SISTITIS AKUT
SISTITIS AKUT
Disusun Oleh:
Khairi Wilda Prihati, S.Ked
G1A221068
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session (CRS)
yang berjudul “SISTITIS AKUT” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD H. Abdul
Manap Kota Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Erwin Dharmawan, M.Biomed,
Sp.PD, FINASIM yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Case Report
Session (CRS) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan ini. Penulis mengharapkan semoga Case Report Session
(CRS) ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB IV ANALISIS KASUS ............................................................................ 26
BAB V KESIMPULAN .................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30
v
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum ISK dibagi menjadi dua, yaitu ISK bagian bawah dan ISK
bagian atas. Infeksi Saluran Kemih (ISK) bagian bawah menjadi kasus yang sering
terjadi. Kasus tersebut terjadi karena masuknya bakteri melalui uretra. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
ISK seperti umur, jenis kelamin, penggunaan obat immunosupresan dan steroid,
pemasangan katerisasi, kebiasaan menahan kemih, kebersihan genitalia, dan faktor
predisposisi lain.2
Kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada perempuan menjadi lebih tinggi
dibandingkan pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena anatomi saluran kemih
perempuan memiliki uretra yang lebih pendek dibandingkan dengan laki-laki,
selain itu organ perkemihan perempuan lebih dekat dengan anus dan vagina,
sehingga mikroorganisme akan mudah masuk ke dalam saluran kemih.2
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Nn. N
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Mendalo, Kabupaten Muaro Jambi
Pekerjaan : Mahasiswi
Status Perkawinan : Belum menikah
Tanggal MRS IGD : 17 Oktober 2022, Pukul 20.37 WIB
Tanggal MRS Bangsal : 17 Oktober 2022, Pukul 23.30 WIB
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 17
Oktober 2022.
Keluhan Utama :
Nyeri perut bawah sejak ± 3 hari SMRS
2
semakin memberat tiap harinya pada pagi dan malam hari. Demam disertai
dengan menggigil. Mual (+), muntah (+) >5x/hari. Muntah yang
dikeluarkan berisi makanan yang dimakan.
Os juga mengeluhkan sulit buang air kecil, BAK sering namun
hanya sedikit-sedikit, urine berwarna pekat dan terasa panas.
• ± 1 Hari SMRS
Os mengeluhkan nyeri perut bagian bawah secara terus-menerus. os
merasakan perutnya kencang bila ditekan. Os juga merasakan otot
pinggang terasa kencang. Keluhan yang dirasakan disertai dengan demam
yang semakin memberat tiap harinya. demam disertai dengan menggigil.
Mual (+), muntah (+) >5x/hari. Muntah yang dikeluarkan berisi makanan
yang dimakan.
Os juga mengeluhkan sering merasa ingin BAK pada malam hari
tetapi urine sulit untuk keluar, urine keluar sedikit-sedikit, berwarna pekat
dan terasa panas. BAB tidak ada keluhan. BAK kemerahan (-), BAK
berpasir (-), batuk (-), pilek (-) sehingga os di bawa ke RSUD H. Abdul
Manap Kota Jambi.
3
• Konsumsi alkohol (-)
• Merokok tidak ada
Pemeriksaan Khusus
a. Kulit
‐ Warna : Sawo matang
‐ Efloresensi :-
‐ Pigmentasi :-
‐ Jaringan parut :-
‐ Keringat : Minimal pada seluruh tubuh
‐ Suhu : 38.7 oC
‐ Turgor : Kembali cepat
‐ Ikterus :-
‐ Lapisan lemak : Normal
b. Kelenjar
4
‐ Pembesaran KGB :-
c. Kepala
‐ Rambut : Distribusi rata, tidak mudah dicabut
‐ Bentuk kepala : Normocephal, deformitas (-)
‐ Wajah : Simetris, edema (-), sianosis (-)
‐ Ekspresi : Tampak sakit sedang
d. Mata
‐ Konjungtiva : Anemis (-)
‐ Sklera ikterik : Ikterik (-)
‐ Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+)
‐ Gerakan : Normal
‐ Lapang pandang : Sama dengan pemeriksa
e. Telinga
‐ Bentuk : Simetris
‐ Sekret : Minimal (+/+)
‐ Lubang : Hiperemis (-/-)
‐ Pendengaran : Normal
‐ Nyeri tekan tragus : -/-
f. Hidung
‐ Bentuk : Simetris
‐ Sekret : -/-
‐ Septum : Deviasi (-/-)
‐ Sumbatan : -/-
‐ Perdarahan : -/-
g. Mulut
‐ Bibir : Kering, sianosis (-)
‐ Lidah : Atrofi papil (-), plak (-)
‐ Gusi : Perdarahan (-), bengkak (-)
‐ Tenggorokan : Tonsil T1/T1, hiperemis (-), bengkak (-)
h. Leher
‐ Kelenjar tiroid : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
5
‐ Kelenjar limfonodi : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
‐ Tekanan JVP : 5 ± 2 Cm
‐ Kaku kuduk :-
i. Paru-paru
‐ Inspeksi
Statis : Pergerakan dinding dada simetris, sikatriks
(-), spider nevi (-), jaringan parut (-)
Dinamis : Pergerakan dinding dada simetris
Pernapasan : Thorako-abdominal
‐ Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus taktil
kanan sama dengan kiri
‐ Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (+/+)
‐ Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
j. Jantung
‐ Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
‐ Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicularis sinistra, 1-2 jari, tidak kuat
angkat
‐ Perkusi
Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Pinggang Jantung : ICS III linea midclavicularis sinistra
‐ Auskultasi : BJ I-II Reguler, murmur (-), gallop (-)
k. Abdomen
‐ Inspeksi : Datar, simetris, spider nevi (-), sikatriks (-),
jaringan parut (-)
‐ Palpasi
Nyeri tekan : Nyeri tekan suprapubik (+), perut terasa
kencang, nyeri ketok CVA (+)
6
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
‐ Perkusi : Timpani (+)
‐ Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
l. Ekstremitas
‐ Superior
Dextra : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-),
kekuatan : 555
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-),
kekuatan : 555
‐ Inferior
Dextra : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-),
kekuatan : 555
Sinistra : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-),
kekuatan : 555
7
MCHC 35,4 g/dl 31 – 38
LYM % 19.5 % 15 – 50
GRA % 73,5 % 35 – 80
MID % 7,0 % 2 – 15
Interpretasi : Dalam batas normal
8
Reaksi / pH 6.0 Sel epitel 0-1/LPK
Berat Jenis 1010 Selinder
Protein Negative S. Granuler Negative
Glukosa / reduksi Negative S. Hialin Negative
Keton Negative S. Eritrosit Negative
Darah Negative S. keukosit Negative
Bilirubin Negative S. Epitel Negative
Urobilin Negative
Urobilinogen Negative
Nitrit Negative
2.8 Tatalaksana
Non Farmakologis :
1. Tirah baring
2. Edukasi pasien
3. Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal
4. Menjaga higienitas genitalia eksterna
9
Farmakologis :
1. IVFD RL 20 tts/menit
2. Inj. Omeprazole 2x40 mg (IV)
3. Inj Ondansetron 3x1 gr (IV)
4. Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (IV)
5. Inj. Ketorolac 2x1 gr (IV)
6. PO Paracetamol 3x500 mg
7. PO Ambroxol 3x30 mg
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
O:
Tanda Vital
‐ TD : 120/80 mmHg
‐ SpO2 : 98%
‐ Nadi : 76x/menit
‐ RR : 20x/menit
‐ T : 37.8 oC
Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan pada regio suprapubic
(+), Nyeri tekan CVA (+)
10
A : Sistitis akut dd/ pyelonepritis
akut + dyspepsia like ulcer
P:
1. IVFD RL 20 tts/menit
2. Inj. Omeprazole 2x40 mg (IV)
3. Inj. Ondansetron 3x1 gr (IV)
4. Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (IV)
5. Inj. Ketorolac 2x1 gr (IV)
6. Po. Paracetamol 3x500 mg
7. Po. Ambroxol 3x30 mg
Rencana pemeriksaan :
Cek urinalisa ulang (19/10/2022)
O:
Tanda Vital
‐ TD : 115/80 mmHg
‐ SpO2 : 98%
‐ Nadi : 70x/menit
‐ RR : 20x/menit
‐ T : 36,9 oC
Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan pada regio suprapubic
(+), Nyeri tekan CVA (+)
11
A : Sistitis akut dd/ pyelonepritis
akut + dyspepsia like ulcer
P:
1. IVFD RL 20 tts/menit
2. Inj. Omeprazole 2x40 mg (IV)
3. Inj. Ondansetron 3x1 gr (IV)
4. Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (IV)
5. Inj. Ketorolac 2x1 gr (IV)
6. Po. Paracetamol 3x500 mg
7. Po. Ambroxol 3x30 mg
Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan pada regio suprapubic
(+), Nyeri tekan CVA (+)
12
3. Inj. Ondansetron 3x1 gr (IV)
4. Inj. Ceftriaxone 1x2 gr (IV)
5. Inj. Ketorolac 2x1 gr (IV)
6. Po. Paracetamol 3x500 mg
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Etiologi
Di dunia dilaporkan bahwa Escherichia coli merupakan penyebab
terbanyak infeksi saluran kemih (ISK) yaitu mencapai 85% untuk infeksi
community-acquired dan 60% infeksi hospital-acquired. Di Indonesia pada
tahun 2002-2004 dari 3 senter pendidikan yaitu Jakarta (Bagian
Mikrobiologi & Bagian Patologi Klinik), Bandung (Bagian Patologi Klinik
Sub Bagian Mikrobiologi) dan Surabaya (Bagian Mikrobiologi) didapati
pola kuman isolat urin terbanyak yaitu pada Tabel 3.1
14
Tabel 3.1 Pola Kuman Isolat Urin Terbanyak
Kuman Jumlah
Escherichia coli 1161 (34,85%)
Klebsiella sp 554 (16,63%)
Pseudomonas sp 498 (14,95%)
Staphylococcus epidermidis 165 (4,95%)
Enterobacter aerogenes 153 (4,59%)
15
keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan
residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara
hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius.
Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain:
adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibatkan penimbunan
cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai
hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu,
neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki
diatas usia 60 tahun.3
3.1.3 Epidemiologi
Prevalensi ISK di populasi umum di Indonesia berkisar antara 5-
15%. Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2014 menunjukkan bahwa
jumlah penderita penyakit ISK mencapai 90-100 kasus per 100.000 penduduk
per tahun. ISK merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan kedua dan
masuk 10 besar penyakit dengan angka kejadian tertinggi. Pada penelitian di
Indonesia yang dilakukan pada penderita diabetes didapatkan kejadian ISK
sebesar 47 %, pasien dengan batu ginjal 41 %, dan pasien dengan obstruksi
saluran kemih sebesar 20 %. Dari 40 % penderita yang terpasang kateter
mendapatkan infeksi nosokomial dan bakteriuri sebanyak 26%.3
Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information
Clearinghouse (NKUDIC), ISK merupakan penyakit infeksi kedua tersering
setelah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per
tahun.3
Angka kejadian ISK adalah 1:100 pertahun. Insiden ISK meningkat
pada anak, menurun pada umur dewasa dan meningkat lagi pada lansia. >10%
wanita yang > 65 tahun melaporkan mengalami ISK dalam 12 tahun terakhir.
Jumlah ini meningkat hampir 30% pada wanita >80 tahun. Angka kejadian
ISK meningkat pada pasien berumur 40 tahun ke atas dengan puncak tertinggi
16
yaitu pada kelompok umur 50-59 tahun. Sebagian besar pasien ISK berjenis
kelamin perempuan.6
3.1.4 Klasifikasi
Menurut pembagian anatomisnya ISK dibagi menjadi :
1. Infeksi Saluran Kemih Bawah (ISK-B), meliputi infeksi dan
peradangan pada:
a. Perempuan : meliputi sistitis yakni suatu presentasi infeksi
kandung kemih disertai bakteriuria bermakna, dan sindrom uretra
akut (SUA) yakni adanya presentasi sistitis tanpa adanya
mikroorganisme/steril.
b. Laki-laki : sistitis, prostatitis, epididimitis, dan urethritis.
2. Infeksi Saluran Kemih Atas (ISK-A) meliputi pielonefritis akut (PNA)
yakni adanya proses inflamasi pada parenkim ginjal yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, dan pielonefritis kronis (PNK) yang merupakan
kondisi lanjut dari adanya infeksi akut sejak masa kecil, obstruksi
saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan maupun tanpa adanya
bakteriuria kronik dan sering diikuti terjadinya jaringan parut pada
ginjal.4
17
Merupakan kondisi ditemukannya bakteriuria bermakna yang juga
diikuti oleh adanya keluhan maupun tanda-tanda klinis suatu ISK.4
18
kebiasaan menahan kemih, kebersihan genitalia, dan faktor predisposisi
lain.6
Banyaknya perempuan yang menderita ISK dari pada laki-laki
dikarenakan anatomi uretra perempuan memiliki uretra pendek sehingga
bakteri kontaminan lebih mudah masuk menuju saluran kemih, sedangkan
pada laki-laki memiliki uretra panjang yang memiliki cairan prostat dimana
cairan tersebut bersifat bakterisida sebagai pelindung terhadap infeksi oleh
bakteri. Infeksi Saluran Kemih terjadi pada orang dewasa disebabkan karena
adanya aktivitas seksual, penyakit kronis, gangguan fungsional
genitourinaria dan penggunaan obat-obatan tertentu.6
3.1.6 Patogenesis
Pada sebagian besar ISK, bakteri akan naik menginfeksi secara
asendens dari uretra ke kandung kemih. Bakteri secara asendens akan terus
naik melalui ureter ke ginjal dan akan menyebabkan infeksi parenkim ginjal.
Namun, masuknya bakteri ke dalam kandung kemih tidak langsung
menyebabkan infeksi yang berkelanjutan dan bergejala. Interaksi faktor
inang (host), patogen, dan lingkungan menentukan apakah akan terjadi
invasi jaringan dan infeksi simtomatik. Sebagai contoh, bakteri sering
memasuki kandung kemih setelah melakukan hubungan seksual, tetapi
mekanisme berkemih dan pertahanan inangbawaan akan menghilangkan
organisme ini. Benda asing apa pun dalam saluran kemih, seperti kateter
atau batu kemih, memberikan permukaan lembab untuk kolonisasi bakteri.
Miktruisi abnormal dan/atau volume urin residual yang signifikan akan
meningkatkan risiko infeksi. Dapat disimpulkan, apa pun yang meningkat
kemungkinan bakteri memasuki kandung kemih dan menetap di sana akan
meningkatkan risiko ISK.7
3.1.7 Gejala Klinis
ISK berdasarkan posisi anatomis terbagi atas ISK bawah dan atas.
Gejala ISK bagian bawah yaitu disuria, polakisuria atau frekuensi urgensi,
stranguria, nyeri suprasimfisis dan enesmus serta enuresis nokturnal.
Gejala ISK bagian atas dapat berupa demam, menggigil, nyeri pinggang,
19
nyeri kolik, mual, muntah, nyeri ketok sudut kostovertrebata dan
hematuria. Dapat ditemukan manifestasi tidak khas berupa nyeri abdomen,
nyeri kepala, nyeri punggung dan diare.8
Beberapa gejala tipikal ISK ialah rasa nyeri dan panas ketika
berkemih (dysuria), frekuensi berkemih yang meningkat dan terdesak
ingin selalu berkemih (urgency), sulit berkemih dan disertai kejang otot
pinggang (stranguria), rasa nyeri dengan keinginan mengosongkan
kandung kemih walaupun sudah kosong (tenesmus), kecenderungan ingin
buang air kecil pada malam hari (nokturia) dan kesulitan memulai
berkemih (prostatismus).8
Manifestasi klinis ISK berbeda-beda, sesuai dengan lokasi
terjadinya infeksi. Pada ISK bawah (sistisis), gejala klinis yang
ditimbulkan seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan
stranguria. Sedangkan gejala klinis pada pyelonefritis akut dapat berupa
demam (39.5-40.5ºC) disertai menggigil dan sakit pinggang. PNA sering
didahului dengan terjadinya ISK bawah.8
3.1.8 Pendekatan Diagnosis
a. Anamnesis
Pada ISK atas dapat ditemui gejala seperti demam, kram, nyeri
punggung, muntah, dan urin berdarah. Pada ISK bawah dapat ditemui
gejala seperti nyeri suprapubik, nyeri saat BAK, urin berdarah, urgensi dan
stranguria.8
20
Gambar 3.1 Pendekatan Diagnosis Pada ISK
21
b. Pemeriksaan Fisik
Biasanya pasien ISK dapat datang dengan demam, meski tidak
selalu. Nyeri tekan suprapubik akan mengkonfirmasi ISK bawah.
Biasanya pada pasien yang mengalami infeksi saluran kemih atas,
khususnya di ginjal, akan didapati nyeri ketok sudut kostovertebra yang
signifikan.8
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopi dan kultur urin merupakan gold
standard untuk mendeteksi ISK asimptomatik bakteriuria. Setelah
dilakukan identifikasi bakteri, dilakukan uji sensitivitas terhadap
antibiotik. Berikut pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis ISK:
22
1) Urinalisis
• Leukosuria: hasil postitif bila terdapat >5 sel leukosit/LPB
• Hematuria: hasil positif bila dijumpai 5-10 sel eritrosit/LPB
2) Bakteriologis
• Mikroskopis: hasil positif bila dijumpai satu bakteri lapangan
pandang minyak emersi.
• Biakan bakteri: hasil positif apabila terdapat >100.000
organisme patogen/mL.
3) Tes plat-celup (dip-slide)
Terdapat lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisinya
dilapisis perbenihan padat khusus. Prinsipnya, lempeng tersebut
dicelupkan pada urin di tabung penyimpanan, kemudian di biarkan
semalam. Tes ini bertujuan untuk menilai jumlah kuman per mL
dengan membandingka pola pertumbuhan lempeng perbenihan
dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan kepadatan
koloni yang sesuai denhan jumlah kuman antara 1.000 dan 100.000
dalam tiap mL urin.
4) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis berguna untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh batu di saluran kemih atau adanya kelainan
anatomis.10
3.1.9 Tatalaksana
a. Prinsip manajemen ISK bawah meliputi:9
‐ Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjal normal
‐ Menjaga higienitas genitalia eksterna
‐ Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik selama 3 hari
dengan pilihan trimetoprim sulfametoxazole, fluorikuinolon,
amoxicillin-clavulanate, cefpodoxime, untuk pilihan lainnya
tertera pada Tabel 3.2
23
Tabel 3.2 Antimikroba pada ISK Bawah tanpa komplikasi
24
3.1.10 Prognosis
Infeksi saluran kemih tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis
lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan
disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis
jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis
umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang
adekuat dan dilakukan koreksi bedah, hal ini terjadi terutama pada penderita
dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis,
pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara dokter,
dan pasien sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang
mengarah ke fase terminal gagal ginjal kronis
25
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini pasien berjenis kelamin perempuan. Banyak nya perempuan
yang menderita ISK dari pada laki-laki dikarenakan anatomi uretra perempuan
memiliki uretra pendek 2-3 cm sehingga bakteri kontaminan lebih mudah masuk
menuju saluran kemih, selain itu juga karena letak saluran kemih perempuan lebih
dekat dengan rektal sehingga mempermudah kuman-kuman masuk ke saluran
kemih, sedangkan laki-laki memiliki uretra panjang 15-18 cm yang memiliki cairan
prostat dimana cairan tersebut bersifat bakterisidal sebagai pelindung terhadap
infeksi oleh bakteri.3
Pasien berusia 20 tahun hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
lebih kurang 35% kaum wanita selama hidupnya pernah menderita ISK akut dan
umur tersering adalah di kelompok umur antara 20 sampai 50 tahun, sedangkan
pada laki-laki hal tersebut sering terjadi setelah usia 50 tahun ke atas.3
Pasien mengeluhkan demam yang disertai rasa menggigil. Demam
dirasakan terus menerus. Os juga mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah,
Mual (+), muntah (+). Menggigil merupakan bagian dari mekanisme tubuh pada
saat terjadi gangguan otak atau infeksi, set poin di hipotalamus mengalami
perubahan menjadi lebih tinggi dari suhu tubuh normal. Sehingga menyebabkan
beberapa mekanisme perlindungan tubuh untuk menyesuaikan suhu tubuh dengan
suhu set poin di hipotalamus.
Mekanisme ini dilakukan dengan menahan pelepasan panas dari kulit dan
meningkatkan penghasilan panas tubuh. Adapun cara menahan panas di kulit adalah
dengan mengecilkan ukuran pembuluh darah kulit. Adapun cara menghasilkan
panas tubuh adalah dengan aktivasi otot-otot rangka, ini disebut dengan menggigil.
Manifestasi awal ISK pada pasien biasanya gejala khasnya adalah demam
yang dapat berhubungan dengan pyuria dan bakteriuria. Beberapa studi
menambahkan gejala lain yaitu hematuria mikroskopik dan nyeri abdomen. Pada
banyak kasus, saat demam biasanya didapatkan peningkatan C-reactive protein
(CRP) dan peningkatan jumlah leukosit.11
26
Os juga mengeluhkan nyeri tekan pada regio suprapubic (+), nyeri tekan
pada regio suprapubic bisa disebabkan oleh adanya proses inflamasi pada organ
yang terdapat pada regio tersebut, salah satunya yaitu kandung kemih.
Diagnosis ISK ditegakkan dengan salah satu dari gejala berikut: 1) demam,
urgensi, frekuensi, disuria, nyeri tekan suprapubik, dan urin kultur ≥105
mikroorganisme/ cm3 atau 2) dua dari gejala sebelumnya dan satu dari gejala
berikut: leukosit esterase positif dan/atau nitrat, pyuria (≥10 leukosit/mm3 ), atau
≤105 mikroorganisme/ cm3 jika pasien telah mendapatkan antibiotic.11
Pada kasus ini, didapatkan gejala ISK pasien yaitu demam dan BAK sulit
serta urine keluar sedikit-sedikit yang berwarna keruh. Pada pemeriksaan urinalisa
pasien ini didapatkan juga jumlah leukosit yang tinggi dalam urin yaitu 6-8/LPB.
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan
adalah ISK. Leukosuria dinyatakan positif bilamana terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang padang besar (LPB) sedimen air kemih yang mengindikasikan
adanya infeksi pada saluran kemih. Berdasarkan kriteria diagnosis ISK tersebut,
maka pada pasien ini sudah dapat ditegakkan ISK.
Tatalaksana pada pasien ini diberikan IVFD RL 20 tts/menit, dimana
prinsip tatalaksana pasien isk diberikan intake cairan yang banyak. Injeksi
Omeprazole 2x40 mg (IV), omeprazole yang berikatan dengan proton (H+) secara
cepat akan diubah menjadi sulfonamida, suatu penghambat pompa proton yang
aktif. Pada pasien ini penggunaan omeprazole bertujuan untuk mengurangi sekresi
asam lambung sehingga mengurangi keluhan mual dan muntah pada pasien dimana
pasien mengalami muntah >5x sehari. Injeksi Ondansetron 3x1 gr (IV) diberikan
untuk mencegah keluhan mual dan muntah pada pasien. Injeksi Ceftriaxone 1x2 gr
(IV), antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan
sefalosporingenerasi ketiga. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan kuman,
berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk
ketangguhan dindingnya. ceftriaxone memiliki waktu paruh yang lebih panjang
dibandingkan sefalosprin yang lain sehingga cukup diberikan satu kali sehari.
Injeksi Ketorolac 2x1 gr (IV) diberikan untuk meredakan peradangan dan rasa nyeri
27
yang dirasakan pasien. Po Paracetamol 3x500 mg diberikan untuk terapi demam
pasien, Po Ambroxol 3x30 mg diberikan untuk mengencerkan dahak dan
melegakan pernafasan ketika mengalami gatal pada tenggorokan akibat dahak.
28
BAB V
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Yuliana, Irma. Gambaran Kejadian Infeksi Saluran Kemih Pada Ibu Hamil
Di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan. Jurnal Kesehatan. Surakarta. 2020.
2. Yuliana, Irma. Gambaran Kasus Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Jenis
Kelamin, Usia Dan Spesies Bakteri Di Kota Jakarta. Jurnal Kesehatan.
Surakarta. 2020.
3. Yashir, M. Apriani, Variasi Bakteri Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih
(Isk). Jurnal Media Kesehatan, Volume 12 Nomor 2, Desember 2019, Hlm.
102-109
4. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 6th Ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014. P. 2129–36.
5. Anak Agung Lidya Nirmala Dewi, Dkk. Gambaran Kejadian Infeksi
Saluran Kemih Pada Ibu Hamil Di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan.
Issn Online : 2549-1520, Issn Cetak : 2338 – 1159, Vol. 6, No. 1, Juni 2018
Hlm. 27 – 38, Http://Ejournal.Poltekkes-Denpasar.Ac.Id /Index.Php/
6. Irawan, Erna. Mulyana, Hilman. Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Saluran
Kemih (Isk)(Literature Review). Prosiding Seminar Nasional Dan
Diseminasi Penelitian Kesehatan Stikes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya,
21 April 2018 Isbn:978-602-72636-3-5
7. K. Gupta, Trautner Bw. Urinary Tract Infections, Pyelonephritis, And
Prostatitis. In: Harrison’s Principles Of Internal Medicine 19th Edition.
Mcgraw-Hill Education; 2015. P. 861–8.
8. Foxman B. Urinary Tract Infection Syndromes: Occurrence, Recurrence,
Bacteriology, Risk Factors, And Disease Burden. Epidemiology Of Uti
Syndromes. 2014;1:1–13.
9. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary Dl. Penatalaksanaan Di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis. In: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
10. Idi. Pbidi, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. 2014.
30
11. Nursamsu, Febrilian, Reza. Wanita Usia 31 Tahun Dengan Infeksi Saluran
Kemih Berulang Dan Rejeksi Transplan Ginjal: Suatu Laporan Kasus.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 6, No. 4. Desember 2019.
31