyak
faktor metodologi yang memengaruhi akurasi (seberapa dekat pengukuran dengan
nilai hemoglobin yang sebenarnya) dan presisi (berapa kali pengukuran dapat
diulang). Menurut International Organization of Standardization, definisi dari
kesalahan laboratorium adalah kekurangan apapun sejak permohonan
pemeriksaan hingga pelaporan hasil, penafsiran dan reaksi yang tepat terhadap
hasil tersebut. Tingkat kesalahan laboratorium secara menyeluruh mencakup tahap
pra-analisis, analisis dan pasca-analisis dari pemeriksaan, bervariasi antara 0,1 dan
9,3% untuk semua pengukuran laboratorium. Kesalahan laboratorium adalah satu-
satunya sumber variabilitas yang potensial tentang nilai hemoglobin. Banyak
faktor fisiologis, waktu dan metode yang dapat menyebabkan variabilitas terhadap
nilai-nilai hemoglobin.2

2.2.1 Faktor Fisiologis


Banyak faktor fisiologis yang dapat memengaruhi nilai konsentrasi hemoglobin
secara total. Sumber sampel dara, posisi tubuh pasien saat pengambilan darah dan
penggunaan tourniquet untuk pengambilan sampel darah, dapat memengaruhi
nilai laboratorium. Lokasi tubuh tempat pengambilan sampel juga dapat
memengaruhi hasil. Selain itu, nilai hemoglobin juga memiliki variasi diurnal.
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


9

Tabel 2.1 Faktor-faktor fisiologis yang memengaruhi pengukuran hemoglobin


Faktor fisiologis Penyebab variasi
Sumber sampel Darah kapiler memiliki kadar Hb lebih tinggi dari darah
vena
Darah vena memiliki kadar tinggi Hb daripada darah arteri
Penggunaan Tourniquet menggunakan lebih dari 30 detik
tourniquet meningkatkan nilai hemoglobin
Posisi tubuh Hb lebih tinggi pada sampel darah dari pasien berdiri
daripada pasien duduk atau berbaring.
Variasi diurnal Hb cenderung lebih tinggi di pagi hari dan menurun
sepanjang hari
Lokasi sampel darah Hb bisa bervariasi dari kanan ke tangan kiri dan dari jari ke
jari
Hb bisa berbeda antara vena kecil dan besar
Telah diolah kembali dari : Berkow L. Factors affecting hemoglobin measurement. J Clin Monit
2
Comput. 2013;27(5):500.

2.2.2 Metode Pengukuran


Hemoglobin dan hematokrit dapat diukur beragam metode. Tak satu pun dari
perangkat yang tersedia sempurna dan semua memiliki variasi yang tak
terpisahkan, baik antara yang berbeda jenis perangkat dan antara perangkat yang
menggunakan teknik yang sama.

Tabel 2.2 Akurasi metode pengukuran hemoglobin dibandingkan dengan metode


baku, metode Cyanmethemoglobin (HiCN)
Metode (model, merek) Bias ± SD Populasi studi
dibandingkan
HiCN (g/dL)
Coulter counter (M2000, Sysmex) 0.26 ± 0.18 50 pasien pascaoperatif
CO-Oximetry (ABL-62, Radiometer) -0.19 ± 0.28 50 pasien pascaoperatif
Spectrophotometric point of care 0.17 ± 0.55 50 pasien pascaoperatif
(HemoCue) -1.2 ± 1.1 100 anak sehat
0.13 ± 0.26 398 subjek sehat
Telah diolah kembali dari : Berkow L. Factors affecting hemoglobin measurement. J Clin Monit
2
Comput. 2013;27(5):502.

Metode Cyanmethemoglobin (HiCN) dianggap sebagai standar emas untuk


pengukuran kadar hemoglobin dalam darah. Perangkat-perangkat fotometer yang
digunakan oleh laboratorium sering dikalibrasi dengan menggunakan standar
Cyanmethemoglobin yang disetujui dan diuji oleh International Council for
Standardisation in Haematology (ICSH). Amerika Serikat Food and Drug
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


10

Administration (FDA) mewajibkan penggunaan metode HiCN untuk pengukuran


hemoglobin tetapi metode ini jarang digunakan sebagai referensi dalam studi
klinis pada akurasi pengukuran hemoglobin.

2.2.3 Variasi Antarperangkat yang Berbeda


Nilai hemoglobin dapat bervariasi tergantung pada metode pengukuran ang
digunakan. Beberapa penelitian telah membandingkan metode-metode
laboratorium dan menunjukkan bahwa pengukuran hemoglobin dari sampel darah
yang sama dapat berbeda secara bermakna.

2.2.4 Variasi Antarperangkat yang Sama


Pengukuran hemoglobin juga dapat bervariasi antarperangkat yang sama. Variasi
ini bisa bersumber dari variabilitas hemoglobin yang terkait dengan pasien tetapi
juga bersumber dari variasi antara mesin-mesin yang berbeda atau bagaimana
mesin-mesin dikalibrasi. Waktu antara sampel diambil dan dianalisis, atau umur
sampel, juga terbukti memengaruhi hasil. Perangkat pengukuran laboratorium
sering dibandingkan dengan standar acuan, namun standar acuan juga memiliki
kesalahan.

2.2.5 Kesalahan Pra-analisis


Kesalahan pra-analisis adalah kesalahan yang terjadi pada perangkat apapun
sebelum analisis sampel. Hal ini termasuk kesalahan yang terjadi selama
pengumpulan spesimen, transportasi dan pengolahan sampel sebelum analisis.
Kesalahan pra-analisis dapat memengaruhi variasi dan keandalan pemeriksaan
laboratorium serta keputusan akhir terkait tatalaksana klinis. Dengan perbaikan
radikal dalam teknologi selama beberapa dekade terakhir dan pengurangan
kesalahan analisis, maka kesalahan pra-analisis bisa berperan lebih besar dalam
variasi dan keandalan pemeriksaan laboratorium. Kurangnya protokol standar
untuk pengumpulan dan penanganan spesimen juga dapat berkontribusi untuk
kesalahan pra-analisis. Sumber utama kesalahan pra-analisis yang bisa
menghalangi hasil pengukuran hemoglobin yang akurat, antara lain:
 Identifikasi sampel yang salah atau hilang
 Tabung yang tidak layak
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


11

 Volume sampel yang tidak cukup


 Hemolisis
 Pembekuan
 Kontaminasi
 Waktu jeda sebelum analisis sampel
 Penggunaan tourniquet berkepanjangan / stasis vena.

2.3. Estimated Blood Loss (EBL) dan Allowable Blood Loss (ABL)

Tabel 2.3 Ringkasan rumus Estimated Blood Loss (EBL)


Penulis Formula Unit
Mercuriali BV x (Hct preop - Hct day 5 postoperative) + transfused RBC mL RBC
Bourke BV x (Hct 0 - Hct t) x (3 - Hct mean) mL darah
Ward EBV x ln Hct f/Hct i mL darah
Gross EBV x (Hct 0 - Hct f)/Hct av mL darah
Brecher 3 tahap formula mL RBC
Lisander (BV x Hct i x 0,01) + Vt + Va - (BV x Hct e x 0,01) mL RBC
Meunier BV x (Hb i - Hb e) / Hb e mL RBC
Butterworth 3 x EBV x (Ht preop - Ht target) % mL darah
Cote EBV x (Starting Ht - Target Ht)/Starting Ht mL darah
Telah diolah kembali dari : Gibon E, Courpied JP, Hamadouche M. Total joint replacement and
blood loss: what is the best equation? Int Orthop. 2013;37(4):735-9.26

Estimated Blood Loss (EBL) adalah perkiraan volume perdarahan yang terjadi
selama operasi berdasarkan jumlah darah yang diserap oleh kassa dan media serap
lainnya serta yang ditampung dalam tabung suction. Allowable Blood Loss (ABL)
adalah jumlah perdarahan intraoperatif yang masih diperkenankan sebelum
dilakukan transfusi, di mana jumlah tersebut dihitung berdasarkan rumus /formula
tertentu. Rumus ABL berguna sebagai panduan penghitungan EBL yang kerap
dijadikan pertimbangan untuk keputusan transfusi, selain untuk memperkirakan
saat yang tepat untuk pemeriksaan kadar hemoglobin intraoperatif sebagai marker
(penanda) untuk transfusi darah. Jadi baik EBL maupun ABL dapat menggunakan
berbagai macam rumus/formula di bawah ini, tergantung berapa hemoglobin atau
hematokrit end/final/target. Banyak rumus/formula yang dapat digunakan untuk
memperkirakan jumlah perdarahan intraoperatif, antara lain : 26
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


12

2.3.1 Metode Berdasarkan Hematokrit


2.3.1.1 Rumus Mercuriali 27
Formula ini didasarkan pada hematokrit praoperasi (Ht preop) dan hematokrit hari
kelima pascaoperasi (Ht hari ke-5 postop). Hematokrit harus ditulis sebagai
pecahan desimal. Formula ini membutuhkan volume darah pasien (BV) dihitung
28
melalui rumus Nadler (dalam mililiter darah) dan juga membutuhkan volume
sel darah merah (RBC) yang ditransfusikan. Oleh karena itu, estimasi ini
menggunakan rumus Mercuriali dinyatakan dalam mililiter RBC:

Estimated blood loss = blood volume x (Hctpreop - Hctday 5 postoperative) +


transfused RBC

Volume RBC yang ditransfusikan didasarkan pada jumlah RBC dalam satu unit
kantong darah. Jumlah ini berbeda antara satu lembaga dengan yang lainnya.

2.3.1.2 Rumus Bourke 29


Bourke dan Smith yang pertama kali mendeskripsikan kehilangan darah sebagai
logaritma dasar dari rasio hematokrit awal dan hematokrit akhir. Supaya mudah
diingat saat digunakan di ruang operasi, Bourke dan Smith menysuun ulang
persamaan untuk mendapatkan persamaan yang "disederhanakan":

Estimated blood loss = BV x (ln Hct 0 : ln Hctt)


Estimated blood loss = BV x (Hct 0 – Hct t) x (3 - Hct mean)

di mana BV dihitung dengan menggunakan rumus Moore dan hematokrit ditulis


dalam pecahan desimal. Ht 0 merupakan nilai hematokrit dalam kondisi awal dan
Ht t adalah nilai hematokrit pada waktu t. Waktu saat sampel darah harus diambil
untuk Ht t tidaklah jelas. Ht mean adalah rata-rata antara hematokrit awal dan
akhir. EBL yang menggunakan rumus Bourke dinyatakan dalam mililiter darah.

2.3.1.3 Rumus Ward 30

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


13

Ward dkk mendasarkan rumus mereka pada kerja Furman dkk31 dalam bedah
anak. Tujuan dari Ward dkk untuk menciptakan formula yang cocok dengan
situasi klinis: kehilangan darah yang perlahan dan penggantian volume dengan
koloid / kristaloid, sehingga mempertahankan volume intravaskular mendekati
normal. Ward dkk menguji rumus berikut pada anjing dan manusia:

Estimated blood loss = EBV x ln Hct f/Hct i

di mana Ht f adalah nilai hematokrit akhir yang diambil sebelum transfusi atau
pada akhir operasi dan Ht i adalah hematokrit awal sebelum operasi. EBL yang
menggunakan rumus Ward dinyatakan dalam mililiter darah.

2.3.1.4 Rumus Gross 32


Gross merancang formula baru untuk membuat estimasi kehilangan darah lebih
mudah daripada menggunakan rumus Bourke atau Ward. Ia menemukan formula
Ward tidak mudah digunakan dalam praktik rutin karena fungsi logaritma dasar
dan menemukan formula Bourke adalah rumit dan sulit diingat. Rumus barunya
berasal dari persamaan logaritmik :

Estimated blood loss = EBV x (Hct 0 – Hct f)/Hct av

di mana EBV menggunakan formula Moore, Ht 0 adalah hematokrit awal sebelum


operasi, Ht f adalah hematokrit minimum yang diperkenankan dan Ht av adalah
rata-rata dari hematokrit awal dan minimum. Gross menguji formula pada pasien
dewasa yang menjalani operasi besar termasuk Total Hip Arthroplasty (THA).
EBL yang menggunakan rumus Gross dinyatakan dalam mililiter darah.

2.3.1.5 Rumus Brecher


Dengan tujuan merancang metode yang sangat akurat dan dapat direproduksi
tentang estimasi kehilangan darah supaya memiliki estimasi yang bisa cocok
dengan 90% pasien untuk prosedur operasi tertentu, Brecher33 dkk membagi
prosedur bedah menjadi tiga tahap dan estimasi akhir adalah penjumlahan masing-
masing estimasi yang dihitung untuk setiap tahap. Kerja mereka didasarkan pada
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


14

konsep "hemodilusi normovolemik akut" di mana volume darah pasien


dipertahankan dengan menggunakan larutan pengganti sampai hematokrit
minimum yang diperkenankan.

2.3.1.6 Rumus Lisander


Lisander34 dkk menciptakan rumus untuk menguji apakah dapat atau tidak
autotransfusi menurunkan transfusi darah alogenik dengan hematokrit minimal
yang diperkenankan 33%. EBL dinyatakan dalam mililiter RBC, nilai hematokrit
dalam persentase dan rumusnya adalah:

Estimated blood loss = (BV x Hct i x 0,01) + Vt + Va – (BV x Hct e x 0,01)

di mana BV dihitung dengan menggunakan rumus Nadler; Ht i adalah hematokrit


praoperasi, Ht e adalah hematokrit pada akhir masa perawatan, V t adalah volume
alogenik RBC yang ditransfusikan dan Va adalah volume RBC yang
dikembalikan oleh perangkat autotransfusi. Volume semua dalam mililiter.
Lisander dkk menguji rumus mereka pada pasien yang menjalani Total Hip
Arthroplasty (THA) dan menyimpulkan bahwa autotransfusi memiliki efek yang
negatif terhadap penurunan kebutuhan untuk transfusi darah alogenik. EBL yang
menggunakan rumus Lisander yang dinyatakan dalam mililiter RBC.

2.3.1.7 Rumus dari Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology


Rumus EBL yang terdapat dalam Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology,35
tanpa mencantumkan sumber rujukan tersebut.

Rumus ABL = 3 x EBV x (Ht preop – Ht target) %

2.3.1.8 Rumus dari Miller’s Anesthesia


Rumus ABL yang terdapat dalam Miller’s Anesthesia36, tanpa mencantumkan
sumber rujukan tersebut.

Rumus Maximum ABL = EBV x (Ht initial – Ht final)/Ht initial

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


15

2.3.2 Metode Berdasarkan Hemoglobin


2.3.2.1 Rumus Meunier
Meunier37 dkk menguji metode dilusi hemoglobin dengan donor darah untuk
mengetahui apakah metode ini cukup akurat atau tidak untuk estimasi kehilangan
darah:

Estimated blood loss = BV x (Hb i – Hb e) / Hb e

di mana BV menggunakan rumus Nadler; Hb i dan Hb e adalah konsentrasi Hb


sebelum dan pada hari tertentu setelah donor darah, secara berturut-turut. Meunier
dkk membandingkan perkiraan kehilangan darah dan volume darah yang
didonasikan dari satu hari ke hari 14 pascadonasi. Mereka menunjukkan bahwa
konsentrasi Hb minimum dicapai pada hari keenam dan saat ini perbedaan antara
dua volume itu adalah 30%. Oleh karena itu mereka menyimpulkan bahwa
metode dilusi hemoglobin secara dramatis mengabaikan kehilangan darah yang
sebenarnya. Dengan metode ini, EBL dinyatakan dalam mililiter darah.

2.4 Point-of-Care Testing (POCT)


Point-of-care testing (POCT) didefinisikan sebagai “testing at or near the site of
patient care whenever the medical care is needed” atau pemeriksaan pada atau
dekat tempat perawatan pasien kapan pun diperlukan. Tujuan POCT untuk
memberikan informasi langsung ke dokter tentang kondisi pasien, sehingga
informasi ini dapat diintegrasikan ke dalam keputusan pengobatan yang tepat dan
cepat. Tujuan POCT adalah meningkatkan outcome pasien, yaitu mengatasi
kondisi kritis serta mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien. POCT dapat
dilakukan dalam berbagai tempat, bukan hanya di rumah sakit namun juga di
rumah atau di lokasi lain.38
Instrumen POCT bervariasi dan dapat dikategorikan “mudah
dipindahkan/diangkut”, “mudah dibawa” atau “mudah digenggam,” berdasarkan
format pemeriksaannya. Instrumen-instrumen POCT dibedakan atas dasar metode
pengujiannya. Sebagai contoh, glucose-meter dikategorikan sebagai
“electrochemical biosensor,” “reflectance photometry,” atau “absorbance
photometry.” Instrumen-instrumen ini selanjutnya dibedakan oleh jenis reaksi
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


16

kimia yang digunakan untuk mengukur glukosa, baik glukosa oksidase atau enzim
dehidrogenase glukosa.

2.4.1 Kelebihan dan Kekurangan POCT

Tabel 2.4 Kelebihan dan Kekurangan POCT


Kelebihan Kekurangan
1. Mengurangi waktu penyelesaian 1. Kekhawatiran tentang ketidaktelitian,
(turnaround time) pengujian diagnostik ketidaktepatan dan kualitas instrument
2. Ketersediaan data yang cepat (potensi zat yang mengganggu)
3. Mengurangi kesalahan pemeriksaan pra- 2. Pemeriksaan bedside dilakukan oleh pihak
analisis dan pasca-analisis selain petugas lab, yang kurang terlatih
4. Instrumen yang cukup memadai dan 3. Masalah manajemen /jaminan kualitas dan
mudah digunakan tanggung jawab yang kurang jelas.
5. Volume sampel yang kecil untuk menu 4. Biaya POCT dibandingkan dengan
pemeriksaan yang besar pengujian laboratorium tradisional
6. Lama perawatan pasien lebih singkat 5. Kualitas pengujian tergantung pada
operator-
7. Kenyamanan bagi dokter
6. Kesulitan dalam mengintegrasikan hasil tes
8. Kemampuan untuk menguji berbagai jenis
dengan sistem informasi rumah sakit atau
sampel (yaitu, kapiler, air liur, urin)
sistem informasi laboratorium (LIS)
7. Kurangnya konektivitas
8. Rentang pengukuran yang lebih sempit
untuk beberapa analisis
Telah diolah kembali dari : Louie, R.F., Tang Z., Shelby D.G., Kost G.J. (July 2000). Point-of-
16
Care Testing: Millennium Technology for Critical Care. Laboratory Medicine, 31(7), 402-408.

2.4.1.1 Kelebihan POCT


Keuntungan pertama dari POCT adalah singkatnya waktu penyelesaian
(turnaround time/TAT) pemeriksaan sampel pasien.39-40 Rata-rata TAT yang
diharapkan oleh dokter yang menangani kondisi kritis adalah 5 sampai 15 menit.41
Waktu analisis sampel darah dapat bervariasi, bergantung pada instrumen yang
digunakan, jenis pemeriksaan dan jumlah pemeriksaan yang dilakukan.
Singkatnya TAT ini memungkinkan dokter memberikan pengobatan yang tepat
lebih dini, terutama terhadap pasien kritis, oleh karena penundaan dapat
berdampak nyata merugikan outcome pasien.
Keuntungan kedua dari POCT adalah pengurangan potensi kesalahan pra-
analisis dan pasca-analisis. Metode tradisional pemeriksaan laboratorium
melibatkan beberapa langkah persiapan. Semakin panjang langkah proses ini,

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


17

semakin meningkat pula kemungkinan kesalahan pra-analisis.41


Beberapa kesalahan pra-analisis dan pasca-analisis yang terkait dengan
pemeriksaan laboratorium tradisional dapat dilihat dalam tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.5 Kesalahan Pra-analisis dan pasca-analisis


Kesalahan Pra-analisis Kesalahan Pasca-analisis
1. Kesalahan penanganan dan / atau 1. Pelaporan yang salah tentang hasil
pemberian label pada spesimen pemeriksaan pasien
pasien 2. Pencatatan hasil pemeriksaan
2. Kontaminasi terhadap spesimen pasien yang salah
3. Degradasi spesimen karena 3. Data yang hilang
keterlambatan spesimen 4. Pelaporan tertunda pada hasil-hasil
4. pengolahan / pengujian dan / atau yang kritis
tiba di laboratorium pusat
Telah diolah kembali dari : Louie, R.F., Tang Z., Shelby D.G., Kost G.J. (July 2000). Point-of-
16
Care Testing: Millennium Technology for Critical Care. Laboratory Medicine, 31(7), 402-408.

Penundaan dalam pengolahan dan pemeriksaan spesimen memungkinkan


sampel mengalami degradasi. Hasil pemeriksaan tidak mewakili kondisi aktual
pasien. Hal ini sering terjadi di RSCM untuk pemeriksaan gas darah, pH dan
glukosa. Pemeriksaan bedside segera akan mengurangi kesalahan pra-analisis dan
pasca-analisis sekaligus. Pemeriksaan bedside menghilangkan penundaan waktu
akibat transportasi spesimen dan keterlibatan beberapa orang yang menangani
spesimen pasien. Kesalahan pasca-analisis juga dapat diminimalkan karena hasil
dari pemeriksaan bedside segera tersedia untuk tim medis dan dapat dicetak atau
disimpan ke dalam memori oleh instrumen. Selanjutnya, hasilnya dicatat langsung
ke grafik pasien.
POCT nyaman bagi dokter karena dapat dilakukan dengan cepat dan hasilnya
siap tersedia. Ketika menu POCT makin berkembang yang dilatarbelakangi oleh
kebutuhan klinis berdasarkan real-time, POCT mengambil kendali pemeriksaan
diagnostik. Instrumen POCT saat ini mudah digunakan (user-friendly) yang
memungkinkan semua tenaga professional selain petugas laboratorium dapat
menggunakan instrumen tersebut. Banyak POCT yang cukup memadai dengan
instruksi pada layar (on-screen) yang mempromosikan kemudahan
penggunaannya. Beberapa instrumen POCT yang tidak butuh perawatan yang
rumit (low maintenance) karena cukup memadai, menggunakan bahan
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


18

pemeriksaan sekali pakai dan bahan pemeriksaan yang dapat segera diganti.
POCT juga menguntungkan karena hanya memerlukan volume sampel yang
kecil. Pasien berpotensi kehilangan 25-125 mL darah setiap hari, atau hingga 944
mL darah setiap perawatan di rumah sakit,40,41,42 akibat phlebotomy untuk
pemeriksaan laboratorium biasa. Pemeriksaan darah serial sering dilakukan di
ruang operasi, ICU dan IGD, yang tanpa disadari mengurangi darah pasien.
Selama operasi jantung terbuka pemeriksaan darah serial dapat dilakukan berkali-
kali, setiap 15 sampai 30 menit. Pemeriksaan serial darah pasien dengan gagal
napas, ketidakseimbangan asam-basa atau pada pasien yang menjalani operasi,
akan menyajikan tren pemantauan yang berguna untuk mengevaluasi apakah
terapi yang diberikan saat itu efektif atau tidak. Akan tetapi banyaknya volume
darah yang diambil untuk pengukuran serial ini dapat merugikan. Dalam
pengobatan pasien kritis, meminimalkan kehilangan darah adalah sangat
penting.40,44,45 Instrumen POCT mampu melakukan sejumlah pemeriksaan dengan
kehilangan darah minimal (hanya 40 uL), bergantung pada instrumen yang
digunakan dan pemeriksaan yang dilakukan. Strategi ini menghemat darah dan
meminimalkan komplikasi kesehatan serta dan transfusi yang tidak perlu.45

2.4.1.2 Kekurangan POCT


Kekhawatiran yang muncul dengan POCT adalah akurasi dan kinerja instrumen.
Salah satu pertanyaan penting adalah apakah zat yang bercampur dengan
spesimen dapat memengaruhi kinerja instrumen. Perhatian ini terutama berlaku
dalam perawatan kritis, di mana perubahan gas darah, kadar pH, glukosa dan obat-
obatan dapat menimbulkan potensi masalah untuk biosensor darah. Meskipun
berbagai studi telah mendokumentasikan keakuratan hasil POCT dibandingkan
dengan hasil pemeriksaan laboratorium, akurasi instrumen yang berukuran kecil
masih kontroversial (misalnya, pemeriksaan glukosa bedside dengan perangkat
genggam).46,47 Studi terbaru telah melaporkan potensi pengaruh tekanan oksigen
darah tinggi atau rendah, hematokrit dan kadar pH, yang dapat menyebabkan
glucose-meter melaporkan nilai glukosa yang lebih tinggi atau lebih rendah.48, 49,
50, 51

Tanggung jawab POCT dalam perawatan kritis biasanya dibebankan kepada


Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


19

profesional yang bukan petugas laboratorium.52,53 Belum cukup bukti apakah


pengukuran oleh profesional yang bukan petugas laboratorium yaitu dokter dan
perawat, itu akurat dibandingkan dengan pengukuran oleh petugas laboratorium.
Studi telah melaporkan bahwa pengukuran yang dilakukan oleh profesional yang
bukan petugas laboratorium yang telah memperoleh pelatihan yang memadai, itu
dapat seakurat seperti yang dilakukan oleh petugas laboratorium.47,54 Umumnya
pengukuran akurat jika operator telah dilatih dengan baik dalam jaminan kualitas
dan instrumen terjaga dengan baik.
Ada kekhawatiran tambahan bahwa profesional yang bukan petugas
laboratorium mungkin tidak memiliki pemahaman yang memadai atau apresiasi
tentang pentingnya kontrol kualitas dan jaminan kualitas untuk pengujian alat.52,53
Profesional yang bukan petugas laboratorium mungkin tidak cukup bertanggung
jawab terhadap manajemen mutu dan peningkatan kinerja, sehingga berpotensi
memengaruhi hasil. Tim rumah sakit (yaitu dokter, perawat, teknisi medis, terapis
pernafasan, dan ahli patologi) penting mengetahui prosedur dan keterbatasan
penggunaan instrumen POCT secara tepat. Staf rumah sakit yang bekerja dengan
instrumen ini harus mengenal dan bertanggung jawab untuk manajemen mutu
instrumen mereka, untuk menjamin keandalan hasil pemeriksaan.
Staf administrasi (yaitu, manajer perawat, koordinator program POCT dan
manajer program jaminan mutu) seharusnya tetap memperbarui kemahiran
operator POCT di fasilitas mereka, sebagaimana halnya mereka sanggup melatih
operator baru dan menilai kompetensi mereka. Manajemen mutu yang berkaitan
dengan pengukuran yang dilakukan oleh operator instrumen POCT bertujuan
untuk memastikan bahwa instrumen akurat dan dapat digunakan secara optimal.
Mengabaikan akurasi dan presisi untuk pemeriksaan yang cepat tidaklah
dianjurkan. Setiap institusi medis harus memiliki komite penjamin mutu yang
bertanggung jawab terhadap kompetensi operator dan keputusan tentang standar
kinerja yang diharapkan dari seluruh siklus pemeriksaan.
Untuk mengatur kinerja pemeriksaan laboratorium (termasuk POCT),
pemerintah federal Amerika Serikat mensyaratkan bahwa setiap institusi medis
memenuhi standar yang ditetapkan oleh Clinical Laboratory Improvement
Amendments of 1988 (CLIA ‟88). Kepatuhan terhadap regulasi Joint Commission
on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO, Oakbrook Terrace, IL)
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


20

atau College of American Pathologists (CAP, Northfield, IL) itu bersifat tidak
wajib. Semua lembaga medis harus mematuhi undang-undang negara. Peraturan
pemeriksaan laboratorium ini membantu untuk memastikan kinerja instrumen
POCT yang berkualitas tinggi serta praktik pengujian diagnostik yang tepat oleh
operator. Kepatuhan pengendalian mutu (Quality Control, QC) adalah salah satu
dari sekian banyak pengawasan manajemen mutu yang digunakan secara rutin
dengan perangkat POCT.
Terdapat perdebatan yang berkembang tentang efektivitas biaya dari POCT.
Biaya untuk POCT dibandingkan untuk pemeriksaan laboratorium yang terpusat
mungkin kurang, lebih, atau bahkan tidak ada perbedaan.55,56,57
POCT mungkin lebih mahal daripada pemeriksaan laboratorium, tetapi
keuntungan POCT dapat memperpendek lama perawatan pasien atau
mengimbangi biaya POCT, atau keduanya. POCT di ruang operasi efektif dari
segi biaya untuk evaluasi hemostasis dan manajemen transfusi. Dalam beberapa
kasus, seperti pemeriksaan cepat hormon paratiroid untuk operasi paratiroid,
kecepatan pemeriksaan sangat penting untuk mengurangi lama pasien di ruang
operasi dan mengurangi lama rawat inap.58 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
59
POCT dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan waktu di unit
60
gawat darurat. tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi
hasil ini.
Tabel 2.6 Komponen-komponen Biaya POCT
1. Perlengkapan (misalnya, reagen, cartridge sekali pakai, test strip) dan peralatan
2. Pelatihan dan pelatihan ulang untuk operator instrumen
3. Pemeliharaan instrumen, termasuk mengganti instrumen yang cacat
4. Tenaga kerja tambahan dari sebagian tenaga yang bukan petugas laboratorium
(misalnya perawat) untuk menjalankan pemeriksaan
5. Software baru yang memungkinkan hasil pasien yang bisa dimasukkan ke dalam
sistem informasi rumah sakit / laboratorium.
6. Troubleshooting instrument
7. Jasa konsultasi untuk masalah instrumentasi
8. Melakukan studi perbandingan instrumen baru dan metodologi dengan instrumen
yang ada
9. Akreditasi dan biaya pengujian kemahiran
10. Duplikasi, pemeriksaan berulang, verifikasi, dan validasi
Telah diolah kembali dari : Louie, R.F., Tang Z., Shelby D.G., Kost G.J. (July 2000). Point-of-
16
Care Testing: Millennium Technology for Critical Care. Laboratory Medicine, 31(7), 402-408.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


21

2.5 Prinsip Kimia Instrumentasi


Berbagai instrumen analyzer kimia klinik memanfaatkan teknologi yang berbeda
untuk mengukur sampel pasien. Beberapa teknologi yang digunakan adalah:
 Photometry
 Spectrophotometry
 Reflectance photometry
 Nephelometry dan turbidimetry
 Ion-selective electrodes
 Electrochemical (amperometry)

2.5.1 Photometry dan Spectrophotometry


Photometry adalah instrumen yang mengukur intensitas cahaya dan digunakan
untuk menentukan konsentrasi larutan berwarna. Pengukuran ini dilakukan
dengan melewatkan seberkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu melalui
larutan berwarna dalam gelas atau sel plastik yang disebut cuvette.
Warna larutan yang berbeda menyerap cahaya dengan panjang gelombang
yang berbeda pula, sehingga panjang gelombang yang digunakan pada fotometer
harus disesuaikan dengan metode analisis. Fotometer dapat digunakan dengan
berbagai metode kimia "basah", selama prosedur pemeriksaan menghasilkan
produk berwarna atau menyebabkan perubahan warna dalam larutan.
Perbedaan utama dalam fotometer dan spektrofotometer adalah dalam hal
panjang gelombang cahaya yang dipilih. Instrumen yang menggunakan kisi-kisi
difraksi atau prisma untuk memilih panjang gelombang cahaya, disebut
spektrofotometer. Instrumen yang menggunakan filter untuk memilih panjang
gelombang disebut fotometer. Prinsip utama dari pengukuran larutan berwarna
antara fotometer dan spektrofotometer adalah sama.
Dalam desain sederhana, sumber cahaya dalam instrumen memberikan
seberkas cahaya tampak dari semua panjang gelombang. Dalam spektrofotometer,
cahaya tampak yang melewati monokromator dengan kisi-kisi difraksi atau
prisma, akan mengubah cahaya putih menjadi spektrum cahaya. Sebuah celah
sempit mengisolasikan seberkas cahaya monokromatik (satu panjang gelombang).
Panjang gelombang yang dipilih oleh operator sesuai dengan analisis yang
dilakukan. Pada fotometer, operator memilih filter untuk mengisolasi cahaya dari
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


22

panjang gelombang cahaya yang tepat.


Cahaya monokromatik diarahkan melalui kuvet yang berisi larutan berwarna.
Bagian cahaya yang lolos melewati larutan berwarna terdeteksi oleh sel
fotoelektrik, yang diukur sebagai percent transmittance (% T). Cahaya yang tidak
lolos akan diserap oleh larutan berwarna dan diukur sebagai unit absorbance (A).
Larutan dengan konsentrasi lebih besar, akan lebih besar absorbance dan lebih
kecil transmittance-nya. Kebanyakan larutan berwarna, absorbance meningkat
berbanding lurus dengan konsentrasi. Larutan tersebut dikatakan mengikuti
Hukum Beer, hubungan matematis yang menunjukkan hubungan linear antara
konsentrasi terhadap absorbance dan membentuk dasar analisis spektrofotometri.
Cahaya yang terdeteksi oleh sel fotoelektrik diubah menjadi arus listrik yang
diukur dan dikonversi menjadi pembacaan digital. Informasi ini dapat ditampilkan
baik sebagai absorbance (A) atau percent transmittance (% T). Spektrofotometer
dan fotometer bervariasi dalam desain eksternal, tetapi prinsip-prinsipnya sama,
baik sebagai instrumen berdiri sendiri atau sebagai bagian dari sebuah analyzer.
Fotometer dan spektrofotometer adalah teknologi di laboratorium yang
diandalkan selama bertahun-tahun. Rancangan instrumen mencakup
spektrofotometer yang hanya mengukur cahaya yang bisa dilihat, sedangkan
instrumen yang lain mengukur juga cahaya ultraviolet. Dengan kemajuan analyzer
otomatis, fotometer yang terpisah sekarang tersedia untuk laboratorium penelitian
atau laboratorium rujukan besar. Namun analyzer otomatis telah memasukkan
beberapa jenis analisis fotometri dalam desain mereka.61

2.5.2 Photometry
Beberapa analyzer klinis biasanya beroperasi pada hanya satu atau beberapa
panjang gelombang yang telah ditetapkan. Kebanyakan instrumen laboratorium
klinis yang digunakan di laboratorium kecil adalah discrete analyzers, yang
berarti bahwa pemeriksaan dilakukan dengan memajankan satu sampel pasien
untuk satu test cartridge, kaset atau strip reagen. Setelah sampel pasien diperiksa,
instrumen harus mendeteksi substansi dan mengukur intensitas reaksi. Hal ini
dicapai dengan cara yang berbeda, bergantung pada desain instrumen.
HemoCue analyzer glukosa dan hemoglobin adalah instrumen point-of-care
testing (POCT) yang berukuran kecil, yang menggunakan prinsip-prinsip
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


23

fotometri. Disposable cuvettes khusus berisi reagen kering diperlukan untuk


analisis spesifik. Sampel darah dikumpulkan langsung ke dalam cuvette, lalu
reagen dalam cuvette melisiskan sel darah, menghasilkan larutan berwarna yang
jernih. Cuvette dimasukkan ke dalam ruang analyzer. Setelah sampel bereaksi
dengan reagen dalam cuvette tersebut, fotometer mengukur intensitas cahaya yang
melewati larutan dan mengkonversinya menjadi unit konvensional atau SI.
Kalibrasi analyzer dapat dilakukan secara elektronik atau dengan menggunakan
cuvette kontrol yang merupakan filter gangguan optik.61

2.5.3 Reflectance Photometry


Reflectance photometry mengukur cahaya yang direfleksikan oleh produk
berwarna. Cahaya refleksi akan dideteksi oleh photocell, lalu informasinya diubah
menjadi unit yang sesuai. Reflectance photometry menggunakan teknologi kimia
fase padat, yang berarti bahwa reagen hadir dalam bentuk kering di unit
pemeriksaan. Analyzer kimia fase padat dapat menggunakan darah sebagai
sampel. Sampel darah diaplikasikan langsung ke strip reagen, slide, atau cartridge
yang berisi semua reagen yang dibutuhkan untuk analisis. Reagen berada dalam
beberapa lapisan, dengan setiap lapisan memiliki fungsi tertentu. Daerah dimana
reagen berada disebut test area atau reagent pad. Cartidge atau strip pemeriksaan
memiliki fitur yang menyaring sel darah merah, hanya menyisakan plasma untuk
bercampur dengan reagen. Warna yang dihasilkan dari produk akhir dideteksi oleh
reflectance photometry. Intensitas warna diukur dan dikonversi menjadi unit-unit
yang sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan. 61

2.5.4 Electrochemistry
Beberapa analyzer genggam seperti glukosa meter didasarkan pada teknologi
elektrokimia. Istilah lain yang digunakan untuk teknologi ini termasuk
amperometry dan coulometry. Analyzer yang menggunakan teknologi ini
termasuk ACCU-CHEK meter (Roche Diagnostics), FreeStyle glucose meter,
i-STAT (Abbott Laboratories), dan Paradigm Link glucose monitor
(Medtronic MiniMed).
Analyzer yang menggunakan teknologi elektrokimia menggabungkan
elektroda-elektroda yang mengukur elektron (arus) yang dihasilkan ketika sampel
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


24

dan reagen bereaksi. Sampel pasien diaplikasikan pada strip biosensor kecil yang
sekali pakai dan terlihat mirip dengan jenis strip reagen lainnya. Biosensor ini,
selain mengandung reagen untuk reaksi kimia, juga mengandung elektroda yang
disebut sensor elektrokimia. Ketika sampel berinteraksi dengan reagen di strip
biosensor, elektron yang dihasilkan akan dideteksi oleh pengukur dan diubah
menjadi unit glukosa.61

2.6 Hematology Analyzer


2.6.1 Prinsip Hematology Analyzer
Hematology Analyzer adalah alat yang digunakan untuk memeriksa darah lengkap
dengan cara menghitung dan mengukur sel-sel darah secara otomatis berdasarkan
variasi impedansi aliran listrik atau berkas cahaya terhadap sel-sel yang diperiksa.
Alat ini bekerja berdasarkan prinsip flow cytometer. Flow cytometry adalah
metode pengukuran [= metri] jumlah dan sifat-sifat sel [= cyto] yang dibungkus
oleh aliran cairan [= flow] melalui celah sempit. Ribuan sel dialirkan melalui celah
tersebut sedemikian rupa sehingga sel dapat lewat satu per satu, kemudian
dilakukan penghitungan jumlah sel dan ukurannya. Alat ini juga dapat
memberikan informasi intraselular, termasuk inti sel.

2.6.2 Prinsip Impedansi Listrik


Berdasarkan variasi impedansi yang dihasilkan oleh sel-sel darah di dalam
microaperture (celah microchamber). Sampel darah yang diencerkan dengan
elektrolit diluent/Sys DIL, akan melalui microaperture yang dipasangi dua
elektroda pada dua sisinya (sisi vakum dan konstan) yang pada masing-masing
arus listrik berjalan secara kontinyu. Akan terjadi peningkatan resistensi listrik
(impedansi) pada kedua elektroda sesuai dengan volume sel (ukuran sel) yang
melewati. Impulse voltage yang dihasilkan oleh amplifier sirkuit ditingkatkan dan
dianalisis oleh sistem elektronik. Hemoglobin diukur dengan melisiskan Red
Blood Cells (RBC) dengan Sys LYSE membentuk
methemoglobin/cyanmethemoglobin dan diukur secara spektrofotometri pada
panjang gelombang 550 nm pada chamber. Hasil yang didapat dicetak pada
printer berupa nilai dan grafik sel. 62

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


25

2.6.3 Prinsip Light Scattering


Ini adalah metode di mana sel dalam suatu aliran melewati celah di mana berkas
cahaya difokuskan ke situ (sensing area). Apabila cahaya tersebut mengenai sel,
akan dihamburkan, dipantulkan, atau dibiaskan ke semua arah. Beberapa detektor
yang diletakkan pada sudut-sudut tertentu akan menangkap berkas-berkas sinar
sesudah melewati sel itu. Alat yang memakai prinsip ini lazim disebut flow
cytometer. 62

2.6.4 Prinsip Hematology Analyzer dalam Mengukur Hemoglobin


Reagen sulfolyser melisis sel darah merah dan bereaksi dengan hemoglobin
membentuk oxyhemoglobin yang dimodifikasi, konsentrasinya diukur dengan
melewatkan cahaya monokromatis. Cahaya yang diserap berbanding lurus dengan
konsentrasi hemoglobin. Semakin tinggi konsentrasi suatu zat semakin banyak
cahaya yang diserap. Hubungan antara jumlah cahaya yang diserap dan
konsentrasi larutan ditunjukkan dengan hukum Beer, yang menyatakan bahwa
besarnya penyerapan berkaitan langsung dengan konsentrasi suatu zat. Analisis ini
menggunakan spektrum Spectrophotometry. Sulfolyser tidak mengandung bahan
beracun seperti sianida sehingga limbah yang dihasilkan aman untuk lingkungan.
Metode deteksi SLS-Hemoglobin (Sulfolyser Hemoglobin) menggunakan
sodium lauril sulfat (SLS) yang bebas sianida. Reagen melisiskan sel darah merah
dan sel darah putih pada sampel. Reaksi kimia dimulai dengan mengubah globin
dan kemudian mengoksidasi gugus hem, selanjutnya dapat mengikat gugus
hidrofilik SLS ke dalam grup hem dan membentuk kompleks (SLS-HGB) yang
stabil dan berwarna, yang kemudian dianalisis menggunakan metode fotometri.
LED memancarkan cahaya monokromatik dan bergerak melalui cahaya
campuran yang diserap oleh kompleks SLS-HGB. Absorbsi (penyerapan) diukur
oleh sensor foto, yang sebanding dengan konsentrasi hemoglobin sampel.
Metode penyerapan fotometrik biasanya dipengaruhi oleh kekeruhan sampel
itu sendiri. Dalam sampel darah, kekeruhan dapat disebabkan karena lipemia atau
leukositosis. Dengan menggunakan metode SLS-HGB gangguan ini dapat
diminimalkan karena efek reagen. 63

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


26

2.7 POCT dalam Pengukuran Hemoglobin


Instrumen POCT yang digunakan untuk mengukur hemogobin menggunakan dua
prinsip teknologi, yakni : photometry dan electrochemistry. Prinsip photometry
diterapkan pada HemoCue Hb +201, Mission Plus Hb (produk ACON) dan
STAT-Site M Hgb (produk STANBIO), sedangkan prinsip electrochemistry
diterapkan pada HemoSmart Gold (produk ApexBio) dan Cera-Chek Hb Plus
(produk Ceragem).

2.7.1 HemoCue® Hb 201+


HemoCue® Hb 201+ terdiri dari dua komponen, yaitu unit photometer yang
mudah dibawa (Hb 201+ Analyzer) & microcuvette yang sekali pakai dan berisi
reagen kering (Hb 201+ Microcuvette), dimana keduanya saling melengkapi dan
salah satunya tidak dapat digantikan oleh produk lainnya.
Hb 201+ Analyzer bekerja dengan metode Azide Methemoglobin dan
melakukan pengukuran dengan pada dua panjang gelombang, 570 nm dan 880
nm. Jangkauan pengukuran 0 – 25,6 g/dL (0 – 256 g/L, 0 – 15,9 mmol/L). Waktu
pengukuran 15 – 60 detik. Tes kelayakan dengan Automatic Self Test. Variasi
antarperangkatnya sebesar + 0,3 g/L. Ukuran perangkat 160 x 43 x 85 mm (6.30 ×
1,69 × 3,35 inchi). Beratnya 350 g termasuk 4 buah batere kering 1,5 V. Sumber
daya alternatif adalah AC adaptor.
Hb 201+ Analyzer dikalibrasi dengan menggunakan standar dari International
Council for Standardization in Haematology (ICSH). Kalibrasi manual tidak
dimungkinkan dan kalibrasi ulang tidak direkomendasikan. Hb 201+ Analyzer
didesain agar bebas perawatan, namun tetap harus dilakukan perawatan sederhana
sebagai berikut:
 Cuvette holder harus dibersihkan dengan alkohol atau air sabun pada
hari dimana akan dilakukan pemeriksaan.
 Optronic unit yang kotor dapat dibersihkan dengan pembersih khusus
dari HemoCue atau alkohol 70%
 Unit fotometer dapat dibersihkan dengan alcohol atau air sabun.
 Masalah yg sering muncul adalah “E02 s/d E05” ini biasanya
diakibatkan oleh cuvette holder dan optronic yang kotor
Hb 201+ Microcuvette terbuat dari polystyrene yang ramah lingkungan.
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


27

Microcuvette yang berisi sejumlah reagen tertentu yang kering dan menampung
sekitar 10 uL sampel darah itu berfungsi menggantikan fungsi pipette, test tube
dan measuring vessel. Variasi pengukuran batch-to-batch < 1,5%. Telah
dipatenkan di lebih dari 25 negara. Tersedia dalam kemasan kotak yang berisi 4
tube @50 pcs. Penyimpanan Hb 201+ Microcuvette sebaiknya dilakukan pada
temperatur ruangan (15 – 30 „C) yang kering dan tidak lembab. Masa berlakunya :
 Tabung tertutup : 2 tahun dari tanggal pembuatan
 Tabung terbuka : 3 bulan sejak dibuka
 Paket individual : 15 bulan dari tanggal pembuatan
Reagen yang terdapat dalam microcuvette merupakan modifikasi dari metode
azidmethemoglobin assay, selain digunakan juga cyanmethemoglobin assay untuk
mengurangi toxic reagent dan untuk reaksi yang lebih cepat. Sampel darah bias
berasal dari pembuluh darah kapiler, vena atau arteri. Eritrosit yang terhemolisis
dengan sodium deoxycholate, akan mengeluarkan hemoglobin. Hemoglobin ini
dikonversi dengan sodium nitrite menjadi methemoglobin dan kemudian
digabungkan dengan sodium azide sehingga membentuk azide-methemoglobin.
Pengukuran berlangsung di dalam Hb 201+ Analyzer dimana transmitansi dan
absorbansi diukur. Absorbansi yang diukur pada 2 panjang gelombang (570 nm
and 880 nm) itu berbanding lurus dengan kadar hemoglobin.

2.8 Maximum Surgical Blood Order Schedule (MSBOS)


Di seluruh dunia, jutaan operasi dilakukan setiap tahun. Masing-masing prosedur
operasi yang dilakukan, tim anestesi dan tim bedah dihadapkan pada pertanyaan
apakah perlu atau tidak memesan produk darah untuk digunakan intraoperatif.
Permintaan tersebut meliputi golongan darah yang sesuai dan uji saring antibodi
sel darah (type/screen) atau golongan darah dan uji cocok serasi
(type/crossmatch). Permintaan produk darah dapat menjadi kontroversial bila
produk darah tersebut diorder secara bebas, sedangkan sumbernya terbatas, maka
meningkatkan biaya, mengakibatkan menumpuknya sampel-sampel di bank darah
dan tertahannya unit-unit darah untuk pasien tertentu yang tidak memerlukannya.
Di sisi lain, bila produk darah tidak disorder saat diperlukan, maka perdarahan
yang tidak diharapkan di ruang operasi bisa menjadi malapetaka. Permintaan
darah praoperatif yang tepat mempunyai kekuatan untuk menurunkan biaya dan
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


28

memperbaiki keselamatan pasien (patient safety).


Pada tahun 1976, Friedman dkk menyusun Maximum Surgical Blood Order
Schedule (MSBOS), yang merekomendasikan pedoman permintaan darah untuk
prosedur-prosedur operasi yang lazim, berapa banyak unit darah yang harus
dilakukan crossmatch atau type-and-screen sebelum operasi untuk keperluan
operasi bedah elektif pada umumnya.64 Tujuannya adalah untuk mengurangi
pekerjaan laboratorium yang tidak perlu dan mengurangi lamanya unit darah
dicadangkan (crossmatched) untuk seorang pasien. Sejak saat itu, banyak
prosedur dan teknik bedah yang baru diperkenalkan, memerlukan panduan yang
diperbarui.
Tantangan klinis adalah memperkirakan siapa yang akan membutuhkan
transfusi dan berapa banyak unit. MSBOS yang ideal seharusnya bersifat
procedure-specific, institution-specific dan berdasarkan data penggunaan darah
yang objektif. Penyusunan MSBOS di sebagian besar rumah sakit terutama
didasarkan pada konsensus. Penanggungjawab bank darah mengajak sekelompok
ahli bedah untuk merumuskan pikiran mereka tentang perkiraan kehilangan darah
pada operasi-operasi tertentu. Sebagai pedoman berbasis konsensus, MSBOS
bukanlah keputusan yang bersifat pribadi, melainkan berdasarkan data institusi
yang objektif.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


29

2.9 Kerangka Teori dan Konsep


2.9.1. Kerangka Teori
Pembedahan Media penyerap:
Antikoagulan  Kassa Bedah
 Kain lapang operasi
Antiplatelet
Tabung Suction
Fibrinolitik
Cairan :
Kristaloid, koloid,
Bank Darah asites, amnion dll
Pengadaan Stok
Darah Praoperasi Ragam rumus ABL
Estimated
 Textbook Morgan
Blood Loss
 Textbook Miller
Gangguan (EBL)
 Textbook Smith
Koagulasi
Umur

Jenis Kelamin

Proses Uji Saring Berat Badan


(Screening)
Perdarahan
Intraoperatif Hematokrit

Hemoglobin
Keputusan
Transfusi
Lab : Hematology
Analyzer
Permintaan
Emergensi Point-of-Care
Produk Darah
Testing (POCT)
Proses Cross Match
(Uji Cocok Serasi)
Akurasi pengukuran Hb:
Transfusi 1.Faktor fisiologis
Darah Siap Pakai Intraoperatif  Sumber sampel
(vena/arteri/kapiler)
Oxygen Delivery  Lama tourniquet (detik)
Kemungkinan  Posisi tubuh
Kandungan O2Arteri Delayed (berdiri/berbaring)
 Hemoglobin transfusion/  Variasi diurnal
 Saturasi O2 undertransfusion/ (pagi/siang/sore/malam)
 Tekanan parsial O2 overtransfusion  Lokasi sampel (tangan/jari)
arteri 2.Metode pengukuran
3.Variasi antarperangkat
Curah Jantung : Risiko morbiditas
yang sama & berbeda
 Isi Sekuncup & mortalitas
 Frekuensi Nadi meningkat 4.Kesalahan praanalisis

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


30

2.9.2. Kerangka Konsep

Pembedahan

Media penyerap:
 Kassa Bedah
 Kain lapang operasi
Perdarahan Estimated Tabung Suction
Intraoperatif Blood Loss
(EBL) Cairan :
Kristaloid, koloid,
asites, amnion dll

Rumus ABL textbook


Miller‟s Anesthesia

Allowable
Blood Loss Umur
Keputusan (ABL)
Transfusi Hb target Jenis Kelamin
7 g/dL
Berat Badan
Kemungkinan
delayed transfusion/
undertransfusion/
overtransfusion Spesimen Nilai
Darah Hemoglobin

Risiko morbiditas
& mortalitas
meningkat

Perbandingan
Akurasi :
 EBL = ABL
 Hematology
Analyzer
 Point-of-Care
Testing (POCT)

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan uji diagnostik untuk membandingkan akurasi
penghitungan hemoglobin intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL),
Hematology Analyzer dan Point of Care Testing.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian akan dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo
sampai jumlah sampel minimal terpenuhi dan pelaksanaannya akan dimulai
setelah didapatkan persetujuan dari komite etik FKUI.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi adalah pasien yang menjalani operasi di Instalasi Bedah Pusat RSUPN
Cipto Mangunkusumo. Populasi terjangkau adalah pasien yang menjalani operasi
elektif di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Sampel penelitian ini adalah pasien yang menjalani operasi elektif di Instalasi
Bedah Pusat Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo, yang
memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan.
Estimasi besar sampel menggunakan rumus besar sampel tunggal untuk
estimasi proporsi suatu populasi. Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
65
Giraud dkk yang menunjukkan akurasi absolut 65,8% dan power 85% dengan
interval kepercayaan 95% (α=0,05; Zα=1,96), maka :

Zα2 p (1-p)
n= d2

n = (1,962 x 0,658 x 0,343)/0,152


n = 38,5 (dibulatkan 39)
Dengan memperhitungkan faktor drop out sebesar 10%, maka didapatkan besar
sampel penelitian adalah : 39 + 3,9 = 42,3 yang dibulatkan menjadi 43.

Cara pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling,

31 Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


32

yaitu berdasarkan kedatangan subjek penelitian di Instalasi Bedah Pusat RSUPN


Cipto Mangunkusumo. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi akan digunakan
sebagai sampel. Pengambilan sampel akan dihentikan setelah jumlah sampel
minimal terpenuhi.

3.4 Kriteria Penerimaan, Penolakan dan Pengeluaran


3.4.1 Kriteria Penerimaan
1. Semua pasien yang menjalani operasi elektif di Instalasi Bedah Pusat
RSUPNCM Jakarta dalam kurun waktu penelitian berlangsung.
2. Usia pasien antara 18-64 tahun.
3. Pasien dengan pemeriksaan praoperatif hemoglobin minimal 11 g/dL
4. Pasien yang menjalani operasi dengan estimasi perdarahan yang banyak dan
kemungkinan memperoleh transfusi intraoperatif.
5. Pasien dengan status ASA 1 hingga 3.

3.4.2 Kriteria Penolakan


1. Pasien dengan gangguan jantung, paru atau ginjal yang berat.
2. Pasien yang menderita penyakit HIV/AIDS
3. Pasien yang menjalani operasi jantung dan operasi lainnya di mana estimasi
kehilangan darah tidak mudah dilakukan
4. Pasien yang mengalami kelainan penyakit darah (contoh: leukemia, myeloma,
anemia sel sabit, defisiensi G6PD, talasemia)

3.4.3 Kriteria pengeluaran


1. Pasien dengan estimasi perdarahan intraoperatif tidak mencapai Allowable
Blood Lost (ABL) dengan hemoglobin target 7 g/dL.
2. Pasien dengan kondisi hemodinamik tidak stabil karena kehilangan darah tiba-
tiba dan/atau masif.
3. Pasien yang mendapatkan transfusi sel darah merah sebelum ABL tercapai.
4. Sampel darah pasien untuk pemeriksaan hemoglobin dengan Hematology
Analyzer, mengalami aglutinasi atau lisis.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


33

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Bebas
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Berat badan
d. Estimated Blood Loss (EBL) berdasarkan jumlah darah yang diserap oleh
kassa dan yang ditampung dalam suction

3.5.2 Variabel Terikat


Nilai hemoglobin intraoperatif sebelum insisi dan sesudah estimasi perdarahan
mencapai ABL dengan target Hb 7 g/dL.

3.6 Cara Kerja Penelitian


3.6.1 Cara Memperoleh Subjek Penelitian
Pengambilan subjek penelitian dimulai setelah mendapat persetujuan penelitian dari
Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Peneliti mendapatkan subjek
penelitian berdasarkan jadwal operasi elektif di Instalasi Bedah Pusat RSUPNCM, yang
keluar sehari sebelumnya. Daftar MSBOS (Maximum Surgical Blood Order Schedule)
terlampir dapat menjadi panduan untuk memperkirakan jenis operasi elektif yang
mengalami perdarahan yang banyak sehingga butuh persiapan transfusi darah. Peneliti
memberikan penjelasan kepada subjek dan keluarganya mengenai tujuan penelitian ini,
termasuk prosedur penelitian dan manfaat serta risiko potensial dari penelitian ini.
Persetujuan dari subjek penelitian diberikan secara tertulis.

3.6.2 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data


a. Peneliti mencari informasi tentang rencana operasi elektif di Instalasi Bedah
Pusat RSUPNCM sehari sebelumnya. Data pasien diambil dari rekam medik
pasien dan disalin dalam lembar pengumpul data (berisi data identitas, umur,
jenis kelamin, berat badan, diagnosis, jenis operasi, ASA, dan kadar Hb
praoperasi). Persiapan darah praoperasi di bank darah sudah dikonfirmasi.
b. Sesudah pembiusan oleh tim anestesi dan sebelum insisi dilakukan oleh tim
bedah, peneliti mengambil spesimen pertama untuk pengukuran hemoglobin
dengan Hematology Analyzer. Cara pengukurannya sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


34

Mengambil darah vena pasien sebanyak 3 mL. Darah tersebut dipindahkan ke


dalam vacutainer EDTA (dengan tutup ungu) dengan cara dialirkan secara
perlahan melalui dinding tabung untuk menghindari lisis. Vacutainer EDTA
yang sudah terisi sampel darah, dikirim ke laboratorium 24 jam RSCM untuk
diukur kadar Hb dengan Hematology Analyzer (Sysmex XE-2100®).
c. Peneliti menghitung Allowable Blood Loss (ABL) berdasarkan acuan nilai
hemoglobin hasil pengukuran Hematology Analyzer dengan target hemoglobin
terendah 7 g/dL dan acuan Estimated Blood Volume (EBV) yang sesuai
dengan pasien tersebut.
d. Jumlah perdarahan yang terjadi selama operasi berlangsung diukur Peneliti
berdasarkan perhitungan kehilangan darah dari hasil penimbangan kassa dan
ukur cairan darah yang ditampung dan disebut sebagai Estimated Blood Loss
(EBL).
e. Pada saat EBL mencapai hitungan ABL dengan target Hb 7 g/dL sebelum
produk darah ditransfusikan, peneliti mengambil spesimen kedua untuk
pengukuran hemoglobin dengan Hematology Analyzer dan POCT. Mengambil
darah vena pasien sebanyak 3 mL dengan disposable spuit. Sampel darah
diteteskan 1-2 tetes di atas parafilm. Sisanya dipindahkan ke dalam vacutainer
EDTA (dengan tutup ungu). Darah di atas parafilm diaplikasikan ke instrumen
POCT bermerek HemoCue® Hb 201+. Sampel darah dalam vacutainer EDTA
dikirim ke laboratorium 24 jam RSCM seperti halnya sampel pertama.
f. Hemoglobin target 7 g/dL dari penghitungan EBL sama dengan ABL,
dibandingkan dengan nilai hemoglobin hasil pengukuran Hematology
Analyzer dan POCT.

3.7 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
1. Lembar pengumpul data (kuesioner)
2. APD (Sarung tangan, masker dll)
3. Timbangan
4. Gelas ukur
5. Tourniquet

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


35

6. Disposable spuit
7. Alcohol swab
8. Tabung vacutainer EDTA dengan tutup berwarna ungu
9. Kertas parafilm
10. Hematology Analyzer (Sysmex XE-2100®)
11. POCT (HemoCue® Hb 201+)
12. Kassa steril
13. Sharps container

3.8 Validitas dan Reliabilitas Pengukuran


Pengukuran kadar hemoglobin intraoperatif dilakukan menggunakan Hematology
Analyzer dan POCT. Hematology Analyzer sudah menjalani proses validasi dan
reabilitas serta menjadi instrumen baku pemeriksaan kadar hemoglobin di
Departemen Patologi Klinik RSUPN Cipto Mangunkusumo. Instrumen POCT
yang dipakai oleh peneliti pun sudah valid dan sering digunakan di Indonesia.
Untuk menjaga reliabilitas instrumen tersebut dilakukan pelatihan khusus untuk
menggunakan instrumen POCT tersebut.
Penggunaan POCT tidak dapat terhindar dari faktor subjektivitas pemeriksa.
Untuk meminimalkan subjektivitas tersebut, pemeriksaan kadar hemoglobin
intraoperatif dilakukan oleh peneliti yang telah menjalani pelatihan khusus dan
melalui uji reliabilitas. Pelatihan menggunakan POCT untuk peneliti dan penata
anestesia, dilakukan di bawah bimbingan petugas teknis dari perusahaan penyedia
POCT, terhadap sepuluh pasien yang menjalani operasi elektif di Instalasi Bedah
Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo. Untuk menguji reabilitas, dilakukan dua
kali pengukuran kadar hemoglobin intraoperatif terhadap sampel darah dari subjek
yang sama oleh peneliti. Hasilnya yang didapat dibandingkan satu sama lain. Dari
sepuluh subjek yang dinilai, hasil pengukurannya tidak berbeda bermakna dan
dapat dinyatakan kedua pemeriksaan tersebut memiliki reliabilitas yang sama.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


36

3.9 Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional Istilah
No. Istilah Definisi
1 Pengukuran Mengukur kadar hemoglobin pada sampel darah pasien.
hemoglobin Dalam penelitian ini menggunakan perangkat POCT (point-
of-care testing) maupun perangkat Hematology Analyzer di
laboratorium. Dalam penelitian ini menggunakan peralatan
POCT bermerek HemoCue® Hb 201+ serta perangkat
Hematology Analyzer bermerek Sysmex XE-2100®.
2 Intraoperatif Periode yang dimulai ketika pasien dipindahkan ke tempat
tidur ruang operasi dan berakhir dengan transfer pasien ke
unit perawatan pascaanestesia (PACU). Selama periode ini
pasien dimonitor, dibius, disiapkan, diselimuti (drapping)
dan dilakukan operasi. Kegiatan Perawatan pasien selama
periode ini fokus pada keselamatan, pencegahan infeksi, dan
respon fisiologis terhadap anestesi.
3 Point-of-care Pemeriksaan medis yang mudah dan cepat yang dilakukan di
testing (POCT) atau dekat tempat pasien dirawat, dengan menggunakan
perangkat yang mudah diangkut (transportable)¸ mudah
dipindah (portable), dan mudah digenggam. Dalam
penelitian ini menggunakan peralatan POCT bermerek
HemoCue® Hb 201+
4 Hematology Alat untuk memeriksa darah lengkap dengan cara
analyzer menghitung dan mengukur sel-sel darah secara otomatis
berdasarkan variasi impedansi aliran listrik atau berkas
cahaya terhadap sel-sel yang diperiksa. Dalam penelitian ini
menggunakan perangkat Hematology Analyzer bermerek
Sysmex XE-2100®.
5 Usia Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan seorang
manusia sejak dia lahir hingga sekarang. Usia dalam
penelitian ini dibatasi dalam rentang 18 tahun hingga 64
tahun.
6 Jenis kelamin Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu komunitas
manusia yang terbagi atas laki-laki dan perempuan.
7 Berat badan Ukuran yang lazim atau sering dipakai untuk menilai

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


37

keadaan suatu gizi seseorang, berdasarkan penimbangan


dalam keadaan berpakaian minimal tanpa perlengkapan
apapun, dimana satuannya kilogram.
8 Penilaian ASA Klasifikasi status fisik yang telah dikenal dan digunakan
(American Society secara luas di dunia, untuk membantu menentukan apakah
of pasien dalam kondisi optimal sebelum menjalani suatu
Anesthesiologist): operasi. ASA dalam penelitian ini dalam angka 1 hingga 3.
9 Allowable Blood Jumlah perdarahan intraoperatif yang masih
Loss (ABL) diperkenankan sebelum dilakukan transfusi, berdasarkan
rumus dari Miller‟s Anesthesia :
ABL = EBV x (Ht awal – Ht target)/Ht awal
ABL : Allowable Blood Loss
EBV : Estimated Blood Volume
Ht awal : hematokrit awal
Ht target : hematokrit target
Nilai Hematokrit dianggap 3 (tiga) kali nilai
hemoglobin. EBV dewasa laki-laki 70 mL/kgBB,
dewasa perempuan 65 mL/kgBB

Transfusi darah Proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah


dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya, yang
berhubungan dengan berbagai kondisi medis seperti
kehilangan darah dalam jumlah besar. Transfusi awal
menggunakan darah utuh, tetapi praktik medis modern
umumnya hanya menggunakan komponen darah, seperti
sel-sel darah merah, sel darah putih, plasma, faktor
pembekuan, dan trombosit. Transfusi yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah transfusi sel-sel darah merah
(PRC).

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


38

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel


Cara
No Variabel Definisi Alat Ukur Skala
Pengukuran
1 Hemoglobin Molekul protein pada sel Mengukur Perangkat Numerik
darah merah yang dari sampelPOCT dan
berfungsi sebagai media darah pasien
Hematolog
transpor oksigen dari intraoperatif
y Analyzer.
paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh dan
membawa
karbondioksida dari
jaringan tubuh ke paru-
paru.
2 Estimated Perkiraan volume Estimasi Tabung Numerik
Blood Loss perdarahan yang terjadi visual dan suction,
(EBL) selama operasi timbangan timbangan
berdasarkan jumlah
darah yang diserap oleh
kassa dan media serap
lainnya, serta yang
ditampung dalam tabung
suction.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


39

3.10 Kerangka Operasional


Jenis operasi elektif termasuk
daftar MSBOS yang butuh darah

Konfirmasi Stok
Darah Praoperasi

Pasien menjalani
operasi

Sesudah pembiusan
sebelum insisi

Ambil spesimen pertama


pengukuran Hb dengan
Hematology Analyzer

Menghitung ABL dengan


rumus Miller’s Anesthesia
(target Hb 7 g/dL)

Operasi berlangsung
dengan perdarahan

Estimasi perdarahan mencapai


Allowable Blood Loss (ABL)
Hb target 7 g/dL

Sebelum transfusi
produk darah

Ambil spesimen kedua


pengukuran Hb dengan
Hematology Analyzer & POCT

Perbandingan Akurasi Hb :
 EBL = ABL
 Hematology Analyzer
 Point-of-Care Testing
(POCT)

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


40

3.11 Analisis Data


Data berupa kategorik dan numerik. Data disajikan secara deskriptif dan analitik
untuk membandingkan akurasi penghitungan hemoglobin intraoperatif antara
Estimated Blood Loss (EBL), Hematology Analyzer dan Point of Care Testing
dengan uji T berpasangan dan test spesifisitas dan sensitivitas dengan uji
diagnostik.
Analisis yang dilakukan adalah mengukur : sensitifitas, spesifisitas, positive
predictive value, negative predictive value, accuracy dan T-test.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini membandingkan akurasi penghitungan hemoglobin intraoperatif


antara Estimated Blood Loss (EBL), Hematology Analyzer dan Point of Care
Testing pada penderita yang menjalani operasi elektif di Instalasi Bedah Pusat
(IBP) RSUPN Cipto Mangunkusumo, antara Desember 2014 hingga Maret 2015.
Data hasil penelitian ini, yang pada awalnya direncanakan akan dianalisis dengan
uji diagnostik menggunakan tes sensitivitas dan spesifisitas, sesudah dilakukan
telaah pustaka dan konsultasi dengan ahli statistik, kemudian diganti dengan uji
Bland-Altman.

4.1 Sampel Penelitian


Pemilihan sampel menggunakan metode consecutive sampling, yaitu berdasarkan
kedatangan subjek penelitian yang menjalani operasi elektif di Instalasi Bedah
Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Terdapat 75 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Dari 75 subjek tersebut, 8
pasien dieksklusi karena menderita gangguan jantung, paru dan ginjal yang berat
serta menderita HIV. Dari 67 subjek yang diamati intraoperatif terdapat 24 subjek
yang memenuhi kriteria pengeluaran karena EBL tidak mencapai ABL dengan
target Hb 7 g/dL atau Ht 21 % hingga operasi selesai (17 subjek), terjadinya
kehilangan darah masif secara tiba-tiba sehingga memerlukan transfusi sel darah
merah dengan segera (4 subjek) dan tidak diketahuinya hasil pengukuran kadar
hemoglobin dengan Hematology Analyzer meski sampel sudah dikirimkan (3
subjek).
Terdapat 43 subjek yang diamati sejak awal pembiusan hingga diperoleh hasil
pengukuran hemoglobin dengan Hematology Analyzer dan POCT. Jumlah sampel
minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 43 subjek.

41 Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


42

Populasi terjangkau (n=75)

 Memenuhi kriteria penolakan (n=8)


 Menolak partisipasi (n=0)
 Lain-lain (n=0)

Sampel yang diobservasi (n=67)

Memenuhi kriteria pengeluaran (n=24)


 EBL tidak mencapai ABL (n=17)
 Perdarahan masif (n=4)
 Sampel tidak diperiksa Sysmex (n=3)

Sampel yang dianalisis (n=43)


 EBL = ABL (Hb 7)
 HemoCue® +201
 Sysmex XE-2100® (Standar)

Gambar 4.1 Skema Seleksi Subjek Penelitian

4.2 Karakteristik Subjek Penelitian


Data karakteristik subjek penelitian yang diambil dalam penelitian ini meliputi
karakteristik umum (jenis kelamin, usia, berat badan) dan karakteristik tambahan
yang berupa jenis operasi.
Dari 43 subjek penelitian didapatkan median usia 46 tahun dengan
interquartile range 24 tahun dan rerata 42,72 tahun, serta didapatkan subjek
perempuan lebih banyak (58,1%). Rerata berat badan 21,38 kg dengan standar
deviasi 9,96.
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Deskripsi
Usia (tahun)a 46 (24)
Jenis Kelamin b
Laki-laki 18 (41,9)
Perempuan 25 (58,1)
Berat Badan (kg) c 51,38±9,96
a
Disajikan dalam median (interquartilrange)
b
Disajikan dalam n(%)
c
Disajikan dalam rerata±simpang baku

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


43

4.3. Akurasi Penghitungan Hemoglobin Intraoperatif antara Estimated Blood


Loss (EBL) , Hematology Analyzer dan Point of Care Testing (POCT).
Dari hasil pengukuran kadar hemoglobin dengan menggunakan Hematology
Analyzer pada saat perdarahan telah mencapai ABL dengan perkiraan Hb 7 g/dL
(Ht 21%), didapatkan nilai rerata Hb 7,1 g/dL dengan standar deviasi 1,18 g/dL.
Dari hasil pengukuran kadar hemoglobin dengan menggunakan POCT pada
saat perdarahan telah mencapai ABL dengan perkiraan Hb 7 g/dL (Ht 21%),
didapatkan nilai rerata Hb 7,12 g/dL dengan standar deviasi 1,16 g/dL.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Hemoglobin


Pengukuran Hb Rerata±s.b (g/dL)
Hematology Analyzer 7,10±1,18
POCT 7,12±1,16

Uji Bland-Altman Hb EBL (7 g/dL) terhadap Hb Hematology Analyzer, disajikan


pada Gambar 4.2. Interval yang dianggap akurat terhadap kadar Hb 7 g/dL adalah
-1 hingga 1, sementara limits of agreement -2,267 hingga 2,467.

2.46724
Difference

-2.8
5.6 8
Average

Gambar 4.2 Grafik Bland-Altman Hb EBL terhadap Hb Hematology Analyzer. Limits of


agreement (reference range for difference) -2,267 – 2,467, dengan mean difference 0,100 (IK95%
-0.264 - 0.464) dan range 5,6 to 8,0. Pitman's Test of difference in variance: r = 1.000, n = 43,
p<0.001

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


44

Uji Bland-Altman Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer, disajikan pada


Gambar 4.3. Limits of agreement -0.418 hingga 0.372.
.4
Difference

-.7
4.2 8.85
Average

Gambar 4.3 Grafik Bland-Altman Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer.


Limits of agreement (reference range for difference) -0.418 to 0.372, mean
difference -0.023 (IK95% -0.084 to 0.037) dan range 4.200 to 8.850. Pitman's
Test of difference in variance: r = 0.095, n = 43, p = 0.545.

Gambar 4.4 Grafik Bland-Altman Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer


dalam bentuk Scatter Plot.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


BAB 5
PEMBAHASAN

Peneliti melakukan penghitungan jumlah perdarahan dan pemeriksaan kadar


hemoglobin intraoperatif terhadap pasien yang menjalani operasi elektif di
Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo pada saat perdarahan
mencapai Allowable Blood Loss dengan asumsi Hb 7 g/dL atau Ht 21 %.

5.1 Perubahan Tes Sensitivitas dan Spesifisitas menjadi Uji Bland-Altman


Seperti disebutkan sebelumnya, semula penelitian ini akan dianalisis dengan uji
diagnostik dengan tes sensitivitas dan spesifisitas untuk membandingkan akurasi
penghitungan hemoglobin intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL) dan
Point of Care Testing (POCT), dibandingkan dengan metode baku yaitu
Hematology Analyzer. Pada akhirnya tes sensitivitas dan spesifisitas diubah
menjadi uji Bland-Altman. Hal ini didasarkan atas kenyataan yang tidak
diprediksi sebelumnya, bahwa 2 (dua) parameter yaitu Hb EBL berupa konstanta
7 dan Hb Hematology Analyzer berupa angka yang bervariasi sehingga kedua
parameter tersebut tidak bisa dibandingkan dengan tes sensitivitas dan spesifisitas.
Setelah menyadari bahwa dan tes sensitivitas dan spesifisitas kurang tepat untuk
diterapkan dalam penelitian ini, dilakukan lagi telaah pustaka dan konsultasi
dengan ahli statistik mengenai penelitian serupa dan diketahui bahwa uji yang
paling sesuai adalah uji diagnostik menggunakan Uji Bland-Altman.
Uji Bland-Altman dikembangkan dalam penelitian kedokteran oleh Martin
Bland dan Douglas G. Altman yaitu suatu metode statistik yang digunakan untuk
membandingkan hasil pengukuran dua alat atau lebih. Secara substansi, bisa
agreement (kesesuaian) atau validity (diagnostik). Dikatakan kesesuaian jika alat
yang dibandingkan mempunyai kedudukan yang sama (tidak ada baku emasnya),
sebaliknya dikatakan diagnostik jika salah satunya adalah baku emas. Jadi, ujinya
bisa sama-sama menggunakan Uji Bland-Altman, namun konteks klinis bisa
berbeda (kesesuaian atau diagnostik).
Dalam penelitian ini Hematology Analyzer dianggap metode baku, maka
penelitian ini bersifat diagnostik. Karena skala pengukurannya numerik, maka

45 Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


46

analisisnya adalah Uji Bland-Altman. Untuk menyatakan sesuai (jika kesesuaian)


atau valid (jika diagnostik), pada uji Bland-Altman, tidak ditentukan berdasar nilai
p, melainkan lebih secara deskriptif, yaitu limit of agreement. Dengan demikian,
hasil penghitungan hemoglobin intraoperatif antara EBL dan POCT, dapat diuji
akurasinya terhadap Hematology Analyzer dengan menggunakan Uji Bland-
Altman.

5.2 Karakteristik Subjek Penelitian


Subjek penelitian memiliki rentang usia yang cukup lebar yaitu usia 18 tahun
hingga 64 tahun, dan sebaran data tidak terdistribusi normal dengan rerata usia
subjek penelitian adalah 42,72. Meskipun demikian perbedaaan usia bukanlah
faktor yang berpengaruh pada penelitian.
Subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan
sebanyak 25 orang (58,1 %), sedangkan laki-laki berjumlah 18 orang (41,9 %).
Hal ini menunjukkan bahwa proporsi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin
tidak berbeda jauh. Subjek penelitian memiliki rentang berat badan 32 kilogram
hingga 73 kilogram, dengan sebaran data terdistribusi normal. Berdasarkan rumus
dari Miller’s Anesthesia , ABL = EBV x (Ht awal – Ht target)/Ht awal, dimana
EBV dewasa laki-laki 70 mL/kgBB, dewasa perempuan 65 mL/kgBB, maka
perbedaan jenis kelamin dan berat badan merupakan faktor yang diperhitungkan
dalam rumus ABL sehingga memengaruhi penelitian secara langsung.

5.3 Akurasi Penghitungan Hemoglobin Intraoperatif dengan Estimated Blood


Loss (EBL)
Berdasarkan uji Bland-Altman Hb EBL terhadap Hb Hematology Analyzer,
dengan rentang Hb yang masih dianggap akurat terhadap kadar Hb 7 g/dL adalah -
1 hingga 1, maka diperoleh hasil bahwa rerata selisih Hb EBL terhadap Hb
Hematology Analyzer adalah 0.100 (IK95% -0,264 sampai dengan 0.464) g/dL.
Limits of agreement adalah rentang selisih Hb EBL terhadap Hb Hematology
Analyzer pada 95% subjek yaitu antara -2.267 hingga 2.467 g/dl. Uji Pitman
sebesar 0 (p<0,05) memberikan informasi bahwa ada perbedaan yang bermakna
pada berbagai hasil pengukuran.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


47

Rentang Hb yang masih dianggap akurat terhadap kadar Hb 7 g/dL adalah -1


hingga 1, atau rentang Hb 6 hingga 8 g/dL, sebenarnya merupakan rentang Hb
yang cukup besar dan implikasi klinisnya juga berpengaruh besar untuk keputusan
transfusi. Rentang Hb tersebut diterapkan dengan harapan diperoleh limits of
agreement yang kecil, tetapi ternyata didapatkan limits of agreement yang besar.
Dengan demikian bila rentang Hb itu dipersempit menjadi -0,5 hingga 0,5, atau
rentang Hb 6,5 hingga 7,5 g/dL maka limits of agreement akan lebih besar lagi.
Dengan rentang Hb yang ditetapkan cukup lebar, diperoleh limits of agreement
yang cukup besar, maka disimpulkan bahwa Estimated Blood Loss (EBL)
berdasarkan rumus ABL untuk memperkirakan Hb 7 g/dL, tidak mempunyai
keakuratan yang baik bila dibandingkan dengan baku emas pengukuran kadar Hb
yaitu Hematology Analyzer.
EBL mempunyai bias yang cukup besar karena sulitnya menghitung jumlah
perdarahan secara tepat dari jumlah darah di tabung suction, dari percampuran
dengan cairan tubuh lainnya seperti cairan asites, cairan kista, dari jumlah kassa
yang basah, dari darah yang melekat pada kain penutup lapang operasi, pada baju
operator, dari darah yang tercecer di lantai ruang operasi serta karena masuknya
cairan infus intraoperatif sebagai pengganti perdarahan maupun sebagai
rumatan.15
Rumus ABL menurut buku Miller’s Anesthesia yang menjadi dasar
penghitungan EBL mencakup komponen jenis kelamin, berat badan dan nilai
hematokrit.36 Estimated Blood Volume (EBV) menurut Gilcher’s Rule of Five,
dihitung dari perkalian berat badan (kg) dan angka 70 (laki-laki) atau 65
(perempuan). 67 Nilai hematokrit pada saat kadar hemoglobin 7 g/dL diasumsikan
21 % atau 3 (tiga) kali lipat kadar hemoglobin. Padahal asumsi tersebut tidak
selalu tepat pada kenyataannya.
Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa perkiraan jumlah perdarahan
(Estimated Blood Loss, EBL) berdasarkan rumus Allowable Blood Loss (ABL)
menurut buku Miller‟s Anesthesia terbukti tidak akurat untuk memperkirakan
kadar hemoglobin intraoperatif 7 g/dL bila dibandingkan dengan Hematology
Analyzer di laboratorium. Sampai saat ini belum ada kesepakatan internasional
tentang rumus ABL manakah yang paling akurat. Peneliti menggunakan rumus

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


48

ABL dari Miller’s Anesthesia dengan pertimbangan bahwa rumus ABL tersebut
menghasilkan perhitungan jumlah perdarahan yang relatif lebih kecil daripada
perhitungan rumus ABL dari Smith & Aitkenhead’s Textbook of Anaesthesia
maupun dari buku Morgan & Mikail’s Anesthesiology, sehingga mengurangi
risiko keterlambatan pemberian transfusi darah bila perkiraan jumlah perdarahan
32,35
yang sudah melewati ABL. Meskipun demikian hasil penelitian ini tidak
dapat digunakan untuk membuktikan bahwa rumus ABL dari Miller’s Anesthesia
yang menjadi dasar perhitungan EBL, lebih akurat daripada rumus-rumus ABL
lainnya.

5.4 Akurasi Pengukuran Hemoglobin Intraoperatif dengan Point-of-Care


Testing (POCT)
Selain menguji keakuratan penghitungan hemoglobin intraoperatif dari EBL
berdasarkan ABL yang kerap dijadikan indikator untuk memutuskan transfusi di
RSUPN Cipto Mangunkusumo, penelitian ini juga menguji keakuratan
pengukuran hemoglobin intraoperatif dari POCT dibandingkan dengan metode
baku yaitu Hematology Analyzer. Pada umumnya POCT memiliki keunggulan
antara lain : perangkat yang sederhana dan mudah digunakan, volume sampel
yang sedikit, hasil pengukuran yang cepat, risiko kesalahan pemeriksaan pra-
analisis dan pasca-analisis yang minimal.
Perangkat POCT yang diuji akurasinya adalah HemoCue® Hb 201+,
dibandingkan terhadap Sysmex XE-2100® sebagai peralatan Hematology
Analyzer. Keduanya mempunyai prinsip instrumentasi yang berbeda. HemoCue®
Hb +201 dalam mengukur hemoglobin menggunakan prinsip photometry yang
mengukur intensitas cahaya yang melewati larutan. Reagen dalam sediaan kering
yang terdapat di dalam microcuvette akan melisiskan sel darah sampel, lalu
menghasilkan larutan berwarna yang jernih. Fotometer dalam ruang analyzer akan
mengukur intensitas cahaya yang melewati larutan tersebut dan mengkonversinya
menjadi unit konvensional atau SI.61
Sysmex XE-2100® sebagai Hematology Analyzer dalam mengukur kadar
hemoglobin menggunakan prinsip spectrophotometry dengan metode SLS-
hemoglobin. Reagen sodium lauril sulfat (SLS) yang bebas sianida itu akan

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


49

melisiskan sel darah merah dan bereaksi dengan hemoglobin, membentuk


oxyhemoglobin yang dimodifikasi, dimana konsentrasinya diukur dengan
melewatkan cahaya monokromatis. Cahaya yang diserap berbanding lurus dengan
konsentrasi hemoglobin.63
Berdasarkan uji Bland-Altman Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer,
diperoleh hasil bahwa rerata selisih Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer
adalah -0,023 (IK95% -0,084 sampai dengan 0,037) g/dL. Limits of agreement
adalah rentang selisih Hb POCT terhadap Hb Hematology Analyzer pada 95%
subjek, yang nilainya dalam rentang yang kecil yaitu antara -0,418 hingga 0,372
g/dl. Uji Pitman sebesar 0,545 (p>0,05) memberikan informasi bahwa tidak ada
variasi selisih pada berbagai hasil pengukuran. Dengan demikian, melalui uji ini
diperoleh kesimpulan bahwa pengukuran kadar Hb intraoperatif dengan
menggunakan POCT mempunyai keakuratan yang baik bila dibandingkan dengan
baku emas pengukuran kadar Hb yaitu Hematology Analyzer. Dengan hasil
pengukuran yang lebih cepat, POCT dapat menggantikan fungsi Hematology
Analyzer untuk pengukuran kadar hemoglobin intraoperatif dan untuk
pengambilan keputusan transfusi intraoperatif.
Perbedaan prinsip kerja antara photometry dan spectrophotometry adalah
penggunaan filter pada photometry dan penggunaan prisma atau kisi-kisi difraksi
pada spectrophotometry untuk memisahkan cahaya dengan gelombang panjang
tertentu yang akan dilewatkan melalui larutan berwarna hasil percampuran sampel
dan reagen. Persamaan antara keduanya adalah pengukuran larutan berwarna
dengan menggunakan sel-sel fotoelektrik untuk menghitung absorbance (A) atau
percent transmittance (% T) dari cahaya yang melalui larutan berwarna tersebut.
POCT yang digunakan pada penelitian ini mempunyai prinsip photometry serta
menggunakan microcuvette yang berisi sejumlah reagen tertentu dan mampu
menampung volume sampel darah yang terukur (sekitar 10 uL). Hal inilah yang
menjelaskan mengapa POCT mempunyai keakuratan yang baik.61

5.5 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam menghitung Estimated Blood Loss
(EBL) secara tepat, karena mengandalkan penilaian visual pada darah yang

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


50

tertampung di tabung suction, yang terserap pada kassa, kain penutup lapang
operasi, baju tim operator, yang tercecer di lantai operasi, yang bercampur dengan
cairan infus, cairan asites, cairan kista, cairan amnion dan sebagainya.
Idealnya keputusan transfusi intraoperatif bergantung pada hasil pemeriksaan
hemoglobin yang real-time, tetapi penelitian ini juga menghadapi kendala sistem
administrasi menyebabkan hasil pengukuran hemoglobin dengan Hematology
Analyzer di laboratorium tidak dapat diperoleh dengan cepat oleh peneliti yang
berada di ruangan operasi Instalasi Bedah Pusat (IBP) RSUPN Cipto
Mangunkusumo.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
1. Terdapat perbedaan bermakna dalam akurasi penghitungan hemoglobin
intraoperatif antara Estimated Blood Loss (EBL) dengan Hematology
Analyzer.
2. Pengukuran kadar hemoglobin intraoperatif dengan perangkat Point Of Care
Testing (POCT), mempunyai keakuratan yang lebih baik daripada EBL bila
dibandingkan dengan baku emas pengukuran kadar Hb yaitu Hematology
Analyzer.
3. Estimated Blood Loss (EBL) berdasarkan rumus Allowable Blood Loss (ABL)
dengan hemoglobin target 7 g/dL tidak bisa digunakan untuk pengambilan
keputusan transfusi intraoperatif karena tidak mempunyai keakuratan yang
baik.
4. Kadar Hb dengan Hematology Analyzer pada saat ABL (target Hb 7 g/dL)
tercapai, didapatkan nilai rerata Hb 7,1 g/dL dengan standar deviasi 1,18 g/dL.
5. Kadar Hb dengan POCT pada saat ABL (target Hb 7 g/dL) tercapai,
didapatkan nilai rerata Hb 7,12 g/dL dengan standar deviasi 1,16 g/dL.

6.2 Saran
1. Perlu dilakukan perbaikan sistem untuk pemeriksaan laboratorium segera bagi
penderita yang menjalani operasi atau yang dalam kondisi kritis di Instalasi
Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo.
2. Perlu dilakukan penelitian terhadap berbagai pengukuran yang menggunakan
metode POCT terhadap penderita yang berada dalam kondisi kritis, sebagai
alternatif jika terkendala keterbatasan sarana dan waktu.
3. Untuk pusat-pusat pelayanan kesehatan di daerah rural atau rumah sakit yang
memiliki keterbatasan sarana laboratorium, POCT dapat dimanfaatkan dan
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan transfusi intraoperatif .

51 Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


DAFTAR REFERENSI

1. Rahardjo E, Sunatrio, Mustafa I. Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan


Skrining. Dalam: Health Technology Assessment (HTA) Indonesia 2003.
Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan Depkes RI. Tersedia dari:
http://buk.depkes.go.id. Disitasi tanggal 1 Oktober 2014.
2. Berkow L. Factors affecting hemoglobin measurement. J Clin Monit Comput.
2013;27(5):499-508.
3. Frank SM, Savage WJ, Rothschild JA, Rivers RJ, Ness PM, Paul SL, latowski
JA. Variability in blood and blood component utilization as assessed by an
anesthesia information management system. Anesthesiology 2012;117:99-106
4. Budny PG, Regan PJ, Roberts AH. The estimation of blood loss during burns
surgery. Burns 1993;19:134-7
5. Guinn NR, Broomer BW, White W, Richardson W, Hill SE. Comparison of
visually estimated blood loss with direct hemoglobin measurement in
multilevel spine surgery. Transfusion 2013;53:2790-4
6. McCullough TC, Roth JV, Ginsberg PC, Harkaway RC. Estimated blood loss
underestimates calculated blood loss during radical retropubic prostatectomy.
Urol Int 2004;72:13-6
7. Schorn MN. Measurement of blood loss: review of the literature. J Midwifery
Womens Health 2010;55:20-7
8. Seruya M, Oh AK, Boyajian MJ, Myseros JS, Yaun AL, Keating RF.
Unreliability of intraoperative estimated blood loss in extended sagittal
synostectomies. J Neurosurg Pediatr 2011;8:443-9
9. Seruya M, Oh AK, Rogers GF, Han KD, Boyajian MJ, Myseros JS, Yaun AL,
Keating RF. Blood loss estimation during fronto-orbital advancement:
implications for blood transfusion practice and hospital length of stay. J
Craniofac Surg 2012;23:1314-7
10. Stafford I, Dildy GA, Clark SL, Belfort MA. Visually estimated and
nalculated blood loss in vaginal and cesarean delivery. Am J Obstet Gynecol
2008;199:519.e1-7
11. Bose P, Regan F, Paterson-Brown S. Improving the accuracy of estimated
blood loss at obstetric haemorrhage using clinical reconstructions. BJOG

52 Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


53

2006;113:919-24.
12. Dildy GA 3rd, Paine AR, George NC, Velasco C. Estimating blood loss: can
teaching significantly improve visual estimation? Obstet Gynecol
2004;104:601-6.
13. Toledo P, Eosakul ST, Goetz K, Wong CA, Grobman WA. Decay in blood
loss estimation skills after web-based didactic training. Simul Healthc
2012;7:18-21.
14. Adkins AR, Lee D, Woody DJ, White WA. Accuracy of blood loss
estimations among anesthesia providers. AANA J 2014 Aug;82(4):300-6.
15. Johar RS, Smith RP. Assessing gravimetric estimation of intraoperative blood
loss. J Gynecol Surg 1993;9:151-4.
16. Louie RF, Tang Z, Shelby DG, Kost GJ. Point-of-care testing: Millennium
technology for critical care. Lab Med 2000; 31(7):402-8.
17. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. (Hartanto, dkk, Penerjemah).
Jakarta: EGC; 2000. p.987.
18. Hsia CC. Respiratory function of hemoglobin. N Engl J Med 1998; 338 (4):
240.
19. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
(B. U. Pendit, dkk, Penerjemah). Jakarta : EGC ; 2006
20. Storz JF, Runck AM, Moriyama H, Weber RE, Fago A. Genetic differences in
hemoglobin function between highland and lowland deer mice. J Exp Biol
2010;213:2573.
21. Bernadette F, Rodak GA, Fritsma KD. Hematology: Clinical Principles and
Applications. Cina: Elsevier;2007. p. 559.
22. Okam M. Sickle Cell and Thalassemic Disorders. Joint Center for Sickle Cell
and Thalassemic Disorders. 2002. Tersedia dari: http://sickle.bwh.harvard.edu.
Disitasi tanggal 1 Oktober 2014.
23. Cooper GM. The Cell A Molecular Approach. Sunderland: Boston
University;2000. p. 763
24. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Irawati, Penerjemah).
Jakarta: EGC;2008. p. 445.
25. Giardina B, Messana I, Scatena R, Castagnola M. The Multiple Function of
Hemoglobin. Crit Rev Biochem Mol Biol 1995; 30 (3): 165-96.
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


54

26. Gibon E, Courpied JP, Hamadouche M. Total joint replacement and blood
loss: what is the best equation? Int Orthop 2013;37(4):735-9
27. Mercuriali F, Inghilleri G. Proposal of an algorithm to help the choice of the
best transfusion strategy. Curr Med Res Opin 1996;13:465-78.
28. Nadler SB, Hidalgo JH, Bloch T. Prediction of blood volume in normal
human adults. Surgery 1962;51:224-32.
29. Bourke DL, Smith TC. Estimating allowable hemodilution. Anesthesiology
1974;41:609-12.
30. Ward CF, Meathe EA, Benumof JL, Trousdale F. A computer nomogram for
blood loss replacement. Anesthesiology 1980;53:S126.
31. Furman EB, Roman DG, Lemmer LA, Hairabet J, Jasinska M, Laver MB.
Specific therapy in water, electrolyte and blood-volume replacement during
pediatric surgery. Anesthesiology 1975;42:187-93.
32. Gross JB. Estimating allowable blood loss: corrected for dilution.
Anesthesiology. 1983;58(3):277-280
33. Brecher ME, Monk T, Goodnough LT. A standardized method for calculating
blood loss. Transfusion 1997;37:1070-4.
34. Lisander B, Ivarsson I, Jacobsson SA. Intraoperative autotransfusion is
associated with modest reduction of allogeneic transfusion in prosthetic hip
surgery. Acta Anaesthesiol Scand 1998;42:707-12.
35. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management & Blood Component
Therapy. Dalam: Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology. 5th ed. New
York: McGraw-Hill;2013. p.1168.
36. Coté CJ. Pediatric Anesthesia. Dalam: Miller, Ronald D, Eriksson, Lars I,
Fleisher. Miller's Anesthesia. 8th ed. Philadelphia: Churchill
Livingstone;2015. p.2784.
37. Meunier A, Petersson A, Good L, Berlin G. Validation of a haemoglobin
dilution method for estimation of blood loss. Vox Sang 2008;95:120-4
38. Kost GJ. Guidelines for point-of-care testing: improving patient outcomes.
Am J Clin Pathol 1995;104(suppl 1):S111-S127.
39. Kilgore ML, Steindel SJ, Smith JA. Evaluating stat testing options in an
academic health center: turnaround time and staff satisfaction. Clin Chem.
1998;44:1597-1603.
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


55

40. Chernow B, Salem M, Sacey J. Blood conservation: a critical care imperative.


Crit Care Med 1991;19:313-314.
41. Harvey MA. Point-of-care laboratory testing in critical care. Am J Crit Care
1999;8:72-83.
42. Zimmerman JE, Seneff MG, Sun X, Wagner DP, Knaus WA. Evaluating
laboratory usage in the intensive care unit: patient and institutional
characteristics that influence frequency of blood sampling. Crit Care Med
1997;25:737-48.
43. Peruzzi WT, Parker MA, Lichtenthal PR, Cochran-Zull C, Toth B, Blake M.
A clinical evaluation of a blood conservation device in medical intensive care
unit patients. Crit Care Med 1993;21:501-6.
44. Chernow B. Blood conservation in critical care: the evidence accumulates.
Crit Care Med 1993;21:481-2.
45. Salem M, Chernow B, Burke R, Stacey JA, Slogoff M, Sood S. Bedside
diagnostic testing: its accuracy, rapidity, and utility in blood conservation.
JAMA 1991;266:382-9.
46. Wahr JA, Lau W, Tremper KK, Hallock L, Smith K. Accuracy and precision
of a new, portable, handheld blood gas analyzer, the IRMA. J Clin Monit
1996;12:317-24.
47. Zaloga GP, Roberts PR, Black K, Santamauro JT, Klase E, Suleiman M.
Hand-held blood gas analyzer is accurate in the critical care setting. Crit Care
Med 1996;24:957-62.
48. Kost GJ, Vu HT, Lee JH, Bourgeois P, Kiechle FL, Martin C, Miller SS,
Okorodudu AO, Podczasy JJ, Webster R, Whitlow KJ. Multicenter study of
oxygen insensitive handheld glucose point-of-care testing in critical
care/hospital/ambulatory patients in the United States and Canada. Crit Care
Med 1998; 26:581-590.
49. Louie RF, Tang Z, Sutton DV, Lee JH, Kost GJ. Point-of-care testing: effects
of critical care variables, influence of reference instruments, and a modular
glucose meter design. Arch Pathol Lab Med. 2000;124:257-66.
50. Tang Z, Lee JH, Louie RF, Kost GJ. Effects of different hematocrits on
glucose measurements with handheld meters for point-of-care testing. Arch
Pathol Lab Med 2000;124:1135-40
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


56

51. Tang Z, Du X, Louie RF, Kost GJ. Effects of pH on glucose measurements


with handheld glucose meters and portable glucose analyzer for point-of-care
testing. Arch Pathol Lab Med 2000;124:577-82.
52. Lamb LS, Parrish RS, Goran SF, Biel MH. Current nursing practice of point-
of-care laboratory diagnostic testing in critical care units. Am J Crit Care
1995;4:429-34.
53. Lamb LS. Responsibilities in point-of-care testing: an institutional
perspective. Arch Pathol Lab Med 1995;119:886-9.
54. Zaloga GP, Dudas L, Roberts P, Bortenschlager L, Black K, Prielipp R. Near-
patient blood gas and electrolyte analyses are accurate when performed by
non-laboratory-trained individuals. J Clin Monit 1993;9:341-6.
55. Kilgore ML, Steindel SJ, Smith JA. Cost analysis for decision support: the
case of comparing centralized versus distributed methods for blood gas
testing. J Healthc Manag 1999;44:207-15.
56. Halpern MT, Palmer CS, Simpson KN, Chesley FD, Luce BR, Suyderhoud
JP, Neibauer BV, Estafanous FG. The economic and clinical efficiency of
point-of-care testing for critically ill patients: a decision-analysis model. Am J
Medical Qual 1998;13:3-12.
57. De Cresce RP, Phillips DL, Howanitz PJ. Financial justification of alternate
site testing. Arch Pathol Lab Med 1995;119:898-901.
58. Scott MG. Is faster better? An outcomes approach to POCT implementation
decisions. Dalam: Managing Your POCT, Program for Success. Washington,
DC: American Association for Clinical Chemistry. Audio Conference, January
20, 2000.
59. Collinson PO. The need for a point of care testing: an evidence-based
appraisal. Scand J Clin Lab Invest 1999;59(suppl 230):67-73.
60. Murray RP, Leroux M, Sabga E, Palatnick W, Ludwig L. Effects of point of
care testing on length of stay in an adult emergency department. J Emerg Med
1999;17:811-4.
61. Principles of Chemistry Instrumentation. Dalam: Estridge B.H., Reynolds A.P,
editors. Basic Clinical Laboratory Techniques. 6th ed. New York: Delmar;
2012. p. 623-7

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


57

62. Principles of Automated Hematology. Dalam: Estridge B.H., Reynolds A.P,


editors. Basic Clinical Laboratory Techniques. 6th ed. New York: Delmar;
2012. p. 316-8.
63. Firdaus. Sysmex XE-2100. Tersedia dari: http://belajar-analis-
kesehatan.blogspot.com. Disitasi tanggal 1 Oktober 2014.
64. Friedman BA. An analysis of surgical blood use in United States hospitals
with application to the maximum surgical blood order schedule. Transfusion
1979;19(3):268-78.
65. Giraud B, Frasca D, Debaene B, Mimoz O. Comparison of haemoglobin
measurement methods in the operating theatre. Br J Anaesth 2013;111(6):946-
54.
66. Blood Bank and Transfusion Service Mount Auburn Hospital. Maximum
Surgical Blood Order Schedule (MSBOS) Listing by Surgical Category.
Massachusetts:Mount Auburn Hospital;2009. Tersedia dari:
http://portal.mah.harvard.edu. Disitasi tanggal 1 Oktober 2014.
67. Pham HP, Shaz BH. Update on massive transfusion. Br J Anaesth
2013;111(1):i72.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


Lampiran 1: Lembar Keterangan Lolos Kaji Etik

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Ijin Lokasi
Penelitian Etik

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


Lampiran 3: Penjelasan tentang penelitian

PERBANDINGAN ESTIMATED BLOOD LOSS, HEMATOLOGY


ANALYZER DAN POINT-OF-CARE TESTING DALAM KEAKURATAN
PENGUKURAN HEMOGLOBIN INTRAOPERATIF

Bapak/Ibu akan menjalani operasi di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto


Mangunkusumo. Kami berencana melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin
(biasanya disingkat Hb) dengan mengambil sampel darah 3 (tiga) cc sebanyak dua
kali sewaktu operasi. Pertama, sesudah Bapak/Ibu dilakukan pembiusan. Kedua,
sebelum transfusi darah dilakukan saat perdarahan banyak. Bila dibius total,
Bapak/Ibu tidak merasakan nyeri saat pengambilan darah bila Bapak/Ibu. Bila
dibius separuh badan, Bapak/Ibu akan merasakan sedikit nyeri seperti halnya
pengambilan darah di laboratorium.
Kami sedang mengadakan penelitian untuk membandingkan kadar Hb antara
hasil penghitungan berdasarkan perkiraan jumlah perdarahan, dengan hasil
pengukuran melalui laboratorium biasa dan melalui alat pemeriksaan cepat,
terhadap pasien yang menjalani operasi di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto
Mangunkusumo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini tidak mempunyai
risiko bahaya apapun bagi pasien, bahkan diharapkan bermanfaat bagi
keselamatan pasien dengan mengetahui kapan saat yang tepat untuk dilakukan
transfusi darah. Bila terbukti penghitungan Hb berdasarkan perkiraan jumlah
perdarahan selama operasi dan menurut alat pemeriksaan cepat itu mempunyai
keakuratan yang baik, maka keputusan transfusi darah mudah diambil dengan
segera.
Bila Bapak/Ibu bersedia maka akan diikutsertakan dalam penelitian ini. Bila
tidak bersedia, maka Bapak/Ibu akan tetap memperoleh pelayanan sebagaimana
mestinya. Semua data penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya agar tidak
disalahgunakan oleh pihak lain. Bapak/Ibu diberi kesempatan untuk bertanya
tentang semua hal yang berhubungan dengan penelitian ini kepada dr.Ahmad
Faishal Fahmy, di Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI/RSCM
dengan nomor HP 081319428928.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


Dengan menandatangani formulir ini, saya menyetujui untuk diikutsertakan
dalam penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun.
Apabila suatu waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak
membatalkan persetujuan ini.

__________________________ ________________________
Tanda tangan subyek atau cap ibu jari Tanggal

___________________________
Nama subyek

___________________________ ________________________
Tanda tangan saksi/wali Tanggal

___________________________
Nama saksi/wali

Keterangan: tanda tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis,
penurunan kesadaran dan mengalami gangguan jiwa.

Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai
maksud penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan
ketidaknyamanan potensial yang mungkim timbul (penjelasan terperinci sesuai
dengan hal yang saya tandai diatas). Saya juga telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.

___________________________
Tanda tangan peneliti Tanggal

___________________________
Nama peneliti

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


Lampiran 4: Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian

NRM :
Nama :
Jenis Kelamin :
Tanggal lahir :
(Mohon diisi atau tempelkan stiker jika ada)

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN


(FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS)
Peneliti Utama : dr.Ahmad Faishal Fahmy
Pemberi informasi : dr.Ahmad Faishal Fahmy
Penerima informasi
Nama Subyek :
Tanggal Lahir (Umur) :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telp (HP) :
JENIS ISI INFORMASI TANDAI
INFORMASI
1. Judul Penelitian Perbandingan Estimated Blood
Loss, Hematology Analyzer dan
Point-of-Care Testing dalam
keakuratan pengukuran
hemoglobin intraoperatif
2. Tujuan Penelitian Membandingkan akurasi
penghitungan hemoglobin
intraoperatif antara Estimated
Blood Loss (EBL), Hematology
Analyzer dan Point of Care
Testing (POCT) pada pasien yang
menjalani operasi elektif di
Instalasi Bedah Pusat RSUPN
Cipto Mangunkusumo.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


3. Metodologi Uji diagnostik.
Penelitian
4. Resiko & Efek Tidak ada
samping dalam
penelitian
5. Manfaat penelitian Keputusan transfusi disesuaikan
termasuk manfaat dengan hasil pengukuran Hb
bagi subjek intraoperatif.
penelitian
6. Prosedur Penelitian Pengambilan sampel darah
dilakukan sesudah terbius dan
ketika perdarahan mencapai
Allowable Blood Loss (Hb target 7
g/dL)
7. Ketidaknyamanan Tidak ada
subyek penelitian
(potential
discomfort)
8. Alternatif penelitian Tidak ada
9. Penjagaan Semua data penelitian ini akan
kerahasiaan data diberlakukan secara rahasia
sehingga tidak memungkinkan
untuk disalahgunakan oleh orang
lain
10. Kompensasi bila Tidak ada
terjadi efek samping
11. nama dan alamat dr.Ahmad Faishal Fahmy,
peneliti serta nomor Jl.Gading 3 No.10 Komplek TNI-
telepon yang dapat AL Kelapa Gading, Jakarta Utara.
dihubungi HP 081319428928
12. Jumlah subyek 43 subyek penelitian
13. Bahaya Potensial Tidak ada

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


14. Biaya yang timbul Pasien tidak dikenakan biaya
tambahan.
15. Insentif bagi subyek Tidak ada

Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian


yang akan dilakukan oleh dr. Ahmad Faishal Fahmy dengan judul:
PERBANDINGAN ESTIMATED BLOOD LOSS, HEMATOLOGY ANALYZER
DAN POINT-OF-CARE TESTING DALAM KEAKURATAN PENGUKURAN
HEMOGLOBIN INTRAOPERATIF, informasi tersebut telah saya pahami
dengan baik.
Dengan menandatangani formulir ini, saya menyetujui untuk diikutsertakan
dalam penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun.
Apabila suatu waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak
membatalkan persetujuan ini.

__________________________ ________________________
Tanda tangan subyek atau cap ibu jari Tanggal

___________________________
Nama subyek

___________________________ ________________________
Tanda tangan saksi/wali Tanggal

___________________________
Nama saksi/wali

Keterangan: tanda tangan saksi/wali diperlukan bila subyek tidak bisa baca tulis,
penurunan kesadaran dan mengalami gangguan jiwa.

Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai
maksud penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta resiko dan
ketidaknyamanan potensial yang mungkim timbul (penjelasan terperinci sesuai
dengan hal yang saya tandai diatas). Saya juga telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


___________________________
Tanda tangan peneliti Tanggal

___________________________
Nama peneliti

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


Lampiran 5: Formulir Penelitian

FORMULIR PENELITIAN

Perbandingan Estimated Blood Loss, Hematology Analyzer dan Point-of-Care


Testing dalam Keakuratan Pengukuran Hemoglobin Intraoperatif

Registrasi Sampel :
1. Nomor penelitian : …………………………………………………….
2. Tanggal penelitian : …………………………………………………….

Identitas Pasien :
1. Nama pasien : …………………………………………………….
2. Nomor rekam medis : …………………………………………………….
3. Usia/tanggal lahir : …………………………………………………….
4. Jenis kelamin : laki-laki / perempuan (*)
5. Tinggi / Berat badan : …………………………………………………….
6. Indeks Massa Tubuh (BMI) : ………………………………………………

Pembedahan dan Pembiusan :


1. Diagnosis : …………………………………………………….
2. Jenis operasi : …………………………………………………….
3. ASA : …………………………………………………….
4. Nilai Hb pra operasi : …………………………………………………….
5. Lama pembedahan : ……………... jam ……………... menit
6. Lama pembiusan : ……………... jam ……………... menit
7. Jumlah cairan masuk : kristaloid ………….... cc, koloid …….……... cc
8. Total perdarahan : ……………... cc
9. Jumlah urin : ……………... cc

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


Pengumpulan Data Sampel

Sampel darah pertama


Sampel darah kedua
(sebelum insisi)
(perkiraan Hb 7)
atau Hasil Hb preop

Waktu pengambilan

Hitungan ABL (rumus) nihil cc

Hitungan EBL (saat ABL) nihil cc

Hasil pemeriksaan

Lab 24 jam RSCM


Hemoglobin

HemoCue® Hb 201+
Tidak diperiksa
Hemoglobin

Keterangan :
Allowable Blood Loss (ABL)
Jumlah perdarahan intraoperatif yang masih ditolerasi sebelum dilakukan
transfusi. Hb target 7 g/dL atau Ht target 21 %.
Ht awal – Ht target
ABL = EBV x -------------------------------
Ht awal

EBV dewasa laki-laki 70 mL/kgBB, dewasa perempuan 65 mL/kgBB

Estimated Blood Loss (EBL)


Volume perdarahan yang terjadi selama operasi berdasarkan jumlah darah yang
diserap oleh kassa dan yang ditampung dalam tabung suction.

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


Lampiran 6 : MSBOS

MAXIMUM SURGICAL BLOOD


ORDERING SCHEDULE (MSBOS)

Daftar jenis-jenis operasi yang membutuhkan persiapan transfusi darah66 :

CARDIAC GENERAL
Aneurysm, ascending aortic Abdominal perineal resection
Aneurysm, thoracic Adrenalectomy
Aneurysm, trans thoracic aortic Anterior rectum resection
Aortic coarctation correction Biliary bypass
Aortic valve replacement / repair
Choledochojejunostomy
(AVR)
Ascending aortic aneurysm Colectomy, left
Atrial septal defect,
Colon resection, total large colon
uncomplicated
AVR (Aortic valve replacement) Drainage, empyema
AVR / CABG Empyema, drainage of
AVR / MVR Evacuation clots, abdomen
Exploratory laparotomy ( depends
AVR, re-do sternotomy
on reason)
CABG (Coronary Artery Bypass
Gastrectomy
Graft)
CABG / re-do sternotomy Hepatectomy
Hernia, (hiatal, diaphragmatic,
Coronary angioplasty
transthoracic)
Coronary Artery Bypass Graft Ileal loop procedure, take - down /
(CABG) revision
Coronary vein graft
Laparoscopic adrenalectomy
(single/double/triple)
Coronary vein graft, re-operation Laparoscopic bowel surgery
Double valve replacement (AVR
Laparoscopic nissen
/ MVR)
Mitral valve replacement / repair
Laparoscopic splenectomy
(MVR)
MVR (Mitral valve replacement) Large colon, total resection
MVR / CABG Left colectomy
MVR / re-do sternotomy Liver resection
Re-do AVR Low anterior resection
Re-do CABG Miles resection
Re-do MVR Nissen fundoplication
Replacement, aortic valve Pancreatectomy (Whipple)
Replacement, mitral valve Perineal resection, abdominal
Rectum resection, anterior
Splenectomy, abdominal or
OB/GYN
transthoracic
Hysterectomy, radical (Wertheim) Vagotomy
Pelvic exenteration Whipple (radical pancreatectomy)
Vulvectomy, radical
Vulvectomy, simple
Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


ORTHO VASCULAR
Anterior spine reconstruction / AAA (Abdominal aortic
bone autograft aneurysmectomy)
Anterior spine reconstruction with Abdominal aortic aneurysmectomy
cage (AAA)
Anterior spine reconstruction with
Aneurysm, abdominal resection
pedicle screws
Aortic aneurysmectomy, abdominal
Bilateral total knee replacement
(AAA)
Aortic aneurysmectomy,
Bipolar hip
retroperitoneal
Femoral rodding Aorto femoral bypass graft
Femur orif Aorto iliac bypass graft
Fibula orif Aorto mesenteric bypass graft
Fracture, hip Aorto renal bypass graft
Girdlestone Axillary femoral graft
Hip fracture, hemiarthroplasty Axillo bifemoral bypass graft
Hip fracture, ODC Axillo femoral bypass graft
Hip fracture, richards repair Excision, carotid body tumor
Hip nailing Portocaval shunt
Hip, total replacement Repair aorta, dissecting rupture
Hip, total revision Vascular tumors
Knee, total replacement
Laminectomy for tumor, thoracic THORACIC
Partial hip replacement Decortication, lung
Partial knee replacement revision Esophageal resection
Posterior spinal reconstruction
Esophagectomy
with cage
Posterior spine reconstruction,
Esophagectomy, trans hiatal
bone autograft
Primary partial hip replacement Esophagogastrectomy
Primary total hip replacement Lobectomy, lung
Spine reconstruction / bone
Lung decortication
autograft, anterior
Spine reconstruction with cage,
Lung lobectomy
anterior
Spine reconstruction with pedicle
Pleurodesis / pleurectomy
screws, anterior
Supracondylar femur fracture Pneumonectomy
Thoracic laminectomy for tumor Pulmonary valvulotomy
Total hip replacement revision Thoracotomy
Total knee replacement Trans hiatal esophagectomy
Total knee replacement revision Valvulotomy, pulmonary
Trochanteric nail

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015


NEUROSURGERY ENT
Anterior / post spinal fusion Excision, carotid body tumor
Anterior spine reconstruction / Jaw resection with neck, tongue
bone autograft dissection
Anterior spine reconstruction with
Laryngectomy
cage
Anterior spine reconstruction with Laryngectomy with radical neck
pedicle screws dissection
Laryngectomy without node
Craniotomy
dissection
Craniotomy, aneurysm Neck dissection
Craniotomy, sub-occipital Neck dissection, radical
Tongue dissection with jaw
Suborbital decompression
resection
Subtemporal decompression

UROLOGY
Adrenalectomy
Cystectomy with ileal loop
procedure
Cystectomy, partial
Ileal loop procedure, take - down /
revision
Laproscopic Nephrectomy, partial
Laproscopic Nephrectomy,
radical
Nephrectomy, partial
Nephrectomy, radical
Nephrectomy, transthoracic
Nephrolithotomy / Pyelolithotomy
Nephroureterectomy
Percutaneous nephrolithotomy
Prostatectomy, radical perineal
Prostatectomy, radical retropubic
Prostatectomy, radical retropubic
with nodes
Prostatectomy, suprapubic
Renal artery repair
Renal exploration
Retroperitoneal lymph node
dissection
Vaginal Vault Prolapse Repair
Telah diolah kembali dari : Blood Bank and Transfusion Service Mount Auburn Hospital.
Maximum Surgical Blood Order Schedule (MSBOS) Listing by Surgical Category.
Massachusetts:Mount Auburn Hospital;2009. Tersedia dari: http://portal.mah.harvard.edu. Disitasi
tanggal: 1 Oktober 2014.66

Universitas Indonesia

Perbandingan estimated..., Ahmad Faishal Fahmy, FK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai