Anda di halaman 1dari 46

REFERAT

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT


PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
Oleh:
Putri Aprillia Saraswati,S.Ked
FAB 118 042

Pembimbing:
dr. Hotma Marintan, Sp.KJ
dr. Dini Mirsanti, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
2020 1
BAB 1 PENDAHULUAN
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer
dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan
Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang
sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara komprehensif dengan
melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan
peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.1
Berdasarkan data penelitian pengguna NAPZA di
dunia, dilaporkan hampir 40% penduduk di dunia
pernah menggunakan NAPZA dalam hidup mereka.
Beberapa substansi tersebut menyebabkan
kelainan status mental secara internal, seperti
menyebabkan perubahan mood, secara eksternal
menyebabkan perubahan perilaku. Substansi
tersebut juga dapat menimbulkan problem
neuropsikiatrik yang masih belum ditemukan
penyebabnya, seperti skizofrenia dan gangguan
mood, sehingga kelainan primer psikiatrik dan
kelainan yang disebabkan oleh NAPZA menjadi
sangat berhubungan.1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
 Gangguan penggunaan zat adalah suatu gangguan jiwa berupa
penyimpangan perilaku yang berhubungan dengan pemakaian zat
yang dapat mempengaruhi sususan saraf pusat secara kurang
lebih teratur sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial.
Klasifikasi gngguan penggunaan zat dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. penyalahgunaan zat, merupakan suatu pola penggunaan zat
yang bersifat patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehngga
menimbulkan gangguan fungsi sosial atau okupasional.
2. Ketergantungan zat, merupakan suatu bentuk gangguan
penggunaan zat yang pada umunya lebih berat. Terdapat
ketergantungan fisik yang ditandai dengan adanya toleransi atau
sindroma putus zat.
 NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah
bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia
akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf
pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,
psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)
terhadap NAPZA(4).
 NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan
Obat/Bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer
di masyarakat termasuk media massa dan aparat
penegak hukum yang sebetulnya mempunyai
makna yang sama dengan NAPZA. Ada juga
menggunakan istilah Madat untuk NAPZA Tetapi
istilah Madat tidak disarankan karena hanya
berkaitan dengan satu jenis Narkotika saja, yaitu
turunan Opium(4).
3,5 juta
10 ribu yang
pengguna zat
psikoaktif tersentuh
(Badan Narkotika
Nasional, 2006)
layanan “terapi”
NAPZA NARKOBA

NArkotik, NARkotik,
Psikotropik dan psiKOtropika
Zat Adiktif lain dan BAhan-
bahan (atau
obat-obatan, zat
adiktif lain)
berbahaya
NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan(4,5) :
◦ Narkotika Golongan I :
 Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi
serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain,
ganja)
◦ Narkotika Golongan II :
 Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan (Contoh : morfin, petidin)
◦ Narkotika Golongan III :
 Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein).
Psikotropika adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf
pusat dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan prilaku
(mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan
psikiatrik (psychotherapeutic medication).
PSIKOTROPIKA dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut(4,5) :
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN I : Psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN II : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN III : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta m3mpunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
 PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital,
klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip,
Dum, MG).
WHO (Technical Report series no.561) 1973
“dependence-producing drugs”

alcohol-
amphetamine cannabis
barbiturate

cocaine hallucinogen khat

volatile
opiate
solvents
(morphine)
(inhalant)
Opiat atau morfin dan
opioid heroin

Snyder (1983)
Neuroleptik khlorpromazin,
(antipsikotik) haloperidol

amfetamin dan
Stimulans kokain

setiap zat yang


berpengaruh Anti-anxietas diazepam,
khlordiazepoksid

terhadap SSP
Anti- amitriptilin,
depresan imipramin

Psikedeliks LSD, meskalin

psychoactive
drugs Sedatif-
hipnotik
fenobarbitol,
kloralhidrat
 Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang
ditimbulkan NAPZA dapat digolongkan menjadi
tiga golongan (4):
◦ Golongan Depresan (Downer)
◦ Golongan Stimulan(Upper)
◦ Golongan Halusinogen
ADIKSI, KETERGANTUNGAN DAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA

mengurangi
kapasitasnya sebagai
ADIKSI ketagihan atau manusia untuk
(inggris : addiction) kecanduan berfungsi
sebagaimana
mestinya

mengganggu
hubungannya perubahan perilaku
dengan orang lain
 Gangguan mental dan prilaku tersebut dapat bermanifestasi
dalam bentuk sebagai berikut : (3)
◦ Intoksikasi Akut ( tanpa atau dengan komplikasi)
◦ berkaitan dengan dosis zat yang digunakan ( efek yang
berbeda pada dosis yang berbeda ).
◦ gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan efek primer dari
zat (dapat terjadi efek paradoksal).

 Penggunaan yang meragukan ( harmful use)


◦ Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (
dapat berupa fisik dan atau mental ).
◦ Belum menunjukkan adanya sindrom ketergantungan.
◦ Sudah ada hendaya psikososial sebagai dampaknya.
 Sindrom ketergantungan ( Dependence syndrome)
◦ Adanya keinginan yang amat kuat ( dorongan kompulsif)
untuk menggunakan zat psikoaktif secara terus-menerus
dengan tujuan memperoleh efek psikoaktif dari zat
tersebut.
◦ Terdapat kesulitan untuk menguasai perilaku menggunakan
zat, baik mengenai mulainya, menghentikanya, ataupun
membatasi jumlahnya (loss of control).
◦ Penghentian atau penguranag penggunaan zat
menimbulkan keadaan putus zat, dengan perubahan
fisiologis tubuh yang sangat tidak menyenangkan,
sehingga memaksa orang tersebut menggunakan zat
tersebut lagi atau yang sejenis untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut.
◦ Terjadi peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan
untuk memperoleh efek yang sama ( gejala toleransi).
◦ Terus menggunakan zat meskipun individu menyadari
adanya akibat yang merugikan kesehatannya.
 Keadaan putus zat (withdrawal state)
◦ Gejala-gejala fisik dan mental yang terjadi pada penghentian
pemberian zat sesudah suatu penggunaan zat yang terus menerus dan
dalam jangka waktu panjang dan/atau dosis tinggi.
◦ Bentuk dan keparahan gejala tersebut tergantung pada jenis dan dosis
zat yang digunakan sebelumnya.
◦ Gejala putus zat tersebut mereda dengan meneruskan pewnggunaan
zat.
◦ Salah satu indicator dari sindrom ketergantungan.
 Gangguan psikotik (Psychotic Disorder)
◦ Sekelompok gejala-gejala psikotok yang terjadi selama atau segera
sesudah penggunaan zat psikoaktif.
◦ Ditandai oleh halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan/atau “
ideas of reference” ( gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai
acuan) yang seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran, gangguan
psikomotor (excitement atau stupor) dan efek yang abnormal yang
terentang antara ketakutan yang mencekam sampai kegembiraan yang
berlebihan.
◦ Pada umumnya keadaan kesadaran jernih.
◦ Variasi pola gejala dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan
kepribadian pengguna zat.
 Sindrom amnesik ( Amnesic syndrome )
◦ Terjadi hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek
(recent memory) yang menonjol, kadang-kadang terdapat
gangguan daya ingat jangka panjang (remote memory),
sedangkan daya ingat segera (immediate recall) masih baik,
fungsi kognitif lainnya biasanya relative masih baik.
◦ Adanya gangguan sensasi waktu ( menyususn kembali
urutan kronologis, meninjau kejadian berulangkali menjadi
satu peristiwa, dll).
◦ Keadaan kesadaran jernih.
◦ Perubahan kepribadian, yang sering disertai keadaan apatis
dan hilangnya inisiatif, serta kecendrungan mengabaikan
keadaan.
ketergantungan
penyalahgunaan
NAPZA
• gangguan yang • dikaitkan dengan
menunjukkan adanya tingkah laku
perubahan dalam bereksperimentasi,
proses kimiawi otak mengalami rasa
sehingga kecewa, perilaku
memberikan efek membangkang,
ketergantungan “masalah keuangan”
(craving, withdrawal, dan self medication.
tolerance).
1. Alkohol….
 Umumnya digunakan dalam bentuk minuman
beralkohol.
 Di Indonesia, terdapat antara 2-3 juta orang
yang menggunakan minuman alkohol dari
ringan sampai berat.
 Penyalahgunaan alkohol dikalangan remaja
sukar dicegah karena kurang sempurnanya
pengawasan.
 Pemerintah umumnya dirasakan bersifat
ambivalen.
Gambaran Klinis
•euphoria, cadel, nistagmus, ataksia, radikardia,
Intoksikasi hipotensi, kejang, koma. Pada keadaan intoksikasi
berat, refleks menjadi negatif.

Keadaan Putus •halusinasi, ilusi (bad dream), kejang, delirium,


tremens, gemetar, keluhan gastrointestinal, muka
Alkohol merah, mata merah dan hipertensi.

Gangguan •mulai dari radang hati sampai kanker hati, gastritis,


ulkus peptikum, pneumonia, gangguan vaskuler dan
Fisik jantung, defisiensi vitamin, fetal alcohol syndrome

Gangguan •depresi hingga skizofrenia


Mental

Gangguan lain •kecelakaan lalu lintas, perkelahian, problem domestic


dan tindak kekerasan.
5. Amfetamin dan derivatnya…

 Bersifat stimulansia (lebih sering dikenal


dengan Amphetamine Type Stimulants
atau ATS).
 Amfetamin sulfat : obat untuk obesitas,
epilepsi, narkolepsi, dan depresi. Bentuk
tablet Amfetamin dan suntikan “amfet”.
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis
yang disebut stimulan sistem saraf pusat (SSP) (stimulants).
Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat
secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara.
Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun
coklat, atau bubuk putih kristal kecil.
Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat
melepaskan katekolamin (epineprin, norepineprin, dan
dopamin) dalam sinaps pusat dan menghambat dengan
meningkatkan rilis neurotransmiter entecholamin, termasuk
dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam
sinaps dengan konsentrasi lebih tinggi dalam jangka waktu
yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem saraf akan
berpengaruh terhadap perangsangan yang diberi kanel.(
 Derivat amfetamin dipasarkan di Indonesia
dalam bentuk : ecstasy (MDMA, 3,4
Methailenedioxymethamphetamine) dan shabu
(methamphetamine).
 Esctasy  pil, tablet,atau kapsul
Shabu  bubuk kristal putih (mirip bumbu
masak).
 Kedua zat digunakan sebagai alasan klasik “for
fun”, “recreational use”, “meningkatkan libido
dan memperkuat sex performance”.
Cara penggunaan ATS :

amfetamin ecstasy shabu


uap yang
dipanaskan
digigit
melalui
dengan gigi
dapat berupa tabung air
sedikit demi
tablet atau lalu dihisap
sedikit lalu
suntikan melalui bibir
kemudian
(dengan
ditelan
bong
plastik).
Problem fisik Problem Problem Sebab
• Malnutrisi psikiatri sosial kematian
• Denyut jantung • Perilaku agresif • Tindakan • Suicide
meninggi (bahaya • Confusional state, kekerasan • Serangan jantung
pd penderita psikosis paranoid (berkelahi) • Tindakan
penyakit jantung) sampai skizofrenia • Kecelakaan lalu kekerasan,
• Gangguan ginjal, • Kondisi putus zat lintas kecelakaan lalu
emboli paru dan menyebabkan : • Aktivitas kriminal lintas
stroke lethargi, fatigue, • Dehidrasi,
• Hepatitis exhausted, sindrom
• HIV/AIDS bagi serangan panik, keracunan air
mereka yang gangguan tidur
menggunakan • Depresi berat
amfetamin sampai suicide,
halusinasi
(terutama ecstasy
dan shabu)
Memahami Adiksi sebagai Gangguan Otak (1)

 Zat psikoaktif (khususnya NAPZA), memiliki sifat-sifat


khusus terhadap jaringan otak :
◦ bersifat menekan aktivitas fungsi otak (depresan),
◦ merangsang aktivitas fungsi otak (stimulansia)
◦ mendatangkan halusinasi (halusinogenik).

 Otak  sentra perilaku manusia

 interaksi antara NAPZA dengan sel-sel saraf otak 


menyebabkan perubahan perilaku manusia tergantung
sifat dan jenis zat yang masuk ke dalam tubuh.
Memahami Adiksi sebagai Gangguan Otak (2)
 Beberapa cara masuknya NAPZA ke dalam tubuh :
◦ disedot melalui hidung ( snorting, sneefing ) ,
◦ dihisap melalui bibir ( inhalasi, merokok ),
◦ disuntikan dengan jarum suntikan melalui vena,
◦ ditempelkan pada kulit ( terutama lengan bagian dalam )
yang telah diiris-iris kecil dengan cutter
◦ dengan mengunyah dan kemudian ditelan.

 Sebagian NAPZA  ke pembuluh darah


dan sebagian lagi  traktus gastro-intestinal  pembuluh
darah di sekitar dinding usus. Menuju reseptornya masing-
masing yang terdapat pada otak
Memahami Adiksi sebagai Gangguan Otak (3)
 Beberapa jenis NAPZA dapat menyusup kedalam otak karena
mereka memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan natural
meurotransmitter.

 Di dalam otak, dengan jumlah atau dosis yang tepat, NAPZA tersebut
dapat:
◦ mengkunci dari dalam (lock into) reseptor  memulai reaksi
berantai pengisian pesan listrik yang tidak alami  neuron
melepaskan sejumlah besar neurotransmitter miliknya.
◦ Beberapa jenis NAPZA lain mengunci melalui neuron dengan
bekerja mirip pompa  neuron melepaskan lebih banyak
neurotransmitter.
◦ Ada jenis NAPZA menghadang reabsorbsi atau reuptake 
kebanjiran yang tidak alami dari neurotransmitter.
Memahami Adiksi sebagai Gangguan Otak (4)
 Neurotranmitter opioid memiliki ukuran dan bentuk yang sama
dengan endorfin, sehingga ia dapat menguasai reseptor opioid.

 Opioid  mengaktivasi sistem reward melalui peningkatan


neurotransmisi dopamin. Konsentrasi opioid terdapat pada : VTA
(ventral tegmental area), nucleus accumbens, caudate nucleus dan
thalamus yang merupakan sentra kenikmatan yang terdapat pada
area otak yang sering dikaitkan dengan sebutan reward pathway.

 Penggunaan opioid berkelanjutan tubuh mengadalkan obat untuk


mempertahankan perasaan rewarding dan perilaku normal lain
tidak lagi mampu merasakan keuntungan reward alami (seperti
makanan, air, sex) dan tidak dapat lagi berfungsi normal tanpa
kehadiran opioid.
PEDOMAN DIAGNOSTIK DAN
DIAGNOSIS BANDING MENURUT
PPDGJ III ( hal 36 – 43 )
Menetapkan DIAGNOSIS (1)
 Ketergantungan NAPZA adalah suatu jenis
penyakit atau “ disease entity” yang dalam
ICD – 10 ( international classification of
disease and health related problems –
tenth revision 1992 ) yang dikeluarkan
oleh WHO digolongkan dalam “ Mental and
behavioral disorders due to psychoactive
substance use “.
Menetapkan DIAGNOSIS (2)
 Gambaran klinis utama sindrom ketergantungan (PPDGJ-
III , 1993). diagnosis ditegakkan jika diketemukan tiga /
lebih dari gejala di bawah selama 1 tahun sebelumnya:
◦ Adanya keinginan yang kuat (kompulsi) untuk menggunakan
NAPZA
◦ Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan NAPZA
sejak awal, usaha penghentian / tingkat penggunaannya
◦ Keadaan putus NAPZA secara fisiologis ketika penghentian
penggunaan NAPZA atau pengurangan, terbukti orang tersebut
menggunakan NAPZA atau golongan NAPZA yang sejenis
dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari
terjadinya gejala putus obat.
Menetapkan DIAGNOSIS (3)
◦ Adanya bukti toleransi, berupa peningkatan dosis
NAPZA yang diperlukan guna memperoleh efek yang
sama yang biasanya diperoleh dengan dosis yang lebih
rendah.
◦ Secara progressif mengabaikan alternatif menikmati
kesenangan karena penggunaan NAPZA,
◦ Meneruskan penggunaan NAPZA meskipun ia
menyadari dan memahami adanya akibat yang
merugikan kesehatan akibat penggunaan NAPZA
Terapi dan Upaya Pemulihan (1)
 Karakteristik terapi adiksi yang efektif NIDA ( National
Institute of Drug Abuse, 1999 ) menunjuk 13 prinsip dasar
terapi efektif berikut:
◦ Tidak ada satupun terapi yang serupa untuk semua individu
◦ Kebutuhan mendapatkan terapi harus selalu siap tersedia setiap
waktu. harus secepatnya dilaksanakan ( agar ia tidak berubah
pendirian kembali )
◦ Terapi yang efektif harus mampu memenuhi banyak kebutuhan (
needs ) individu tersebut,
◦ Rencana program terapi seorang individu harus dinilai secara
kontinyu dan kalau perlu dapat dimodifikasi
◦ Mempertahankan pasien dalam satu periode program terapi yang
adekuat guna menilai apakah terapi cukup efektif atau tidak
Terapi dan Upaya Pemulihan
(2)
◦ Konseling dan terapi perilaku lain
◦ Medikasi atau psikofarmaka merupakan elemen penting pada
terapi banyak pasien, terutama bila dikombinasikan dengan
konseling dan terapi perilaku lain
◦ Seorang yang mengalami adiksi yang juga menderita
gangguan mental, harus mendapatkan terapi untuk
keduanya secara integratif
◦ Detoksifikasi medik
◦ Terapi yang dilakukan secara sukarela tidak menjamin
menghasilkan suatu bentuk terapi yang efektif
◦ Kemungkinan penggunaan zat psikoaktif selama terapi
berlangsung harus dimonitor secara kontinyu
Terapi dan Upaya Pemulihan
(3)
◦ Program terapi harus menyediakan assesment untuk HIV /
AIDS , hepatitis B dan C, tuberkulosis dan penyakit infeksi
lain dan juga menyediakan konseling agar mampu
memodifikasi tingkah lakunya, serta tidak menyebabkan
dirinya atau diri orang lain pada posisi yang beresiko
mendapatkan infeksi

◦ Recovery dari kondisi adiksi NAPZA merupakan suatu proses


jangka panjang dan sering mengalami episode terapi yang
berulang – ulang
Sasaran Terapi
 Sasaran jangka panjang terapi pasien/ klien dengan adiksi
NAPZA :
◦ Abstinensia atau mengurangi penggunaan NAPZA bertahap
sampai abstinensia total.
◦ Mengurangi frekuensi dan keparahan relaps.
◦ Perbaikan dalam fungsi psikologi dan penyesuaian fungsi
sosial dalam masyarakat.
Tahapan Terapi
 Proses terapi adiksi zat umumnya dapat dibagi atas beberapa
fase berikut:
◦ Fase penilaian (assesment phase), sering disebut dengan fase
penilaian awal (initial intake).
◦ Fase terapi detoksifikasi, sering disebut dengan fase terapi
withdrawal atau fase terapi intoksikasi
◦ Fase terapi lanjutan  terapi substitusi dengan farmakologi
Farmako terapi
1. Intoksikasi opioid
 Penanganan kondisi gawat darurat:
 Pemberian Antidotum Naloxon HCl
(Narcan/Nokoba) atau Naloxone 0.8mg IV dan
tunggu selama 15 menit. Jika tidak ada respons,
berikan Naloxone 1.6 mg IV dan tunggu 15 menit.
Jika masih tetap tidak ada respon, berikan
Naloxone 3.2 mg IV dan curigai penyebab lain.
Jika pasien berespon, teruskan pemberian 0.4
mg/jam IV.
 Memantau dan evaluasi tanda-tanda vital
 Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis
 Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU
2. Intoksikasi amfetamin atau zat yang
menyerupainya
◦ Terapi
◦ Pemeriksaan tanda vital
◦ Perhatikan tanda-tanda intoksikasi
◦ Simtomatik bergantung dari kondisi klinis, untuk penggunaan
oral,merangsang muntah dengan activated charcoal atau
kuras lambung adalah penting.
◦ Antipsikotika; haloperidol 2-5 mg per kali pemberian atau
klorpromazin 1 mg/kg BB, oral, setiap 4-6 jam
◦ Antihipertensi bila perlu (TD di atas 140/100 mmHg).
◦ Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan
benzodiazepin; diazepam 3x5 mg atau klordiazepoksid 3x25
mg.
◦ Bila ada kejang, berikan diazepam 10-30 mg parenteral
◦ Aritmia kordis, lakukan Cardiac monitoring, misalnya untuk
palpitasi diberikan propanolol 20-80 mg/hari (perhatikan
kontraindikasinya)
◦ Kontrol temperatur dengan selimut dingin atau klorpromazin
untuk mencegah temperatur tubuh meningkat
◦ Observasi di IGD 1 x 24 jam; bila kondisi tenang dapat
diteruskan rawat jalan
BAB III PENUTUP
 Berdasarkan data penelitian pengguna NAPZA di dunia,
dilaporkan hampir 40% penduduk di dunia pernah
menggunakan NAPZA dalam hidup mereka. Beberapa
substansi tersebut menyebabkan kelainan status mental
secara internal, seperti menyebabkan perubahan mood,
secara eksternal menyebabkan perubahan perilaku.
Substansi tersebut juga dapat menimbulkan problem
neuropsikiatrik yang masih belum ditemukan penyebabnya,
seperti skizofrenia dan gangguan mood, sehingga kelainan
primer psikiatrik dan kelainan yang disebabkan oleh NAPZA
menjadi sangat berhubungan.
 NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah
bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia
akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf
pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,
psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)
terhadap NAPZA
DAFTAR PUSTAKA
◦ Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan
Psikiatri Klinis Edisi 10. Alih bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat:
Binarupa Aksara
◦ Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III.
Jakarta
◦ Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya: Jakarta. 2014
◦ Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
edisi ketiga. Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007
◦ Joewana, Satya. 2005. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat
Penggunaan Zat Psikoaktif. Jakarta: EGC.
◦ Departemen Kesehatan R I. 1993. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III.
Jakarta.
◦ Arikel Kedokteran. 2010. Gangguan Mental dan Perilaku akibat
penggunaan Kokein. Available at :
http://www.artikelkedokteran.com/273/gangguan-mental-dan-
perilaku-akibat-penggunaan-kokain.html.
◦ Kusminarno, Ketut. 2002. Penanggulangan
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya (NAPZA). Cermin dunia kedokteran no. 135 hal
17-20. Jakarta.
◦ Amphetamine Use Disorders in : Diagnostic and
Statitical Manual of Mental Disorders. Edisi ke IV.
Washington DC : Penerbit American Psychiatric
Association
◦ Elvira, Sylvia D. dan Hadisukanto, Gitayanti. 2007. Buku
Ajar PSIKIATRI. Edisi ke III. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
◦ Maramis, willy dan Albert. 2009. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Edisi ke II. Surabaya: Airlangga
University.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai