Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

RESUSITASI JANTUNG DAN PARU

DOSEN PENGAMPU :
Vanny Mokalu, S.Kep.Ns

DISUSUN OLEH KELOMPOK VIII :

1. MOHAMAD RIZKIYAN MANTANG SUSWANTO 19 18 0047


2. MUSTAKIM 19 18 0051
3. MUHAMMAD SUDRAJAT 19 18 0049
4. MOHAMAD ANDI FAISAL 19 18 0046
5. MUHAMMAD AFRIANSYAH ALI 19 18 0048
6. MUHLIS SADIK 19 18 0050
7. ACHMAD RIZKY ZULFITRAH LEASA 19 18 0089

AKADEMI KEPERAWATAN RUMKIT TK.III MANADO


OKTOBER
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul RESUTASI
JANTUNG DAN PARU ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah MANAJEMEN GADAR, PRE HOSPITAL PERAWATAN
KRITIS. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
resutasi jantung dan paru bagi para pembaca dan juga bagi pemakalah.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Vanny Mokalu, S.Kep.Ns selaku
dosen mata kuliah MANAJEMEN GADAR, PRE HOSPITAL PERAWATAN KRITIS
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan pendidikan yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Manado, Oktober 2020

Pemakalah

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.Latar Belakang.............................................................................................................1
2.Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A.Resusitasi Jantung Paru...............................................................................................3
B.Suction.........................................................................................................................9
C.Oksigenasi...................................................................................................................13
BAB III PENUTUP.......................................................................................................17
1.Kesimpulan..................................................................................................................17
2.Saran............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi perna
pasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tida
k diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan buatan da
n bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain 
sementara jantung dan paru tidak berfungsi.

Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan


nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan
cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.
(Ignativicius, 1999 ).

Sebagian pasien mempunyai permasalahan di pernafasan yang memerlukan


bantuanventilator mekanik dan pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube), dimana
pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube) masuk sampai percabangan bronkus pada
saluran nafas. Pasien yang terpasang ETT (Endo Trakeal Tube) dan ventilator maka
respon tubuh pasien untuk mengeluarkan benda asing adalah mengeluarkan sekret yang
mana perlu dilakukan tindakansuction

Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai


kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy
tube(TT) pada saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas,
mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru.
Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat
menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea
gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark
miokard (Elly, 2000)

Pemenuhan kebutuhan Oksigenisasi adalah bagian dari kebutuhan fisiologis


(Hurarki Maslow). Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan, oksigen

1
sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh, kebutuhan oksigen dalam tubuh harus
dipenuhi karena apabila kebutuhan dalam tubuh berkurang, maka terjadi kerusakan pada
jaringan otak. Dan apabila hal tersebut terjadi berlangsung lama akan mengakibatkan
kematian.

Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan


kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti ada yang kekurangan oksigen akan
mengalami hipoxia dan akan terjadi kematian. Proses pemenuhan kebutuhan pada
manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan
dan sumbatan yang yang menghalangi masuknya oksigen, memolihkan dan
memperbaiki organ pernapasan agar dapat berfungsi normal kembali.

Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dalam pelayanan keperawatan dapat


dilakukan dengan pemberian oksigen dengan menggunakan Nasal kanul, Masker dan
Kateter nasal

B.  Tujuan

Tujuan dalam pembuatan makalah tentang Resusitasi jantung paru (RJP),


Suction dan Oksigenisasi yaitu:

 Memberikan penjelasan tentang Resusitasi jantung paru (RJP), Suction dan


Oksigenisasi, tujuan, serta pelaksanaan
 Menjadikan makalah ini sebagai sumber referensi bacaan
 Memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah
 Agar Mahasiswa lebih paham dan mengerti dalam tehnik pemasangan Resusitasi
jantung paru (RJP), Suction dan Oksigenisasi
 Agar Mahasiswa dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien yang berhubungan
dengan Resusitasi jantung paru (RJP), Suction dan Oksigenisasi
 Agar Mahasiswa mempunyai pedoman dalam tindakan selanjutnya

2
BAB II

PEMBAHASAN

A.  Resusitasi Jantung Paru

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan
atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan
kembali kedua-dua fungsi jantung dan paru ke keadaan normal.

CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah


hal yang penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan
pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS.CPR/RJP merupakan tehnik dasar
untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak
(cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2
prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi
jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance
datang.

1.  Langkah-Langkah Resusitasi pada orang dewasa

a.  Tujuan

Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory


arrest) atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total
oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi
tersebut bekerja kembali.

b. Peralatan

Tidak menggunakan alat-alat.

c.  Persiapan Pasien.

 Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.


 Posisi pasien diatur terlentang datar.

3
 Baju bagian atas pasien di buka.

d.  Cara Resusitasi

Periksa jalan napas korban dengan cara :

Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah yang
drop atau darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah dagu korban
dan dongakkan kepalanya, hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada
fraktur servikal maka pakai model jaw trust.

Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup
hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan
sampai terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi
(head till chin lift). Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan –
kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan. Kalau ada denyut nadi, korban
hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut
ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).

Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac
pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan telapak
tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara
atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua
bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung.

Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15,


yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini
dilakukan selama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi).

Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak


ventilasi ada fase silence. Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam
Rongga Dada karena ventilasi untuk mencegah regurgitasi /aspirasi. Sebenarnya dengan
mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan ekspirasi napas.

4
Kalau ada DC shock atau Automated External Defibrillator (AED), bisa
diberikan kejut jantung sebanyak 200 joule, namun pada VF/VT. Sedangkan kalau henti
jantung pukul saja rongga dada dengan model cardiac thumb.

e.  Dokumentasi

Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-hal
yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan
sistem pada korban diantaranya:

 Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila
ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
 Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan
pernafasan.
 Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
 Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
 Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
 Nadi akan berdenyut kembali.               

Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat
diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini:

1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.


2. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
3. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
4. Pasien dinyatakan mati.

Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada


dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir
dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti
tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

Pasien dinyatakan mati bila:

1. Telah terbukti terjadi kematian batang otak.

5
Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada
pernapasan spontan dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap
selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, di bawah efek
barbiturat, atau dalam anestesi umum

2. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel.

Mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama
paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal.
Tanda kematian jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan
mengakhiri upaya resusitasi.

Indikasi Resusitasi

1. Henti napas (apnu)

Henti napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi
pernapasan, baik di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer, jantung
dapat terus memompa darah selama beberapa menit selama ada sisa oksigen di dalam
paru yang beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada pasien dengan
henti napas atau sumbatan jalan napas dapat mencegah henti jantung.

 Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:

a. Sumbatan jalan napas total

o Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.


o Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak
ada pengembangan dada pada inspirasi.
o Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.
o Pada bayi, sering ditemui pernapasan paradoksal.

b. Sumbatan jalan napas parsial

Terdengar suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang


menandakan sumbatan parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya jaringan lunak,

6
misalnya jatuhnya dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi lengking (crowing) yang
menandakan laringospasme; bunyi kumur (gargling) yang menandakan adanya benda
asing berupa cairan; dan bunyi bengek (wheezing) yang menandakan terdapat sumbatan
jalan. napas bawah setelah bronkiolus respiratorius. Dapat juga disertai retraksi.

Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat diketahui dari keadaan klinis:

o Hiperkarbia, yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian


PCO2 arteri.
o Hipoksemia, yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada hipoksemia,
terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi sianosis. Keadaan
hipoksemia dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.

2. Henti jantung (cardiac arrest)

Bila terjadi henti jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen yang tersisa
dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disebabkan oleh
faktor intrinsik atau ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa penyakit kardiovaskular seperti
asistol, fibrilasi ventrikel, dan disosiasi elektromekanik. Faktor ekstrinsik adalah
kekurangan oksigen akut (henti napas sentral/perifer, sumbatan jalan napas, dan inhalasi
asap); kelebihan dosis obat (digitalis, kuinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen,
adrenalin, dan isoprenalin); gangguan asam basal elektrolit (hipo/hiperkalemia,
hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia, dan asidosis); kecelakaan (syok listrik, tenggelam,
dan cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan pembedahan; terapi dan tindakan
diagnostik medis; dan syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, dan anafilaktik).
Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:

o Hilangnya kesadaran dalam waktu 10-20 detik setelah henti jantung.


o Henti napas (apnu) atau megap-megap (gasping) yang muncul setelah 15-30 detik
henti jantung.
o Terlihat seperti mati (death like appearance) dengan warna kulit pucat sampai
kelabu.
o Pupil dilatasi dalam waktu 45 detik setelah henti jantung.

7
o Tidak teraba denyut arteri besar, yaitu arteri femoralis dan karotis pada orang
dewasa atau brakialis pada bayi dan anak kecil. Tanda ini muncul segera setelah
henti jantung. 

Resusitasi harus dilakukan pada infark jantung kecil yaiig mengakibatkan


kematian listrik, serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis
obat¬-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam, dan kecelakaan-kecelakaan lain
yang masih memberikan peluang hidup.

Kontra Indikasi Resusitasi:

1) Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang berat.
Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat.
2) Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3) Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu
setelah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP

2  Bahaya  atau Komplikasi pada Resusitasi

Fraktur iga dan sternum sering terjadi terutama pada orang tua, RJP
tetapditeruskan walaupun terasa ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila posisi
tangan salah.

a. Pneumothorax.
b. Hemothorax.
c. Kontusio paru.
d. Laserasi hati dan limpa, posisi tangan yang  terlalu rendah akan menekan procesus
xipoideus ke arah hepar/limpa.
e. Emboli lemak.
f. Muntah dan aspirasi.
g. Distensi lambung.

8
B.  Suction

Suction (Penghisapan lender) merupakan tindakkan penghisapan yang bertujuan


untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada
klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. Suction merupakan suatu metode
untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring,
atau trakeal.

a) Tujuan
b) Mempertahankan kepatenan jalan nafas
c) Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
d) Mendapatkan sampel / karet untuk tujuan diagnose

2. Prinsip

Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan bronki.

3. Komplikasi

a. Hipoksia
b. Trauma jaringan
c. Meningkatkan resiko infeksi
d. Stimulasi vagal dan bronkospasm

4. Kriteria

a. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat


b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital

9
5. Indikasi

a. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret
dengan mengeluarkan atau menelan.
b. Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai terdengar
suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara crakels atau
ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan meningkat,
ditemukannya mucus pada alat bantu nafas.
c. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret
oral.

1)   Persiapan

A. Lingkungan
a. Penjelasan pada kleuarga
b. Pasang skerem/ tabir
c. Pencahayaan yang baik
B. Klien
a. Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien :
1) Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan
posisi fowler dengan leher  ekstensi (nasal suction).
2) Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap
pelaksana tindakan (oral/nasal suction).

2)   Alat-alat

a. Regulator vakum set


b. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
c. Air steril/ normal salin
d. Hanscoon steril
e. Pelumas larut dalam air
f. Selimut/ handuk
g. Masker wajah

10
h. Tong spatel k/p
C. Pelaksanaan
A. Fase Orientasi

1. Suction Orofaringeal

Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak mampu mengeluarkan
sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur digunakan setelah klien
batuk.

1. Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien.


2. Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
3. Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien).
4. Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien.
5. Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat.
6. Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril.
7. Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum.
8. Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien.
9. Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan ke orofaring
dengan perlahan.
11. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter
saat menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik.
12. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress
pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
13. Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11.
14. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara
penghisapan.
15. Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan orofaringeal.
16. Buang kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon.
17. Cuci tangan.

11
2. Suction ETT

1. Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala adanya sekresi jalan
nafas bagian atas
2. Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan
3. Persiapkan alat dan bahan
4. Tutup pintu atau tarik gorden
5. Berikan pasien posisi yang benar
6. Tempatkan handuk di atas bantal atau di bawah dagu klien
7. Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya tekanan 110-150
mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan 50-95 untuk bayi.
8. Cuci tangan 

3. Suction tracheostomy

1. Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada tekanan negative
yang sesuai
2. Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100% atau sesuai
program dokter
3. Gunakan peralatan pengisap dengan membuka bungkusan dengan tetap menjaga
kesterilan pengisap tersebut.
4. Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang terbuka tersebut tanpa
menyentuh bungkusannya.
5. Kenakan masker dan pelindung mata
6. Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau kenakan sarung tangan
bersih pada tangan tidak dominan dan sarung tangan steril pada tangan dominan.
7. Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa menyentuh permukaaan
yang tidak steril. Angkat selang penghubung dengan tangan tidak dominan.
Masukkan kateter ke dalam selang
8. Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan mengisap sejumlah
normal saline dari Waskom

12
9. Lumasi 6-8 cm kateter distal dengna pelumas larut air
10. Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang dengan tangan tidak
dominan. Tanpa melakukan pengisapan, dengan perlahan tetapi cepat, insersikan
kateter dengan ibu jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung dengan
gerakan sedikit mirimg ke arah bawah atau melalui mulut saat klien menghirup
nafas
11. Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selam 10 detik dengan
meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak dominan dari lubang ventilasi kateter
sambil memutarnya ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari telunjuk
dominan.
12. Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal saline sampai bersih.
B. Fase Terminasi
1. Evaluasi terhadap tindakan yanmg telah dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang
C. Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan

penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007):

1. Meningkatnya suara napas


2. Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran
pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal
volume.
3. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa
dipantau dengan pulse oxymeter
4. Hilangnya sekresi pulmonal.

C.  Oksigenasi

1. Kebutuhan Oksigenasi

Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara


fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan  tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu,

13
kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi
tubuh.

Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan
secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali individu tidak menyadari
terhadap pentingnya oksigen. Proses pernapasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa-
biasa saja. Banyak kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran pernapasan. Pada
kondisi ini, individu merasakan pentingnya oksigen.

2. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi

Saluran pernapasan bagian atas:

a. Hidung, proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui hidung.


b. esophagus.
c. Laring, merupakan saluran pernapasan setelah faring.
d. Epiglotis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring saat proses
menutup.

Saluran pernapasan bagian bawah:

a. Trakhea, merupakan kelanjutan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrae


torakalis kelima.
b. Bronkhus, merupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang menjadi bronchus
kanan dan kiri.
c. Bronkiolus, merupakan saluran percabangan setelah bronchus.
d. Alveoli, merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran oksigen dengan
karbondioksida.
e. Paru-Paru (Pulmo), Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan.

3. Proses Oksigenasi

a. Ventilasi

14
b. Difusi Gas
c. Transfortasi Gas
d. Jenis Pernapasan
a) Pernapasan Eksternal
b) Pernapasan Internal

5. Pemeriksaan Fungsi Paru Dengan Alat Spirometri

Respirasi (Pernapasan atau ventilasi) sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi.
Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit yang
mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih
rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi sistem paru. Volume dan
kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer atau spirometri, sedang hasil
rekamannya disebut dengan spirogram. Udara yang keluar dan masuk saluran
pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal,
sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat
pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata
dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang
aktif dalam proses pertukaran gas. Sedang sisanya sebanyak 30% (150 ml) menetap di
ruang rugi (anatomic dead space).Volume total udara yang ditukarkan dalam satu menit
disebut dengan minute volume of respiration (MVR) atau juga biasa disebut menit
vantilasi. MVR ini didapatkan dari hasil kali antara volume tidal dan frekuensi
pernapasan normal permenit. Rata-rata MVR dari 500 ml volume tidal sebanyak 12 kali
pernapasan permenit adalah 6000 ml/menit.

6. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh


memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam
tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya
hidup dan status kesehatan.

7. Gangguan Oksigenasi

15
Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen tidak terlepas dari
adanya gangguan yang terjadi pada sistem respirasi baik pada anatomi maupun
fisiologis dari organ-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan tersebut dapat
disebabkan adanya gangguan pada sistem tubuh lain, misalnya sistem kardiovaskuler.
8. Masalah Keperawatan Berkaitan dengan kebutuhan oksigen

a. Tidak efektifnya jalan napas


b. Tidak efektifnya pola napas
c. Gangguan pertukaran gas
d. Penurunan perfusi jaringan
e. Intoleransi aktivitas
f. Perubahan pola tidur
g. Risiko terjadinya iskemik otak

9. Pemberian oksigen

Persiapan Alat dan Bahan :

a. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier


b. Nasal kateter, kanula, atau masker
c. Vaselin,/lubrikan atau pelumas ( jelly)

Prosedur Kerja :

a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
c. Cek flowmeter dan humidifier
d. Hidupkan tabung oksigen
e. Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan kondisi  pasien.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
f. Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga, setelah itu
berikan lubrikan dan masukkan.
g. Catat pemberian dan lakukan observasi.
h. Cuci tangan

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi


pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung
yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan
buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan
substrat lain sementara jantung dan paru tidak berfungsi.

Suction (Pengisapan Lendir) merupakan tindakan pengisapan yang bertujuan


untuk mempertahankan jalan napas, sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada
klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.

B. Saran

Resusitasi jantung paru-paru adalah tindakan pertolongan pertama pada orang


yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. RJP bertujuan untuk
membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali. RJP sangat
dibutuhkan bagi orang yang henti napas tiba-tiba. Maka dari itu Resusitasi Jantung Paru
ini sangat bermanfaat untuk dipelajari.

a. Dalam memberikan tindakan keperawatan hendaknya diperhatikan betul


prosedur kerja yang akan dijalankan
b. Mahasiswa hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien yang
berhubungan dengan oksigenisasi
c. Menjelaskan/memberitahukan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
harus selalu terapkan oleh perawat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul A. ; Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta. Salemba

CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru dengan 30 kompresi .
(http://nurse-stock.blogspot.com/2007/08/cpr-rjp-resusitasi-jantung-paru-pada.html).
(Online: 16-02-2014)

Doenges, Marilyn. Dkk ; Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta. EGC 1999

Medika 2006 Carpenito, Lynela Juall ; Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi b.


Jakarta, EGC ; 2000.

CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru dengan 30 kompresi.
(http://ery2.wordpress.com/2008/03/19/cpr-rjp-resusitasi-jantung-paru-pada-orang-
dewasa-terbaru-dengan-30-kompresi/). (Online: 16-02-2014)

Resusitasi Jantung Paru. (http://wikimed.blogbeken.com/category/ilmu-


anestesi/resusitasi-jantung-paru). (Online: 16-02-2014)

Safar P, Resusitasi Jantung Paru Otak, diterbitkan Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, hal : 4, 1984.

Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam, Editor
Soeparman, Jilid I, ed. Ke-2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,hal : 281, 1987.

Soerianata S, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi,
Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal :106, 1998.

Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor MuchtaruddinMansyur, IDI, Jakarta, hal :
193.Siahaan O, Resusitasi Jantung Paru Otak, Cermin Dunia Kedokteran, EdisiK husus,
No. 80, hal : 137-129, 1992

18

Anda mungkin juga menyukai