Anda di halaman 1dari 42

REFARAT

TERAPI OKSIGEN

Oleh:
Indriyati Januar Trisnawan 20360250
Ipan Ferrel Head 20360251
Irman Saputra 20360192
Muhammad Nizar Nugraha Kamil 20360204
Tangguh Wili Andyry 20360263

Refarat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF
Ilmu Anestesi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam

Pembimbing:
dr. Gloria G. Situmeang, Sp. An
KSMF ILMU ANESTESI
RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan refarat ini

guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu Anestesi

RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dengan judul “Terapi Oksigen”.

Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori yang

diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Saraf RSUD Deli Serdang

Lubuk Pakam dan mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada pasien. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada dr. Gloria G. Situmeang, Sp. An yang telah

membantu penulis dalam penulisan refarat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa telaah refarat ini masih memiliki

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua

pihak yang membaca telaah jurnal ini. Harapan penulis semoga telaah jurnal ini dapat

memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Lubuk Pakam, Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Y
KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3

2.1 Definisi............................................................................................................13

2.2 Tujuan/ Kegunaan...........................................................................................13

2.3 Indikasi............................................................................................................14

2.4 Kontraindikasi.................................................................................................20

2.5 Alat-alat yang Diperlukan...............................................................................20

2.6 Syarat-syarat Pemberian Oksigen...................................................................21

2.7 Protokol Prosedur............................................................................................21

2.8 Keamanan.......................................................................................................37

2.9 Hal yang Harus Dilaporkan dan Didokumentasikan......................................38

2.10Resiko Terapi Oksigen....................................................................................38

BAB III KESIMPULAN......................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen

pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kadar oksigen inspirasi/

FiO2 (Orthobarik ), dan meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik), tujuan dari terapi

oksigen ini adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke

jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob, dan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg

atau SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian terapi oksigen ini adalah pasien hipoksia, oksigenasi

kurang sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi

cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan

pemberian oksigen konsentrasi tinggi, dan pada pasien dengan tekanan partial

karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Tekhnik pemberian terapi oksigen ini bisa dengan sistem

aliran rendah seperti, kateter nasal, kanul nasal / kanul binasal / nasal prong, sungkup muka

sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing, dan sungkup muka dengan kantong

non rebreathing. Bisa juga dengan tekhnik aliran tinggi seperti, sungkup muka dengan

venturi / Masker Venturi (High flow low concentration), Bag and Mask / resuscitator

manual, dan Collar trakeostomi. Pemberian terapi oksigen dapat mengakibatkan kebakaran,

iritasi saluran pernapasan, keracunan oksigen, kejang bahkan sampai koma.

Anggapan bahwa oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan

manusia agaknya memang benar. Tidak makan atau tidak minum mungkin masih akan

memberikan toleransi yang cukup panjang hingga sampai kepada keadaan fatal, tetapi

sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung fatal akibatnya. Tak

4
hanya untuk bernafas dan memepertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan

untuk metaboloisme tubuh. Oksigen malah bisa menjadis arana untuk mengatasi berbagai

macam penyakit.1 Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris

tahun 1775 dan dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak awal tahun

1800. alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi

oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967

melaporkan pemberian oksigen melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien

hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2. 2 Oksigen (O2) merupakan

salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme, untuk

mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh

dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke

jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan

hematologis. Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses

lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien

dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi sebagai dokter dalam mengenal keadaan

hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah. 5 Sebelum membahas tentang terapi

oksigen, kita seharusnya harus mengetahui terlebih dahulu anatomi dan fisiologi sistem

pernapasan.

A. Anatomi Sistem Respirasi

- Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:

1. Saluran Nafas Bagian Atas

 Hidung

Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama.

5
Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung

akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan

pelembaban.

 Faring

Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai

persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.

a. Nasofaring(terdapat pharyngeal tonsildan Tuba Eustachius).

Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan

di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke

dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius

membuka ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil

(tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding

posteriosuperior nasofaring.

b. Orofaring

Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah).

Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan, makanan

masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan paru.

c. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di belakang

laring, dan dengan ujung atas esofagus.

 Laring (tenggorok)

Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal ditutup

oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari tulang-

6
tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup laring.

Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula

tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas

esopagus.

2. Saluran Nafas Bagian Bawah

a. Trachea atau Batang tenggorok

Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar

2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan

leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis

(taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian

vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua

bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap

yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa

dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga

membuat beberapa jaringan otot.

b. Bronchus

Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira

vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan

dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah

dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih

lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri

pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri,

7
disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih

langsing dari yang kanan, dan

berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa

cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus

kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian

menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus

yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus

terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli

(kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih

I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi

dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh

saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut

saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar

udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Yaitu alveolus.

B. Fisiologi Respirasi

Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :

– Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan

alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga

terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal

serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan.

– Mekanik pernafasan

Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen

peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi)

8
adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam inspirasi

pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun ( posisi

diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada

agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan

menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk

ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke

atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik

kembali ke posisi semula ( melengkung ) dan muskulus intercotalis interna

relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang di dalam dada mengecil sehingga dinding

dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru

meningkat.

• Transportasi gas pernafasan

a. Ventilasi

Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi

sebaliknya yaitu udara keluar dari paruparu. Udara yg masuk ke dalam alveoli

mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh

dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.

b. Difusi

Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara

dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar

karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah

terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO2) dalam alveolus lebih tinggi

dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya (PaCO2)

9
darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada luas

permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2

perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali

dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke

jaringan , yaitu:

1) Cardiac out put.

2) Jumlah eritrosit.

3) Exercise

4) Hematokrot darah, akan meningkatkan vikositas darah mengurangi

transport O2 menurunkan CO.

Perfusi pulmonal

Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut

dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan

dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma

(1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai

natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan

bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 % ,

HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0

bikarbonat sebesar 60 – 80% .

- Pengukuran volume paru

Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan

kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :

10
 Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan

setiap kali bernafas.

 Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yang

dapat dihirup setelah inhalasi normal.

 Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat

dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.

 Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah

ekhalasi maksimal.

- Kapasitas Paru

 Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.

 Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah

ekspirasi normal.

 Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam

paru-paru setelah ekspirasi normal.

 Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi

maksimal.

- Pengaturan pernafasan

Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur

pernafasan. Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system

yang lain berperan mengatur pernafasan otomatis.

11
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru

melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. (Standar

Pelayanan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005) Terapi oksigen adalah pemberian oksigen

dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir

lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21

%, (Brunner & Suddarth,2001) Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin,

2007, Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial

oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara:

a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )

b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)

2.2 Tujuan/ kegunaan

 Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan

untuk memfasilitasi metabolisme aerob

 Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :

12
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan

oksigenasi jaringan yang adekuat.

- Menurunkan kerja nafas dan miokard.

- Menilai fungsi pertukaran gas

2.3 Indikasi

 Pasien hipoksia

Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah

ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit

sistim pernafasan lainnya. Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:

- Pengaruh penurunan tekanan barometer

13
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis

respiratorik.

- Gejala hipoksia saat bernafas oksigen

Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau

lebih rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh.

Setiap

orang yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal

saat hipoksia, sebelum gelembung uap air panas dari dalam tubuh

menimbulkan kematian.

- Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa Gejala mental seperti irritabilitas,

muncul pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada ketinggian 5500 m, gejala

hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya seseorang hilang kesadaran.

- Efek lambat akibat ketinggian

Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas,

serta mual dan muntah.

- Aklimatisasi

Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis

cenderung melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis

laktat

dalam otak akan menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon

terhadap hipoksia.

 Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik

14
Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan organ

pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan sebagian besar

darah dipindah dari sirkulasi vena kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan

pompa pernafasan. Kegagalan paru terjadi bilakeadan seperti fibrosis pulmonal

menyebabkan blok alveoli – kapiler atau terjadi ketidak seimbangan ventilasi –

perfusi. Kegagalan pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot pernafasan

pada keadaan dengan peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh berbagai

gangguan mekanik seperti pneumothoraks atau obstruksi bronkhialyang membatasi

ventilasi. Kegagalan dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme

persarafan yang mengendalikan ventilasi, seperti depresi neuron respirasi di medula

oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.

 Hipoksia Anemik

Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat

peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila defisiensi

hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita anemia mungkin

mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya

keterbatasan kemampuan meningkatkan pengangkutan O2 kejaringan aktif.

 Hipoksia Stagnan

Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan

jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan

akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran

darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk

menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps

15
sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari

jantung.

 Hipoksia Histotoksik

Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering

diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta

mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk

mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida,

menghasilkan sian methemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan

pengobatan menggunakan senyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah

methemoglobin yang dapat dibentuk dengan aman.

Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat bagi.

a. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal

b. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal

c. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.

d. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.

e. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )rendah.

Contoh :

 Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD

 Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia

ditandai dengan PaO2 dan SpO2 menurun.

16
 Pasien yang teridentifikasi hipoksemia contohnya syok dan keracunan CO

Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi

oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai

normal (nilai normal PaO285- 100 mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan

menjadiringan sedang dan berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2. hipoksemia

ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%,

hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat

bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2kurang dari 75%. Umur juga

mempengaruhi nilai PaO2 dimana setiap penambahan umur satu tahun usia

diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg maka terjadi penurunan PaO2 sebesar 1

mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,

hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tingg. Keadaan

hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yan gbertujuan untuk

mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen

arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat, sehingga

tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan sebaliknyatekanan

karbondioksida arteri (PaCO2) menurun.jaringan Vaskuler yang mensuplai

darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi

kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga

oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi

pembuluh pulmoner sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi

di area paru terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin

ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan sekresi

17
eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan

kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan

peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner.

Gagal jan tung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.

 Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk

mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Pada Beberapa traumamTerapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai

gejala :

- Sianosis - Keracunan

- Hipovolemi - Asidosis

- Perdarahan - Selama dan sesudah pembedahan

- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar

Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa

cara dibawah ini:

 Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila

hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:

a. PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.

b. PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale,

polisitemia (hematokrit >56%).

 Pemberian secara berselang

Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:

a. Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%

b. Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88%

18
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen

perlu dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu

tidaknya terapi oksigen jangka panjang.

2.4 Kontra indikasi

 Tidak ada kontra indikasi absolut :

 Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.

 Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,

trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.

 Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi,

akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.

2.5 Alat – alat yang diperlukan

a. Kateter nasal.

b. Kanul nasal/binasal/nasal prong

c. Sungkup muka sederhana.

d. Sungkup muka rebreathing dengan kantong oksigen.

e. Sungkup muka non rebreathing dengan kantong oksigen.

f. Sungkup muka Venturi

g. Jelly.

h. Plester.

i. Gunting.

j. Sumber oksigen.

k. Humidifier.

19
l. Flow meter.

m. Aqua steril.

n. Selang oksigen.

o. Tanda dilarang merokok

2.6 Syarat-syarat Pemberian Oksigen Meliputi :

1. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi,

2. Tahanan jalan nafas yang rendah,

3. Tidak terjadi penumpukan CO2,

4. Efisien,

5. Nyaman untuk pasien.

2.7 Protokol prosedur

Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :

1. Sistem Aliran Rendah

Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, bekerja

dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi

pasien, sisa volume ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur

dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak

diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan

dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran rendah cocok untuk pasien

stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal,

misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20

kali permenit.

Contoh sistem aliran rendah adalah :

20
Low flow low concentration :

a. Kateter nasal

b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong. Low flow high concentration

a. Sungkup muka sederhana.

b. Sungkup muka dengan kantong rebreathing

c. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

a. Kateter Nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu

dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan

kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai nasofaring.

Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan

frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.

 Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan

berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga

dipakai sebagai kateter penghisap.Dapat digunakan dalam jangka waktu

yang lama.

 Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%,

tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat

kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami

trauma,fiksasi kateter akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus

diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi

lambung, terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6

21
liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung,

serta kateter mudah tersumbat dan tertekuk.

Tahap kerja:

1. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan

tindakan)

2. Jaga privacy pasien (menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien).

3. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan

melancarkan pelaksanaan tindakan).

4. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama

pemasangan nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk memudahkan

memasukkan kateter).

5. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka , pasien

lebih nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan).

6. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai

keujung telinga (untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).

7. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung

kateter tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).

8. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan

(Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa

oral serta sekresijalan nafas).

9. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan

mencegah terjadinya efek samping).

22
10. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan mencegah

iritasi dalam pemasangan kateter).

11. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung

(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter).

12. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan

kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal

mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini mengurangi risiko

efek samping).

13. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika

mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter).

b. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan

aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 %

- 44%. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien.

Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan

pada pasien dengan pernafasan mulut.

FiO2 estimation :

Flows FiO2

• 1 Liter /min : 24 %

• 2 Liter /min : 28 %

• 3 Liter /min : 32 %

• 4 Liter /min : 36 %

• 5 Liter /min : 40 %

23
• 6 Liter /min : 44 %

Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %

a. Keuntungan

Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,

pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas

makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.

Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas

melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan

mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan

oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.

b. Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen

berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul

hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.

Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow

rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan

oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat

menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang

terlalu ketat.

Carapemasangan :

 Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang

elastis sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi

klien.(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas

24
bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul

tersebut pas kenyamanannya).

 Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang

diprogramkan (1–6 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa

nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).

 Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian

pasien (Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul

tercabut dan mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).

 Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua

steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen,

mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).

 Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan

permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan

kulit. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus

dan epistaksis. Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis

menyebabkan iritasi kulit).

 Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan

hipoksia telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah

berkurangnya hipoksia)

c. Sungkup Muka Sederhana

Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat

pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8

liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada

25
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2

tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.

FiO2 estimation :

Flows FiO2

• 5-6 Liter/min : 40 %

• 6-7 Liter/min : 50 %

• 7-8 Liter/min : 60 %

a. Keuntungan

Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,

sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang

besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

b. Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat

menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak

memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah.

Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan

rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk

menjamin keamanan dan kenyamanan.

o Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat

terapi oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas

menjamin aliran oksigen lancar).

26
o Atur posisi pasien (meningkatkan kenyamanan dan memudahkan

pemasangan).

o Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan

kebutuhan 5-8 liter/menit (Mencegah kekeringan pada membran mukosa

nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas, menjamin

ketepatan dosis, dan mencegah penumpukan CO2 ).

o Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan

kain kasa pada daerah yang tertekan (mencegah kebocoran sungkup,

mencegah iritasi kulitakibat tekanan).

o Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali

pengikat untuk mencegah iritasi kulit.

d. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing

Rebreathing mask

Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60% dengan

aliran 6 – 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi

sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan

terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke

pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan

sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada

daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.

FiO2 estimation :

Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )

27
• 6 : 35 %

• 8 : 40 – 50 %

• 10 – 15 : 60 %

a. Keuntungan

Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak

mengeringkan selaput lendir.

b. Kerugian

Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen bisa

terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah

dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida.

Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi

aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.

Caranya :

a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi

b. Atur posisi pasien

c. Menghubungkan selang oksigen pada humidifier

d. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan

kebutuhan.

e. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan.

f. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan

sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2

kantong akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi

28
(mencegah kantong terlipat, menjaga kepatenan sungkup, mencegah

penumpukan CO2 yang terlalu banyak).

g. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga.

(menjaga kepatenan sungkup, mencegah iritasi mata)

h. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali

pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).

i. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam.(observasi terhadap

iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).

j. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah

infeksi, meningkatkan kenyamanan).

e. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing

Non rebreathing mask

Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 %

dengan aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur

dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui

satu atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi.

Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang

antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong

reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali

pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan

total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya dan

tanpa tongkat.

FiO2 estimation :

29
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )

• 6 : 55 – 60

• 8 : 60 – 80

• 10 : 80 – 90

• 12 – 15 : 90

a. Keuntungan :

Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan

selaput lendir.

b. Kerugian :

Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa

terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan

makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada

pasien tidak sadar dan anak-anak. Cara memasang :

a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi(k/p).

b. Atur posisi pasien

c. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan

kebutuhan.(menjaga kelembaban udara, mencegah iritasi mukosa jalan nafas

dan mulut).

d. Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan sungkup

non rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit dengan

konsentrasi O2 (FiO2) 55-90 % (menjaga kepatenan sungkup, menjamin

ketepatan dosis).

30
e. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan

sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah kantong terlipat,

terputar).

f. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas

telinga. (mencegah kebocoran sungkup).

g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali

pengikat (untuk mencegah iritasi kulit).

h. Muka pasien dibersihkan tiap 2 jam. (observasi terhadap

iritasi,muntah,aspirasi akibat terapi, dan menjaga kenyamanan pasien).

i. Sungkup dibersihkan/diganti tiap 8 jam (menjaga kepatenan alat, mencegah

infeksi, meningkatkan kenyamanan).

2. Sistem Aliran Tinggi

Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali

volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas pendek dan

pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik

pemberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan,

sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat

dan teratur.

Contoh sistem aliran tinggi :

a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low

concentration).

Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi

yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga

31
memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang

telah ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip entrainmen udara

(menjebak udara seperti vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi

dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui

cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang

dihembuskan. Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan

untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan kecepatan

pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi )

seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas,

dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat.

FiO2 estimation

Menurut Standar ICU Dep.Kes RI.

tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask merk Hudson

Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )

• Biru : 2 : 24

• Putih : 4 : 28

• Orange : 6 : 31

• Kuning : 8 : 35

• Merah : 10 : 40

• Hijau : 15 : 60

1) Keuntungan

• Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan

petunjuk pada alat.

32
• FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan

O2 analiser.

• Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.

• Tidak terjadi penumpukan CO2.

2) Kerugian

• Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir

kedalam mata.

• Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan

bila pasien makan, minum, atau minum obat.

• Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak

mengganggu konsentrasi O2.

Caranya :

a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.

b. Atur posisi pasien

c. Membuka aliran regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai

dengan kebutuhan.

d. Mengatur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan

masker venturi mempunyai efektifitas aliran 2-15 liter/menit dengan

konsentrasi O2 24- 60 % (Metode ini memungkinkan konsentrasi

oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada

kedalaman dan kecepatan pernafasan).

33
e. Memasang venturi mask pada daerah lubang hidung dan mulut.

f. Mengikat tali venturi mask dibelakang kepala melewati bagian atas

telinga.

g. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali

pengikat untuk mencegah iritasi kulit.

b. Bag and Mask / resuscitator manual

Digunakan pada pasien :

• Cardiac arrest

• Respiratory failure

• Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter, selama

resusitasi buatan, hiperinflasi/ bagging, kantong resusitasi dengan

reservoir harus digunakan untuk memberikan konsentrasi oksigen 74 % -

100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai

reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15

liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten

dengan konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter

juga memberikan jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong

menerima oksigen tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan

keterampilan penggunaan adalah vital :

• Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal( VT ).

• Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi

• Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.

34
Hal – hal yang harus diperhatikan :

o Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik

dan apakah terjadi distensi abdomen.

o Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain

paru.

o Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak,

atau spasme bronkus yang memburuk.

Syarat – syarat Resusitator manual :

• Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada

kondisi akut.

• Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan

observasi terhadap muntah / darah yang dapat mengakibatkan

aspirasi.

• Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.

• Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.

Large Volume Aerosol Sistem.

a. Selang T / T piece / Briggs adaptor

Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi untuk menutup

ventilasi pasien per menit. Dengan Oksigen T- piece memungkinkan

pelembaban untuk selang ETT ( Endo Trakeal Tube ) atau

trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang. Pada

pemakaiannya, kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow rate yang

35
direkomendasikan adalah 10 liter/menit dengan nebuliser set untuk menjaga

inspired oxygen concentration (FiO2)

b. Sungkup terbuka / Face tent

Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan pelembaban pada

pasien di ruang pemulihan atau setelah ekstubasi. Bila pasien merasakan

masker terlalu menyekap, maka masker wajah harus ditambahkan.

Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt (Hudak & Gallo,1997), 8-12

liter/menit : 28%-100%.

a. Keuntungan

Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai alternatif pemberian

aerosol, dapat memberikan kelembaban yang tinggi.

b. Kerugian

Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.

c. Collar trakeostomi

a. Keuntungan :

• Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien

dengan trakeostomi.

• Gelang – gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang

trakeostomi.

• Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.

• Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.

b. Kerugian :

36
• Sekresi dan lapisan kulit sekitar stroma dapat menyebabkan iritasi dan

infeksi.

2.8 Keamanan

Untuk pasien :

- Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam saluran pernapasan.

- Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus steril.

- Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.

2.9 Hal yang harus dilaporkan dan didokumentasikan

a. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan pengetahuan,

penurunan kelemahan, penurunan frekuensi nafas, perubahan warna kulit,

peningkatan saturasi oksigen.

b. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse oksimetri untuk

menilai keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil jika : Nilai PaO2

dan PaCO2 yang diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 – 5 ) x FiO2.

c. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung , mukosa hidung

terhadap iritasi.

d. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi oksigen

yang lain.

e. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada pasien.

f. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa FiO2

yang diberikan.

2.10 Resiko Terapi Oksigen

37
Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat

terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-

2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang

merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom

yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas

karbondioksida dan atelektasis. Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja

pada hewan, namun juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman.

Apabila O2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran

pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri

tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan

jaringan paru.

Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2,

selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan

pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-

bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan

jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan kelainan penglihatan

berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya

iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa

pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi

hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah.

Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh

38
karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok,

membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik

tanpa“Ground”.

39
BAB III

KESIMPULAN

Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui

saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Tujuan terapi oksigen ini

adalah untuk meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan

untuk memfasilitasi metabolisme aerob, mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 >

90 %. Indikasi terapi oksigen ini adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang

sedangkan paru normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup,

paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian

oksigen konsentrasi tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.

Kontra indikasi pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul nasal/kateter

binasal/nasal prong : jika ada obstruksi nasal, pemakaian kateter nasofaringeal / kateter

nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal,

pemakaian sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi,

akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi. Komplikasi pemakaian terapi oksigen

yang terlalu lama dapat mengakibatkan keracunan oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi

akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan

enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang

lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis.

Apabila O2 80- 100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran

pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri

tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan

paru. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya iritasi

40
trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang

dan koma.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia, vol.
8. EGC. Jakarta
2. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
3. Blogspot. 2009. The Human Respiratory System. Blog Spot.Com. (http://anatomi-
tubuhmanusiadanhewan. blogspot.com/2009/05/sistem-pernapasan-
padamanusia.html).
4. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo, R.
2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak
FKUI - RSCMk FKUI – RSCM. Jakarta.
5. Akhmad, I. 2004. Terapi Oksigen Dalam Asuhan Keperawatan. Program Studi Ilmu
Keperawatan FK USU Medan. Sumatera Utara.
6. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi
Dan Respiratori FK UI. Jakarta.
7. Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.
8. Astowo. Pudjo. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta. 2005
9. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC.Jakarta.
10. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intesif. Jakarta.
11. Widiastuti, N. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Respirasi. 2010. Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiramedika PPNI. Bali.

42

Anda mungkin juga menyukai