Anda di halaman 1dari 49

7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toilet training merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengendalikan buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), dengan latihan

tersebut diharapkan anak mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan

buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan

sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia tumbuh

kembang anak (Hidayat, 2008).

Anak usia 4-5 tahun secara umum termasuk kedalam usia anak prasekolah.

Pada masa ini, proses tumbuh kembang berlangsung sangat pesat. Hal tersebut

menunjukkan betapa pentingnya untuk mengembangkan seluruh potensi yang

dimiliki pada anak usia prasekolah. Tumbuh kembang mencakup dua peristiwa

yang berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan (growth)

mengacu pada perubahan fisik tertentu dan peningkatan ukuran tubuh anak, semua

bentuk pertumbuhan anak ini dapat diukur secara langsung dan dapat dipercaya

hasilnya. Sedangkan perkembangan (development) mengacu pada bertambahnya

kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola

yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan organ atau

individu (Soetjiingsih, 2016).


8

Di Amerika Serikat Pervalensi frekuensi buang air kecil berlebihan pada anak

terjadi pada 5 juta anak, anak usia 5 tahun adalah 7% untuk laki-laki dan 3% untuk

perempuan, pada anak usia 10 tahun prevalensinya 3% untuk laki-laki dan 2% untuk

anak perempuan, pada anak usia 1 tahun pervalensinya 1% untuk anak laki-laki dan

sangat jarang untuk anak perempuan (Soetjiningsih, 2016).

Di Indonesia diperkirakan jumlah toddler mencapai 40% dari 295 juta jiwa

penduduk Indonesia di tahun 2015. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2014, diperkirakan jumlah balita yang masih susah mengontrol BAB

dan BAK (mengompol) sampai usia prasekolah mencapai 75 juta anak. Kejadian

anak mengompol lebih besar jumlah persentase anak laki-laki yaitu 60% dan anak

perempuan 40% (Lestari, 2013).

Kegagalan toilet training dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik internal

maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa abnormalitas kongenital saluran

kemih, infeksi saluran kemih, poliuria atau neurogenic bladder (Hull, 2008). Faktor

eksternal dapat berupa faktor keluarga terutama orang tua dimana kurangnya

perhatian dan kepedulian orang tua sehingga toilet training terabaikan (Aziz, 2006).

Sebaliknya, Suksesnya toilet training dipengaruhi oleh dukungan orang tua

dan persiapan anak secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Toilet training akan

dapat berhasil dengan baik apabila ada kerjasama antara orang tua dengan anak.

Kerja sama yang baik akan memberikan rasa saling percaya pada orangtua dan anak

(Hidayat, 2008) Beberapa faktor juga berperan aktif pada anak dalam melakukan
9

toilet training seperti tingkat pendidikan ibu, sosial dan budaya, tingkat pendapatan

keluarga, pengetahuan orang tua, psikologis anak, usia anak, gender anak, metode

yang digunakan, tempat dan jenis toilet (wu,2013).

Pengetahuan orang tua terutama ibu sangat berperan terhadap perilaku anak

dan membentuk tumbuh kembang yang optimal, karena perhatian dan pengamatan

anak tidak terlepas dari sikap dan perilaku orang tua (Meggitt, 2013).

Memperkenalkan toilet training sejak dini merupakan langkah awal dan tepat

untuk melatih kemandirian dan merangsang pertumbuhan dan perkembangan

lainnya. Disamping hal tersebut, anak juga dapat membiasakan menjaga kebersihan

(Brazelton, 2011). Namun, tidak sedikit pula orang tua yang keliru dalam mengasuh

dan membimbing anaknya dengan benar. Seperti saat memberi atau memberlakukan

peraturan yang ketat, melarang anak buang air besar atau kecil saat bepergian,

memarahi saat mengompol dicelana, dan sebagainya (Hayat, 2015). Penerapan yang

tidak tepat disebabkan oleh pengetahuan ibu yang kurang terhadap toilet training.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriyani, Ibrahim dan Wulandari (2014)

pada ibu yang mempunyai anak prasekolah di TK Cimahi menunjukkan bahwa dari

31 responden memiliki pengetahuan yang kurang sebesar 54,8% tidak berhasil

dalam melakukan toilet training.

Faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya toilet training pada usia 4-5

tahun berupa dukungan orang tua terutama dari ibu. Pengetahuan yang dimiliki

orang tua tentang toilet training, akan berpengaruh terhadap penerapan toilet
10

training pada anak. Apabila pengetahuan orang tua tentang toilet training baik, akan

berdampak positif bagi keberhasilan toilet training tersebut (Lestari, 2013).

Berdasarkan dari latar belakang di atas dapat diketahui bahwa pentingnya

penelitian ini dilakukan mengingat cukup banyaknya anak yang masih mengompol

akibat dari kegagalan toilet training untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti

hubungan pengetahuan ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak 4-5 tahun

di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat ditarik dari uraian di atas dan menjadi latar

belakang pada penelitian ini adalah “apakah ada hubungan pengetahuan ibu dengan

keberhasilan toilet training pada anak 4-5 tahun di TK Sekolah Darma Bangsa

Bandar Lampung tahun 2019”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahui hubungan pengetahuan ibu dengan keberhasilan toilet training

pada anak 4-5 tahun di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui distribusi dan frekuensi anak 4-5 tahun yang mengompol di TK

Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.

2. Diketahui distribusi dan frekuensi pengetahuan ibu terhadap toilet training

di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.


11

3. Diketahui pengaruh pengetahuan ibu terhadap keberhasilan toilet training

pada anak 4-5 di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Menambahkan pemahaman mengenai pengaruh pengetahuan ibu terhadap

keberhasilan toilet training dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi

di Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.

1.4.2 Bagi masyarakat

Memberikan tambahan informasi tentang hubungan pengetahuan ibu

dengan keberhasilan toilet training terhadap anak 4-5 tahun.

1. 4.3 Bagi Universitas Malahayati

Memberikan tambahan informasi tentang hubungan pengetahuan ibu

mempengaruhi keberhasilan toilet training pada anak 4-5 tahun dan dapat

dijadikan bahan referensi untuk pengembangan ilmu kedokteran terutama bidang

kedokteran anak terkait toilet training.


12

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1.5.1 Judul Penelitian

Hubungan Pengetahuan ibu dengan keberhasilan toilet training pada 4-5

tahun di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.

1.5.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung

tahun 2019.

1.5.3 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2020.

1.5.4 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat analitik korelasi dengan pendekatan cross

sectional.

1.5.5 Variabel Penelitian

Variabel independen adalah pengetahuan ibu dan variable dependen adalah

keberhasilan toilet training.


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toilet training

2.1.1 Definisi toilet training

Toilet training adalah proses mengajar atau melatih anak untuk mampu

mengendalikan buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) dan mengunakan

toilet, latihan tersebut merupakan salah satu langkah awal yang diambil supaya anak

mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan (BAB) buang air besar dan

(BAK) buang air kecil (Elgawad, 2014).

Toilet training dapat berlangsung  pada setiap anak yang sudah mulai

memasuki fase kemandirian pada anak yaitu umur 19 bulan sampai 2 tahun. Selain

melatih anak dalam mengontrol buang air kecil dan buang air besar dapat juga

bermanfaat dalam pendidikan seks, anak dapat mempelajari anatomi tubuhya sendiri

serta fungsinya. Toilet training diharapkan dapat terjadi pengaturan impuls atau

rangsangan dan insting anak dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar

(Hidayat,2008).

2.1.2 Metode atau cara mengajarkan Toilet training pada Anak

Latihan buang air besar atau buang air kecil pada anak atau dikenal dengan

nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada anak, dengan

latihan itu diharapkan anak mempunyai kemampuan sendiri dalam melaksanakan


14

buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan

sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia tumbuh

kembang anak.

Mengajarkan toilet training pada anak bukanlah hal yang mudah untuk

dilakukan. Dalam mengajarkan toilet training dibutuhkan metode atau cara yang

tepat sehingga mudah dimengerti oleh anak. Penggunaan metode yang tepat akan

mempengaruhi keberhasilan orangtua dalam mengajarkan konsep toilet training

pada anak. Banyak metode yang dapat digunakan untuk toilet training, namun

metode yang paling sering diterapkan adalah metode passive/child-oriented

approach yang disetujui American Academy of Pediatrics (Hooman et al, 2013).

Dan metode “toilet-train-in-a-day" oleh Azrin dan Foxx. ( Howel et al, 2010).

1) Metode passive/child-oriented approach

Metode ini dilakukan dengan santai dan lebih menekankan pentingnya minat

anak dalam pelatihan toilet, serta upaya untuk meminimalkan stres serta tuntutan

selama proses pelatihan. Awalnya anak diperkenalkan dengan toilet dan berlatih

secara bertahap dengan meminta anak duduk di atas toilet kemudian diberikan

dorongan serta penguatan positif agar mampu menggunakannya dengan benar. Ibu

cukup mengetahui kesalahan yang dilakukan anak ketika berlatih, tanpa harus

memberikan teguran atau hukuman. Metode ini biasanya membutuhkan waktu

berminggu-minggu sampai berbulan-bulan bagi anak untuk mencapai kemampuan

mengontrol buang airnya (Hooman et al, 2013).


15

2) Metode “toilet-train-in-a-day”

Menurut Azrin dan Foxx dalam ( Howel et al, 2010) metode ini dilakukan

dengan cara memberikan instruksi secara intensif untuk mencapai kemampuan

mengontrol buang air dalam waktu 24 sampai 48 jam. Pelatihan ini dilakukan dalam

sebuah ruangan, kemudian anak diberi contoh menggunakan boneka yang didesain

dapat mengeluarkan air yang bertujuan memberikan gambaran bagaimana

menggunakan toilet. Ibu memberikan anak air minum dengan jumlah yang cukup

banyak untuk menginduksi buang air kecil yang sering dan mengingatkan bila anak

ingin buang air serta memeriksa celana tetap kering setiap 3 sampai 5 menit dengan

penguatan positif (misalnya, pujian, mainan, atau makanan) untuk sikap anak

selama latihan. Bila anak melakukan kesalahan Ibu diperbolehkan menegur atau

anak diminta untuk mengganti celananya. Badan Kesehatan Penelitian dan Kualitas

Publikasi Berbasis Bukti pada toilet training mengemukakan bahwa kedua metode

tersebut bisa dikatakan sukses untuk toilet training pada anak sehat.

Menurut Hidayat (2008), metode atau cara yang dapat dilakukan oleh orang

tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil, di antaranya:

1) Teknik lisan

Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan intruksi pada

anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil dan buang air besar.

Teknik lisan mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan

untuk buang air kecil atau buang air besar penggunaan teknik lisan membuat
16

persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu

dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar.

2) Teknik modelling

Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air dengan cara

meniru untuk buang air atau memberikan contoh. Cara ini juga dapat dilakukan

dengan memberikan contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan

buang air kecil dan buang air besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini

adalah apabila contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada

anak akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan salah. Selain cara tersebut terdapat

beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada anak

saat merasakan buang air kecil dan besar, menempatkan anak di atas pispot atau

mengajak anak ke kamar mandi, memberikan pispot dalam posisis aman dan

nyaman, mengingatkan pada anak bila akan melakukan buang air besar dan buang

air kecil, mendudukkan anak dia atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok di

hadapan anak sambil bicara dan bercerita, berikan pujian jika anak berhasil , jangan

memarahi dan menyalahkan anak, membiasakan anak untuk pergi ke toilet pada jam

tertentu, dan memberikan anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan.

2.1.3 Dampak toilet training

Dampak paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya

perlakuan atau aturan ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu

kepribadian anak serta cenderung bersikap keras kepala, ceroboh, tidak mandiri. Hal
17

ini dapat disebabkan oleh orang tua yang sering memarahi dan melarang anak untuk

buang air besar atau kecil saat bepergian. Kegagalan toilet training juga berdampak

pada gangguan eliminasi anak. Gangguan eliminasi biasanya didiagnosa pada anak

dan dikarakteristikkan sebagai tidak adanya kontrol kandung kemih atau usus yang

seharusnya sudah dapat tercapai pada tahap perkembangan di usia anak tersebut.

Gangguan eliminasi terdiri dari 2 :

1. Enuresis

a. Definisi

Enuresis atau disebut mengompol merupakan keluarnya urin tanpa sengaja

setelah usia kontrol kandung kemih seharusnya sudah mampu dan enuresis terjadi

dua kali seminggu selama minimal 3 bulan berturut-turut pada anak yang berumur 5

tahun (Kliegman, et al. 2011) . Menurut Hockenberry, et al (2009) enuresis

merupakan keluarnya urine yang disengaja atau involunter ditempat tidur (biasanya

dimalam hari) atau pada pakaian disiang hari dan terjadi pada anak-anak yang

usianya secara normal telah memiliki kendali terhadap kandung kemih secara

volunter. Pada umumnya anak mulai berhenti mengompol pada usia 2,5 tahun,

dimulai dengan berhenti ngompol siang hari, berangsur-angsur berhenti mengompol

malam hari. Sebagian besar anak mencapai kontrol siang hari secara sempurna

sampai usia 2,5-3,0 tahun. Pada waktu malam, latihan buang air kecil lengkap

sampai usia 4- 5 tahun ( Rudolph 2006). Bahammam A. (2006) dalam Elgawad


18

(2014) menemukan 12,2% anak arab saudi masih mengompol di sekolah dasar yang

diakibatkan oleh kurangnya pelatihan toilet training pada anak tersebut.

b. Tipe enuresis

Berdasarkan waktu enuresis terbagi menjadi 2 yaitu :

1) Enuresis nokturnal

Enuresis nokturnal merupakan pengeluaran urin yang tidak disengaja selama

tidur dimalam hari, dengan tidak adanya kelainan bawaan atau kelainan dari sistem

saraf pusat atau saluran kemih pada anak usia 5 tahun atau lebih ( WHO,2008 ) .

Enuresis pada malam hari terjadi akibat pelatihan untuk buang air tidak tepat dan

tidak memadai biasanya terjadi selama anak tidur (Kliegman, et al., 2011). Pada

umumnya anak yang mrngalami enuresis atau mengompol pada malam hari

sebanyak 15-20% pada usia 5 tahun, 5 % pada usia 10 tahun ,1-2% pada usia 15

tahun ( Rees, et al., 2012).

2) Enuresis diurnal atau daytime wetting

Enuresis diurnal merupakan pengeluaran urin yang tidak disengaja atau

mengompol pada siang hari (Kliegman, et al., 2011) Terjadi pada 7% anak laki-laki

dan 3% anak perempuan berusia 5 tahun, 3% dan 2% pada anak usia 10 tahun.

Prevalensi enuresis anak TK di Denpasar adalah 10,9% (Windiani, 2008).

Berdasarkan awal terjadinya enuresis terbagi menjadi 2 yaitu:

1) Primer yaitu Anak tidak kering atau selalu mengompol pada malam hari.
19

2) Sekunder yaitu Enuresis sekunder adalah anak kembali mengompol

setelah enam bulan dari priode kontrol pengosongan urin sudah normal.

c. Penyebab enuresis

Secara umum penyebab enuresis meliputi:

1) Enuresis bisa disebabkan oleh masalah biologis, emosi dan

psikososial.

2) Enuresis sekunder dapat disebabkan oleh keadaan yang penuh

tekanan seperti perceraian , pindah rumah baru, kelahiran saudara kandung ,

kematian dalam keluarga , pengalaman trauma (Kliegman, et al. 2011).

3) Rendahnya produksi hormone ADH (hormon anti kencing) pada

malam hari, sehingga pada malam hari produksi air kencing menjadi

berlebihan.

4) Gangguan genetik pada kromoson 12 dan 13 yang merupakan gen

pengatur kencing dan pada kelainan ini ada riwayat keluarga dengan

ngompol ( Rees lesleey et al, 2012).

2. Enkopresis

Enkopresis didefinisikan oleh DSM-IV (American Psychiatric Association

1994) sebagai pengeluaran feses di tempat yang tidak semestinya secara disengaja

maupun tidak sadar pada tempat yang tidak semestinya, biasanya terjadi sekali

dalam sebulan selama 3 bulan berturut-turut setelah usia kronologis atau

perkembangan dari usia 4 tahun telah tercapai.


20

Enkopresis terjadi pada 3% anak berusia 4 tahun, 1,6% anak berusia 10 tahun

dan lebih sering pada usia 5-10 tahun (Chinawa, 2015). Enkopresis 4-5 kali lebih

banyak pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan dan biasanya

berkurang sejalan dengan bertambahnya usia.(Kliegman, et al. 2011).

Secara umum penyebab encopresis meliputi:

1. Selalu menahan BAB

Ada beberapa anak yang selalu menahan BAB. Alasannya beragam, misalnya

anak yang terlalu asik melakukan suatu kegiatan atau merasa jijik dengan toilet

umum. Namun karena rangsangan untuk BAB begitu kuatdan tak bisa ditahan lagi,

akhirnya terjadilah encopresis.

2. Trauma

Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras.

Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk

menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB (Kliegman, et

al. 2011).

3. Stress

Anak yang mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan, baik itu masalah

di sekolah atau di rumah akan lebih mudah untuk mengalami enkopresis

(Kliegman, et al. 2011).


21

4. Kurang aktifitas fisik

Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik berisiko mengalami enkopresis.

Sebaiknya di usia sekolah, anak diberi berbagai kegiatan. Tujuannya selain

mengantisipasi terjadinya enkopresis, juga demi mengembangkan kemampuan dan

keterampilannya (Kliegman, et al. 2011).

5. Makanan/minuman

Enkopresis juga bisa dipicu oleh asupan makanan yang kurang baik yang

menyebabkan gangguan di saluran pencernaan. Misalnya makanan berlemak tinggi,

berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan

soda juga bisa mencetuskan terjadinya enkopresis.

6. Obat-obatan

Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan

terhambatnya pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat

seperti kodein.

7. Kegagalan toilet training

Pengajaran atau pelatihan buang air yang dilakukan dengan memaksa anak,

cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang

BAB di celana lantas dimarahi oleh orang tua.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet training

Anak usia 4-5 tahun termasuk dalam masa kanak-kanak awal dan usia

prasekolah yang terdiri dari anak usia 3-6 tahun (Muscari,2005). Freud (1905)
22

dalam Nursalam (2008) menyatakan anak usia prasekolah termasuk kedalam tahap

falik yaitu kepuasan anak berpusat pada genitalia sehingga genitalia menjadi area

tubuh yang menarik dan sensitif.

Pada masa ini, anak usia prasekolah sudah mulai terlatih untuk toileting dan

sudah mampu melakukan toilet training dengan mandiri pada usia akhir prasekolah.

(Muscari,2005). Anak dalam fase usia ini seharusnya sudah mampu mengenali

penuhnya kandung kemih mereka, menahan urin selama 1 sampai 2 jam dan

mengkomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada orang dewasa. (Potter &

Perry, 2005).

Menurut America academy of pediatric (2010) toilet training dapat sukses dan

mandiri apabila anak siap secara neurofisiologi yang mencakup kemampuan untuk

mengikuti petunjuk, menyadari dorongan ingin berkemih, memiliki periode celana

tetap kering (sekitar 2 jam atau lebih), memiliki keinginan agar celananya tetap

kering , meniru anggota keluarga yang lebih tua, dan memiliki keterampilan motorik

untuk duduk di toilet serta mampu membuka baju dan celana sendiri.

Kerjasama orang tua dan anak dapat memberikan kesuksesan dalam

penerapan toilet training , dengan mampu mengetahui sinyal dari anak bahwa anak

sudah siap untuk melakukan toilet training (Elgawad,2014). Menurut (Hidayat,

2008) berhasil nya toilet training pada anak dapat dipengaruhi pada kesiapan anak

dan orang tua.


23

2.2.1 Kesiapan anak dalam toilet training meliputi :

1) Kesiapan psikologis

Anak membutuhkan suasana yang nyaman agar mampu mengontrol dan

konsentrasi dalam merangsang untuk buang air besar dan buang air kecil.

2) Kesiapan fisik

Kemampuan anak secara fisik sudah kuat atau mampu. Hal ini ditujukkan

dengan anak mampu duduk atau berdiri sehingga memudahkan anak untuk

dapat dilatih buang air kecil dan buang air  besar serta mempunyai

kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian.

3) Kesiapan intektual

Anak mampu memahami arti, mengkomunikasikan dan mengetahui

kapan saatnya untuk buang air besar dan buang air kecil. Kesiapan tersebut

dapat membuat anak menjadi mandiri dalam mengontrol buang air kecil dan

besar.

2.2.2 Faktor ibu yang dapat mempengaruhi toilet training meliputi:

1) Pendidikan

Tngkat pendidikan berpengaruh pada pengetahuan seseorang. Semakin tinggi

tingkat pendidikan, maka seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-

hal baru. (Notoadmodjo, 2014). Dalam kaitannya ibu tentang penerapan toilet

training, apabila pendidikan ibu rendah akan berpengaruh pada pengetahuan tentang
24

penerapan toilet training sehingga berpengaruh pada cara melatih secara dini

penerapan toilet training.

Dalam UU RI tahun 2003 Tingkat pendidikan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a) Tingkat pendidikan dasar (terdiri dari SD dan SMP/ sederajatnya).

b) Tingkat pendidikan menengah ( terdiri dari SMA/sederajatnya).

c) Tingkat pendidikan tinggi (terdiri dari Diploma/sederajat, dan

sarjana/sederajatnya.

2) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (Notoatmojo, 2014). Pengetahuan orang tua mengenai tahap

perkembangan anak dan tanda-tanda kesiapan anak dalam memulai toilet training

sangat penting dalam penerapan toilet training pada anak untuk menghindari

terjadinya kesalahan-kesalahan dalam penerapan toilet training misalnya toilet

training terlalu dini (Elgawad, 2014).

Berdasarkan penelitian dekskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional

yang dilakukan oleh (Elgawad, 2014) di Arab Saudi tentang hubungan pengetahuan

dan sikap ibu dengan kesiapan anak dalam melakukan toilet training pada anak usia

toddler menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara pengetahuan ibu yang

spesifik tentang toilet training dengan kesiapan anak dalam melakukan toilet

training. Hal ini ditunjukan dengan hasil 88% ibu memiliki pengetahuan yang

kurang terhadap kesiapan anak dalam melakukan toilet training .


25

3) Pekerjaan

Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan penerapan

toilet training pada anak disebabkan pekerjaan ibu dapat menyita waktu ibu untuk

melatih anak melakukan toilet training sehingga akan berdampak pada terlambatnya

anak untuk mendiri melakukan toilet training. Berdasarkan peneitian yang

dilakukan oleh Anna christie pada tahun 2010 tentang toilet training pada anak dan

bayi di Australia juga menunjukkan bahwa ibu yang bekerja secara full time (sehari

penuh) mempunyai kecendrungan untuk menunda dalam melakukan toilet training

pada anak dibandingkan dengan ibu yang bekerja secara part time dan tidak bekerja

(ibu rumah tangga).

Status pekerjaan ibu menurut Ana christie (2010) :

a) Pekerjaan penuh (full time ).

b) Pekerjaan sambilan (part time).

c) Dan tidak bekerja.

4) Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas seseorang yang dapat diamati secara

langsung dan tidak dapat di amati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 201). Perilaku ibu

yang baik dalam toilet training ditunjukkan oleh tindakan ibu dalam melatih toilet

training pada anak yaitu bagaimana cara atau tehnik dan tindakan ibu dalam melatih

toilet training. Perilaku toilet training ibu yang baik tersebut dipengaruhi oleh

berbagai faktor diantaranya faktor usia ibu, budaya atau kebiasaan yang ada di
26

masyarakat. Adanya budaya atau kebiasaan menjaga kebersihan dimana salah

satunya adalah melakukan kegiatan toileting di kamar mandi atau toilet merupakan

faktor yang mempengaruhi perilaku toilet training ( Pusparini, 2010).

2.3 Pengertian pengtahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2014).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat pengetahuan di dalam

domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Notoatmodjo, 2014), yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang

paling rendah.
27

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atas materi dapat

mnejelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya

dalam konteks atau yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang baru


28

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justfikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

2.3.1 Kriteria Pengetahuan

Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

1. Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan.

2. Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh pertanyaan.

3. Kurang, bila subyek menjawab benar <56% seluruh pertanyaan.

2.4 Tanda keberhasilan toilet training

a. Anak sudah mampu duduk atau berdiri dengan sendirinya saat buang air

besar dan buang air kecil .

b. Anak sudah mampu melepas celana sendiri saat ingin buang air besar atau

buang air kecil.

c. Anak mampu mengkomunikasikan ingin buang air besar atau buang air

kecil kepada orang tua maupun orang lain.

d. Anak mampu untuk mencuci atau membersihkan alat kelamin dengan

sendiri setelah buang air kecil maupun buang air besar.


29

e. Anak mampu menyiram toilet setelah melakukan buang air kecil maupun

buang air besar.

f. Anak mencuci tangan setelah buang air kecil maupun buang air besar.

g. Anak tidak buang air besar atau kecil sembarangan (Hidayat, 2008).

h. Anak tidak buang air besar dicelana sekali dalam sebulan selama 3 bulan

berturut-turut pada usia 4 tahun.

i. Anak yang berumur 4-5 tahun sudah tidak mengompol sebanyak 2x

seminggu selama minimal 3 bulan berturut-turut ( Kliegman, et al., 2011).

j. Anak yang berumur 3 tahun sudah tidak mengompol pada siang hari.

k. Pada umur 4-5 tahun anak sudah tidak mengompol lagi pada malam hari (

Rudolph, 2006).
30

2.5 kerangka teori Toilet Training

Metode Pengetahuan Faktor Ibu Faktor Anak

- Metode - Tahu - Pendidikan - Psikologis


passive - Memehami - Pengetahuan - Fisik
- Metode toilet - Analisis - Pekerjaan - intelektual
train in a day - Sintesis - Perilaku
- Aplikasi
- evaluasi

Keberhasilan

 Pada umur 4-5 tahun anak sudah tidak mengompol lagi


pada malam hari.
 Anak yang berumur 5 tahun sudah tidak mengompol
sebanyak 2x per minggu selama minimal 3 bulan
berturut-turut.
 Anak umur 4 tahun tidak buang air besar dicelana
sekali dalam sebulan selama 3 bulan berturut-turut.

Ket : huruf Tebal yang diteliti.

Gambar 2.1 kerangka teori

Sumber : Notoadmodjo (2014) dan Hidayat (2008).


31

2.5 Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen


pengtahuan ibu
Keberhasilan toilet training

Gambar 2.2 kerangka konsep

2.6 Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap keberhasilan toilet

training pada anak 4-5 tahun di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung

tahun 2019.

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap keberhasilan toilet

training di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung tahun 2019.


32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif dengan

metode analitik korelasinal yang merupakan salah satu studi penelitian untuk

melakukan pengukuran variabel dan mencari hubungan antar variabel.

Dengan maksud untuk melihat apakah terdapat hubungan pengetahuan ibu

terhadap keberhasilan toilet training pada anak 4-5 tahun. Rancangan penelitian ini

menggunakan pendekatan cross sectional, pengumpulan data baik variabel

dependen maupun independen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dan

pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek dalam waktu

bersamaan (Notoadmodjo, 2014).

3.2 Lokasi dan Waktu

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di lakukan di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar

Lampung.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2020 hingga selesai.


33

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh orang tua anak di Sekolah Darma

Bangsa Bandar Lampung yang berjumlah 165 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah objek yang di teliti dan dapat mewaili dari keselurusan

populasi (Notoadmodo, 2014). Adapun besar sampel pada penelitian ini adalah 63

orang. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus slovin sebagai

berikut :

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

e = taraf kesalahan (error) sebesar 0,10 (10%).

Dari rumus diatas, maka jumlah besar nya sampel (n) sebagai berikut :
34

n =

n = 62.2641

n = 63 (dibulatkan ke atas)

3.3.3 Tehnik Sampling

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah pengambilan

sampel secara Purposive sampling yaitu suatu cara pengambilan sampel yang

didasarkan pada suatu karakteristik tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan

ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, (Notoatmodjo,

2014). Sampel pada penelitian ini diambil dari orang tua anak 4-5 tahun di TK

Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung. Dari setiap orang tua tersebut akan

diamati tentang pengetahuan ibu terhadap keberhasilan toilet training dengan

menggunakan kuesioner.

3.4 Kriteria Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun tercatat sebagai siswa/siswi TK di

Sekolah Darma Bangsa.


35

2. Ibu yang mempunyai anak yang menjalankan toilet training dengan metode

passive dan metode toilet train-in-a-day

3. Ibu dari anak yang bersedia jadi responden.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan kriteria eksklusi sebagai berikut :

1. Anak dengan keterbatasan fisik sejak lahir (kelainan bentuk tulang dan kelainan

bentuk kelamin).

2. Ibu dari anak yang berkebutuhan khusus seperti sindrom down, gangguan

komunikasi, autis dan hiperaktif.

3. Faktor internal anak berupa abnormalitas kongenital saluran kemih, infeksi

saluran kemih, poliuria dan neurogenic bladder.

3.5 Variable Penelitian

Variabel merupakan sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu.

3.5.1 Variable Independen

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu.

3.5.2 Variabel Dependen

Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah keberhasilan toilet trainin.


36

3.6 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah berupa uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang harus diukur oleh variabel yang bersangkutan.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variable Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala

Variabel Pemahaman ibu Peneliti memberikan Kuisioner 1 = Baik jika nilai Ordinal
Independen tentang konsep toilet kuisioner, dimana mean ≥ 8
training, kesiapan responden diminta untuk
Pengetahuan ibu anak, dampak menjawab sejumlah 12 0= kurang baik jika
kegagalan dan pertanyaan dalam nilai mean < 8
keberhasilan toilet kuisioner kemudian hasil
training. jawaban dari responden di
hitung.

Respon yang Peneliti memberikan Kuisioner Berhasil :76-100% Ordinal


Variable ditunjukan oleh anak kuisioner, dimana
Dependen responden diminta untuk Cukup berhasil
dalam menunjukan
kedewasaanya setelah menjawab sejumlah 10
Keberhasilan pertanyaan dalam :56-75%
melewati fase toilet Belum berhasil :
Toilet Training training yang diukur kuisioner kemudian hasil
dengan indikator atau jawaban dari responden di <56%
komponen hitung.
keberhasilan toilet
training.
37

3.7 Pengumpulan Data

Penelitian ini yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu menggunakan

data primer, di mana orang tua anak-anak TK di Sekolah Darma Bangsa Bandar

lampung akan di nilai pengetahuan ibu terhadap keberhasilan toilet training.

3.8 Pengolahan Data

3.8.1 Editing

Editing adalah kegiatan pengecekan isian formulir dari responden, apakah

sudah lengkap, jelas dan relevan.

3.8.2 Coding

Data yang telah didapatkan dari responden selanjutnya disusun dengan

sedemikian rupa agar mudah dijumpai dan ditata untuk disajikan dan dianalisis

dengan program komputer.

3.8.3 Proccesing

Proses pengetikan data dari kuisioner ke program komputer agar dapat

dianalisis.

3.8.4 Cleaning

Proses pengecekan kembali data yang dimasukan ke dalam program komputer

dan pemeriksaan kembali kesalahan.


38

3.9 Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan bantuan

komputer yaitu dengan program SPSS, adapun analisis yang digunakan yaitu

analisis bivariat.

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dan dependen dengan menggunakan uji Chi Square dengan nilai

kemaknaan (p<0,05). Dari hasil uji statistik tersebut dapat diketahui tingkat

signifikasi hubungan antara kedua variabel tersebut.


39

3.10 Alur Penelitian

Menentukan populasi penelitian

Menentukan Jumlah sampel

Menentukan sampel berdasarkan


kriteria inklusi dan mengeluarkan
sampel dari penelitian jika
terdapat kriteria eklusi

Melakukan penelitian dengan cara


memberikan lembar kuisioner

Pengolahan data

Analisis data

Kesimpulan

Gambar 3.1 : Alur penelitian


40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Cross Sectional untuk mengetahui

hubungan pengetahuan ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 4-5

tahun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2020 di TK Sekolah Darma

Bangsa Bandar Lampung.

Responden pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak usia 4-5 tahun

yang terdaftar menjadi siswa/siswi di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung.

Responden diperoleh setelah peneliti melakukan presentasi mengenai tujuan,

manfaat, jalannya penelitian serta kriteria inklusi dan ekslusi. Ibu yang bersedia

menjadi responden dan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi akan diberikan

informed consent, dan dilanjutkan dengan mengisi lembar kuisioner yang telah

diberikan. Responden yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 48 orang.

4.1.1 Hasil Univariat

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Usia Ibu

Usia Ibu Jumlah Persentase ( %)

Dibawah 35 tahun 40 83,3

Diatas 35 tahun 8 16,7


41

Total 48 100

Dari tabel 1, diketahui bahwa dari 48 responden berdasarkan usia ibu sebagian

besar adalah usia dibawah 35 tahun yakni sebanyak 40 orang (83,3 %), sedangkan ibu

dengan usia diatas 35 tahun yakni sebanyak 8 orang (16,7 %).

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Ibu

Pendidikan Ibu Jumlah Persentase ( %)

Perguruan Tinggi 33 68,8

SMA 14 29,2

SMP 1 2,1

SD 0 0

Tidak Sekolah 0 0

Total 48 100

Dari tabel 2, diketahui bahwa dari 48 responden berdasarkan pendidikan ibu

sebagian besar adalah perguruan tinggi yakni sebanyak 33 orang (68,8 %). Sedangkan

ibu dengan pendidikan SMA sebanyak 14 orang (29,2 %) dan ibu dengan pendidikan

SMP sebanyak 1 orang (2,1 %).


42

Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Ibu

Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase ( %)

IRT 18 37,5

Karyawan 11 22,9

PNS 10 20,8

WIRASWASTA 7 14,637,5

Lainnya 2 4,2

Total 48 100

Dari tabel 3, diketahui bahwa dari 48 responden berdasarkan pekerjaan ibu

sebagian besar adalah IRT yakni sebanyak 18 orang (37,5 %). Sedangkan karyawan

sebanyak 11 orang (22,9 %), PNS sebanyak 10 orang (20,8 %), wiraswasta sebanyak

7 orang (14,6 %) dan lainnya sebanyak 2 orang (4,2 %).

Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Hubungan Ibu dengan Anak

Hubungan Ibu dengan Anak Jumlah Persentase ( %)

Ibu Kandung 42 87,5

Wali 5 10,4

Pengasuh 1 2,1

Total 48 100
43

Dari tabel 4, diketahui bahwa dari 48 responden berdasarkan hubungan ibu

dengan anak sebagian besar adalah ibu kandung yakni sebanyak 42 orang (87,5 %).

Sedangkan wali sebanyak 5 orang (10,4 %) dan pengasuh sebanyak 1 orang (2,1 %).

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Usia Anak

Usia Anak Jumlah Persentase ( %)

5 Tahun 32 66,7

4 Tahun 16 33,3

Total 48 100

Dari tabel 5, diketahui bahwa dari 48 responden berdasarkan usia anak sebagian

besar adalah usia 5 tahun yakni sebanyak 32 orang (66,7 %), sedangkan usia 4 tahun

sebanyak 16 orang (33,3 %).

Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Anak

Jenis Kelamin Anak Jumlah Persentase %

Laki-Laki 25 52,1

Perempuan 23 47,9

Total 48 100
44

Dari tabel 6, diketahui bahwa dari 48 responden berdasarkan jenis kelamin anak

sebagian besar adalah laki-laki yakni sebanyak 25 orang (52,1 %), sedangkan

perempuan sebanyak 23 orang (47,9 %).

Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu

Pengetahuan Ibu Jumlah Persentase ( %)

Baik 36 75 %

Kurang Baik 12 25 %

Total 48 100 %

Dari tabel 7, diketahui bahwa dari 48 responden berdasarkan pengetahuan ibu

sebagian besar ibu dengan pengetahuan baik yakni sebanyak 36 orang (75 %),

sedangkan ibu dengan pengetahuan kurang baik sebanyak 12 orang (25 %).

Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Keberhasilan Toilet Training

Keberhasilan Toilet Training Jumlah Persentase ( %)

Berhasil 27 56,3 %

Kurang Berhasil 18 37,5 %

Belum Berhasil 3 6,3 %

Total 48 100 %
45

Dari tabel 8, diketahui bahwa dari 48 responden berdasarkan keberhasilan toilet

training sebagian besar adalah berhasil yakni sebanyak 27 orang (56,3 %). Sedangkan

kurang berhasil sebanyak 18 orang (37,5 %) dan belum berhasil sebanyak 3 orang

(6,3 %).

4.1.2 Hasil Bivariat

Tabel 9. Analalisis Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Keberhasilan Toilet

Training

Keberhasilan Toilet Training

Kurang Belum Total Nilai P Nilai r


Pengetahuan Berhasil
Berhasil Berhasil
Ibu
N N N N

(%) (%) (%) (%)

20 15 1 36
Baik
(55,6) (41,7) (2,8) (100)
0,178 - 0,030
7 3 2 12
Kurang Baik
(58,3) (25) (16,7) (100)

27 18 3 48
Total
(56,3) (37,5) (6,3) (100)
46

Berdasarkan tabel 3, menurut pengetahuan ibu terhadap keberhasilan toilet

training dapat dilihat nilai p sebesar 0,178 (p>0,05) berarti H0 diterima yang artinya

tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan keberhasilan

toilet training pada anak usia 4-5 tahun. Diketahui uji korelasi Spearmen Rank

didapatkan nilai koefisien – 0,030 artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu

dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 4 – 5 tahun.

4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan pada sebanyak 48 responden, didapatkan sebagian

besar pengetahuan ibu baik mengenai toilet training sebanyak 36 (75%) sedangkan

pengetahuan ibu kurang baik mengenai toilet training sebanyak 12 (25%). Menurut

Notoadmodjo (2012) faktor-faktor dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu

pengalaman, pendidikan, dan sosial budaya. Pengalaman ibu di waktu kecil terkait toilet

training yang diajarkan oleh orang tua dan ilmu yang diperoleh secara turun temurun

serta kebiasaan atau budaya masyarakat sekitar dalam menangani toilet training

merupakan salah satu sumber yang dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang toilet

training.

Dari hasil penelitian ini didapatkan sebagian responden berhasil dalam

menerapkan toilet training sebanyak 27 (56,3%), kurang berhasil sebanyak 18 (37,5%),

dan belum berhasil sebanyak 3 (6,3%). Menurut Hidayat (2008), keberhasilan toilet

training tergantung kesiapaan fisik, intelektual emosional dan motivasi anak. Suksesnya
47

toilet training tergantung kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga seperti kesiapan

fisik dimana kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2012)

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang toilet training

dengan kebiasan mengompol pada anak usia prasekolah di desa Babakan Kecamatan

Tulangan Kabupaten Sidoarjo dengan nilai P sebesar 0,232. Menurut penelitian ini,

kebiasan mengompol pada anak tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan ibu saja,

namun masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebiasan mengompol pada anak

salah satunya adalah faktor dari diri anak sendiri.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ilmalia (2018)

bahwa tingkat pengetahuan ibu dengan keberhasilan toilet training mempunyai nilai p

value sebesar 0,000 (p<0,05) menunjukan ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dengan keberasilan toilet training pada anak usia toddler di PAUD Desa

Sumberadi Sleman Yogyakarta. Menurut penelitian ini, ibu yang memiliki pengetahuan

yang baik tentang toilet traning maka akan melaksanakan toilet training pada anaknya

dengan baik pula.

Pengetahuan ibu tentang toilet training ini diukur dengan menggunakan kuesioner

dengan jumlah pertanyaan sebanyak 12 pernyataan. Hasil kuesioner yang terdiri dari 12

pernyataan menunjukkan bahwa ternyata ibu yang memiliki anak bersekolah di TK

Sekolah Darma Bangsa tersebut memiliki pengetahuan tentang pengertian toilet training,
48

dampak keberhasilan dan kegagalan toilet training, tetapi banyak ibu yang belum

mengetahui tentang kesiapan dan teknik mengajarkan anaknya melakukan toilet training

dengan baik.

Pengetahuan ibu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, tingkat

pendidikan dan pekerjaan (Notoatmodjo, 2016). Pada penelitian ini, usia ibu paling

banyak adalah usia 30-35 tahun dengan tingkat pendidikan paling banyak adalah

perguruan tinggi, yang termasuk kategori pendidikan tinggi dan status pekerjaan sebagai

ibu rumah tangga. Rentan usia ibu 33-35 tahun menunjukkan bahwa ibu sudah

memasuki masa dewasa awal, dimana ibu sudah siap menjadi orang tua dan memiliki

tingkat kematangan dalam berpikir (Nursalam & Pariani, 2001).

Berdasarkan kuesioner keberhasilan toilet training sebanyak 10 soal yang berupa

pernyataan salah satu parameter yang terkait adalah kesiapan mental. Menurut peniliti

kesiapan mental sangat mempengaruhi kesadaran anak ketika ingin buang air kecil

maupun buang air besar, contohnya saat anak ingin BAK maupun BAB anak akan

memberitahu kepada keluarga kalau anak ingin pipis maupun pup.

Menurut (Hidayat, 2008) keberhasilan toilet training dapat dicapai apabila anak

mampu mengenali keinginan untuk buang air kecil dan buang air besar, kemampuan

fisik anak untuk mengontrol spinkter anal dan uretral akan di capai pada usia anak 18-24

bulan.
49

4.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu didapatkan jumlah sampel yang tidak

mencapai target dari yang ditentukan maka sampel masih sedikit di karenakan masa

pandemi covid-19.
50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dilakukan pada anak usia 4-5 tahun di TK Sekolah

Drama Bangsa Bandar Lampung tahub 2020, maka didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Diketahui distribusi dan frekuensi anak yang mengompol di TK Sekolah

Darma Bangsa Bandara lampung 2020 sebanyak 3 anak.

2. Diketahui distribusi dan frekuensi ibu yang memiliki pengetahuan toilet

training di TK Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung 2020 sebanyak 36

orang.

3. Diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan

ibu dengan keberhasilan toilet training pada anak usia 4-5 tahun dengan

hasil nilai p= 0,178 (p>0,05).

2. SARAN

1. Bagi Sekolah Darma Bangsa Bandar Lampung


51

Disarankan bagi guru-guru TK dapat memberikan penyuluhan tentang toilet

training dan membantu melatih para murid untuk melakukan toilet training.

2. Bagi responden

Diharapkan seorang ibu mampu memberikan perhatian, mempersiapkan

fisik anak serta memiliki kesabaran dalam mengajarkan toilet training dan

memberikan contoh agar anak melakukan toilet training.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat memanfaatkan penelitian ini

sebagai literatur dan dapat melanjutkan penelitian ini lebih baik lagi.
52

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, S., Ibrahim, K., & Wulandari, S. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang

berhubungan Toilet Trainingpada Anak Prasekolah. Jurnal Keperawatan

Padjadjaran, 2(3).

Arikunto, S.( 2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Aziz, R. (2006). Jangan Biarkan Anak Kita Tumbuh dengan Kebiasaan Buruk. Edisi 1).

Solo: Tiga Serangkai.

Brazelton, T. B., Nugent, J .K. (2011). The Neonatal Behavioral Assessment Scale. 4th

edition. London.

Elgawad, S. M.-K. (2014). Saudi's Mother Knowledge,Attitudes and Practices Regarding

Toilet training Readinessof Their Toddlers. Global Journal on Advances in Pure &

Applied Sciences, 4, 75-87.

Gilbert, J. (2006). Latihan toilet: panduan melatih anak untuk mengatasi masalah toilet.

Jakarta : Erlangga.

Hayat. (2015). Panduan anak tentang toilet training. Jakarta: Pustaka Media
53

Hidayat. A Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Hooman, N., Safaii, A., Valavi, E., & Amini-Alavijeh, Z. (2013). Toilet training in Iranian

children: a cross-sectional study. Iranian Journal of Pediatrics, 23(2). 154.

Howell, D.M., Wysocki, K., & Steiner, M.J. (2010). Toilet training. An Official Journal of

the American Academy of Pediatrics, 262-263 .

Ilmalia, N. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Keberhasilan

Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di PAUD Desa Sumberadi Sleman

Yogyakarta. Universitas' Aisyiyah, Yogyakarta.

Lestari, P. 2013. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Praktik Ibu Dalam

Penggunaan Diapers Pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) Di Kelurahan Putat

Purwodadi. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. Universitas Muhamaddyah

Semarang.

.Maret, D. P. U. S. (2019). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Toilet

Training dengan Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak Usia 1–3 Tahun Di

PAUD Pelangi Di Sukoharjo. IJMS-Indonesian Journal on Medical Science, 6(1).

Meggit, Carolyn. (2013). Memahami Perkembangan Anak (Agnes Theodora,

Penerjemah).Jakarta
54

Muscari,Mary E .(2005). Keperawatan Pediatrik. Edisi 3.Jakarta:EGC

Notoatmodjo. S. (2014). Konsep Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam & Pariani, S. Metodologi riset Keperawatan. Jakarta: Infomedika, 2001.

Rees, L., Brogan, P.A., Bockenhauer, D., & Webb, Nicholas. J.A.(2012). Paediatric

Nephrology . 2nd ed. London : Oxford University Press

Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., Rudolph, C.D, (2006), Buku Ajar Pediatri Rudolph.

Jakarta : EGC

Sari, D. P. I. N. (2017).Hubungan Peran Keluarga Dengan Keberhasilan Toilet Training

Pada Anak Usia Dini 2-3 Tahun Di Desa Prangi Kecamatan Padangan

Kabupaten Bojonegoro. STIKES Insan Cendikia Medika, Jombang.

Soetjiningsih & Ranuh, G., (2016). Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. EGC .

Windiani, I. (2008). Prevalensi dan Faktor Risiko Enuresis pada anak Taman Kanak-

Kanak di Kotamadya Denpasar . Denpasar: Sari Pediatri.

Wu, H. Y. (2013). Can evidence-based medicine change toilet-training practice?. Arab

Journal of Urology, 11(1). 13–18.


55

Anda mungkin juga menyukai