Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Penyakit
Jiwa di RSUD Salatiga

Disusun Oleh :

Cindra Pramesthi Wandansari


20174011021

Pembimbing : dr. Iffah Qoimatun, Sp. KJ, M. Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN


ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD KOTA SALATIGA


HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

SKIZOFRENIA PARANOID

Disusun Oleh :

Cindra Pramesthi Wandansari

20174011021

Telah dipresentasikan

Hari/tanggal: Sabtu, 4 November 2017

Disahkan oleh:

Dokter pembimbing,

dr. Iffah Qoimatun, Sp. KJ, M. Kes

i
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I KASUS PSIKIATRI .................................................................................................................. 1
I. IDENTITAS PASIEN ............................................................................................................... 1
II. ANAMNESIS ......................................................................................................................... 1
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL ................................................................................ 5
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA ............................................................................ 7
V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL................................................................................................. 7
VI. TERAPI .................................................................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 9
I. Pengertian Skizofrenia.............................................................................................................. 9
II. Epidemiologi .......................................................................................................................... 9
III. Etiologi ................................................................................................................................. 10
IV. Patofisiologi .......................................................................................................................... 13
V. Gejala Klinis Skizofrenia ........................................................................................................ 14
VI. Perjalanan penyakit ............................................................................................................ 16
VII. Jenis skizofrenia .................................................................................................................. 16
VIII. Kriteria Diagnostik Skizofrenia ..................................................................................... 18
IX. Penatalaksanaan .................................................................................................................. 19
X. Differential Diagnose............................................................................................................... 24
XI. Komplikasi ........................................................................................................................... 24
XII. Prognosis .............................................................................................................................. 25
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 26
Kesimpulan ...................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 27

ii
BAB I

KASUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A

Umur : 48 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak ada

Status pernikahan : Sudah menikah

Alamat : Kutowinangun Lor, Tingkir

Tanggal Home Visit : 2 November 2017 pukul 19:00 WIB

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Pasien mengeluh tidak bisa tidur

Riwayat Penyakit Sekarang

Home visite 02/11/2017 pukul 19:00 WIB :

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, pasien mengeluh tidak bisa tidur (+).
Saat ini pasien sering berdiam diri di kamar. Pasien sering berbincang-bincang dengan
temannya. Menurutnya mereka adalah teman dari dunia politik, seperti temen
perkuliahannya di fakultas hukum dan pengacara. Pasien juga mendengar suara-suara
yang menyuruhnya sesuatu namun tidak terdengar jelas suara tersebut. Gejala-gejala
semakin parah bila pasien semakin tidak bisa tidur. Menurut istri pasien bahwa pasien
bisa menghabiskan 3-4 pak rokok sehari jika gejala sudah muncul. Namun bila pasien
bisa tertidur maka hanya menghabiskan 1 pak rokok sehari. Pasien telah rutin minum
obat. Namun bila pasien sudah merasa sehat maka ia tidak mau minum obatnya. Nafsu
makan pasien baik yaitu makan sehari tiga kali dan makan di dalam kamar dengan
1
dibawakan makan ke dalam kamar oleh istrinya. Pernah adanya gagasan bunuh diri (-)
disangkal. Gagasan tentang rasa bersalah (+) dan diri tidak berguna (+) ketika melihat
anak-anaknya semakin tumbuh namun pasien tidak bisa melakukan apapun untuk anak-
anaknya. Adanya bisikan-bisikan (+). Melihat wujud yang tidak bisa dilihat orang lain
(+).

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien telah terdiagnosis skizofrenia sejak tahun 2004 (kurang lebih 13 tahun).
Pasien mempunyai riwayat rawat inap di RSJ Solo sudah delapan kali sejak tahun 2007.
Pasien dibawa kesana oleh istrinya karena tidak bisa ingat istri dan anak-anaknya.
Pasien berteriak pada semua orang dan marah-marah. Namun, selama ini pasien tidak
pernah memukul orang lain. Pasien tidak mengetahui mengapa ia marah-marah. Pasien
pernah mengalami kecelakaan waktu SMA dan mengalami patah tulang di paha.
Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat diabetes melitus (+), hipertensi (-), jantung
(-). Pasien suka minum alkohol dan obat psikotropika sejak SMA sampai kuliah. Setelah
menikah pasien berhenti minum alkohol dan konsumsi obat psikotropika lagi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang mempunyai keluhan serupa disangkal.


Riwayat penyakit ibu pasien adalah diabetes mellitus, stroke dan sakit ginjal. Kakak-
kakak dari pasien juga memiliki sakit diabetes mellitus.

Riwayat Pribadi

1. Pranatal dan perinatal


Pasien merupakan anak kedelapan dari sebelas bersaudara. Riwayat kehamilan
tidak dapat dijawab dengan baik dikarenakan pasien tidak mengetahui.
2. Masa kanak-kanak awal (sampai usia 3 tahun)
Masa kanak-kanak pasien normal seperti kehidupan anak-anak seusianya dan
tidak ditemukan adanya kelainan. Pasien memiliki banyak teman dan suka
bermain dengan siapa saja.
3. Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pasien bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ia memiliki banyak teman
dan bersosialisasi dengan sebayanya. Teman-temannya sering main dirumahnya.
Pasien mampu mengikuti pelajaran disekolah dan tidak pernah berkelahi dengan
teman sekelasnya ataupun bermasalah dengan guru di sekolah.

2
4. Masa kanak-kanak akhir (pubertas hingga remaja)
Kehidupan sekolah di SMP dialui cukup baik dan tidak memiliki masalah
pelajaran atau tidak memiliki masalah dengan teman dan gurunya. Ketika
menginjak dewasa pasien mulai menunjukkan perubahan. Pasien lebih sering
berkelahi dengan teman-temannya. Awalnya pasien mengaku coba-coba minum
alkohol yang diajak temennya. Hampir tiap hari selalu minum-minum
beralkohol. Semakin lama mulai mencoba minum obat-obatan psikotropika yang
diberikan oleh temennya. Kebiasaan minum beralkohol dan minum obat
psikotropika berlanjut sampai di perkuliahan. Di perkuliahan pasien sering
terlibat masalah perkelahian dengan temannya. Pasien sering bermasalah dengan
dosennya.
5. Masa dewasa
a. Riwayat pekerjaan
Sejak lulus kuliah tahun 2002, pasien bekerja di jakarta ikut seorang
pengacara. Namun karena daftar sebagai advocat tidak diterima maka
pasien berhenti bekerja. Setelah itu tidak bekerja lagi. Selama sakit ini,
setahun yang lalu ditahun 2016 pasien sempat bekerja berjualan roti
keliling selama empat bulan. Namun berhenti karena ada peraturan baru
dari pabrik yang tidak memperbolehkan bekerja.
b. Riwayat hubungan dan perkawinan
Pasien menikah pada tahun 2005 dan memiliki 3 orang anak. Hubungan
dengan istrinya baik-baik saja. Keluarga dari pihak istri menyuruh istri
agar menceraikan pasien karena sakitnya tersebut. Ayah dari istri pasien
juga menyuruh agar meninggalkan pasien saja.
c. Riwayat militer
Riwayat pernah menjalani pendidikan militer disangkal.
d. Riwayat pendidikan
Pendidikan pasien dimulai dari SD, SMP, SMA dan kuliah fakultas hukum
di UKSW.
e. Agama
Pasien beragama Islam. Istrinya mengatakan bahwa sejak menikah pasien
rajin sholat dan membaca Al-Qur’an. Pasien mulai meninggalkan ibadah
sejak sakit dan beribadah jika kondisinya mulai stabil (tidak ada gejala).
f. Aktivitas sosial

3
Pasien lebih pendiam dan tidak pernah keluar rumah. Tidak ada interaksi
dengan tetangga. Pasien merasa minder jika bertemu dengan teman-
temannya karena sakitnya ini dan karena tidak bisa menjadi advocat.
g. Situasi kehidupan terkini
Pasien tinggal di rumah bersama istri, ketiga anaknya dan ayah mertua.
Kegiatan sehari-hari mendengarkan radio dan berdiam diri di kamar.
Untuk makan biasanya istri menyiapkannya ke kamar tidurnya dan
sesekali pasien makan ke dapur sesuai keinginannya. Biasanya jika
muncul gejala pasien menjadi rajin mandi sampai tiga kali sehari dan akan
malas mandi jika tidak ada gejala.
h. Riwayat pelanggaran hukum
Tidak pernah mengalami kasus di dalam hukum namun pernah menjadi
saksi perkara/kasus perkelahian temannya.
i. Riwayat seksual
Riwayat adanya pelecehan seksual disangkal. Hubungan seks di luar nikah
disangkal. Hubungan seks dengan istri baik-baik saja.
j. Mimpi dan fantasi
Mimpi pasien terdahulu yang tidak terealisasikan adalah bekerja sebagai
advocat.
Fantasi pasien saat ini adalah bekerja di dunia politik.

4
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

Pemeriksaan status mental dilakukan pada saat home visite

Deskripsi Umum

1. Penampilan : seorang laki-laki, berusia 48 tahun, berpaikan rapi dan bersih, tampak
sesuai dengan usianya, tampak tenang dan kondisi fisik tampak sehat.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : normoaktif, kontak mata adekuat, dan tidak ada
kelainan
3. Sikap terhadap pemeriksa : cenderung diam dan menjawab jika ditanya. Lebih
dominan dijawab oleh istri. Kontak mata baik.

Mood dan afek

1. Mood : hipotimik cenderung anhedonia.


2. Afek : tumpul, pasien sering merasa bersalah dan menyesal.

Pembicaraan

1. Kualitas : menjawab semua pertanyaan, jawaban relevan dengan pertanyaan,


intonasi lambat, volume suara pelan dan artikualsi jelas.
2. Kuantitas : koheren dan relevan, logorhoe (-), remming (-), blocking (-), mutisme (-
)
3. Kecepatan produksi : agak lambat

Persepsi

1. Halusinasi (+) : halusinasi auditorik (pasien sering mendengar adanya


suara yang menyuruhnya sesuatu namun tidak jelas suara tersebut), halusinasi
visual (pasien berbincang dengan temen kuliah di fakultas hukum atau berbicara
dengan pengacara tentang masalah politik dan keagamaan)
2. Waham (+) : waham bersalah (merasa bersalah kepada istri dan
anak-anaknya karena sakitnya dan tidak bisa berbuat apa-apa)
3. Depersonalisasi (-) : tidak ada
4. Derealisasi (-) : tidak ada

5
Pikiran

1. Bentuk pikir : nonrealistik


2. Isi pikir :
 Waham (+) bersalah
 Pikiran obsesi (-) kompulsi (-)
 Fobia (-)
 Ide bunuh diri (-)
3. Progresi pikir : koheren, flight of ideas (-), asosiasi longgar (-)

Sensorium dan kognisi

1. Kesadaran : compos mentis


2. Orientasi :
a. Waktu : dapat membedakan antara siang dan malam.
b. Tempat : dapat menyebutkan bahwa pasien berada dirumahnya
c. Orang : dapat menyebutkan siapa anak-anaknya
3. Memori :
a. Jangka pendek : dapat menyebutkan apa yang dimakan saat sarapan
b. Daya ingat segera: dapat menghitung urut angka 1 sampai 5 dan berhitung
mundur dari 5 sampai 1.
c. Jangka panjang : dapat mengungkapkan memori waktu masa SMAnya.
4. Konsentrasi dan perhatian :
a. Konsentrasi : konsentrasi baik, pasien dapat mengalikan 4x5 dan 2x3
b. Perhatian : perhatian baik, pasien dapat menyebutkan benda berawalan huruf A
5. Pikiran abstrak : baik, pasien dapat menyebutkan persamaan dari jeruk dan mangga.
6. Informasi dan intelegensia : baik
7. Daya nilai :
a. Norma sosial : Penilaian pasien tentang norma – noma sosial baik
b. Realita : Penilaian pasien tentang realita di lingkungan sekitarnya baik
c. Uji daya nilai : dapat membuat kesimpulan atau penilaian kapabilitas penilaian
sosial.
8. Tilikan : Tilikan derajat 4, karena pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan butuh
bantuan namun tidak mengetahui penyebabnya.

6
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Telah diperiksa seorang laki-laki berinisial A, berusia 48 tahun, sudah menikah dan
memiliki tiga orang anak, saat ini sudah tidak bekerja dan hanya berdiam diri dikamar dan
mendengarkan radio. Pasien tidak bisa tidur. Menurut istrinya pasien sebelum SMA merupakan
orang yang suka bersosialisasi dan banyak memiliki teman. Namun waktu SMA sampai kuliah
pasien menjadi sering minum alkohol dan konsumsi obat psikotropika. Kebiasaannya berkelahi
dengan teman-temannya dan sering menentang dosen. Setelah sakit, pasien mulai menarik diri,
tidak mau berinteraksi dengan teman ataupun tetangga dan merasa minder jika bertemu dengan
teman-temannya.

Pada pemeriksaan status mental didapatkan kesan umum terlihat baik, perawatan diri
baik, kooperatif, volum pembicaraan pelan dan intonasi lambat namun masih cukup jelas,
kecepatan produksi suara lamabt, mood hipotimik, dan afek tumpul. Bentuk pikir pasien
nonrealistik dan terdapat halusinasi auditik dan halusinasi visual. Pasien memiliki waham
bersalah yaitu manganggap dirinya bersalah terhadap istri dan anak-anaknya karena tidak bisa
berbuat apa-apa untuk mereka karena sakitnya. Pasien merasa tidak berguna. Pemeriksaan yang
lainnya dalam batas normal.

V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

- Axis I : Skizofrenia paranoid (20.0)


Diagnosis banding:
o Skizofrenia Tak Terinci (F20.3)
o Skizofrenia Simpleks (F20.6)
- Axis II : Gangguan kepribadian paranoid
- Axis III : Tidak didapatkan diagnosis Axis III.
- Axis IV : Masalah berkaitan dengan pekerjaan yang tidak diterima daftar kerja sebagai
advokat
- Axis V : GAF Scale 60-51= Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

VI. TERAPI

1. Farmakoterapi
Risperidon 2 mg x 2

7
Triheksipednidil 100 mg x 1
Carbamazepin 100 mg x 1
Haloperidol 5 mg x 1
2. Psikoterapi
- Edukasi pasien tentang penyakitnya dan pengobatan yang sedang dijalankan.
- Terapi kognitif perilaku

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu schizo yang berarti
“terpotong‟ atau “terpecah‟ dan phrēn yang berarti “pikiran”, sehingga skizofrenia
berarti pikiran yang terpecah. Arti dari katakata tersebut menjelaskan tentang
karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu pemisahan antara pikiran, emosi,
dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Definisi skizofrenia yang lebih mengacu
kepada gejala kelainannya adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan
utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang terganggu, dimana berbagai
pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru
afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai gangguan aktifitas motorik yang bizzare
(perilaku aneh), pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering
kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi. Secara garis
besar skizofrenia adalah salah satu jenis kelainan mental yang mengacaukan hampir
seluruh fungsi manusia yang mencakup fungsi berpikir, persepsi, emosi, motivasi,
perilaku, dan sosial.Orang-orang yang menderita skozofrenia umunya mengalami
beberapa episode akut simtom–simtom, diantara setiap episode mereka sering
mengalami simtom–simtom yang tidak terlalu parah namun tetap sangat menggagu
keberfungsian mereka. Komorbiditas dengan penyalahguanaan zat merupakan masalah
utama bagi para pasien skizofrenia, terjadi pada sekitar 50 persennya.

II. Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai


daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di
seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya
onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa remaja. Skizofrenia pada laki-laki
biasanya pada usia 15-25 tahun sedangkan pada perempuan sekitar usia 25-35 tahun.
Insidensi lebih tinggi terjadi pada laki-laki dan lebih banyak terjadi didaerah urban.
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama
ketergantungan nikotan. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku
9
menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia tebanyak,
hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.

III. Etiologi

Skizofrenia disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab skizofrenia telah


diselidiki dan menghasilkan beraneka ragam pandangan. Sebagian besar ilmuwan
meyakini bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor–
faktor genetik, ketidakseimbangan kimiawi di otak, atau abnormalitas dalam lingkungan
prenatal. Berbagai peristiwa stress dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada
perkembangan skizofrenia pada mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit
ini. Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi berbagai pendekatan seperti
pendekatan biologis, teori psikogenik, dan pendekatan gabungan atau stree-
vulnerability model.

a. Pendekatan biologis
Pada pendekatan biologis menyangkut faktor genetik, struktur otak, dan proses
biokimia sebagai penyebab skizofrenia.
1. Teori genetik
Teori ini menekankan pada ekspresi gen yang bisa menyebabkan
gangguan mental. Hasil dari beberapa penelitian menunjukan bahwa faktor
genetik sangat berperan dalam perkembangan skizofrenia, dimana ditemukan
hasil bahwa skizofrenia cenderung menurun dalam keluarga. Hal ini dibuktikan
dengan penelitian yang dilakukan National Institute of Mental 10 Health
(NIMH) pada keluarga penderita skizofrenia yang menyatakan bahwa
skizofrenia muncul pada 10% populasi yang memiliki keluarga dengan riwayat
skizofrenia seperti orang tua dan saudara kandung. Berdasarkan American
Journal of Medical Genetic, menyatakan bahwa apabila kedua orang tuanya
mengidap skizofrenia, maka kemungkinan anaknya mengalami skizofrenia
adalah sebesar 40%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin dekat
hubungan biologis dengan individu yang sakit, maka semakin besar juga
kemungkinan seseorang menderita skizofrenia.
Beberapa tahun terakhir telah diteliti mengenai gen yang spesifik
berkontribusi terhadap timbulnya skizofrenia. Gen-gen tersebut di antaranya
adalah Disrupted in Schizophrenia (DISC), G-Protein Signalling-4 (RGS4),
10
Prolyne Dehidrogenase (PRODH), dan Neuregulin-1 (NRG-1). Dengan
adanya kelainan gen-gen tersebut maka akan berpengaruh terhadap sintesis
protein, misalnya akan menyebabkan disfungsi protein yang membentuk
kompleks reseptor NMDA. Tentu saja hal ini akan menyebabkan hipofungsi
reseptor NMDA yang pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya gejala-
gejala psikosis.
Hasil penelitian lain menunjukkan proporsi yang tinggi dari orang-orang
skizofrenia mengalami masalah dengan suatu gen khusus pada kromosom 5.
Hal ini menjadi logis karena gen ini mempengaruhi dopamin dan reseptor
dopamin yang berperanan penting dalam timbulnya simptom skizofrenia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa lebih dari satu gen dapat menyebabkan
gangguan skizofrenia. Pengaruh genetik tidak sesederhana itu, lingkungan
individu merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap proses
perkembangan skizofrenia. Ada kemungkinan jika individu-individu yang
hubungannya lebih erat memiliki lingkungan yang sama. Dengan begitu, tidak
bisa disimpulkan dengan pasti mengenai satu dasar genetik pada skizofrenia.
Selain itu juga, faktor-faktor genetik tidak dapat menjelaskan semua kasus
skizofrenia. Dapat dikatakan jika gen-gen tersebut hanya meningkatkan
kerentanan seseorang untuk menjadi seorang dengan skizofrenia.
2. Teori neurostruktural
Berdasarkan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan A
computed tomography (CT) scan otak pada orang-orang dengan skizofrenia
menunjukkan ada tiga tipe abnormalitas struktural, yaitu pembesaran pada
ventrikel otak, atrofi kortikal, dan asimetri serebral yang terbalik (reversed
cerebral asimetry).
a) Pembesaran pada ventrikel otak
Ventrikel adalah rongga atau saluran otak tempat cairan serebrospinal
mengalir, diperkirakan pada pasien skizofrenia terjadinya pembesaran
pada daerah ini hingga 20 hingga 50%. Kerusakan pada ventrikel
berhubungan dengan skizofrenia kronis dan simptom negatif (Semiun,
2006). Struktur otak yang tidak normal seperti pembesaran ventrikel otak
diyakini menyebabkan tiga sampai empat orang yang mengalaminya
menderita skizofrenia. Pembesaran ventrikel otak ini menyebabkan otak
kehilangan sel–sel otak, sehingga otak akan mengecil ukurannya
dibandingkan otak yang normal.
11
b) Atrofi kortikal
Pendapat lain menyatakan bahwa skizofrenia dapat terjadi pada seseorang
yang kehilangan jaringan otak yang bersifat degeneratif atau progresif,
kegagalan otak untuk berkembang normal, dan juga karena infeksi virus
pada otak ketika masa kandungan (Nevid, 2012). Atrofi juga menyebabkan
kerusakan suci yang menutupi selaput otak atau pembesaran celah antara
bagian-bagian otak. Sebanyak 20 hingga 35% orang dengan skizofrenia
mengalami kelainan ini.
c) Asimetri serebral yang terbalik (reversed cerebral asimetry)
Pada orang normal, sisi kiri otak lebih besar daripada sisi kanan, tetapi
kondisi yang terbalik terjadi pada orang-orang dengan skizofrenia. Padahal
otak kiri bertanggung jawab dalam kemampuan bahasa, sedangkan otak
kanan bertanggung jawab dalam kemampuan spasial. Hal ini
menyebabkan perbedaan dalam memahami masalah-masalah kognitif
pada pasien skizofrenia.
3. Teori biokimia
Pada teori biokimia, dikenal hipotesis dopamin dan serotonin-glutamat.
Overaktivitas reseptor dopamin saraf pada jalur mesolimbik bisa menyebabkan
timbulnya gejala positif, sedangkan penurunan aktivitas dopamin neuron pada
jalur mesokortek di dalam kortek prefrontalis bisa menyebabkan gejala negatif.
Pada teori glutamat disebutkan bahwa, penurunan kadar glutamat akan
menyebabkan penurunan regulasi reseptor Nmethyl- D-aspartate (NMDA) dan
menyebabkan gejala-gejala psikotik serta defisit kognitif. Banyak literatur
yang menyatakan hubungan peningkatan aktivitas dari neurotransmiter
dopamin dengan skizofrenia. Tingginya konsentrasi dopamin yang ditemukan
di daerah korteks pada lobus frontalis berperan dalam mengintegrasikan fungsi
manusia. Konsentrasi dopamin yang tinggi menyebabkan aktivitas neurologis
yang tinggi dalam otak, sehingga memunculkan simptom-simptom skizofrenia.
Tingginya aktivitas dopamin menyebabkan rangsangan yang tinggi pada
daerah khusus pada otak, rangsangan tersebut mengganggu fungsi kognitif
yang kemudian mengakibatkan halusinasi dan delusi. Penjelasan ini yang
mengemukakan hubungan antara faktor biokimiawi dan faktor kognitif.
Ada tiga faktor yang mungkin menjadi penyebab tingginya aktivitas
dopamin :
1. Konsentrasi dopamin yang tinggi
12
2. Sensitivitas yang tinggi dari reseptor dopamine
3. Jumlah reseptor dopamin yang terdapat pada sinapsis
Pada orang dengan skizofrenia ditemukan memiliki jumlah
reseptor dopamin yang lebih banyak daripada orang normal. Penurunan
drastis jumlah reseptor dopamin pada laki-laki terjadi pada usia antara 30-
50 tahun, sedangkan pada perempuan penurunan jumlah reseptor terjadi
perlahanperlahan. Teori ini dapat menjadi penjelasan mengenai perbedaan
onset yang terjadi pada laki-laki dan perempuan.
4. Teori psikogenik
Teori psikogenik, yaitu skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional
dan penyebab utama adalah konflik, stress psikologik dan hubungan antar
manusia yang mengecewakan.
5. Stress-Vulnerability Model
Pendekatan ini meyakini bahwa orang – orang tertentu yang memiliki
kerentanan genetis terhadap skizofrenia akan memunculkan gejala skizofrenia
jika mereka hidup dalam lingkungan yang penuh dengan stres. Peristiwa dalam
hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia pada
mereka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit ini.

IV. Patofisiologi

Patofisiologi skizofrenia diduga berhubungan dengan ketidakseimbangan


neurotransmitter. Ketidakseimbangan neuriotransmitter tersebut trjadi pada dopamin,
serotonin, norephinefrin, asam amino gamma-aminobutyric (GABA). Penurunan dari
ketika neurotransmitter serotonin, norepinefrin dan GABA pada akhirya akan
mengakibatkan peningkatan dopamin.

13
Terdapat empat jalur dopamin dalam otak, yaitu:
a. Jalur Nigrostriatal: sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari
dopamin otak. Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal ganglia
atau striatum (kauda dan putamen). Jalur ini berfungsi menginervasi sistem
motorik dan ekstrapiramidal. Dopamin pada jalur nigrostriatal berhubungan
dengan efek neurologis (Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obat-
obatan antipsikotik tipikal / APG-I (Dopamin D2 antagonis).
b. Jalur Mesolimbik: berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke
batang otak menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini memiliki
fungsi berhubungan dengan memori, indera pembau, efek viseral automatis,
dan perilaku emosional. Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik akan
menyebabkan gangguan berupa gejala positif seperti waham dan halusinasi;
c. Jalur Mesokortikal: berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke korteks
prefrontal. Berfungsi pada insight, penilaian, kesadaran sosial, menahan
diri, dan aktifitas kognisi. Hipofungsi pada jalur mesokortikal akan
menyebabkan gangguan berupa gejala negatif dan kognitif pada skizofrenia;
d. Jalur Tuberoinfundibular: dari hipotalamus ke anterior glandula pituitari.
Fungsi dopamin disini mengambil andil dalam fungsi endokrin,
menimbulkan rasa lapar, haus, fungsi metabolisme, kontrol temperatur,
pencernaan, gairah seksual, dan ritme sirkardian. Obat- obat antipsikotik
mempunyai efek samping pada fungsi ini dimana terdapat gangguan
endokrin.

V. Gejala Klinis Skizofrenia

Bleuler membagi gejala – gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok :


1. Gejala Primer
a) Gangguan proses berpikir
b) Gangguan emosi
c) Gangguan kemauan
d) Autisme
2. Gejala Sekunder
a) Waham
b) Halusinasi
c) gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain

14
Pada skizofrenia juga terdapat gejala-gejala positif dan negatif yaitu :
1. Gejala positif, terdiri dari :
a. Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya
berpikir bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia
orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-
pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan.
b. Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan
bersifat menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya
mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau
memberikan perintah tertentu.
c. Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa
ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau
mengikuti, percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya
diculik/ dibawa ke planet lain.
d. Katatonia
e. Peningkatan pembicaraan
f. Perilaku yang sangat kacau
2. Gejala negatif
a. Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan
pada semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami
kesulitan melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan
membersihkan rumah.
b. Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan
kehilangan ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu
sendirian dan merasa terisolasi.
c. Ekspresi efektif tumpul atau datar
d. Ketidakmampuan merawat diri
e. anhedonia
3. Gejala kognitif
a. Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah
kacau sehingga tidak bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih
dari beberapa menit. sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
b. Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi
dari awal hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
15
c. Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya
saat mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha
keras untuk melakukannya.

VI. Perjalanan penyakit

Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.


Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase
yang dimulai dari keadaan premorbid, prodormal, fase aktif dan keadaan residual. Pola
gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang
dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan
perkembangan gejala prodormal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa
bulan. Tanda dan gejala prodormal skizofrenia dapat berupa cemas, gaduh (gelisah),
merasa diteror atau depresi.
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis,
yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri brurk sampai tidak ada. Fase
residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang
tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat
berupa penarikan diri atau perilaku aneh.

VII. Jenis skizofrenia

Adapun jenis-jenis dari skizofrenia adalah :


Skizofrenia Paranoid
1. Waham (delucion) kejar atau waham kebesaran, misi atau utusan sebagai
penyelamat bangsa dunia atau agama, misi kenabian atau mesias, atau perubahan
tubuh. Waham cemburu seringkali juga ditemukan.
2. Halusinasi yang berisi kejaran atau kebeseran.
3. Gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan yang tidak menentu,
kemrahan, suka bertengkar dan berdebat kekerasan. Seringkali ditemukan
kebingungan tentang identitas jenis kelamin dirinya (gender identity) atau
ketakutan bahwa dirinya diduga sebagai seorang homoseksual atau merasa dirinya
didekati oleh orang-orang homoseksuaL.
Skizofrenia Hebefrenia
16
Tipe ini disebut juga disorganized type atau kacau balau yang dimulai dengan gejala-
gejala antara lain :
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya.
Hal ini dapat dilihat dari katakata yang diucapkan tidak ada hubungannya satu
dengan yang lain.
2. Alam perasaan ( mood, effect ) yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi
(incongrose) atau ketolol-tololan ( silly ).
3. Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan ( giggling ), senyum yang menunjukan rasa
puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri .
4. Waham ( delusion ) tidak jelas dan tidak sistimatik ( terpecahpecah) tidak
terorganisir suatu satu kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai satu
kesatuan.
6. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,
berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan kecenderungan untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial
Skizofrenia Katatonia
Jenis skizofrenia yang ditandai dengan berbagai gangguan motorik, termasuk
kegembiraan ekstrim dan pingsan. Orang yang menderita bentuk skizofrenia ini akan
menampilkan gejala negatif: postur katatonik dan fleksibilitas seperti lilin yang bisa di
pertahankan dalam kurun waktu yang panjang.
Skizofrenia Tanpa Kriteria / Golongan yang jelas Jenis
Skizofrenia dimana penderita penyakitnya memiliki delusi, halusinasi dan perilaku
tidak teratur tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, tidak teratur,
atau katatonik.
Skizofrenia Residual
Skizofrenia residual akan di diagnosis ketika setidaknya epsiode dari salah satu dari
empat jenis skizofrenia yang lainnya telah terjadi. Tetapi skizofrenia ini tidak
mempunyai satu pun gejala positif yang menonjol. Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu)
dari gejala skizofrenia yang tidak begitu menonjol. Misalnya alam perasaan yang
tumpul dan mendatar serta tidak serasi (innappropriate), penarikan diri dari pergaulan
sosial, tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak rasional atau pelonggaran
asosiasi pikiran.

17
VIII. Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Adapun kriteria diagnostik skizofrenia meliputi


1. Gangguan pada isi pikiran
Delusi atau kepercayaan salah yang mendalam merupakan gangguan pikiran yang
paling umum dihubungkan dengan skizofrenia. Delusi ini mencakup delusi rujukan,
penyiksaan, kebesaran, cinta, kesalahan diri, kontrol, nihil atau doss dan
pengkhianatan. Delusi lain berkenan dengan kepercayaan irasional mengenai suatu
proses berpikir, seperti percaya bahwa pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang lain
atau hilang dari alam pikirannya karena paksaan dari orang lain atau objek dari luar.
Delusi somatik meliputi kepercayaan yang salah dan aneh tentang kerja tubuh,
misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa otaknya sudah dimakan rayap.
2. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi
Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak terorganisasi dan tidak
berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi kehilangan logika, cara mereka
mengekspresikan dalam pikiran dan bahasa dapat menjadi tidak dapat dimengerti,
akan sangat membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan
pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren, kehilangan asosiasi,
neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata yang salah.
3. Gangguan persepsi halusinasi
Halusinasi adalah salah satu simpton skizofrenia yang merupakan kesalahan dalam
persepsi yang melibatkan kelima alat indera kita walaupun halusinasi tidak begitu
terikat pada stimulus yang di luar tetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien
skizofrenia. Halusinasi tidak berada dalam kontrol individu, tetapi tejadi begitu
spontan walaupun individu mencoba untuk menghalanginya.
4. Gangguan afeksi (perasaan)
Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara, abnormal
dibandingkan dengan orang lain. secara umum, perasaan itu konsisten dengan emosi
tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan perasaannya.
5. Gangguan psikomotor
Pasien skizofrenia kadang akan terlihat aneh dan cara yang berantakan, memakai
pakaian aneh atau membuat mimik yang aneh atau pasien skizofrenia akan
memperlihatkan gangguan katatonik stupor (suatu keadaan di mana pasien tidak lagi
merespon stimulus dari luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada orang di
18
sekitarnya), katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau tidak
mengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang suatu gerakan
tubuh) menonjol adalah afek yang menumpul, hilangnya dorongan kehendak dan
bertambahnya kemunduran sosial.

IX. Penatalaksanaan

Psikofarmakologi
Pengobatan medis utama untuk skizofrenia adalah Psychopharmacology. Di
masa lalu, terapi yang digunakan adalah terapi electroconvulsive, terapi kejut insulin,
dan psychosurgery, tapi karena terciptanya chlorpromazine (Thorazine) pada tahun
1952, terapi lainnya telah tidak digunakan lagi. Obat antipsikotik, juga dikenal sebagai
neuroleptik, diresepkan untuk keberhasilan dalam mengurangi gejala psikotik. Semakin
tua, atau konvensional, obat antipsikotik merupakan antagonis dopamin. Yang lebih
baru, atau atipikal, obat antipsikotik ada dua yaitu dopamin dan serotonin antagonis.
Para antipsikotik konvensional menargetkan tanda-tanda positif skizofrenia, seperti
delusi, halusinasi, pikiran terganggu, dan gejala psikotik lainnya, tetapi tidak memiliki
efek pada tanda-tanda negatif. Para antipsikotik atipikal tidak hanya mengurangi gejala
positif tetapi juga, mengurangi tanda-tanda negatif kurangnya kemauan dan motivasi,
penarikan sosial, dan anhedonia.
Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.
Nama Obat
Haloperidol Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada
(Haldol) anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi
diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine (D2)
reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic; meningkatnya
dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi subkronik,
depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine
(Risperdal) selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-
HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih
rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic.
Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian
pada efek ekstrpiramidal.

19
Olanzapine Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem
(Zyprexa) reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik, alpha
adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari perlawanan dopamine
dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk pengobatan psikosis
dan gangguan bipolar.
Clozapine Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi
(Clozaril) nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal
menghambat efek signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko
terbatasnya penggunaan agranulositosis pada pasien nonresponsive
atau agen neuroleptik klasik tidak bertoleransi.
Quetiapine Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu
(Seroquel) melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal
antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia,
parkinsonism, dan tardive diskinesia.
Aripiprazole Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme
(Abilify) kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik
lainnya. Aripiprazole menimbulkan partial dopamine (D2) dan
serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin (5HT2A).

Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran


Haloperidol (Haldol) Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari
Risperidone
Tab. 1 – 2 – 3 mg 2 – 6 mg/hari
(Risperdal)
Olanzapine (Zyprexa) Tab. 5 – 10 mg 10 – 20 mg/hari
Clozapine (Clozaril) Tab. 25 – 100 mg 25 – 100 mg/hari
Quetiapine (Seroquel) Tab. 25 – 100 mg
50 – 400 mg/hari
200 mg
Aripiprazole (Abilify) Tab. 10 – 15 mg 10 – 15 mg/hari

Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:


 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).

20
 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung).
 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
 Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang
sampai membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien. Efek
samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter
pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala
tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi
pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan
dosis obat anti-psikosis.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium: darah rutin, urin lengkap, fungsi hati, fungsi
ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang
kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lacage lambung” bila obat belum lama
dimakan.

Pengobatan Psikososial
Selain pengobatan farmakologis, banyak mode lain dari pengobatan untuk
membantu orang dengan skizofrenia. Terapi individu atau kelompok, terapi keluarga,
pendidikan keluarga, dan pelatihan keterampilan sosial dapat dilembagakan untuk klien
baik rawat inap dan pengaturan masyarakat. Sesi terapi individu dan kelompok,
memberikan klien kesempatan untuk kontak sosial dan berhubungan dengan orang lain.
Kelompok yang fokus pada topik yang menjadi perhatian seperti manajemen obat-
obatan, penggunaan masyarakat untuk mendukung klien, dan kekhawatiran keluarga
juga telah bermanfaat bagi klien dengan skizofrenia.
Klien dengan skizofrenia dapat meningkatkan kompetensi sosial mereka dengan
pelatihan keterampilan sosial, yang diterjemahkan ke dalam fungsi yang lebih efektif di
masyarakat. Pelatihan keterampilan sosial dasar melibatkan perilaku sosial yang

21
kompleks menjadi langkah-langkah sederhana, berlatih melalui role-playing, dan
menerapkan konsep-konsep pengaturan dalam masyarakat atau dunia nyata. Pelatihan
adaptasi kognitif digunakan untuk mendukung lingkungan yang dirancang untuk
meningkatkan fungsi adaptif dalam pengaturan rumah. Individual disesuaikan
mendukung lingkungan seperti tandatanda, kalender, perlengkapan kebersihan, dan
wadah pil isyarat klien untuk melakukan tugas-tugas yang terkait.
Sebuah terapi baru, cognitive enhancement therapy (CET), menggabungkan
pelatihan kognitif berbasis komputer dengan sesi kelompok yang memungkinkan klien
untuk berlatih dan mengembangkan keterampilan sosial. Pendekatan ini dirancang
untuk memulihkan atau memperbaiki defisit sosial dan neurokognitif klien, seperti
perhatian, memori, dan pengolahan informasi. Latihan pengalaman membantu klien
untuk mengambil perspektif orang lain, daripada fokus sepenuhnya pada diri. Hasil
positif dari CET meliputi peningkatan stamina mental, aktif bukan pasif pengolahan
informasi, dan negosiasi spontan dan tepat tantangan sosial tanpa latihan.
Pendidikan keluarga dan terapi yang dikenal untuk mengurangi dampak negatif
dari skizofrenia dan mengurangi tingkat kekambuhan. Meskipun masuknya keluarga
merupakan faktor yang meningkatkan hasil bagi klien, keterlibatan keluarga sering
diabaikan oleh para profesional perawatan kesehatan. Keluarga sering memiliki waktu
yang sulit menghadapi kompleksitas dan konsekuensi dari penyakit klien. Hal ini
menciptakan stres di antara anggota keluarga yang tidak menguntungkan bagi anggota
klien atau keluarga. Pendidikan keluarga membantu untuk membuat anggota keluarga
bagian dari tim pengobatan.
Terapi Psikososial
- Pelatihan keterampilan sosial
Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi
keterampilan perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan berguna
untuk pasien bersama dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang biasa
tampak pada pasien skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas terlihat
melibatkan hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk kontak mata
yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh,
kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi yang tidak akurat atau
kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan perilaku
diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si
pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk
keterampilan khusus yang dipraktekkan.
22
- Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat
berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif.

- Terapi perilaku kognitif


Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk
memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi
kesalahan daya nilai. Terdapat laporan adanya waham dan halusinasi yang
membaik pada sejumlah pasien yang menggunakan metode ini. Pasien yang
mungkin memperoleh manfaat dari terapi ini umumnya aalah yang memiliki
tilikan terhadap penyakitnya.

- Psikoterapi individual

Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun


hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak
emosional antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang
diartikan oleh pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik.
Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan
dalamm jangka waktu dekade, dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan
tahun. Beberapa klinisi dan peneliti menekankan bahwa kemampuan pasien
skizofrenia utnuk membentuk aliansi terapeutik dengan terapis dapat meramalkan
hasil akhir. Pasien skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang
baik cenderung bertahan dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan, serta
memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2 tahun. Tipe
psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk penanganan
individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya
adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya
relaps. Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan sosial
dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi
kerentanan individu terhadap stress.

23
X. Differential Diagnose

Gangguan Psikotik Lain

Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan skizofreniform,


gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan waham. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang berdurasi setidaknya 1 bulan
tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat merupakan diagnosis yang sesuai
bila gejala berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila pasien tidak
kembali ke keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom
manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, gangguan
skizoafektif adalah diagnosis yang tepat. Waham nonbizar yang timbul selama
sekurangnya 1 bulan tanpa gejala skizofrenia lain atau gangguan mood patut didiagnosis
sebagai gangguan waham.

Gangguan Kepribadian

Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran yang


sama dengan skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah
gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian obsesif-
kompulsif yang parah dapat menyamarkan suatu proses skizofrenik yang mendasari.
Tak seperti skizofrenia, gangguan kepribadian memiliki gejala ringan dan riwayat
terjadi seumur hidup pasien. Gangguan ini juga tidak memiliki tanggal awitan yang
dapat diidentifikasi.

XI. Komplikasi

Beberapa individu yang mengalami skizofrenia dapat terkena stroke dan


mengalami kerusakan otak, yang tidak disadarinya. Kurangnya kesadaran tentang
skizofrenia dan penyakit manik-depresi merupakan keadaan biasa dialami penderita
yang tidak memperhatikan pengobatannya. Terdapat pula komplikasi sosial, dimana
penderita dikucilkan oleh masyarakat. Setelah itu dapat juga menjadi korban kekerasan
dan melukai diri sendiri. Pada komplikasi depresi, penderita dapat melakukan tindakan
bunuh diri. Disamping bunuh diri karena depresi dan halusinasi, penderita skizofrenia
yang tadinya tidak merokok, banyak menjadi perokok berat ini diperkirakan karena
faktor obat, yang memblok satu reseptor dalam otak (nikotin). Reseptor nikotin yang
24
menimbulkan rasa senang, pikiran jernih, mudah menangkap sesuatu. Akibatnya
penderita skizofrenia mencari kompensasi dengan mengambil nikotin dari luar, dari
rokok. Dan resiko dari perokok memperpendek usia, karena adanya penyakit saluran
pernapasan, kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya.

XII. Prognosis

Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun setelah


rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10-20% persen yang
dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat
digambarkan memiliki hasil akhir yang buruk, dengan rawat inap berulang, eksaserbasi
gejala, episode gangguan mood mayor, dan percobaan bunuh diri. Namun, skizofrenia
tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang memburuk dan sejumlah faktor
dikaitkan dengan prognosis yang baik. Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari
10-60%, dan taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20-30% pasien terus mengalami
gejala sedang, dan 40-60% pasien tetap mengalami hendaya secara signifikan akibat
gangguan tersebut selama hidup mereka.

25
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental dengan


karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Adapun beberapa faktor
etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain genetik, metabolisme, neurokimia.
Pada Skizofrenia terdapat gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif mencakup waham dan
halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atu menumpul, miskin bicara (alogia) atau isi
bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi, anhedonia, dan penarikan diri secara
sosial. Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan
gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin. Mengingat belum bisa diketahui
penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka
deteksi dan pengendalian dini penting, terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan
pengobatan dini, bila telah didiagnosis dapat membuat penderita normal kembali, serta
mencegah terjadinya gejala skizofrenia berkelanjutan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.170-94.

Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:31-40.

Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan
& sadock’s concise textbook of clinical psychiatry. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.147-
75.

Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga University Press;
2009.h.195-277.

Sobell JL, Mikesell MJ, Mcmurray CT. Genetics and etiopathophysiology of schizophrenia.
Mayo Clin Proc Oct 2005;77:1068-82.

Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical pharmacology at a glance.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.

The Four Dopamine Pathways Relevant to Antipsychotics Pharmacology. Guzmán, Flavio.


Psychopharmacolgy Institute. Diunduh dari :http://psychopharmacologyinstitute.com/

27

Anda mungkin juga menyukai