Anda di halaman 1dari 50

PRESENTASI KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu THT RSUD Kota Salatiga

Disusun oleh :

Disusun Oleh :

Firdha Kumala Indriyani


20174011070

Pembimbing: dr. Yunie Wulandari, Sp.THT-KL

RSUD Kota Salatiga

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG


DAN TENGGOROKAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Disusun Oleh :
Firdha Kumala Indriyani
20174011070

Telah dipresentasikan
Hari/tanggal: November 2017

Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,

dr. Yunie Wulandari, Sp. THT-KL., M. Kes.

1
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Bekerja
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Klumpit, kec. Karang Gede, Boyolali
Tanggal Masuk : 2 November 2017

1
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Telinga terasa penuh, berdengung, dan kesulitan mendengar.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Salatiga dengan keluhan telinga terasa penuh
seperti kemasukan air terutama pada telinga kiri dan berdengung. Pasien mengeluhkan
kesulitan untuk memfokuskan pendengaran. Beberapa keluhan telinga ini dirasakan pada
kedua telinga sejak beberapa minggu yang lalu. Keluhan mata kabur, penglihatan ganda
disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan mempunyai alergi. Pasien mengaku bahwa
keluhan ini terjadi sejak beliau bayi. Selama beberapa tahun ini pasien rutin
memeriksakannya ke dokter dan mengalami perbaikan. Kelukan akan sedikit membaik jika
pasien mengkorek telinganya dan keluhan pendengaran membaik ketika beliau memberikan
bantuan telapak tangannya untuk memfokuskan pendengaan. Semua keluhan saat ini
dirasakan agak lebih membaik dari pada keluhan sebelumnya. Pasien memiliki alergi
terhadap beberapa allergen namun tidak spesifik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Saat masih bayi pasien mengeluhkan telinga kirinya mengeluarkan cairan jernih
sampai kuning kental. Seiring berjalannya waktu keluhan semakin bertambah. Dirasakan
telinga kiri mengeluarkan cairan kental hingga hijau terutama saat bersin, nyeri dan terasa
panas. Selain itu pasien mengalami kesulitan mendengar, sering pusing, dan susah menjaga
keseimbangan. Keluhan tersebut hilang timbul dari pasien masih kecil hingga sampai dewasa
seperti sekarang terutama dirasakan ketika pasien kelelahan dan mengalami stress. Pasien
diduga pernah mempunyai riwayat telinga sering kemasukan air pada waktu bayi sehingga
menyebabkan gangguan telinga tanpa adanya penanganan lebih lanjut. Pasien tidak pernah
dirawat dirumah sakit serta tidak pernah menjalani operasi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama atau meninggal karena
keluhan yang sama disangkal oleh pasien.
5. Riwayat Personal Sosial

1
Pasien saat ini tinggal dengan istri dan anaknya. Lingkungan rumah pasien waktu
kecil hingga dewasa cukup ramah. Pasien mengalami penanganan terlambat saat bayi karena
kurangnya pemahaman orangtua untuk memeriksakan pasien saat awal mula mengalami
gangguan telinga Sewaku kecil pasien sering menjadi bahan olokan teman-teman akibat
gangguan pendengaran telinganya. Pasien memiliki banyak aktivitas baik pekerjaan ataupun
di rumah yang membuat pasien merasa mudah lelah.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : cukup
2. Kesadaran : compos mentis
3. GCS : E4M6V5 = 15
4. Vital Sign : TD:dbn, N :dbn, R: dbn, S : dbn
5. Status THT
Telinga Dextra Sinistra
Tragus Nyeri tekan (-), edema Nyeri tekan (-), edema
(-) (-)
Aurikula Normotia, hematoma (- Normotia, hematoma (-
), nyeri tarik aurikula (-) ), nyeri tarik aurikula (-)
Liang Telinga Lapang, serumen (+), Lapang, serumen (+),
hiperemis (-), edema (-), hiperemis (-), edema (-),
otorhea (-) otorhea (-)
Membran Timpani Intak : retraksi (-), Peforasi subtotal
bulging (-), edema (-),
cone of light (+)

Hidung Dextra Sinistra


Bentuk Simetris Simetris
Mukosa Hiperemi (-) Hiperemi (-)
Cavum Nasi Sempit, terdapat masa Sempit, terdapat masa
Konka Inferior eutrofi Hipertrofi
Polip - -

1
Dischare - -
Septum Nasi Ditengah, tidak ada deviasi, perdarahan (-)

Tenggorokan Dextra Sinistra


Tonsil T1 T1
DPP Hiperemi (-)
Uvula Ditengah, hiperemi (-), edema (-), bentuk normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak di lakukan
E. DIAGNOSA KERJA
Otitis Media Supuratif Kronis
F. PENATALAKSANAAN PASIEN
Ciprofloxacin 500 mg (dosis 2x1)
Metilprednisolon tab 4 mg (dosis 2x1)
Tebokan sp (dosis 2x1)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

A. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
atau yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret)
dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
serous, mukous, atau purulen.1,2,3
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang
tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi
kurang), dan higiene yang buruk.5
B. ANATOMI

1
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran
dan keseimbanga). Indera pendengaran berperan penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara
tergantung pada kemampuan mendengar. Bagian bagian telinga terdiri dari:7
1. Auris Externa / Telinga luar (PINNA)

1
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan
dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang
telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus
melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan
jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara
dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius
eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan
meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut.
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai
kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas
tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana
timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang
mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga
mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya
mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. Bagian-bagian telinga
luar, yaitu:
a. Daun telinga (Auricula) mengandung cartilago elastic
1) Concha Auricula
Cymba Conchae
Cavum Conchae
2) Lobulus Aurikula (lembek, tidak mengandung cartilago, mengandung jaringan ikat
fibrosa dan lemak)
3) Helix, bagian pangkal dibatasi oleh crus helicis, sedangkan crus helicis menjadi
pembatas antara cymba conchae dan cavum conchae
4) Anti helix, mengandung fossa triangularis/tulang rawan dengan bagian pangkal
dibatasi oleh crura anti helix. Helix dan anti helix dibatasi oleh scapha
5) Tragus
b. Liang telinga luar (Meatus acusticus externus) = MAE
1) Meatus acusticus cartilageus
Berambut

1
Mengandung glandula sebasea dan seruminosa yang mengeluarkan secret seperti
lilin
Posisi 1/3 lateral
2) Meatus acusticus asseus terdapat di Posisi 2/3 medial
2. Auris medial / Telinga tengah

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral
dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana
timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga,
Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli
(tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan
dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu
hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang
memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela
oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.
Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga
tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

1
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.
Bagian-bagian dari telinga tengah terdiri dari :
a. Cavitas tympatica
b. Membrana tympatica
c. Ossicula auditoria tulang telinga
1) Maleus : Terdapat Tuba auditorius
2) Incus : Eustachius berhubungan
3) Stapes : Dengan nasopharinx dan membuka pada saat menelan
d. Tuba Auditoria / Tuba Auditorius / Tuba Eustachius
Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membran timpani dan
kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta penunjangnya,
tuba eustachius dan sistem sel-sel udara mastoid. Bagian ini dipisahkan dari dunia luar oleh
suatu membran timpani dengan diameter kurang lebih setengah inci.6
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti sel epitel saluran napas. Pars tensa mempunyai satu
lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai
umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah bawah yaitu pukul 7
untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Membran timpani
dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan
garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-
belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran
timpani. Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar

1
kedalam yaitu, maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus,
dan inkus melakat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba
eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan
telinga tengah.5

Arteri yang menyuplai membran timpani terutama berasal dari cabang aurikuler a.
maksilaris interna yang bercabang-cabang dibawah lapisan kulit dan dari cabang stilomastoid
a. aurilularis posterior dan cabang timpanik a. maksilaris yang mendarahi bagian mukosa.
Vena yang letaknya superficial bermuara ke v. jugularis eksterna sedangkan vena yang lebih
dalam sebagian bermuara ke sinus transversus, ke vena-vena duramater dan ke pleksus di
tuba eustachius, a. timpani anterior yang merupakan cabang a. maksilaris dan mendarahi
bagian anterior kavum timpani termasuk mukosa membran timpani, a. aurikularis profunda
cabang dari a. maksilaris interna menembus tulang rawan atau tulang dinding liang telinga
untuk mendarahi kutikular permukaan luar membran timpani.
Perdarahan kavum timpani berasal dari cabang a. karotis eksterna. Arteri timpani
anterior cabang dari a. maksilaris yang mendarahi bagian anterior kavum timpani. Arteri
timpani posterior merupakan cabang a. stilomastoid mendarahi bagian posterior kavum
timpani. Arteri timpani inferior cabang asendens a. karotis eksterna mendarahi bagian
inferior kavum timpani. Arteri petrosus superior superasialis dan a. timpani superior cabang
dari a. meningea media mendarahi bagian superior kavum timpani. Arteri karotis timpani

1
cabang a. karotis interna. Aliran vena jalan seiringan dengan arterinya untuk bermuara ke
sinus petrosus superior dan pleksus pterigodeus.
Persarafan sensoris baggian luar membran timpani, merupakan terusan dari persarafan
sensoris kulit liang telinga. N. aurikulotemporalis mengurus bagian posterior dan inferior
membran timpani, sedangkan bagian anterior dan superior diurus oleh cabang aurikuler n.
vagus (a. arnold), persarafan sensoris permukaan dalam membran timpani (mukosa) diurus
oleh n. jacobson yaitu cabang timpani n. glosofaringeus.
Saraf sensoris kavum timpani terutama oleh pleksus timpani cabang dari n.
glosofaringeus. Persarafan simpatis berasal dari pleksus saraf simpatis karotis interna,
persarafan simpatis terutama berfungsi pada vaskularisasi dan mempunyai efek
vasokontriksi.
Muskulus stapedius dipersarafi oleh n. fasialis, akan berkontraksi bila ada suara keras.
Muskulus tensor timpani dipersarafi N. VII, bila kontraksi akan menarik maleus ke medial
sehingga membran timpani lebih tegang.
3. Auris Interna / Telinga dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII
(nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint.
Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu

1
sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir
reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ
Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa
terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas
utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin
membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang
sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga
dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan
dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin
membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular
nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-
sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak
oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),
yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis
semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang
bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis
(nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut dan asupan
darah ke batang otak. Bagian-bagian dari telinga dalam terdiri atas :
a. Labirinthus osseus / Tulang labirin
1) Cochlea
Berisi duktus cochlear. Yang teridiri dari :
a) Skala vestibule\
b) Skala medial
c) Skala tympani
Skala vestibule dan media dipisahkan oleh membrane vestibularis. Skala media dan
tympani dipisahkan oleh membrane basilaris, dibagian permukaan terdapat organ corti (sel
rambut).

1
2) Canalis semicircularis yaitu berisi ductus semicircularis dengan berujung pada
ampula
3) Vestibula merupakan organ keseimbangan tubuh. Terdiri atas :
a) Sacculus
b) Utriculus
b. Labirynthus membranaceus / Labirin membranosa
Terdiri dari :
1) Labirynthus vestibularis
2) Labirynthus cochlearis
Mengandung :
1) Cairan
a) Perilimfe (kaya ion Natrium)
b) Endolimfe (kaya ion Kalium)
2) Sel rambut
3) Masa gelatinosa (mempengaruhi terhadap kecepatan impuls saraf)
Terdapat beberapa system yang berkaitan dengan system pendengaran antara lain:
a. Musculus / Otot
1) Otot ekstrinsik
Musculus Auricularis Anterior
Musculus Auricularis posterior
Musculus Auricularis Superior
2) Otot intrinsic
Musculus elicis mayor
Musculus helicis minor
Musculus tragicus
Musculus anti tragicus
Musculus obliqus auricularis
Musculus tranversus auricularis
Musculus auricularis / auriculare
b. Vaskuler / Pembuluh darah
1) Rami Auriculares arteri temporal Superficiale

1
2) Rami Auriculares arteri auriculars posterior
c. Os Temporal
1) Pars Squamosa
Terdapat tonjolan kea rah depan ( Processus zygomaticus Ossis Tempolaris
Bagian caudal ( Tuberculum articulare)
Lekukan di caudal ( Fossa mandibularis)
2) Pars Tympatica
3) Pars Styloidea (tonjolan memanjang )
4) Pars mastoidea (bagian caudal dari Os temporal)
5) Tonjolan kearah caudal ( Processus Mastoideus)
6) Pars Petrosa ( berbentuk pyramid besisi 3 dengan puncak petromedial)
d. Persarafan
1) Nervus Vagus R Auricularis : sebelah luar, peremukaan luar membran timpani
2) Nervus Auricularis magnus R posterior : di belakang daun telinga
3) Nervus auricularis magnum R anterior : di permukaan depan daun telinga
4) Nervus Mandibularis
5) Nervus auriculo temporalis
e. Nervus meatus acustici eksterni 3-5 berada di akar depan daun telinga, dasar, dinding
depan dan atap saluran pendengaran luar, lapisan luar membran tympani, dan membrane
tympatic
1) Nervus facialis
2) Nervus auricularis posterior R auricularis berada di semua otot daun telinga

C. FISIOLOGI
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke
tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes
menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga menggerakkan perilimfe dalam
skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrane Reissener yang mendorong endolimfe
dan membran basal kearah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga
tingkap (foramen rotundum) terdorong ke arah luar.4

1
Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membran
basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimfe pada skala timpani.
Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran
basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan
ion Kalium dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII,
yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak (area 39-
40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.4

Gambar 7. Transmisi Suara5

D. EPIDEMIOLOGI
Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa
penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara diantara anak-anak
Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut
(OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak mengalami episode ini dalam umur
12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari umur 12
bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan OMA rekuren.3

1
Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anak-anak
Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti Amerika
Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1%.3
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK
merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan laki-laki
dan perempuan hampir sama.3
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi oleh kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Prevalensi OMSK
setiap negara dikategorikan oleh WHO regional classification.1
Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi OMSK tertinggi terjadi di negara-negara
seperti India, Solomon Islands, Australia, Tanzania, Guam, dan Greenlands. Sementara
negara Nigria, Angola, Mozambique, Korea, Thailand, Filipina, Malaysia, Vietnam dan Cina
menduduki posisi kedua tertinggi. Negara dengan prevalensi kategori rendah adalah Brazil
dan Kenya. Selanjutnya kategori kejadian OMSK paling rendah di antaranya Gambia, Arab
Saudi, Israel, Inggris, Denmark, Finlandia danAmerika.1
Tahun 1996, dari survei pada 7 provinsi di Indonesia ditemukan insiden otitis media
supuratif kronik sebesar 3% dari penduduk Indonesia.yang dengan kata laindari 220 juta
penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Kondisi ekonomi yang
masih buruk, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah dan sering tidak
tuntasnya pengobatan yang dilakukanmenyebabkan jumlah penderita ini kecil kemungkinan
untuk berkurang mengingat kondisi.2
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan
faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang eskimo, anak anak
suku aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih
dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah
pasifik barat, afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi
yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor
yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.3

1
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39-200) juta
menderita kurangnya pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi
insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka kesakitan THT di
Indonesia sekitar 38,6% dan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan
pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara2,1-5,2
%.2,3

E. ETIOLOGI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba eustakhius. Fungsi tuba
eustakhius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring
yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang
berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul
sebagai infeksi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain :
1. Lingkungan1,3
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana kelompok
sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
2. Genetik1,3

1
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya1,3
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.
4. Infeksi1,3
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat
ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa
sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan
infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal
dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas1,3
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun1,3
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi1,3
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustakhius1,3

1
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakhius sering tersumbat oleh
edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK :1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustakhius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi
epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat di
atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan dari
perforasi.

F. PATOFISIOLOGI
OMSK dimulai oleh sebuah episode dari infeksi akut. Patofisiologi OMSK dimulai
dengan iritasi dan peradangan di mukosa telinga tengah. Telinga tengah biasanya dalam
keadaan steril meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat
mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba
Eustachius, enzim, dan antibodi. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini
terganggu. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama otiits media.
Akibatnya, fungsi tuba Eustachius terganggu dan pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga terganggu sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan menyebabkan
peradangan. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media
supuratif kronik apabila prosesnya lebih dari 2 bulan.7
Respon peradangan yang muncul adalah edema mukosa. Jika proses ini tetap
berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulserasi mukosa dan apabila terbentuk
pus dapat terperangkap di dalam kantong mukosa telinga tengah. Mekanisme pertahanan
tubuh dalam menghentikan infeksi dapat menyebabkan terbentuknya jaringan granulasi yang
pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Proses inflamasi,
ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi yang terus berlanjut dapat merusak
jaringan di sekitarnya hingga terbentuknya saluran dari telinga tengah ke selulae mastoid.2

1
G. KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Tipe tubotimpani (tipe jinak/ tipe aman/ tipe rinogen)
Pada OMSK tipe tubotimpani, proses peradangan hanya terbatas pada mukosa saja
dan biasanya tidak mengenai tulang serta tidak terdapat kolesteatoma. Tipe ini juga ditandai
oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa sehingga di seluruh tepi perforasi masih terdapat
membran timpani dan jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Faktor lain yang
mempengaruhi keadaan pada tipe ini terutama patensi tuba eustakhius, infeksi saluran nafas
atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe
ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa
telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.2,10
2. Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi
tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe bahaya
letaknya marginal atau di atik. Pada perforasi letak atik terjadi pada pars flaksida membran
timpani. Pada perforasi membran timpani letak marginal sebagian tepi perforasi langsung
berhubungan dengan annulus atau sulkus timpanikum. Tipe ini disebut juga penyakit
atikoantral karena dinding tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid
dapat terlibat dalam proses inflamasi.2,10
Kolesteatom merupakan suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus
dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan
pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik
kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumornecrosis factor-, dan transforming
growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang
bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang.

1
Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan
bakteri.7
Berdasarkan aktivitas secret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK
tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif, sedangkan OMSK tenang adalah keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
H. MANIFESTASI KLINIS
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret
dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah
mandi atau berenang. 1
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang
sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK
tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang
mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan
tuberkulosis.1
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai
tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli
konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db.1

1
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe
maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,
tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea
biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kohlea. 1
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda
yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.1
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin
oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang
mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang
oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan
vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis.
Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan
pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat
diteruskan melalui rongga telinga tengah.1

1
I. DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis OMSK dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:5
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal
sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten,
sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah.
Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. Berikut merupakan tabel perbedaan yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan otoskopi pada OMSK tipe aman dan tipe bahaya:
Tabel 1. Perbedaan OMSK Tipe Aman dan Tipe Bahaya
OMSK Tipe Aman OMSK Tipe Bahaya
Pemeriksaan otoskopi - Terdapat kolesteatoma
didapatkan: - Perforasi membran timpani atik,
- Perforasi membran timpani marginal atau total
berupa perforasi sentral, atau - Liang telinga bisa lapang atau
subtotal tanpa adanya sempit
kolesteatoma. - Terjadi shagging akibat
- Dapat disertai atau tanpa destruksi liang telinga posterior
sekret - Sekret mukopurulent/purulrnt
- Bila terdapat sekret dapat yang berba
berupa: - Dapat disertai jaringan
Warna: jernih, mukopurulen granulasi di telinga tengah
atau bercampur darah - Bila terdapat komplikasi dapat
Jumlah: sedikit (tidak ditemukan abses
mengalir keluar liang telinga) retroaurikular,fistel
atau banyak (mengalir atau retroaurikular, paresis fasisalis

1
menempel pada bantal saat perifer, atau ditemukan tanda
tidur) tanda peningkatan tekanan
Bau: tidak berbau atau berbau intrakranial
(karna adanya kuman
anaerob)

3. Pemeriksaan Audiologi
Evaluasi audiometri merupakan pembuatan audiogram nada murni yang berguna
untuk menilai hantaran tulang dan udara. Hal ini penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri berfungsi
untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki
pendengaran.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang sehat atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik
memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan
adalah proyeksi schuller dimana proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pnematisasi
mastoid dari arah lateral dan atas.Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh
kolesteatom, ada atau tidaknya tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula
pada kanalis semisirkularis horizontal.
5. Pemeriksaan Bakteriologi
Walaupun perkembangan OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya infeksi akut,
bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan bakteeri yang ditemukan
pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah
Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada
otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal,
adenoid, atau faring. Penyebab yang paling sering adalah pneumokokus, streptokokus atau H.
influenza. Akan tetapi, OMSK dalam keadaan ini sedikit berbeda karena adanya perforasi

1
membran timpani yang mengakibatkan infeksi yang terjadi lebih sering berasal dari luar yang
masuk melalui perforasi tersebut.
J. PENATALAKSANAAN
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit
menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom,
maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol
infeksi sebelum operasi.1,3,5,6
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi
atas: konservatif dan operasi
1. Otitis media supuratif kronik benigna
a. Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat
bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.
b. Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan
setiap hari sampai telinga kering.
b) Toilet telinga secara basah (syringing).

1
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara
ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik
dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal
ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.
c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan
mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat
dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada
orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-
anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan displacement methode seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2) Pemberian antibiotika :1,3
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai
telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang
paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
Neomisin

1
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin
dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin,
dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan
secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
2. Otitis media supuratif kronik maligna.1,3,5
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau
teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe
benigna atau maligna, antara lain :5

1
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patolgik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan
operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien
tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus kontrol teratur ke dokter.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat
cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik
dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan
timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran timpani. Tujuan operasi ialah
untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi
yang menetap. Operasi ini dilakukan pada AMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan
operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.

1
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum
rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini harus
dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.
f. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini ialah untuk
menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik
mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan
kolesteatom dan jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combine
approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timppanotomi
posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh
karena sering kambuhnya kolesteatom kembali.

1
1
Gambar 8. Pedoman tatalaksana OMSK8
K. KOMPLIKASI
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam
lintasan :1,3
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang
yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan meningitis. Dura sangat
resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang.
Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan
korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat
terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang
berakhir di daerah vaskular subkortek.
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan prasyarat untuk mengetahui timbulnya
komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik
dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan
berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan
adanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda-
tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk, somnolen atau gelisah yang menetap
dapat merupakan tanda bahaya.Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan
adanya keluhan mual, muntah proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama
terapi diberikan merupakan tanda kenaikan tekanan intrakranial. Komplikasi OMSK antara
lain :5
1. Komplikasi di telinga tengah

1
Akibat infeksi telingan tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membran
timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan menyebabkan
tuli konduktif yang berat.
a. Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis
pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh
kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis
tersebut.
Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa
harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik. Derajat kelumpuhan nervus fasialis
ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung dalam persen (%) :
Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik :
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimik
dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh otot-otot tersebut secara berurutan
dari sisi superior adalah sebagai berikut :
1) M. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
2) M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis.
3) M. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke atas.
4) M. orbicularis oculi : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuat.
5) M. zigomatikus : diperiksa dengana cara tertawa lebar sampai memperlihatkan gigi.
6) M. relever komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut ke depan sambil
memperlihatkan gigi.
7) M. businator : diperiksa dengan cara mengembungkan kedua pipi.
8) M. orbicularis oris : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul.
9) M. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawah.
10) M. mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke
depan.
Pada tiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :
1) Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka 3
2) Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
3) Diantaranya dinilai dengan angka 2

1
4) Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0
Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai 30.
Skala House-Brackman dalam menentukan kelumpuhan nervus fasialis :
Grade Karakteristik
I. Normal Fungsi fasial normal pada semua area
II. Disfungsi ringan Gross :
- Kelemahan ringan yang hanya tampak dengan inspeksi
yang teliti
- Mungkin disertai sinkinesis ringan
- Saat istirahat, normal simetris
Motion :
- Dahi : fungsi sedang-baik
- Mata : dapat menutup sempurna dengan usaha minimal
- Mulut : asimetris ringan
III. Disfungsi Sedang Gross:
- Terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sisi tapi
belum menyebabkan perubahan bentuk wajah.
- Terdapat sinkinesis,kontraktur, dan spasme hemifasia
yang terlihat tapi tidak parah.
- Saat istirahat, simtetris normal.
Motion :
- Dahi : gerakan ringan-sedang
- Mata : dapat menutup sempurna dengan usaha
- Mulut : tampak agak lemah dengahn usaha maksimum

IV. Disfungsi Ringan-Berat Gross :


- Terdapat asimetris yang merubah bentuk wajah atau
kelemahan yang jelas.
- Saat istirahat, normal simetris
Motion :
- Dahi : tidak ada gerakan

1
- Mata : menutup tidak sempurana
- Mulut ; asimetris walau dengan usaha maksimal

V. Disfungsi Berat Gross :


- Hanya terdapat sedikit gerakan
- Saat istirahat asimetris
Motion :
- Dahi : tidak ada gerakan
- Mata : menutup tidak sempurna
- Mulut : sedikit pergerakan
VI. Paralisis Total Tidak ada pergerakan sama sekali
Sumber : House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol. Head
Neck Surg 1985; 93: 146147.
2. Komplikasi di telinga dalam
Apabila peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada kemungkinan
produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat (fenestra
rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak
menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke koklea
akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan miringotomi
segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam 48 jam dengan pengobatan
medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatom atau infeksi langsung ke
labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran, misalnya vertigo,
mual, muntah serta tuli saraf. Komplikasi telinga dalam antara lain :
a. Fistula labirin
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan
ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli
total atau meningitis.
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula yaitu dengan memberikan tekanan
udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui otoskop siegel atau corong telinga yang

1
kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang dimasukkan ke dalam liang
telinga. Balon karet dipencet dan udara di dalamnya menyebabkan perubahan tekanan udara
di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten akan terjadi kompresi dan ekspansi
labirin membran. Tes fistula positif akan terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa
negatif, bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granilasi atau bila labirin sudah mati/
paresis kanal.
Pemeriksaan radiologik CT scan yang baik kadang-kadang dapat memperlihatkan
fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis semisirkularis horizontal. Pada fistula
labirin, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan menutup fistula
sehingga fungsi telinga dalam dapat dipulihkan kembali. Tindakan bedah harus adekuat
untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus
diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan
ikat atau sekeping tulang/ tulang rawan.
b. Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum (general),
dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis terbatas (labirinitis
sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentu
labirinitis serosa difus dan sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi atas labirinitis supuratif
akut difus dan kronik difus.
Pada kedua bentuk labirinitis ini operasi harus segera dilakukanuntuk menghilangkan
infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan drainase nanah dari labirin untuk
mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotik yang adekuat terutama ditujukan
kepada pengobatan otitis media kronik dengan / tanpa kolesteatom.
3. Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang langsung ke sel-sel
udara. Keluhannya antara lain diplopia (n.VI), nyeri daerah parietal, temporal, dan oksipital
(n.V), otore persisten. Dikenal dengan sindrom Gradenigo. Keluhan lain keluarnya nanah

1
yang terus menerus dan nyeri yang menetap paska mastoidektomi. Pengobatannya operasi
(ekspolorasi sel-sel udara os petrosum dan jaringan pathogen) serta antibiotika.
b. Tromboflebitis Sinus Lateralis
Akibat infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati os mastoid. Hal ini jarang terjadi.
Gejalanya berupa demam yang awalnya naik turun lalu menjadi berat yang disertai
menggigil (sepsis). Nyerinya tidak jelas kecuali terjadi abses perisinus. Kultur darah positif
terutama saat demam.
Pengobatan dengan bedah, buang sumber infeksi os mastoid, buang tulang/dinding
sinus yang nekrotik. Jika terbentuk thrombus lakukan drainase sinus dan dikeluarkan.
Sebelumnya diligasi vena jugularis interna untuk cegah thrombus ke paru dan tempat lain.
c. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan dengan
jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid.
Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid posisi Schuller, tampak
kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat waktu operasi mastoidektomi.
d. Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan tanda kernig
positif.
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses subdural
kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses ekstradural nanah keluar
waktu mastoidektomi, sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah syaraf sebelum
mastoidektomi.
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri kepala hebat.
Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula menurun dan protein
meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian dilakukan mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa kranial
media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau meningitis.

1
Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis.
Umumnya didahului abses ekstradural.
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia, gejala toksisitas (nyeri kepala,
demam, muntah, letargik). Tanda abses otak nadi lambat, kejang. Pada LCS protein
meninggi dan kenaikan tekanan liquor. Terdapat edema papil. Lokasi abses ditentukan
dengan angiografi, ventrikulografi atau tomografi komputer. Pengobatan antibiotika
parenteral dosis tinggi dan drainase lesi. Setelah keadaan umum baik, dilakukan
mastoidektomi.
c. Hidrosefalus Otitis
Hal ini disebabkan tertekannya sinus lateralis sehingga lapisan arakhnoid gagal
mengabsorbsi LCS. Ditandai dengan peninggian tekanan LCS yang hebat tanpa kelainan
kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa nyeri kepala menetap,
diplopia, pandangan kabur, mual dan muntah.
Penatalaksanaan
Pengobatan mencakup 2 hal yaitu penyembuhan infeksi primer dan komplikasinya.
Seringkali beratnya komplikasi mengharuskan kita menunda mastoidektomi dan untuk
mencegah komplikasi, pemberian antibiotika dimulai sejak dini. Dibutuhkan kerjasama
dengan bedah syaraf untuk mendapatkan hasil yang maksimum.
Pada komplikasi intrakranial pengobatan antibiotika sulit karena dihalangi sawar
darah otak. Untuk mempertinggi konsentrasi antibiotika, dulu diberikan penisilin intratekal,
tetapi ternyata terlalu mengiritasi. Sekarang diberikan derivate penisilin dosis tinggi secara
intravena, dimulai dengan ampisilin 4 200-400 mg/kg/hari, kloramfenikol 4 500-1000
mg/hari untuk dewasa atau 60-100 mg/kg/hari untuk anak. Pemberian metronidazol 3 400-
600 mg/hari dapat dipertimbangkan. Antibiotika disesuaikan dengan kemajuan klinis dan
biakan sekret telinga atau LCS.
Pemeriksaan laboratorium, foto mastoid, tomografi computer kepala untuk melihat
adanya abses otak serta konsultasi bedah syaraf atau syaraf anak. Bila terdapat tanda
ensefalitis atau abses intrakranial maka akan dilakukan bedah otak untuk drainase segera.
Mastoidektomi dapat dilakukan bersama atau kemudian. Mastoidektomi dilakukan sebelum
atau sesudah operasi otak. Bila keadaan umum pasien buruk atau suhu tinggi, mastoidektomi

1
dilakukan dengan anestesi local. Jika tindakan bedah tidak segera dilakukan pengobatan
dilanjutkan sampai 2 minggu, kemudian konsul lagi ke bedah syaraf.
Idealnya terapi bedah pada stadium dini komplikasi, tapi prakteknya sulit. Hal yang
menentukan adalah diagnosis, kondisi pasien, dan respon pasien terhadap antibiotika.
Seringkali drainase empiema subdural atau abses otak mendahului mastoidektomi.
Rangsangan kontinyu kolesteatom di mastoid dapat menyebabkan meningitis berulang atau
progresivitas abses otak.
Tujuan operasi ialah mengeradikasi seluruh jaringan patologik di mastoid. Untuk itu
diperlukan mastoidektomi modifikasi radikal. Tulang yang melapisi sinus sigmoid harus
ditipiskan dan dibuang. Lempeng dura posterior pada segitiga Trautman harus ditipiskan dan
tegmen mastoid harus dikupas
L. PROGNOSIS
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang
baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat
dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.11
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami
komplikasi intrakranial yaitu meningitis.3,11
Tympanoplasty memberikan kesembuhan pada sebagian besar pasien OMSK, telinga
kering. Pada pasien dengan kolesteatoma, prosedur yang bertahap mungkin bermanfaat untuk
memastikan pemberantasankolesteatoma secara lengkap.Rantai tulang pendengaran dapat
direkonstruksi dengan jaringan autologus (tulang rawan, tulang) atau dengan implan prostetik
pada operasi kedua. Pasien-pasien ini memerlukan pengawasan rutinkarenakekambuhan dari
proses penyakit asli adalah tidak jarang.11
Hasil umum dan yang paling diinginkan untuk pasien yang telah menjalani
timpanomastoidektomi adalah telinga yang sehat, kering dan tanpa discharge. Perawatan
lanjutan jangka panjang dari pasien ini sangat penting untuk mendeteksi kekambuhan
kolesteatoma pada onset awal. Dalam kasus tersebut, prosedur lain mungkin diperlukan.

1
Kemungkinan terjaganya pendengaran tergantung pada sejauh mana penyakit dan
keterlibatan ossicles, yang bervariasi secara luas.9

1
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang bapak usia 45 tahun datang dengan keluhan telinga terasa penuh seperti
kemasukan air terutama pada telinga kiri dan berdengung. Pasien juga mengeluhkan kesulitan
untuk memfokuskan pendengaran. Beberapa keluhan telinga ini dirasakan pada kedua telinga
sejak beberapa minggu yang lalu. Pasien rutin mengontrolkan dirinya ke poli THT sehingga
kondisinya mengalami perbaikan. Padahal sebelumnya pasien mengeluhkan kesulitan
mendengar, sering pusing, dan susah menjaga keseimbangan, keluar cairan kental berwarna
kuning hingga hijau dari telinga kiri, kadang-kadang disertai demam, nyeri, panas, dan
berdengung pada telinga. Pasien mengaku bahwa keluhan ini terjadi sejak beliau bayi. Keluhan
tersebut hilang timbul terutama dirasakan ketika pasien kelelahan dan mengalami stress. Semua
keluhan akan dirasakan sedikit membaik saat pasien mengkorek telinganya. Pada pemeriksaan
fisik, didapatkan membrane timpani kiri pasien mengalami perforasi subtotal. Pasien memiliki
alergi terhadap beberapa allergen namun tidak spesifik. Pasien diduga pernah mempunyai
riwayat telinga sering kemasukan air pada waktu bayi sehingga menyebabkan gangguan telinga
tanpa adanya penanganan lebih lanjut dalam waktu lama.

Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa
penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki. Insidens tertinggi OMSK pada
kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak mengalami episode ini dalam umur 12 bulan.

Otitis media merupakan peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Otitis media
supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul selama lebih
dari dua bulan. Sekret dapat encer, kental, bening, atau berupa nanah.7

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe
jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya
hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK

1
tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan
mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.2,10

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif
berat.2,10

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau
dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.2,10

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara
yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.2,10

Pasien berobat teratur ke RSUD Salatiga dan didapatkan terdapat lubang pada gendang
telinga kiri pasien, dokter telah memberikan obat antibiotik ciprofloxacin 500 mg (dosis 2x1),
anti radang dan anti nyeri Metilprednisolon tab 4 mg (dosis 2x1), serta Tebokan sp (dosis 2x1)
sebagai obat untuk mengurangi telinga berdenging. Saat ini pasien sulit mendengar terutama
pada telinga kiri. Tidak ada keluhan batuk dan pilek.
Perjalanan penyakit pasien ini bermula dari otitis media akut yang disebabkan oleh
seringnya telinga kemasukan air pada waktu bayi/ kecil tanpa penanganan lebih lanjut dalam
jangka waktu lama. Serta ditandai dengan keluarnya sekret dan adanya perforasi pada membran
timpani, perkembangan OMA menjadi OMSK disebabkan oleh faktor rinogen (rinitis,sinusitis),
eksogen (kebersihan yang buruk) dan endogen (malnutrisi, alergi, DM, kelelahan/stress) dan
salah satu faktor pada pasien ini adalah allergi dan kelelahan/stress.

1
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK dimana kelompok sosioekonomi
rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan secara
umum termasuk status imunisasi, diet dan tempat tinggal yang padat juga memengaruhi kejadian
OMSK.7

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga
dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis. Pada suatu penelitian didapatkan
35% anak-anak dengan OMSK didahului dengan otitis media akut yang berulang sedangkan
pada penelitian lain didapatkan 70% OMSK dengan onset otitis media sebelumnya pada usia
yang lebih dini.2

Banyak penderita mengeluh telinga yang kemasukan air mengakibatkan keadaan telinga
menjadi lembab sehingga keadaan tersebut memudahkan memudahkan pertumbuhan bakteri.
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah baik aerob ataupun anaerob
menunjukkan organisme yang multipel. Organisme yang terutama dijumpai adalah gram negatif,
bowel-type flora dan beberapa organisme lainnya. Penelitian di Medan didapatkan jenis kuman
aerob terbanyak adalah S. aureus(36,1%), diikuti E. coli (27,7%), Proteus sp (19,4%), S. albus
(5,6%), S. viridan (5,6%), Klebsiella sp (2,8%) dan P. aeroginosa (2,8%).3

Dari1.360 pasien OMSK dan didapatkan 54% merupakan kuman staphylococcus. Sebuah
studi retrospektif pada 1102 pasien dengan OMSK dari 6 RS di Korea sejak Januari 2001 hingga
Desember 2005, hasilnya bakteri pathogen yang paling banyak adalah pseudomonas.3

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang
bukan alergi. Pada suatu penelitian di Medan diperiksa 54 objek dan didapatkan reaksi alergi
pada penderita OMSK tubotimpanal lebih besar dibandingkan dengan reaksi alergi pada
penderita non OMSK yaitu sebesar 741% pada kelompok penderita OMSK tipe tubotimpanal
dan 407% pada kelompok non OMSK.2

Didapatkan dari 189 anak dengan OMSK sebanyak 28% menderita alergi. Kemudian
dilakukan tes kulit kepada 20 pasien dengan OMSK, sebanyak 80% tes kulit positif terhadap satu
atau lebih jenis alergen.2

1
Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan otoskopi tidak didapatkan adanya nyeri tarik
pada daun telinga kiri dan nyeri tekan tragus. Pada liang telinga tidak didapatkan sekret keluar
dari kedua telinga. Pada membran timpani kiri tidak didapatkan reflek cahaya, bulging, retraksi
maupun atrofi. Tetapi pada telinga kiri didapatkan membran timpani mengalami perforasi
subtotal pada semua kuadran dengan tepi ireguler. Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan
adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. Berikut
merupakan tabel perbedaan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan otoskopi pada OMSK tipe
aman dan tipe bahaya:7
Tabel3. Perbedaan OMSK Tipe Aman dan Tipe Bahaya7
OMSK Tipe Aman/Benigna OMSK Tipe Bahaya/Maligna

Pemeriksaan otoskopi didapatkan: - Terdapat kolesteatoma

- Perforasi membran timpani - Perforasi membran timpani atik,


berupa perforasi sentral, atau marginal atau total
subtotal tanpa adanya
- Liang telinga bisa lapang atau
kolesteatoma.
sempit
- Dapat disertai atau tanpa sekret
- Terjadi shagging akibat destruksi
- Bila terdapat sekret dapat liang telinga posterior
berupa:
- Sekret mukopurulent/purulrnt yang
Warna: jernih, mukopurulen berba
atau bercampur darah
- Dapat disertai jaringan granulasi
Jumlah: sedikit (tidak
di telinga tengah
mengalir keluar liang
- Bila terdapat komplikasi dapat
telinga) atau banyak
ditemukan abses retroaurikular,fistel
(mengalir atau menempel
retroaurikular, paresis fasisalis
pada bantal saat tidur)
perifer, atau ditemukan tanda tanda
Bau: tidak berbau atau
peningkatan tekanan intrakranial
berbau (karna adanya
kuman anaerob)

1
OMSK dimulai oleh sebuah episode dari infeksi akut. Patofisiologi OMSK dimulai
dengan iritasi dan peradangan di mukosa telinga tengah. Telinga tengah biasanya dalam keadaan
steril meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme
pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius,
enzim, dan antibodi. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama otits media. Akibatnya,
fungsi tuba Eustachius terganggu dan pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga
terganggu sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan menyebabkan peradangan. Otitis
media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronik apabila
prosesnya lebih dari 2 bulan.7
Pemeriksaan otoskopi pada telinga kiri tidak ditemukan adanya sekret tetapi secret bisa
timbul kembali ketika pasien kelalahan dan stress serta ditemukan perforasi subtotal pada
membran timpani. Berdasarkan pemeriksaan fisik diagnostik, penyakit pasien mengarah pada
OMSK tipe aman/benigna aktif, OMSK tipe aman/benigna aktif ditandai dengan ada atau
tidaknya secret mukoid dan tidak berbau desertai perforasi subtotal.
Tatalaksana pada pasien ini berdasarkan diagnostik yaitu OMSK tipe aman/benigna aktif
adalah pembersihan kavum timpani dan antibiotik oral/topikal. Sehingga pada tatalaksana dokter
meresepkan antibiotik ciprofloxacin 500 mg (dosis 2x1), anti radang dan anti nyeri
metilprednisolon tab 4 mg (dosis 2x1), serta tebokan sp (dosis 2x1) sebagai obat untuk
mengurangi telinga berdenging. Tetapi tidak di lakukan pembersihan kavum timpani oleh dokter
karena pada saat itu liang telinga tampak bersih, tidak di temukan sekret mukoid.

1
BAB IV
KESIMPULAN
OMSK adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul selama lebih dari dua
bulan. Sekret dapat encer, kental, bening, atau berupa nanah. Gejala gejala yang umumnya
timbul pada OMSK adalah keluarnya sekret dari telinga (otorea), nyeri telinga dan
berkuranngnya pendengaran.1

Seorang bapak usia 45 tahun datang dengan keluhan telinga terasa penuh seperti
kemasukan air terutama pada telinga kiri dan berdengung. Pasien juga mengeluhkan kesulitan
untuk memfokuskan pendengaran. Beberapa keluhan telinga ini dirasakan pada kedua telinga
sejak beberapa minggu yang lalu. Pasien mengatakan mempunyai alergi. Pasien rutin
mengontrolkan dirinya ke poli THT sehingga kondisinya mengalami perbaikan. Padahal
sebelumnya pasien mengeluhkan kesulitan mendengar, sering pusing, dan susah menjaga
keseimbangan, keluar cairan kental berwarna kuning hingga hijau dari telinga kiri, kadang-
kadang disertai demam, nyeri, panas, dan berdengung pada telinga. Pasien mengaku bahwa
keluhan ini terjadi sejak beliau bayi. Keluhan tersebut hilang timbul terutama dirasakan ketika
pasien kelelahan dan mengalami stress. Semua keluhan akan dirasakan sedikit membaik saat
pasien mengkorek telinganya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan membrane timpani kiri pasien
mengalami perforasi subtotal. Pasien memiliki alergi terhadap beberapa allergen namun tidak
spesifik. Pasien diduga pernah mempunyai riwayat telinga sering kemasukan air pada waktu bayi
sehingga menyebabkan gangguan telinga tanpa adanya penanganan lebih lanjut dalam waktu
lama.

Pada pemeriksaan tidak terdapat sekret keluar dari telinga kiri tetapi kadang bisa keluar
cairan jernih pada telinga kiri saat pasien mengalami kelelahan atau stress. Pemeriksaan otoskopi
pada telinga kiri ditemukan perforasi subtotal pada membran timpani. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di tegakkan diagnosis OMSK AS tipe aman/
benigna aktif.

Tatalaksana pada pasien ini berdasarkan diagnostik yaitu OMSK tipe aman/ benigna aktif
adalah pembersihan cavum timpani dan antibiotik oral/topikal .

1
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik
terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari
penyebab.

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Nursiah S. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK USU.

2. WHO. 2004. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management options.
Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness.
Geneva Switzerland.

3. Aboet A. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap
Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU.

4. Ganong, William. 2008. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 179 185.

5. Djaafar ZA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi
6. Jakarta : FKUI.

6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. 1997. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies, Buku
Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.

7. Scanlon V. 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 12.

8. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. 2009. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam : Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga,
hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI. h.86.

9. Roland, Peter S. et al. 2015. Chronic Suppurative Otitis Media Treatment & Management.
University of Texas Southwestern Medical Center: Texas.

1
10. Chronic Suppurative Otitis Media. 2012. BMJ Publishing Group Ltd; 507(8).

11. Lutan R, Wajdi F. 2001. Pemakaian Antibiotik Topikal pada Otitis Media Supuratif Kronik
Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai