PENDAHULUAN
Mastoiditis akut merupakan salah satu komplikasi intra temporal dari Otitis
Media yang tidak tertangani dengan baik. Mastoiditis adalah segala proses
peradangan pada sel-sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Lapisan epitel
dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel mastoid air cells yang
melekat di tulang temporal. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis.1
Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah
menderita infeksi akut pada telinga tengah. Gejala awal yang timbul adalah gejala-
gejala peradangan pada telinga tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya
sensasi pendengaran, bahkan timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat
juga pada sisi telinga yang lainnya).1,2
Pada saat belum ditemukannya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab
kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada dewasa. Jika
mastoiditis tidak diobati, infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga tengah,
termasuk diantaranya otak, yang dapat menyebabkan infeksi serius. Saat ini, terapi
antibiotik ditujukan pada pengobatan infeksi telinga tengah sebelum berkembang
menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.3
Sebuah hasil pencitraan diagnostik merupakan referensi yang paling berharga
bagi ahli bedah kepala dan leher atau otolaryngologist, yang sangat dibutuhkan
pasien. Karena banyaknya bagian pendukung dan struktur dalam dari sebuah kepala
dan leher yang pemeriksaannya bukan hanya sekedar bersifat topografi (anatomi atau
penentuan letak struktur), tetapi juga memerlukan pemeriksaan yang bersifat
fisiologi. Beberapa pasien mungkin hanya memerlukan pencitraan diagnostik
konvensional seperti foto polos, atau beberapa justru membutuhkan pencitraan
dengan teknologi tinggi untuk memperoleh hasil terbaik demi rencana terapi yang
akan diajalani nantinya.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2
Gambar 2.2. Os Temporale sisi kanan, dilihat dari lateral1
Gambar 2.3. Potongan vertikal pada sumbu longitudinal Pars petrosa os temporalis,
dilihat dari frontolateral. 1
3
Prosesus mastoideus memiliki berbagai jaringan lunak di sekitarnya, seperti
Musculus sternocleidomastoideus, merupakan otot yang langsung berinsersi ke
prosesus mastoideus. Di balik musculus tersebut terdapat N. facialis, kemudian di
anterior Prosesus mastoideus terdapat Auris externa (Gambar 2.4). Berbagai jaringan
lunak tersebut merupakan tempat penyebaran peradangan bila terdapat mastoiditis.
Cellulae mastoideae berbatasan dengan intracranial di bagian anterior melalui Basis
cranii, sehingga peradangan pada mastoid juga dapat menyebar ke meningen, selain
itu juga bisa menyebar ke sinus sigmoid. 1
4
Gambar 2.5. X-ray mastoid posisi Schuller. (A) sel-sel mastoid; (B) tulang mastoid;
(C) kanalis auditorius eksternus; (D) Fossa mandibula; (E) Condylus mandibular.3
Gambar 2.6. X-ray Basis cranii, lateral view. (A) tulang mastoid; (B) sinus
sphenoidalis; (C) Oksipital; (D) prosesus palatina maksilaris; (E) tulang
zygomatikum.3
5
Gambar 2.7. Potongan axial CT-scan Kepala. (A) sel-sel mastoid; (B) tulang
temporal; (C) kanalis auditorius eksternal.3
Gambar 2.8. Potongan sagital CT-scan Kepala. (A) Os petrosa; (B) kanalis auditorius
eksternal; (C) sel-sel mastoid; (D) Condylus mandibular; (E) tulang temporal.3
6
2.2 Matoiditis
2.2.1 Definisi
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada
telinga tengah, dan jika tidak diobati dapat menyebabkan terjadinya osteomyelitis.
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel-sel mastoid yang terletak pada
tulang temporal. Mastoiditis akut merupakan perluasan infeksi telinga tengah
kedalam pneumatic system selulae mastoid melalui antrum mastoid.4
Rongga timpani dari telinga tengah berkomunikasi dengan antrum mastoid
melalui kanal kecil yang membentang melalui tulang temporal petrous. Sel udara
mastoid berhubungan secara superior dengan fosa kranial tengah dan posterior ke
fosa kranial posterior. Ini berarti bahwa supurasi pada mastoid bisa, namun jarang
menyebar hingga menyebabkan meningitis atau abses serebral. Organ sekitar lainnya
termasuk kanal saraf wajah, sinus sigmoid dan sinus lateral.5
Mastoiditis terjadi saat infeksi supuratif memanjang dari telinga tengah yang
terkena otitis media ke sel udara mastoid. Proses infektif menyebabkan radang
jaringan mastoid dan sekitarnya dan dapat menyebabkan kerusakan tulang.5
2.2.2 Epidemiologi
Mastoiditis dalam bentuk akut atau kronis sekarang cukup langka. Kejadian di
Negara maju adalah 1,2-6,1 per 100.000.7 Ada kejadian meningkat, bagaimanapun,
yang berhubungan dengan terapi antibiotik tertahan pada OMA, dosis yang tidak
memadai, pilihan antibiotik dan peningkatan ketahanan bakteri. Karena komplikasi
serius jarang terjadi, panduannya adalah bahwa penggunaan rutin antibiotik dalam
OMA tidak dapat dibenarkan untuk pengurangan risiko komplikasi ini.7
Sebelum masa antimikroba, mastoidektomi dilakukan sebanyak 20% dari
pasien dengan OMA. Insiden mastoiditis telah menurun sejak berkembangnya
antimikroba dan telah menjadi langka. Pada tahun 1948, tingkat ini menurun sampai
kurang dari 3% dan saat ini diperkirakan kurang dari 5 kasus per 100.000 orang di
Amerika Serikat atau negara-negara maju lainnya. Insiden mastoiditis lebih tinggi di
7
negara-negara berkembang daripada di tempat lain, terutama komplikasi dari otitis
media yang tidak diobati.8
Insiden mastoiditis akut di Belanda yang memiliki tingkat peresepan
antibiotik rendah untuk OMA, dilaporkan terdapat 3,8 kasus per 100.000 orang per
tahun. Di negara lain dengan tingkat peresepan antibiotik tinggi, kejadian ini jauh
lebih rendah dari pada ini, yaitu 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun.8
2.2.3 Etiopatogenesis
Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri
yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada
infeksi telinga tengah. Bakteri gram negatif dan St. aureus adalah beberapa bakteri
yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan di atas,
bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari sistem imun dari
seseorang juga dapat menjadi factor predisposisi mastoiditis. Pada beberapa
penelitian terakhir, hampir sebagian dari anak-anak yang menderita mastoiditis tidak
memiliki penyakit infeksi telinga tengah sebelumnya. Bakteri yang berperan pada
penderita anak-anak ini adalah S.Pneumonia.5
Seperti semua penyakit infeksi, beberapa hal yang mempengaruhi berat dan
ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita dan faktor dari bakteri itu sendiri.
Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di bawah dua
tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti bentuk
tulang dan jarak antar organ juga dapat menimbulkan penyakit. Faktor-faktor dari
bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri, pertahanan terhadap
8
antibiotik dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan lunak dapat
berperan pada berat ringannya penyakit.4
2.2.4 Diagnosis
9
perluasan suatu lesi besar dari tulang temporal atau perluasan lesi-lesi dari
struktur sekitar tulang temporal ke arah tulang temporal. Sementara itu, untuk
proses yang kecil agak sukar dideteksi, kecuali dengan menggunakan
pemeriksaan tomografi.
Ada tiga proyeksi radiologik konvensional yang paling lazim
digunakan, antara lain:
1. Posisi Schuller
Posisi ini menggambarkan penampakan lateral dari mastoid.
Proyeksi foto dibuat dengan bidang sagital kepala terletak sejajar meja
pemeriksaan dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 300 cephalo-
caudad. Pada posisi ini perluasan pneumatisasi mastoid serta struktur
trabekulasi tampak lebih jelas. Posisi ini juga memberikan informasi
dasar tentang besarnya kanalis auditorius eksterna dan hubungannya
dengan sinus lateralis.
2. Posisi Owen
Posisi ini juga menggambarkan penampakan lateral mastoid
dan proyeksi mastoid dan proyeksi dibuat dengan kepala terletak
sejajar meja pemeriksaan atau film lalu wajah diputar 300 menjauhi
film dan berkas sinar X ditujukan dengan sudut 300-400 chepalo-
caudad. Umumnya posis Owen dibuat untuk memperlihatkan kanalis
10
auditorius eksternus, epitimpanikum, bagian-bagian tulang
pendengaran dan sel udara mastoid.
11
4. Posisi Stenver (Oblique)
objek yang diperiksa. Dahi, hidung, dan pipi menempel pada area film.
1. Mastoiditis akut
Pembuatan foto radiologik untuk mastoiditis akut biasanya dipakai
posisi Schuller atau Owen, sedangkan posisi Chausse III dipakai untuk
melihat ruang telinga tengah. Gambaran radiologi mastoiditis akut bergantung
pada lamanya proses inflamasi dan proses pneumatisasi tulang temporal.
Gambaran dini mastoiditis akut berupa perselubungan ruang telinga
tengah dan sel udara (air cell) mastoid. Bila inflamasi terus berlangsung akan
terjadi perselubungan yang difus pada kedua daerah tersebut. Pada masa
permulaan infeksi biasanya struktur trabekula dan sel udara mastoid masih
utuh, tetapi kadang terdapat edema mukosa dan penumpukan cairan
12
seropurulen, maka terjadi kekaburan penampakan trabekulasi sel udara
mastoid. Bersamaan dengan progresivitas infeksi, akan terjadi demineralisasi
diikuti destruksi trabekula dimana pada proses mastoid yang hebat akan
terjadi penyebaran kearah posterior menyebabkan tromboflebilitis pada sinus
lateralis.
Jika terjadi komplikasi intrakranial pada daerah fossa kranii posterior
atau media, maka pemeriksaan CT scan merupakan pemeriksaan pilihan
karena dapat ditemukan defek tulang dengan lesi intrakranial.
2. Mastoiditis kronik
Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas
perselubungan yang tidak homogen pada daerah antrum mastoid dan sel udara
mastoid, serta perubahan yang bervariasi pada struktur trabekula mastoid.
Proses inflamasi pada mastoid akan menyebabkan penebalan struktur
trabekulasi diikuti dengan mineralisasi trabekula.
Jika inflamasi terus berlangsung, maka akan terlihat obliterasi sel
udara mastoid dan biasanya mastoid akan terlihat sklerotik. Lumen antrum
mastoidikum dan sisa sel udara mastoid akan terisi jaringan granulasi
sehingga pada foto akan terlihat pula sebagai perselubungan.
13
Gambar 2.14 Posisi Mastoiditis Kronik dengan posisi Schuller2
2.3 Kolesteatoma
14
Gambar 11. Kolesteatoma. Dengan posisi Owen tampak mastoid
yang sklerotik serta bayangan lusen daerah superior mastoid.
Cholesteatoma :
15
a. CT Scan11,12,13
16
Gambaran CT-SCAN
17
o Temuan lainnya digunakan untuk membedakan acute otitis media
(AOM) dan/atau acute mastoiditis tanpa osteitis dan chronic
mastoiditis :
Tampak gambaran berawan atau berkabut dari sel udara mastoid
dan telinga tengah. Ini disebabkan inflamasi pembengkakan
mukosa dan terkumpulnya cairan.
Kehilangan ketajaman atau visibility dari sel mastoid
karena demineralisasi, atrophy, atau necrosis dari tulang
septa.
Kekaburan atau distorsi darimastoid, kemungkinan dengan defek
yang tampak dari tegmen atau cortex mastoid
Peningkatan dari pembentukan area abses
Peningkatan periosteum karena proses mastoid atau fossa
cranial posterior
Aktivitas osteoblastic pada chronic mastoiditis. 5
18
Gambar 13. Acute mastoiditis - CT scan
19
Gambar 15. congenital cholesteatoma dengan erosi pada cochlea
20
Gambar 17. Telinga tengah dan mastoid cholesteatoma – preoperative
21
b. MRI11,12,13
MRI merupakan modalitas ideal untuk pencitraan jaringan lunak. MRI
diindikasikan untuk pasien mastoiditis yang dicurigai adanya komplikasi,
untuk melihat perluasan dari infeksi itu sendiri, menilai hasil terapi, juga
menilai efek samping dari komplikasi mastoiditis yang berat, seperti
komplikasi ke intrakranial dan gangguan pendengaran paska mastoidektomi.
22
23
o MRI sering digunakan pada pasien dengan gejala klinis atau
penemuan CT yang mengarah ke komplikasi intracranial.
Bagaimanapun, MRI tidak rutin digunakan untuk evaluasi mastoid.
MRI adalah standar untuk mengevaluasi jaringan lunak yang
berdampingan, lebih spesifik, intra cranial struktur dan untuk
mendeteksi cairan yang terkumpul extra axial dan yang
berhubungan dengan masalah vascular.
MRI membantu dlaam merencanakan pengobatan operasi yang efektif. 5
24
Gambar 20. Tulang temporal, kolesteatoma didapat. MRI T1 weighted
axial. Terdapat massa jaringan lunak hipointense pada regio tegmen timpani
kanan yang ekstensi ke arah intracranial.
25
Gambar 21. Tulang temporal, kolesteatoma didapat. MRI T2 weighted
axial. Terdapat massa jaringan lunak hiperintense pada regio tegmen timpani
kanan yang ekstensi ke arah intracranial.
Tingkat Kepercayaan
26
3. Petrositis
Petrositis biasa disebut juga petrous apicitis. Posisi apeks petrosa berdekatan
dengan mastoid, biasanya petrositis merupakan perluasan infeksi dari
mastoiditis. Gambaran radiologis menunjukkan
2.5 Tatalaksana14,15,16,17
Mastoiditis mungkin sulit untuk diterapi karena obat-obatan mungkin tidak
dapat mencapai cukup dalam sampai ke tulang mastoid. Hal ini membutuhkan terapi
yang berulang atau terapi jangka panjang. Infeksi ini diterapi dengan antibiotik
intravena kemudian diberi antibiotik oral. Antibiotik yang dapat diberikan seperti
Penisilin, Ceftriaxon, dan Metronidazol selama 14 hari. Bila gambaran radiologis
memperlihatkan hilangnya pola trabekular atau adanya progresivitas dari penyakit,
maka harus dilakukan Mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah
komplikasi serius seperti Petrositis, Labirintitis, Meningitis, dan Abses otak.
Mastoidektomi ini dapat dilakukan jika terapi antibiotik tidak berhasil. Miringotomi
juga dapat dilakukan untuk mengobati infeksi telinga tengah.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan Mastoiditis kronis, baik tipe aman atau bahaya, antara lain:
1. Mastoidektomi Sederhana (Simple Mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini, dilakukan
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah agar
infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
Kolesteatoma yang sudah meluas. Pada operasi ini, rongga mastoid dan
kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas
antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid
diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.
27
Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang
seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol, supaya
tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat
menghambat pendidikan atau karier pasien. Modifikasi operasi ini adalah
dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat
meatoplasti yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
3. Mastoidektomi Radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah
atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid
dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi
ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Jenis operasi yang dilakukan diatas, tergantung pada luasnya infeksi atau
kolesteatom, sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya
infeksi atau luas kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi
dari jenis operasi itu atau modifikasinya.
2.6 Prognosis
Mastoiditis merupakan penyakit yang dapat disembuhkan dengan terapi yang
cepat dan tepat, tetapi penyakit ini dapat menjadi sulit untuk diterapi dan dapat
berulang. Kasus yang didiagnosis dini sebagian besar memiliki prognosis yang sangat
baik dengan kemungkinan komplikasi atau kehilangan pendengaran yang rendah.
Sebagian besar kasus yang memiliki episode mastoiditis akut tidak memiliki sekuele
otologis jangka panjang. Mastoiditis yang berat masih memiliki kemungkinan
menyebabkan morbiditas yang signifikan atau bahkan sampai menyebabkan
kematian.14,15
28
BAB III
KESIMPULAN
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel-sel mastoid yang terletak
pada tulang temporal.4 Jika mastoiditis tidak diobati, infeksi bisa menyebar ke
jaringan sekitar, termasuk diantaranya otak, yang dapat menyebabkan infeksi serius.
Saat ini, terapi antibiotik ditujukan pada pengobatan infeksi telinga tengah sebelum
berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.3 Untuk
pemeriksaan penunjang dibutuhkan pemeriksaan foto polos, CT scan atau MRI.
Pemeriksaan radiologik konvensional atau foto polos dapat menentukan status
pneumatisasi mastoid. Posisi schuller merupakan posisi paling lazim yang digunakan
untuk pengambilan foto polos. Pada mastoiditis akut akan tampak perselubungan
yang difus pada sel-sel mastoid, sedangkan pada mastoiditis kronik gambaran
perselubungannya disertai sklerotik.2 Pemeriksaan CT scan dapat memperlihatkan
lebih jelas ada atau tidaknya erosi atau destruksi tulang, perselubungan, serta
perluasan infeksi. MRI diindikasikan untuk pasien mastoiditis yang dicurigai adanya
komplikasi serta baik untuk melihat paerluasan infeksi pada jaringan lunak di sekitar
mastoid.2 Pemeriksaan radiologis juga berguna untuk menentukan tatalaksana pada
pasien mastoiditis, apakah diperlukan mastoidektomi atau tidak, kemudian juga bisa
menentukan prognosis. Prognosis mastoiditis menjadi lebih buruk apabila sudah
tampak perluasan infeksi atau komplikasi.14,15
29
DAFTAR PUSTAKA
30
12. Saat R, Mahmood G. MR Imaging features of acute mastoiditis and their
clinical relevance. AJNR. 2015:1-7.
13. Platzek I, Krtzler HH. Imaging in acute mastoiditis. Acta Radiologica Short
Report. 2014:1-5.
14. Newson L. Mastoiditis, Infectious disease. 17 Agustus 2015. Available from :
https://patient.info/doctor/mastoiditis . Accessed : 17 Desember 2017.
15. Vorvick LJ. Mastoiditis. 30 Agustus 2012. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ . Accessed : 17 Desember 2017.
16. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.;2011; pp.72-73.
17. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 1997. pp: 89-118.
31