Anda di halaman 1dari 17

BAB I

DEFINISI

Sedasi adalah anestesi dimana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam
suatu periode yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah.
Seringkali diberikan kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama
prosedur medis yang tidak nyaman. Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif.

Kategori sedasi terbagi menjadi:

1. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi dimana pasien masih dapat


merespons dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif
dan koordinasi terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak
terpengaruh

Contoh sedasi minimal adalah:

a. Blok saraf perifer

b. Anestesi lokal atau topikal

c. Pemberian satu jenis obat sedatif/ analgetik oral dengan dosis yang
sesuai untuk penanganan insomnia, anxietas, atau nyeri.

2. Sedasi sedang (pasien sadar): suatu kondisi depresi tingkat kesadaran


dimana pasien memberikan respons terhadap stimulus sentuhan.

a. Sedasi sedang merupakan suatu teknik untuk mengurangi kecemasan


dan ketidaknyamanan pasien selama menjalani prosedur medis.

b. Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan patensi jalan


nafas, dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskular
biasanya terjaga dengan baik.

c. Selama tindakan sedasi sedang, dokter mengawasi proses pemberian


anestesi.

d. Pemberian sedasi sedang melalui intravena.

e. Pasien akan merasa setengah sadar dan mengantuk, tetapi dapat


segera bangun bila diajak bicara/ disentuh. Pasien mungkin tidak akan
mengingat dengan detil tahapan prosedur yang dilakukan.
f. Pasien akan tetap dimonitor sebelum, selama, dan setelah prosedur
dilakukan.

g. Persiapan pre-sedasi:

- Nilai apakah pasien secara rutin mengkonsumsi alkohol, obat-


obatan anti depresan/ relaksan otot, atau obat tidur (karena
dapat menurunkan efektifitas obat anestesi)

- Pasien menggunakan nassal kanule.

- Pengukuran tanda vital (dicatat dalam rekam medis)

h. Penilaian dan pencatatan selama proses anestesi:

- Denyut dan irama jantung.

- Tekanan darah

- Saturasi oksigen dalam darah.

i. Penilaian setelah prosedur:

- Pasien diobservasi di ruang pemulihan selama 30 menit, hingga


efek anestesi menghilang.

- Biasanya tidak ada efek lanjutan/ ikutan setelah pemberian


anestesi sedang. Akan tetapi terdapat kemungkinan terjadinya
gangguan dalamkonsentrasi, penilaian dalam membuat
keputusan, reflek/ reaksi, dan ingatan jangka pendek selama 24
jam paska anestesi.
j. Pasien tidak diperbolehkan untuk mengemudi sehingga diperlukan
orang dewasa lainnya untuk mendampingi pasien pulang ke rumah.

k. Pasien juga disarankan untuk tidak mengoperasikan peralatan yang


berbahaya, membuat keputusan penting, atau menandatangani
dokumen resmi apapun dalam 24 jam pasca anestesi.

l. Jika pasien tidak didampingi oleh pengantarnya saat tiba di rumah


sakit/ klinik untuk menjalani prosedur, maka pasien tidak akan
diberikan sedasi / anestesi sedang. Pilihannya adalah menjalani
prosedur tanpa anestesi atau membatalkan prosedur tersebut.
3. Sedasi dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien
memberikan respon terhadap stimulus berulang/ nyeri. Fungsi ventilasi
spontan dapat terganggu/ tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan
bantuan untuk mempetahankan potensi jalan nafas. Fungsi kardiovaskular
biasanya terjaga dengan baik.

Sedasi, khususnya sedasi sedang dan dalam, menimbulkan resiko pada pasien. Oleh
karena itu sedasi harus mengguanakan definisi, kebijakan, dan prosedur yang jelas.
Kadar sedasi terjadi dalam suatu rangkaian proses dan kondisi seorang pasien dapat
berubah dari satu tingkat ke tingkar lainnya, berdasarkan obat-obatan yang
diberikan, rute, dan dosis pemberian. Yang perlu menjadi pertimbangan penting
antara lain kemampuan pasien untuk mempertahankan refleks protektif; jalan nafas
yang mandiri dan berkesinambungan; dan kemampuan untuk merespons
rangsangan fisik atau perintah lisan. Kebijakan dan prosedur sedasi
mengidentifikasi:
a. Bagaimana perencanaan dilaksanakan, termasuk menetapkan perbedaan
penerapan sedasi antara populasi dewasa dan pediatrik atau pertimbangan-
pertimbangan khusus lainnya;
b. Dokumentasi ysang diperlukan tim perawstan untuk bekerja dan berkomunikasi
secara efektif;
c. Pertimbangan dan persetujuan khusus, jika sesuai;
d. dan jenis persyaratan pemantauan pasien;
e. Kualifikasi atau ketrampilan khusus staf yang terlibat dalam proses sedasi;
f. Ketersediaan dan pengguanaan peralatan khusus.
g. Kualifikasi dokter, dokter gigi atau individu lain yang bertanggung jawab akan
pasien yang menerima sedasi sedang dan dalam juga penting. Individu tersebut
harus kompeten dalam teknik-teknik berbagai cara sedasi;
h. Pemantauan yang tepat;
i. terhadap komplikasi;
j. Penggunaan zat antidotum; dan
k. Setidaknya melakukan pertolongan pertama atau P3K (pertolongan pertama
pada kecelakaan) atau menggunakan alat-alat bantu kehidupan yang mendasar.
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN SEDASI

INDIKASI PENGGUNAAN OBAT-OBAT SEDATIF

Premedikasi
Obat-obat sedatifdapat diberikan pada masa pre operatif untuk mengurangi
kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Seddasi dapat digunakan
pada anak-anak kecil, pasien dengan kesulitan belajar, dan orang yang sangat
cemas. Obat-obat sedatif diberikan untuk menambah aksi agen-agen anestetik.
Pemilihan obat tergantung pada pasien, pembedahan yang akan dilakukan dan
keadaan-keadaan tertentu: misalnya kebutuhan pasien dengan pembedahan darurat
berbeda dibandingkan pasien dengan pembedahan terencana atau pembedahan
mayor. Penggunaan oral lebih efektif dan benzodiazepin adalah obat yang paling
banyak digunakan untuk premedikasi.

Sedo-analgesia
Istilah ini menggambarkan pengguanaan kombinasi obat sedatif dengan anestesi
lokal, misalnya selama pembedahan gigi atau prosedur pembedahan yang
menggunakan blok regional. Perkembangan pembedahan invasif minimal saat ini
membuat teknik ini lebih luas digunakan.

Prosedur radologik
Beberapa pasien terutama anak-anak dan pasien cemas tidak mampu mentoleransi
prosedur radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa sedasi. Perkembangan
penggunaan radiologi intervensi selanjutnya meningkatkan kebutuhan penggunaan
sedasi dalam bidang radiologi

Endoscopy
Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menhilangkan kecemasan dan
memberi efek sedasi dalam pemeriksaan dan intervensi endoskopi. Pada endoskopi
gestrointestinal( GI), Analgesik lokal biasanya tidak dapat digunakan, perlu
pengguanaan bersamaan obat sedatif dan opioid sistemik. Sinergisme antara
kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan resiko obstruksi jalan nafas
dan depresi ventilasi.

Terapi intensif
Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk memfasilitasi
pengguanaan ventilasi mekanik dan intervensi terapeutik lain dalam Unit Terapi
Intensif (ITU). Dengan meningkatnya penggunaan ventilator mekanik, pendekatan
modern yaitu dengan kombinasi analgesia yang adekuat dan sedasi yang cukup
untuk mempertahankan pasien dalam keadaan tenang tapi dapat dibangunkan.
Farmakokinetik dari tiap-tiap obat harus dipertimbangkan, dimana sedatif terpakasa
diberikan lewat infus untuk waktu yang lama pada pasien dengan disfungsi organ
serta kemampuan metabolisme dan ekskresi obat yang terganggu.
Beberapa obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek
dan jangka panjang di ITU., termasuk benzodiazepin, obat anestetik seperti
propofol, opioid, dan agoni α2-adrenergik. Nilai skor sedasi selama perawatan masa
kritis telah dibuat sejak bertahun-tahun, tapi perhatian lebih berfokus akhir-akhir ini
pada pentingnya sedasi harian ‘holds’; strategi interupsi harian denagan obat-obat
sedasi menyebabkan lebih sensitifnya kebutuhan untuk sedasi. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi terkait pengguanaan ventilasi
mekanik selama masa kritis dan untuk mengurangi lama perawatan.

Suplementasi terhadap anestesi umum


Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen induksi
intravena dengan teknik ko-indulsi. Penggunaan sedatif dalm dosis rendah dapat
menghasilkan reduksi signifikan dari dosis agen induksi yang dibutuhkan, dan
dengan demikian mengurangi frekwensi dan beratnya efek samping.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan/ kontinu sehingga tidsk selalu
mungkin untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat
sedasi. Oleh karena itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat
melakukan penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam/
berat daripada efek yang seharusnya terjadi.
Sedasi ringan/ Sedasi sedang Seasi berat/
minimal (anxiolysis) (pasien sadar) dalam
Respons Respon normal Merespons Merespons
terhadap stimulus terhadap stimulus setelah diberikan
verbal sentuhan stimulus
berulang/
stimulus nyeri
Jalan nafas Tidak terpengaruh Tidak perlu Mungkin perlu
intervensi intervensi

Ventilasi Tidak terpengaruh Adekuat Dapat tidak


spontan adekuat
Fungsi Tidak terpengaruh Biasanya dapat Biasanya dapat
kardiovaskuler dipertahankan dipertsahankan
dengan baik dengan baik

Pelaksana Prosedur Sedasi

1. Tim seasi-anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.

2. Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri


dan anggota tim lainnya secara akurat kepada pasien dan keluarganya.

3. Anestesiologis bettanggung jawab untuk mencegah agar tidak terjadi salah


penafsiran/ anggapan terhadap petugas non-dokter sebagai dokter residen
atau dokter umum.

4. Tindakan/ layanan anestesi dilakukan oleh tim sedasi-anestesi, termasuk


pemantauan dan pelaksanaan tindakan anestesi.

5. Instruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus berjalan dengan kebijakan


dan regulasi pemerintah serta kebijakan rumah sakit.

6. Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim dan keselamatan pasien


terletak pada anestesiologis.

7. Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan


memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani
tindakan sedasi-anestesi. Selain itu, anestesiologis juga diharapkan
memberikan pengajaran/edukasi kepada siswa anestesi.
8. Berikut adalah anggota tim sedasi-anestesi:

a. Dokter
· Anestesiologis (spesialis anestesi) – Ketua Tim Sedasi- Anestesi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan program
studi spesialisasi bidang anestesi yang terakreditasi.
· Residen da Fellowship anestesiologi
Merupakan dokter / anestesiologis yang sedang mengikuti program pelatihan/ studi
untuk memperoleh pendidikan tambahan dalam salah satu subdisiplin ilmu
anestesiologi.
· Dokter umum dan dokter gigi
Merupakan dokter yang diberikan delegasi tanggung jawab pemberian sedasi atau
supervisi ketua tim sedasi-anestesi.

b. Praktisi medis lain


· Perawat anestesi
Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan program studi Perawat
Anestesi terakreditasi
· Asisten anestesi
Merupakan profesional kesehatan yang telah menyelesaikan program studi Asisten
Anestesi terakreditasi.
· Siswa perawat anestesi
Merupakan perawat dengan SIP yang sedang mengikuti program studi Perawat
Anestesi terakreditasi.
· Siswa asisten anestesi
Merupakan lulusan profesional kesehatan yang sedang mengikuti program studi
Asisten Anestesi terakreditasi

Pemilihan Rute Pemberian Obat Sedasi


Oral
Pemberian sedasi oral lebih nyaman dan tidak menyakitkan prosedurnya, namun
umumnya dosi harus lebih besar daripada dosis intravena karena obat harus
melewati efek metabolisme first pass.

Rektal
Pemberian sedasi melalui rektal adalah pemilihan bagi pasien yang dalam kondisi
mual dan muntah hebat. Metabolisme first pass di hati sebagian dihindari untuk
meningkatkan absorsi di distal usus. Dosis lebih kecil dari dosis pemberian oral.
Absorbtion in the upper rectum adn colon is trough the portal system and go trough
first pass hepatic metabolism. Dapat diberikan pada anak mualai dari usia 3 tahun
ke atas. Midazolam dan ketamine adalah salah satu jenis rektal sedasi.
Intramuskular
Sedasi intramuskular adalah sedasi yang paling cepat onsetnnya dan mudah
dilakukan. Namun pemberian menimbulakan rasa sakit dan tidak nyaman. Sedasi
intrsmuskular dapat diberikan untuk anak-anak yang tidak kooperatif. Keterbatasan
absorsi tergantung dengan kecepatan aliran darah. Lokasi pemberian dapat
dilakukan di area deltoid, trisep, dan gluteal muscles.

Intranassal
Sedasi intranassal dapat langsung bekerja dalam sirkulasi sistemik tidak melalui efek
metabolisme first pass. Dosis lebih kecil dari dosis oral maupun rectal namun durasi
obat juga lebih cepat bekerjanya. Intranassal mudah dibetrikan namun tidak dapat
diberikan pada anak-anak dengan demam diatas 37 oC. Sedasi intranassal
diantaranya midazolam, ketamine dan dexmedetomidine.

Inhalasi
Sedasi inhalasi juga menjadi salah satu alternatif pilihan. Onset cepat dan durasi
lama serta dapat digunakan untuk anak-anak. Keterbatasan inhalasi adalah harus
menggunakan masker terutama untuk anak-anak usia di bawah 2 tahun. Sedasi
inhalasi diantaranya nitrous oksida.

Dasar pemilihan sedasi berdasarkan farmakodinamik dan farmakokinetik

Ada 4 pernyataan mendasar bagi klinis dalam memilih obat sedasi bagi pasien yaitu:
1. Efek apa yang paling diharapkan dalam penggunaan sedasi?
2. Seberapa cepat onset kerja sedasinya?
3. Seberapa lama durasi kerja sedasinya?
4. Adakah efek samping sedasi yang tidak diharapkan dan kontra indikasi lainnya?

Berikut adalah daftar medikasi sedasi-anestesi yang dapat diberikan ke pasien sesuai
kriteria usia:

Antidotum
Nama Dosis Onset dan Reaksi dan
Golongan efek
obat pemakaian durasi efek samping
samping
Midazolam Benzodia Anak: 0,05-0,1 Onset anak: Respiratory Flumazeny
zepine mg/kgBB <1 menit, and l 0,2 mg
Dewasa: 50- durasi: 15- cardiovascular dan dapat
100mg/kgBB 30 menit depression, diulang 1
Tua>65 Onset ataxia, menit
tahun: 25- dewasa: 1-3 dizziness, kemudian
50mg/kgBB menit hipotensi,
Onset bradicardia,
puncak: 5-7 blurred vision,
menit and
Durasi obat; paradoxical
20-30 menit agitasi
Lorasepa Benzodia Anak: 0.05 Onset anak: Respiratory Flumazeny
m zepine mg/kgBB 2-3menit, and l 0,2 mg
Dewasa: 0.02- durasi: 1-3 cardiovascular dan dapat
0.05 mg dapat jam depression, diulang 1
diulang setiap Onset ataxia, menit
3-4 menit dewasa: 3-7 dizziness, kemudian
hingga max menit hipotensi,
dosis 4mg bradicardia,
Tua>65 th: blurred vision,
0.02mg dapat Onset and
diulang tiap 4 puncak: 10- paradoxical
mnt hingga 20 menit agitasi
dosis max 4 Durasi obat;
mg 6-8 jam

Diazepam Benzodia Anak: 0,1-0,15 Onset anak: Respiratory Flumazen


zepine mg/kgBB <1 menit and 0,2 mg
Dewasa: 5mg dengan cardiovascular dan dapat
dan dapat durasi: 15- depression, diulang 1
diulang setiap 30 menit ataxia, menit
5 menit Onset dizziness, kemudian
hingga max dewasa:1-5 hipotensi,
dosis 20 mg menit bradicardia,
Tua>65 th: Durasi obat; blurred vision,
2,5 mg dan 1-8 jam and
dapat diulang paradoxical
tiap 5 mnt agitasi
hingga dosis
max 10 mg
Fentanyl Opioid Anak: 0,5-2 Onset anak: Hypotensi, Nalokson
narkotik mcg/kgBB 2-3 menit, bradikardia, 0,4 mg
Dewasa: 0.5- durasi: 20- repirasi dan
1mcg/kgBB 30 menit depresi, dilanjutka
diberikan Onset naucea, n 0,1-0,2
dalam dosis dewasa: 1-2 vomitus, mg bila
25-50 mcg menit konstipasi, perlu
hingga max Onset billiar spasme setiap 2-3
dose of 250 puncak: 10- dan skin rash menit
mcg 15 menit sekali
Tua>65 th: Durasi obat;
0,5-1 30-60 menit
mcg/kgBB
diberikan
dalam dosis
kecil 25 mcg
hingga max
100 mcg
Meperidin Opioid Dewasa:20-50 Onset Hypotensi, Nalokson
e narkotik mg hingga dewasa: 5 bradikardia, 0,4 mg
dosis max 150 menit repirasi dan
mg Onset depresi, dilanjutka
Tua>65 th: 25 puncak: 1 naucea, n 0,1-0,2
mg hingga jam vomitus, mg bila
dosis max 75 Durasi obat: konstipasi, perlu
mg 2-4 jam billiar spasme setiap 2-3
dan skin rash, menit
scizure untuk sekali
beberapa
kondisi pasien
dengan
gangguan
ginjal
Morfin Opioid Anak: 0.05-0,2 Onset anak: Hypotensi, Nalokson
narkotik mg/kgBB 5-10 menit, bradikardia, 0,4 mg
Dewasa: 2-4 durasi: 3-4 repirasi dan
mg dapat jam depresi, dilanjutka
diulang setiap Onset naucea, n 0,1-0,2
3-4 menit dewasa: 2-3 vomitus, mg bila
hingga max menit konstipasi, perlu
dosis 10-20mg Onset billiar spasme setiap 2-3
Tua>65 th: 1- puncak: 20 dan skin rash menit
2 mg dapat menit sekali
diulang tiap 5 Durasi obat;
mnt hingga 2-3 jam
max 10mg
Propofol Hipnotik Dewasa: 10- Onset 30 Hypotensi,
gol. 20 mg dapat detik heart block,
phenol diulang setiap Durasi obat asystole,
5 menit 10-15 menit aritmia,
hingga max bradikardi,
dosis 100 mg infeksi
jaringan,
Tua>65 th: 10 reaksi alergi
mg dapat untuk pasien
diulang tiap 5 dengan
mnt hingga riwayat alergi
max 50mg telur
Ketamine Agen Dewasa: 0,2- Onset: 1-2 Reaksi depresi
arisiklo 1mg/kgBB menit SSP,
hexylami dapat diulang Durasi obat halusinasi,
n hingga max 15-30 menit delirium,
dosis 2 hipertensi,
mg/kgBB tachycardia,
Tua>65 th: peningkatan
0,2-0,75 TI, kejang
mg/kgBB tonik klonik,
dapat diulang respirasi
hingga max 2 depresi
mg/kgBB
Tiopental Barbitura Dewasa: 50- Onset: 1-2 Hipotensi,
t 100mg hingga menit myocardial
max dosis 3 Durasi obat depresi,
mg/kgBB 10-30 menit respirasi
Tua>65 th: depresi dan
25-50 mg SSP, naucea,
hingga max 2 vomiting,
mg/kgBB diare, kramp,
laryngospasm
e
Fenobarbit Barbitura Dewasa: 100 Onset: <1 Hipotensi,
al t mg dapat menit kardivaskuler
diulang 1-3 Durasi obat depresi,
menit hingga 15 menit respirasi
max dosis 500 depresi,
mg naucea,
Tua>65 th: 50 vomitus,
mg dapat laryngospasm
diulang 1-3 e
menit hingga
max 250 mg
NO2 Pelumpu Dewasa : 25- Onset:2-5 Penggunaan
h sistem 50% NO2 menit dalam jangka
syaraf dengan O2 via panjang
pusat nassa mask. mengakibatka
Tidak n supresu
diperbolehkan sum-sum
untuk wanita tulang dan
hamil disfungsi
trimester I neurologic.
dan II (efek Keterlambatan
teratogen dan perkembanga
abortus) n janin dan
defisiensi
vitamin B12
dan
keterlambatan
perkembanga
n neurologis
pada bayi

BAB III
TATALAKSANA PELAYANAN SEDASI

A. Kebijakan

1. RS X dilengkapi dengan pelayanan sedasi ringan, sedang, hingga sedasi


dalam.

2. Setiap pasien yang dilakukan tindakan sedasi, dilengkapi dengan formulir


monitoring yang berisi kondisi dan tanda-tanda vital pasien dari mulai pra-
sedasi, durante sedasi hingga pasca-sedasi.

3. Dokter penangging jawab pasien dapat memberikan medikasi jenis sedasi


ringann yang diawasi dan dipantau secar langsung terhadap pasiennya.

4. Pemberian medikasi yang bersifat sedasi sedang dan sedasi dalam harus atas
persetujuan atau dilakukan oleh dokter spesialis anestesi baik di ruang
instaasi operasi ataupun di ruang perawatan lainnya.

5. Unit rawat jalan yang memiliki kebutuhan akan sedasi juga dilengkapi dengan
persediaan antidot sedasi.
B. Beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan sedasi

1. Fasilitas dan alat: jenis obat sedasi, alat penunjang sedasi, kondisi linkungan.

2. Sumber daya manusia: petugas/ dokter yang berkompetensi, adanya training


dan pelatihan petugas yang mendukung keberhasilan sedasi.

3. Regulasi: standart prosedural operasional, proses, pengendalian mutu kerja

No Level Respon Pasien


1. Analgetik Menurunkan stimulus rasa nyeri
2. Sedasi Ringan Mengurangi gelisah karena nyeri
3. Sedasi sedang Menurunkan kewaspadaan terhadap
lingkungan
Mengurangi ketidaknyamanan saat dilakukan
tindakan dan masih mampu untuk bernafas
spontan dan mempertahanka jalan nafas
4. Sedasi dalam Pasien tidak merespon rangsang suara atau
cahaya, sedikit pergerakan badan dan
kemungkinan hilang kemampuan reflek
pertahanan
5. General anestesi Hilangnya respon stimulus nyeri maupun reflek

Penggolongan Obat Sedasi dan Dosisnya :


Golongan
Sedasi ringan Sedasi sedang Sedasi dalam
obat
Antagonis H1 Doksilamin 1,5-2,5 Klemastin 1,34-2,68 Feniramin 12,25-25 mg
mg mg Dimenhidramine 50-
Tripennelamin 25-50 Pirilamin 25-50 mg 100mg
mg Difenhidramin 25-
Klofeniramin 4 mg 50mg
Bromfeniramin 4 mg Prometazin 25 mg
Hidroksizin 50-100
mg
Sinarizin 25 mg
Iproheptadin 4 mg
Barbiturat Pentobarbital 100 mg
(oral) 200 mg (IM)
Hipnotik Flurazepam 15-30 mg
benzodiazepin Temazepam 15-30 mg
Triazolam 1,25-5 mg
Lora zepam 2-4 mg
Fenotiazin Clorpomazin 25 mg
alifatik
Anti ansietas Diazepam 2-5 mg Diazepam 10 mg
Meprobamat 400 mg Meprobarnat 1,5 mg

Pre-Sedasi
Prosedur pre-sedasi dilakukan untuk meningkatkan efek sedasi yang maksimal dan
meminimalisir efek samping dari sedasi sedang maupun sedasi dalam.

1. Assesmen pasien meliputi riwayat dahulu, dan pemeriksaan fisik pasien,


pasien juga diberikan edukasi dan informasi terhadap pilihan obat-obatan
sedasi.

Dalam pre-sedasi, assesmen pasien meliputi:


a. Pemeriksaan/ riwayat abnormalitas organ-organ vital pasien
b. Riwayat mendapat obat-obat sedasi sebelumnya terutama anestesi regional atau
anestesi umum.
c. Riwayat reaksi alergi, pengobatan lama, dan konsumsi obat-obatan yang mungkin
dapat berreaksi dengan obat sedasi.
d. Waktu atau jarak konsumsi obat terakhir.
e. Riwayat merokok , alkohol atau zat aditif lainnya.
Pasien juga dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk dievaluasi hasil-hasil
pemeriksaan yang dapat mempengaruhi efek sedasi.
Pasien menandatangani dokumen persetujuan tindakan (informed concent) untuk
pelaksanaan sedasi.

2. Konseling pasien.

Mengenai resiko, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif yang ada.

3. Puasa pre-prosedur

Dilakukan hanya untuk sedasi berat dimana pasien tidak memiliki respons
mempertahankan jalan nafas sendiri.
a. Prosedur elektif : mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan lambung.
b. Situasi emergensi : berpotensi terjadi pneumonia aspirasi, pertimbangan dalam
menentukan tingkat/ kategori sedasi, apakah perlu penundaan prosedur, dan
apakah perlu proteksi trakea dengan intubasi.

PANDUAN PUASA SEBELUM MENJALANI PROSEDUR MENURUT AMERICAN SOCIETY


OF ANESTHESIOLOGIST
Jenis Makanan Periode puasa minimal
Ciran bening / jernih 2 jam
Air Susu Ibu (ASI) 4 jam
Susu formula untuk bayi 6 jam
Susu Sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam

Penggolongan ASA:
ASA 1 : Pasien sehat tanpa gejala sistemik.
ASA 2 : Pasien dengan riwayat penyakit sistemik terkontrol tanpa gejala
penyakitnya.
ASA 3 : Pasien dengan kondisi medis dan memiliki gejala sistemik terhadap
penyakitnya, dan keterbatasan funsi organ.
ASA 4 : Pasien dengan kondisi medis dengan gejala penyakit tidak terkontrol
dan disfungsi organ yang nyata.
ASA 5 : Pasien dengan kondisi medis kritis dengan angka harapan hidup yang
kecil
ASA 6 : Pasien dengan mati otak dilakukan anestesi untuk kepentingan donasi
organ

Durante Sedasi
Data yang harus dilenkapi selama prosedur sedasi dilakukan:
1. Review ulang mengenai kondisi pasien sebelum melakukan inisiasi tindakan
sedasi
· Reevaluasi pasien
· Periksa kembali kesiapan dan kelengkapan peralatan, obat, dan suplai oksigen
2. Pemantauan pasien, berupa:
· Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons pasien terhadap stimulus)
- Respons menjawab (verbal) : menunjukkan bahwa pasien bernafas
- Hanya memberikan respons berupa refleks menarik diri (withdrawal): dalam sedasi
berat/ dalam, mendekati anestesi umum, dan harus segera ditangani.
· Oksigenasi
- Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses sedasi.
- Gunakan oksimetri denyut (pulse oximetry)
· Respons terhadap perintah verbal (jika memungkinkan)
· Ventilasi paru (observasi, auskultasi)
- Jika terpasang ETT / LMA: pastikan posisi terpasang dengan benar.
- Kapnografi
· Sirkulasi
- Elektrokardogram (EKG)
- Pemeriksaan analisis gas darah (AGD
- Tekanan darah dan frekwensi denyut jantung setiap 15 menit
· Temperatur tubuh
· Dosis dan jenis obat yang digunakan, waktu dan jalur pemberian obat,
iddentifikasi efek samping obat.
· Jenis dan jumlah cairan intravena yang digunakan, termasuk produk darah serta
waktu pemberiannya.
· Teknik yang digunakan dan posisi pasien saat dilakukan sedasi.
· Peralatan untuk jalan nafas yang digunakan berikut teknik dan lokasi
pemasangannya.
· Kejadia-kejadian tidak biasa yang terjadi selama pemberian sedasi
3. Pencatatan data untuk sedasi berat/ dalam:
· Respons terhadapperintah verbal atau stimulus yang lebih intens.
· Pemantauan CO2 yang diekspirasi untuk semua pasien
· EKG
Pada pasien anak yang dilakukan sedasi, dokter anestesi harus sudah
mempertimbangkan ketepatan pemilihan obat sedasi yang akan diberikan sesuai
dengan durasi tindakan yang akan dilakukan. Beberapa jenis obat yang perlu
dipersiapkan pada saat durasi sedasi adalah :
- Albuterol (2,5 mg/3ml)
- Altropine Sulfat (0,4 mg/ml)
- Calcium chloride (100 mg/ml)
- Dextrose 50% (0,5 g/ml)
- Diphenhydramine (50 mg/ml)
- Ephinephrine 1: 1000 (1 mg/ml)
- Ephinephrine 1: 10,000 (0,1 mg/ml)
- Flumazenil (0,5 g/5 ml)
- Lidocaine (100 mg/50 ml)
- Naloxone (1 mg/ml)
- Vecuronium (1 mg/ml)
Monitoring Pasca Sedasi
Pemantauan dan evaluasi sebelum, selama dan setelah pemberian sedasi dan
analgesia yaitu :
a. Sebelum : status kesehatan, ketersediaan perangkat emergency dan
monitoring, klinisi terlatih dan rekam medis.

b. Selama prosedur : terhadap protokol yang diberikan, tanda vital, tingkat


sedasi, saturasi oksigen, elektrokardiogram dan evaluasi laboratorium.

c. Setelah prosedur/ recovery : sedasi hangka panjang perlu dievaluasi


kemungkinan timbulnya withdrawal syndrome.
Penyebab tersering tertundanya pulih sadar (belum sadar penuh setelah 30 menit
post anestesi umum) adalah pengaruh dari sisa obat anestesi, sedasi dan analgesi.
Pemberian naloxon (min 0,04 mg) dan flumazenil (min 0,2 mg) dapat
mengembalikan dan meniadakan efek dari opioid dan benzodiazepine dengan baik.
Physostigmin 1-2mg mungkin mereverse sebagian sebagian dari efek lainnya.
Stimulator saraf dapat digunakan untuk menghilangkan blokade neuromuskuler pada
para pasien yang menggunakan ventilator mekanik karena volume tidalnya tidak
spontan adekuat.
Penyebab yang kuarng umum dari ketertundaan pulih sadar adalah hipotermi,
tanda-tanda gangguan metabolik, dan stroke perioperasi. Suhu tubuh < 33 oC
berpengaruh terhadap anestesi dan sangat berperan terhadap terjadinya depresi
susunan saraf pusat. Alat penghangat udara yang kuat sangat efektif untuk
menaikkan suhu tubuh. Hipoksemia dan hiperkarbia dapat disingkirkan dengan
analisa gas darah. Hiperkalsemia, hipermagnesemia, hiponatremia, hipogklikemia
dan hiperglikemia adalah jarang dan itu memerlukan pemeriksaan laboratorium
untuk mendianosisnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien paska pemberian obat sedasi-anestesi:
1. Ada petugas/ perawat anestesi yang kompeten dalam memonitor kondisi pasien
pasca sedasi terutama pasca sedasi dalam dan anestesi umum terutama tanda vital
pasien, oksigenasi, saturasi, EKG, dan efek samping yang timbul pasca sedasi.
2. Pasien diobservasi hingga tidak didapat tanda-tanda depresi kardiovaskuler.
3. Dokter anestesi menentukan kriteria pasien dinyatakan stabil dan dapat kembali ke
ruang perawatan biasa setelah dilakukan tindakan sedasi dalam terutama general
anestesi.
4. Dokter anestesi membuat kriteria pasien yang dapat pulang dari perawatan pasca
sedasi.

BAB IV
DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam formulir pemakaian


obat – obatan dan teknik yang digunakan didokumentasikan dalam lembar status
sedasi.

Anda mungkin juga menyukai