Pembimbing :
dr. Hj. Rita Anggraini, Sp.A
Disusun Oleh :
Afif Husain Faizar 20360232
Muhammad Syobri 20360206
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
” BBLR dengan Respiratory Distress Syndrome”.
Referat ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi penilaian pada
kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Haji
Medan. Penyusunan referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut
membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hj. Rita Anggraini, Sp.A
selaku pembimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik Bagian Departemen
Ilmu Kesehatan Anak atas kerjasamanya selama penyusunan laporan ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun
bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB 1 LAPORAN KASUS............................................................................................1
I. Identitas pasien......................................................................................................1
II. Anamnesis.............................................................................................................1
III. Pemeriksaan Fisik.................................................................................................2
IV. Diagnosa Banding.................................................................................................5
V. Diagnosa Kerja......................................................................................................5
VI. Terapi....................................................................................................................6
VII. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................6
VIII. Hasil Laboratorium...............................................................................................7
IX. Hasil Radiologi....................................................................................................8
X. Follow Up Pasien Selama Rawat Inap NICU......................................................9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................31
ii
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
BAGIAN PENYAKIT PEDIATRI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN SUMATRA UTARA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By.Ny. Dian Fariha
Umur : 1 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kemuning Baru, Percut Sei Tuan
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
No. RM 375764
Tanggal Masuk : 05-03-2022
Ruangan : NICU
Dokter : dr. Beatrix Sp.A
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Tidak segera menangis
Telaah :
Bayi laki-laki lahir secara spontan dengan KDR (34 minggu) tidak
segera menangis (+), mekonium jernih, gerakan lemah (+), merintih (+)
dan anemis pada seluruh tubuh.
Riwayat penyakit ibu : Tidak Ada
Riwayat kehamilan : Ibu rutin kontrol secara teratur ke dokter, G1P1A0.
Riwayat penyakit keluarga : Tidak Ada
1
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit berat
Pernafasan : 52 x/i
Denyut Nadi : 142 x/i
Frekuensi Nafas. : 52 x/i
SPO2 : 81%
Temperature : 36.20C
SPO2 : 81%
B. Data Antropometri
Berat Badan : BBL 2100 gram (2500-4000 gram)
Panjang Badan : 48 cm
Lingkar Kepala : 31 cm
Lingkar Dada : 30 cm
kesan : Normochepali
2
Ballad Scored
3
MENENTUKAN KLASIFIKASI BAYI DENGAN LUBCHENKO
C. STATUS GENERALISASI
Kepala
Bentuk dan ukuran. : Simetris, bulat, Normochepaly, UUB belum menutup.
Rambut & kulit kepala : Warna hitam, tebal biasa, pertumbuhan rambut merata,
lanugo (-)
Mata : Konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik, sekret (-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (+)
Telinga : DBN, tidak ada sekret
Bibir : Sianosis (+)
Mulut : Bentuk simetris
Leher : Dalam Batas normal, pembesaran KGB (-)
4
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Gerak napas kedua hemithoraks simetris, Retaksi intercosta
(+). areola & papilla mammae (+). Puting Susu datar, 1 – 2 mm
Palpasi : Sulit dinilai
Perkusi : Sonor melemah dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler(+) normal, ronkhi (+), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi. : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba pada linea mid clavicula sinistra
Auskultasi : irama regular, murmur (-),gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak ditemukan adanya benjolan, datar
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
· Anus dan rektum : Dalam batas normal
· Genitalia : Laki-laki,
· Anggota gerak : Akral Dingin, sianosis (-), capillary refill time > 3 detik
· Kulit : kuning (-). pucat (+)
V. DIAGNOSA KERJA
BBLR + Respiratory Distress Syndrome ec Hialin Membrane Disease + Susp.
Sepsis
5
VI. TERAPI
1. Rawat NICU
2. CPAP FiO2 30% PEEP 7
3. IVFD Dextrose 10% 9 gtt mikro/i
4. OGT terpasang
5. Inj. Cefotaxim 110mg/24 jam
6. Inj. Gentamicin 4mg/36jam
7. Diet ASI/PASI 2cc/2 jam /OGT
6
VIII. HASIL LABORATORIUM
7
IX. HASIL RADIOLOGI
8
X. FOLLOW UP PASIEN SELAMA RAWAT INAP NICU
Hari/Tgl S O A P HASIL LAB
Minggu KU lemah BBL: 2100 gr, RDS ec - IVFD Dextrose 10% 6 gtt Hemoglobin ↑
06/03/22 Sesak (+), PBl: 48 cm HMD mikro/i Hematokrit ↑
retaksi (+) LK: 31 cm - Os terpasang CPAP FiO2;60% PDW ↑
HR: 140x/i, , PEEP;7 RDW-CV ↑
RR 60x/I, - Inj. Cefotaxim 90 mg/24 jam Monosit ↑
SP02 94%, - inj. Aminosteril 1cc/jam Total Monosit ↑
Suhu : 36,5 C - Diet ASI/PASI 5cc/2 jam Eosinofil ↓
KGD ↑
9
Rabu KU BBL: 2100gr, RDS ec - O2 0,5-1 L/i
09/03/22 Lemah PB: 48 cm HMD - IVFD dextrose 10% 6
Sesak (+) LK: 33 cm gtt/i
↓ retaksi HR: 130x/i, - Inj. Cefotaxime 90
(+) RR 38 x/I, mg/24jam
SP02 98%, - Inj. Aminosteril 1cc/jam
Suhu : 36,5 C - Diet ASI/PASI 5cc/2jam
- LBW 10-15cc/2jam OGT
Kamis KU lemah BBL: 2100gr, RDS ec - O2 0,5-1L/i
10/03/22 sesak (+)↓ PB: 50 cm HMD - IVFD dextrose 10% 6
retraksi LK: 33 cm gtt/i
(+) HR: 130x/i - Inj. Cefotaxime 90
BAB (-) RR 38x/I, mg/24jam
BAK(-) SP02 93%, - Inj. Aminosteril 1cc/jam
Suhu : 37 C - Diet ASI/PASI 5cc/2jam
- LBW 10-15cc/2jamOGT
Jumat KU lemah BBL: 2100gr, RDS ec
11/03/22 sesak (+)↓ PB: 50 cm HMD - IVFD dextrose 10% 6
retraksi (-) LK: 33 cm gtt/i
BAB (+) HR: 130x/i - Inj. Cefotaxime 90
BAK(-) RR 38x/I, mg/24jam
SP02 93%, - Inj. Aminosteril 1cc/jam
Suhu : 37 C - Diet ASI/PASI 5cc/2jam
- LBW 10-15cc/2jamOGT
Sabtu KU lemah BBL: 2100gr, RDS ec - IVFD 4:1 N5 6gtt/i
12/03/22 Sesak (+) PB: 50 cm HMD - CPAP FiO2 45 % PEEP 6
NGT LK: 33 cm - Inj. Dexametason 1mg/24
kotor, HR: 130x/i jam
esmesis RR 38x/I, - Inj. Aminosteril 1,8cc/12
(+) SP02 93%, jam
retraksi Suhu : 37 C - Inj. Amikasin 20mg/24jam
(+) - Inj. Meropenem 70mg/12
BAB (-) jam
BAK (-) - Inj. Ranitidin 2mg/12 jam
- Diet ASI/PASI 5cc/2jam
- LBW 10-15cc/2jamOGT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang
saat dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai masa
gestasi. (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO)
semua bayi yang telah lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2.500 gram
disebut Low Birth Weight Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Banyak yang masih beranggapan apabila BBLR hanya terjadi pada bayi
prematur atau bayi tidak cukup bulan. Tapi, BBLR tidak hanya bisa terjadi pada
bayi prematur, bisa juga terjadi pada bayi cukup bulan yang mengalami proses
hambatan dalam pertumbuhannya selama kehamilan (Profil Kesehatan Dasar
Indonesia, 2014).
1. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) prematuritas murni, yaitu BBLR yang
mengalami masa gestasi kurang dari 37 minggu. Berat badan pada masa gestasi
itu pada umumnya biasa disebut neonatus kurang bulan untuk masa kehamilan
(Saputra, 2014).
2. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dismatur, Yaitu BBLR yang memiliki
berat badan yang kurang dari seharusnya pada masa kehamilan. BBLR dismatur
dapat lahir pada masa kehamilan preterm atau kurang bulan-kecil masa
kehamilan, masa kehamilan term atau cukup bulan-kecil masa kehamilan, dan
masa kehamilan post-term atau lebih bulan-kecil masa kehamilan (Saputra, 2014).
1
2.3 Etiologi BBLR
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus.
Etiologi dari maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR
(Intrauterine Growth Restriction). Yang termasuk prematur dari faktor maternal
yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi, penggunaan obat, KPD,
polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta, plasenta previa, solusio plasenta,
inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan yang termasuk IUGR
(Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal yaitu Anemia, hipertensi,
penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu alcohol atau narkortika. Selain
etiologi dari faktor maternal juga ada etiologi dari faktor fetus. Yang termasuk
prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi multipel atau malformasi. Sedangkan,
yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu
Gangguan kromosom, infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau
gestasi multipel (Bansal, Agrawal, dan Sukumaran, 2013).
Selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi dengan berat
badan lahir rendah atau biasa disebut BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :
A. Faktor ibu :
1) Penyakit
Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi dan biasanya
kejadiannya bisa penyakit berat yang dialami ibu pada saat ibu hamil ataupun
pada saat melahirkan. Penyakit kronik pada ibu yang dapat menyebabkan
terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik, Preeklampsia, diabetes melitus dan
jantung (England, 2014).
1
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi atau
darah tinggi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
2) Ibu (geografis)
a. Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun.
b. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke anak yang akan
dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
c. Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling sering terjadi
yaitu paritas pertama dan paritas lebih dari 4.
1. Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan sosial ekonomi
yang kurang. Karena pengawasan dan perawatan kehamilan yang sangat
kurang.
2. Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi keadaan bayi.
3. Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi fisik serta mental.
B. Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR disebabkan oleh :
kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan,
gawat janin, dan kehamilan kembar).
1
C. Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat menjadi salah
satu faktor. Kelainan plasenta dapat disebabkan oeh : hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
D. Faktor lingkungan
banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor lingkungan ini. Faktor
lingku ngan yang dapat menyebabkan BBLR, yaitu : tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun (England, 2014).
Manifestasi klinis atau biasa disebut gambaran klinis biasanya digunakan untuk
menggambarkan sesuatu kejadian yang sedang terjadi. Manifestasi klinis dari
BBLR dapat dibagi berdasarkan prematuritas dan dismaturitas. Manifestasi klinis
dari premataturitas yaitu :
1. Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm,
lingkaran dada < 30 cm, lingkar kepala < 33 cm.
2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3. Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
4. Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
5. Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
6. Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
7. Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
8. Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi jenis
kelamin perempuan, sedangkan pada bayi jenis kelamin laki – laki belum
turunnya testis.
9. Pergerakan kurang, lemah serta tonus otot yang mengalami hipotonik.
10. Menangis dan lemah.
1
11. Pernapasan kurang teratur.
12. Sering terjadi serangan apnea.
13. Refleks tonik leher masih lemah.
14. Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna (Saputra,
2014).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup besar
serta memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Untuk mengatasi masalah-
masalah yang terjadi. Penanganan BBLR meliputi Hal – hal berikut :
1
juga terdapat pada bayi BBLR Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus
dilakukan dengan hati-hati.
4. Penimbangan ketat.
Penimbangan berat badan harus perlu dilakukan secara ketat karena
peningkatan berat badan merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi dan
erat kaitannya dengan daya tahan tubuh
(Syafrudin dan Hamidah, 2009).
1
sendok atau dapatdengan cara memasang sonde ke lambung secara
langsung. Jika ASI tidak dapat mencukupi atau bahkan tidak ada, khusus
pada bayi dengan BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya
mirip ASI atau biasanya dapat disebut susu formula khusus untuk bayi
BBLR (Hartini, 2017).
4. Pencegahan infeksi Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh yang
relatif kecil ataupun sedikit. Maka, sangat berisiko bayi BBLR akan sering
terkena infeksi. Pada bayi yang terkena infeksi dapat dilihat dari tingkah
laku, seperti memiliki rasa malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh
yang relatif meningkat, frekuensi pernapasan cenderung akan meningkat,
terdapat muntah, diare, dan berat badan mendadak akan semakin turun.
Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi tidak boleh kontak
dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan
baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan
mata, hidung, kulit, tindakan asepsis dan antisepsis alat- alat yang
digunakan, rasio perawat pasien ideal, menghindari perawatan yang terlalu
lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibotik yang tepat
(Kusparlina, 2016).
4. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya
kekurangan cairan dan elektrolit. Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi
untuk menambah asupan cairan serta elektrolit yang tidak cukup untuk
kebutuhan tubuh.
5. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi BBLR.
Pemberian oksigen ini dilakukan untuk mengurangi bahaya hipoksia dan
sirkulasi. Apabila kekurangan oksigen pada bayi BLR dapat menimbulkan
ekspansi paru akibat kurngnya surfaktan dan oksigen pada alveoli.
Konsentrasi oksigen yang dapt diberikan pada bayi BBLR sekitar 30%-
35% dengan menggunakan head box. Konsentrasi oksigen yang cukup
tinggi dalam waktu yang panjang akan dapat menyebabkan kerusakan
1
pada
1
jaringan retina. Oksigen dapat dilakukan melalui tudung kepala, dapat
menimbulkan kebutaan pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Sebisa mungkin lakukan dengan bahaya yang sangat kecil mungkin dapat
dilakukan dengan pemberian alat CPAP (ContinousPositive Airway
Pressure) atau dengan pipa endotrakeal untuk pemberian konsentrasi
oksigen yang cukup aman dan relatif stabil.
6. Pengawasan Jalan Nafas
Salah satu bahaya yang paling besar dalam bayi BBLR yaitu terhambatnya
jalan nafas. Jalan nafas tersebut dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan
akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR susah dalam beradaptasi apabila
terjadi asfiksia selama proses kelahiran sehingga menyebabkan kondisi
pada saat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR memiliki resiko
mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat
memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta.
Dalam kondisi seperti ini diperlukan tindakan pemberian jalan nafas segera
setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi yang miring,
merangsang pernapasan dengan cara menepuk atau menjentik tumit. Bila
tindakan ini dapat gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan
jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah
untuk terjadinya aspirasi. Tindakan ini dapat dicegah untuk mengatasi
asfiksia sehingga dapat memperkecil kejadian kematian bayi BBLR
(Proverawati, 2010)
1
yang mendukungnya atau ada juga yang menyebut sebagai sindrom gawat napas
tipe 1 yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa
saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernapas (pernapasan cuping hidung,
tipe pernapasan dispnea/ takipnea, retraksi dinding dada dengan dan tanpa sianosis
) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan.
Menurut European Consensus Guidelines on the Management of Neonatal
respiratory distress syndrome in Preterm infants – 2010 Update, sindrom gawat
nafas ini biasanya terjadi 4 jam setelah kelahiran dan memburuk sampai dengan
24
- 48 jam kehidupan, yang mana gejala akan membaik 1– 2 hari berikutnya,
umumnya timbul berbarengan dengan peningkatan diuresis. Menurut Buku
Pedoman pelayanan medis IDAI, gejala gawat napas pada HMD memburuk dalam
48 – 96 jam.
HMD 60 - 80% terjadi pada bayi dengan umur kehamilannya < 28 mg, 15
– 30% pada bayi antara 32 – 36 mg, dan 5% pada bayi > 37 mg dan jarang sekali
pada bayi cukup bulan. Insidens HMD berbanding terbalik dengan usia gestasi
dan berat badannya.
2
2.8 Patofisiologi RDS
Surfaktan terdapat dalam alveoli dan bronkiolus, berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan, mempertahankan patensi alveoli, dan
mencegah kolaps alveoli. Defisiensi surfaktan menyebabkan tegangan lebih
tinggi. Alveoli paru tidak mampu mempertahankan patensinya dan mulai kolaps.
Saat alveoli kolaps, akan terjadi penurunan ventilasi dan hipoksia. Bayi
berusaha mengimbanginya dengan melakukan pernafasan dangkal dan cepat,
Peningkatan upaya untuk mengembangkan paru menyebabkan perlambatan
respirasi dan asidosis respiratorik yang kemudian dapat mengakibatkan gagal
nafas.
2
Bagan. Patofisiologi Respiratory Distress Syndrome
Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram
atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering disertai
dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir
kehamilan. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah
lahir dan gejala karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam (Ngastiyah,
2005). Menurut ZR and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu
:
a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60x/menit
2
b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
c. Sianosis
d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi
e. Takikardia (170x/menit)
2
4.
Kadar pH arteri meningkat/menurun
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan
juga cairan tubuh lainnya dengan satuanya yaitu pH. Nilai pH normal yaitu
7,0 apabila pH dibawah 7,0 adalah asam dan bila di atas 7,0 adalah basa
(alkali) (Mubarak et al., 2015). Pada darah nilai pH yang normal yaitu
berkisar antara 7,35-7,45, apabila nilai pH dalam darah lebih rendah atau
menurun < 7,35 maka keadaan itu disebut asidosis, sedangkan bila pH
darah meningkat atau >7,45 maka keadan ini disebut dengan alkalosis
(James et al., 2008).
5.
Bunyi nafas tambahan
Menurut Kusuma & Nurarif (2012) terdapat tiga bunyi nafas normal yaitu
vesicular, trakeal, brokial, vesikuler yaitu bunyi nafas yang terdengar
jernih dan tidak terputus-putus dengan inspirasi lebih keras dibandingkan
ekspirasi, trakeal yaitu suara napas yang terdengar pada sisi leher /regio
tiroid suara nafas terdengar keras dan kasar dengan fase ekspirasi lebih
panjang dibandingkan inspirasi, bronkial yaitu suara nafas yang
menyerupai suara nafas trakeal meski tidak sekeras suara nafas trakeal
dengan inspirasi lebih panjang dari ekspirasi. Selain ketiga suara nafas
normal tersebut terdapat suara napas tambahan atau suara nafas yang
abnormal. Hal ini biasanya disebabkan karena penyempitan atau sumbatan
pada jalan nafas. Terdapat empat suara nafas tambahan diantaranya
(Djojodibroto, 2016) :
a. Stridor
Suara nafas tambahan yang terdengar kontinu (tidak terputus-
putus), memiliki nada tinggi yang dapat terjadi baik pada saat
inspirasi maupun pada saat ekspirasi, disebabkan karena adanya
penyempitan pada saluran nafas ini.
b.Ronkhi Basah
Suara nafas tambahan ini merupakan suara nafas tambahan yang
bernada renda sehingga memiliki sifat sonor, terdengar tidak enak
(raspy). Hal ini disebabkan oleh udara melewati penyempitan dan
dapat terjadi pada inspirasi maupun ekspirasi
2
c. Mengi (wheezing)
Suara nafas ini merupakan suara nafas tambahan yang terdengar
kontinyu dan memiliki nada lebih tinggi dibandingkan dengan
suara nafas lainnya, bersifat musical disebabkan karena terjadinya
penyempitan pada saluran pernafasan kecil (bronkus perifer dan
bronkiolus).
d.Ronkhi Kering (Rales atau crackles)
Suara nafas terakhir ini adalah suara nafas yang terdengar
diskontinu (terputus-putus), disebabkan oleh adanya cairan di
dalam saluran nafas dan terjadi kolaps pada saluran nafas bagian
distal dan alveoli.
2
glukosa 5- 10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis metabolik yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena.
4. Pemberian antibiotik
Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg
BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin
3-5 mg/kg BB/hari.
5. Dukungan pernapasan dengan ventilator atau nasal continuous positive
airway pressure (NCPAP).
Selama fase transisi, saturasi diukur dengan menggunakan oksimeter pulse
pada lengan kanan akan menunjukkan kenaikan bertahap dari sekitar 60
menjadi 80% dalam 5 menit, dan mencapai > 85% pada sekitar 10 menit
setelah lahir. Dengan penggunaan CPAP pada bayi prematur yang lahir
spontan, saturasi transisional dapat tercapai tanpa suplementasi oksigen
pada sebagian besar bayi. Suatu percobaan klinis menunjukkan bahwa
dengan penggunaan CPAP dini, sekitar 50% bayi-bayi dengan usia gestasi
26-29 minggu dapat ditangani tanpa intubasi atau pun tanpa pemberian
surfaktan. Pemasangan ventilator adalah pilihan utama terapi pada bayi
dengan hipoksemia dan apneu.
6. Pemberian surfaktan
Terapi surfaktan dapat diberikan sebagai terapi profilaksis atau sebagai
terapi rescue pada bayi berisiko RDS, dapat mengurangi risiko
pneumothorax dan kematian neonatal. Setelah diberi surfaktan,
endotracheal tube disambungkan ke ventilator, atau NCPAP. Surfaktan
diberi segera setelah lahir untuk terapi atau sebagai pencegahan RDS.
2
Nama produk Dosis awal Dosis tambahan
1. Galfaktan 3 ml/KgBB Dapat diulang sampa 3
kali pemberian dengan
interval tiap 12 jam
2. Beractant 4 ml/KgBB Dapat diulang setelah 6
jam, sampai total 4 dosis
dalam 48 jam
3. Colfosceril 5 ml/KgBB diberikan Dapat diulang setelah 12
dalam 4 menit jam dan 24 jam
4. Porcine 2,5 ml/KgBB Dosis 1,25 ml/KgBB
dapat diberikan tiap 12
jam
Sepsis dini, terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih
mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau
melalui saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi
pada periode perinatal. Beberapa mikroorganisme penyebab, seperti
treponema, virus, listeria dan candida, transmisi ke janin melalui plasenta
secara
2
hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme, dapat melalui proses
persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban, mikro-organisme dalam
flora vagina atau bakteri patogen lainnya secara asenden dapat mencapai
cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya
khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh
janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan
pernapasan. Adanya vernix atau mekoneum merusak peran alami
bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina
waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit,
nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan
ini mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian
yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok
sepsis dengan angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1- 0,4%
dengan mortalitas 15-45% dan morbiditas kecacatan saraf. Umumnya
terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih.
Sepsis lambat mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri
penyebab sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang
berasal dari saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat
yang terkontaminasi. Di sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden
sepsis lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-20% namun pada
bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi, disebabkan
penyakit utama dan imunitas yang imatur.
2
Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala:
Letargi, iritabel,
Tampak sakit,
Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit
bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,
Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik,
Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas
cuping hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-
tiba, takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat),
Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare,
kembung dengan atau tanpa adanya bowel loop.
A. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan
hitung jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN
<1800/µl, trombositopeni <150.000/µl (spesifisitas tinggi, sensitivitas
rendah), neutrofil muda meningkat >1500/µl, rasio neutrofil imatur : total
>0,2. Adanya reaktan fase akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan
pada infeksi bakteri, kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi
kronik), LED, GCSF (granulocyte colony- stimulating factor), sitokin IL-
1ß, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).
1. Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji
resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan
dilakukan pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis
sakit tampak makin berat dan kultur darah positip.
2. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
3. Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta
urin.
2
4. Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium).
B. Pemeriksaan Radiologi
2. Pengobatan
Penisilin atau derivat biasanya ampisilin 100mg/ kg/24jam intravena tiap
12 jam, apabila terjadi meningitis untuk umur 0-7 hari 100-200mg/kg/
24jam intravena/intramuskular tiap 12 jam, umur >7 hari
200-300mg/kg/24jam intravena/ intramuskular tiap 6-8 jam, maksimum
400mg/ kg/24jam. Ampisilin sodium/sulbaktam sodium (Unasyn), dosis
sama dengan ampisilin ditambah aminoglikosid 5mg/kg/24jam intravena
diberikan tiap 12 jam. Pada sepsis nosokomial, sebaiknya diberikan
vankomisin dengan dosis tergantung umur dan berat badan:
3
8. >2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12jam
9. >2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8jam ditambah aminoglikosid atau
sefalosporin generasi ketiga
3
DAFTAR PUSTAKA
Bansal, C., Agrawal, R., dan Sukumaran, T., 2013. IAP Textbook of Pediatrics.
[e- book]. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
Bansal, C., Agrawal, R., dan Sukumaran, T., 2013. IAP Textbook of Pediatrics.
[e- book]. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
Proverawati, A., 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). [e-book]. Yogyakarta:
NuhaMedika.
Saputra, L., 2014. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. [e-book]. Tanggerang: Bina
Aksara.
Hartini, L., 2017. Hubungan usia dan paritas dengan bayi BBLR. Skripsi.
Universitas Widya Mandala.
Sholeh, M., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G. I., dan Usman, A., 2014. Buku Ajar
Neonatologi Edisi Ke-1. [e-book]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Markum HA, Ismael S, Alatas H, Akib A. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta
: FKUI, 1991. h. 302-567
Monintja HE. Masalah umum sindrom gawat nafas pada neonatus. Dalam:
Monintja HE, Aminullah A, Boedjang RF, Amir I, penyunting. Sindrom
gawat nafas pada neonatus. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXIII. FKUI; 1991 8-9 Juli;
3
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1991.
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Edisi ke-3. St.Louis: Mosby,
1996. h. 388-394.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Fak. Kedokteran UI. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak jilid 3 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
1995:h.1123- 31.