Anda di halaman 1dari 33

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSITENT

DUKTUS ARTERIOSUS (PDA)

MAKALAH

OLEH:
ACHMAD RIZKY ZULFITRAH LEASA
ADITIYA YOSHUA UNTU
VERONICA LUMEMPOUW
REGINA CAELYTA SOMPOTAN

UNIVERSITAS PEMBANGUANAN INDONESIA


OKTOBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Karena

berkat rahmat-Nyalah Makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Pada

Persistent Duktus Arteriosus (PDA)” dapat di selesaikan dengan baik dan tepat

pada batas akhir pengumpulan yang ditentukan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam pelajaran “Keperawatan

Anak II” dalam penyelesaian atau penyusunan makalah ini cukup banyak

hambatan dan kesulitan yang kami alami diantaranya kurangnya pengetahuan dan

bahan pustaka yang kami miliki.

Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Kami sangat memerlukan kritikan maupun masukan dari pembaca

dan kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak dan bila terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini mohon maaf

dan pada kesempatan berikutnya dapat menghasilkan makalah yang lebih baik

lagi.

Manado,Oktober,2022
Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................2

C. Tujuan Makalah.........................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................................4

A. Tinjauan Teori PDA (Persistent Ductus Arteriosus).........................4

BAB III.................................................................................................................11

Askep Teori..........................................................................................................11

A. Asuhan Keperawatan pada PDA (Persistent Ductus Arteriosus)11

BAB IV..................................................................................................................18

PENUTUP..............................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arterious

setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta

(tekanan lebih tinggi ) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah).

(Schumacher et al, 2011).

Duktus arteriosus adalah saluran pada janin yang menghubungkan arteri

pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup

secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum

arteriosum pada usia 2 – 3 minggu.Duktus arteriosus merupakan struktur yang

penting dalam kehidupan janin. Duktus arteriosus menghubungkan arteri pulmonal

pada aorta dan mengalirkan darah keluar dari paru-paru menuju sirkulasi plasenta

umbilicus dimana terjadi pertukaran gas. Pada saat kelahiran, penutupan duktus

arteriosus merupakan bagian penting dalam adaptasi setelah kelahiran.

Penutupan duktus arteriosus dimulai dengan peningkatan oksigen dan

perubahan pada tekanan darah sistemik dan pulmonal. (Thébaud, 2010). Pada bayi

cukup bulan, duktus arteriosus menutup secara spontan dalam dua sampai tiga hari

setelah lahir. Akan tetapi, pada 20% - 60% pada bayi kurang bulan duktus biasanya

terbuka beberapa hari setelah lahir (UJ, 2011).

Pada bayi kurang bulan, kegagalan penutupan Duktus Arteriosus setelah lahir

dapat dikaitkan dengan peningkatan insiden penyakit paru-paru kronis (CLD),

perdarahan intraventrikular (IVH) dan necrotizing enterocolitis (NEC) dan kematian

(Rahayuningsih, 2004).
Insidensi Patent Duktus Arteriosus (PDA) pada anak-anak yang lahir di Amerika

Serikat adalah antara 0,02% dan 0,006% dari kelahiran hidup. Insidensi ini

meningkat pada anak yang lahir kurang bulan (20% pada bayi

kurang bulan >32 minggu kehamilan hingga 60% pada mereka <28 minggu

kehamilan). (Kim, 2012).Diperkirakan insiden PDA di Korea sekitar 0.02% - 0.04%

pada bayi cukup bulan. Pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 20% - 60% pada hari

ketiga kehidupan. PDA terjadi sekitar 6% - 11% dari semua penyakit jantung

bawaan. (Park et al,2012). Insidensi patent duktus arteriosus di Rumah Sakit Taksin

Thailand pada bayi kurang bulan mencapai 2,65% (Surabenchawong, 2010). Di

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, insidensi patent duktus arteriosus pada

bayi kurang bulanmencapai 14% (Deselina et al, 2004).

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?.

2. Bagaimana etiologi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?

3. Bagaimana patofisiologi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?

4. Apa manifestasi klinis PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?

5. Apa komplikasi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?

6. Apa saja pemeriksaan diagnosis PDA (Patent Ductus Arteriosus)?

7. Bagaimana penanganan PDA (Patent Ductus Arteriosus)?

8. Bagaimana tinjauan teori asuhan keperawatan pada PDA (Persistent Ductus

Arteriosus)?

3. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?.

2. Untuk mengetahui etiologi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?


3. Untuk mengetahui patofisiologi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?

4. Untuk mengetahui manifestasi klinis PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?

5. Untuk mengetahui komplikasi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)?

6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnosis PDA (Patent Ductus Arteriosus)?

7. Bagaimana penanganan PDA (Patent Ductus Arteriosus)?

8. Untuk mengetahui tinjauan teori asuhan keperawatan pada PDA (Persistent

Ductus Arteriosus)?
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori PDA (Persistent Ductus Arteriosus)

1. Pengertian PDA (Persistent Ductus Arteriosus)

Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin

yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal

duktus tersebut menutup secara fungsional 6 – 15 jam setelah lahir dan secara

anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak

menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA).

(Buku ajar kardiologi FKUI, 2001; 227).

Persistent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus

(arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama

kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi

ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235) Patent

Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir,

yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih

tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ;

375)

Prognosis PDA cukup baik jika pintasan berukuran kecil atau bila pembedahan

korektif berhasil dilakukan. Kalau tidak, PDA dapat berlanjut menjadi gagal jantung

yang membandel dan bisa vatal. (Kowalak, Welsh,& Mayer.2011)

2. Etiologi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)

Kelahiran prematur yang kemungkinan yang merupakan akibat kelainan pada

oksigenasi atau kerja relaksan prostaglandin E sehingga menghalangi spasme dan


kontraktur duktus arteriosus yang di perlukan agar terjadi penutupan,Sindrom

rubella, Koarktasio aorta, Defek septum ventrikel, Stenosis aorta dan arteri

pulmonalis, Tinggal di tempat tinggi (Kowalak, Welsh,& Mayer.2011)

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti,

tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan

angka kejadian penyakit jantung bawaan :

1. Faktor Prenatal :

a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.

1) Ibu alkoholisme.

2) Umur ibu lebih dari 40 tahun.

3) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan

insulin.

4) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.

b. Faktor Genetik :

1) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.

2) Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.

3) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.

4) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. (Buku Ajar Keperawatan

Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional

Harapan Kita, 2001 ; 109)

3. Patofisiologi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)


Normalnya, duktus arteriosus menutup pada saat kadar prostaglandin yang

dihasilkan plasenta menurun dan kadar oksigen meningkat. Proses penutupan,

harus segera dimulai ketika bayi menarik nafas yang pertama tetapi bisa saja

memerlukan waktu tiga bulan pada beberapa anak.

Pada PDA, resistensi relatif pada pembuluh darah pulmoner serta sistemik dan

ukuran duktus menentukan jumlah darah yang mengalami pemintasan aliran atau

shunt dari kanan ke kiri. Karena peningkatan tekanan dalam aorta, darah bersih

akan mengalami shunt dari aorta melalui duktus arteriosus kedalam, arteri

pulmonalis. Darah akan kembali ke dalam jantung kiri dan dipompa sekali lagi

kedalam aorta.

Atrium kiri dan vertikel kiri harus menampung aliran balik vena pulmonalis yang

meningkat sehingga terjadi kenaikan tekanan pengisian dan beban kerja jantung

kiri dan mungkin pula gagal jantung. Pada stadium akhir PDA yang tidak

dikoreksi, shunt kiri ke kanan akan menimbulkan hipertensi arteri pulmonalis

yang kronis dan kemudian menjadi persisten serta tidak responsif terhadap terapi.

Hal ini menyebabkan pembalikan shunt sehingga darah kotor kini memasuki

sirkulasi sistemik dan menimbulkan sianosis. (Kowalak, Welsh,& Mayer.2011)

4. Manifestasi Klinis PDA (Persistent Ductus Arteriosus)

Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-

masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas).

Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir.

Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat

menunjukkan tanda- tanda gagal jantung kongestif (CHF)


a. Gawat nafas di sertai tanda tanda gagal jantung pada bayi khususnya yang

lahir premature

b. Bising gibson (machinery murmur yang klasik) bising yang terus menurus

yang terdengar sistol dan diastol pada anak yang lebih besar dan dewasa

akibat pemintasan aliran darah dari aorta ke dalam arteri pulmonalis pada saat

sistol dan diastol. (Bising ini terdengar paling jelas pada daerah basis kordis,

yaitu pada ruang sela iga kedua kiri di bawah klavikula kiri, Bising tersebut

dapat mengaburkan bunyi S2 namun bising ini pada shunt kanan ke kiri

mungkin tidak ada).

c. Vibrasi yang teraba saat melakukan palpasi pada tepi kiri sternum ; gejala ini

disebabkan oleh pemintasan aliran darah dari aorta ke arteri pulmonalis

d. Impuls ventrikel kiri yang nyata akibat hipertrofi ventrikel kiri.

e. Denyut nadi perifer yang memantul ( nadi corrigan ) akibat keadaan aliran

yang tinggi.

f. Tekanan nadi yang melebar akibat kenaikan tekanan sistolik dan terutama

akibat penurunan tekanan diastolik pada saat darah memintas melauli PDA

dan demikian mengurangi tahanan tepi.

g. Perkembangan motorik yang lambat akibat gagal jantung.

h. Kegagalan tumbuh kembang akibat gagal jantung.

i. Kelitihan dan dispnea pada saat melakukan kegiatan yg dpt terjadi pada

dewasa yg mengalami PDA yg tdk terdeteksi. (Kowalak, Welsh,&

Mayer.2011)

5. Komplikasi PDA (Persistent Ductus Arteriosus)


Komplikasi yang mungkin terjadi pada PDA dapat mencakup:

a. Endokarditis infeksiosa

b. Gagal jantung

c. Pneumonia kambuhan . (Kowalak, Welsh,& Mayer.2011)

6. Pemeriksaan Diagnosis PDA (Persistent Ductus Arteriosus)

Pemeriksaan ini membantu menegakkan diagnosis PDA:

a. Foto RontgenThorax dapat memperlihatkan peningkatan guratan vaskuler

pulmoner (pulmonary vaskular markings), arteri pulmonalis yang mencolok, dan

pembesaran ventrikel kiri serta aorta.

b. Elektrokardiografi (EKG) dapat normal ataupun mengidikasikan hipertrofi

arterium atau vertikel kiri dan pada penyakit vaskuler pulmoner, hipertrofi

biventrikuler.

c. Eko kardiografi mendeteksi dan memperkirakan ukuran PDA, permeriksaan ini

juga dapat memperlihatkan pembesaran atrium serta ventrikel kiri atau hipertrofi

ventrikel kanan akibat penyakit vaskuler pulmoner.

d. Kateterisasi jantung memperlihatkan kadar oksigen yang lebih tinggi dalam

arteri pulmonalis daripada dalam ventrikel kanan karena terjadi influks darah

aorta. Peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis menunjukkan shunt yang

lebar atau bila tekanan ini melampaui tekanan arteri sistemik, keadaan tersebut

menunjukkan penyakit vaskuler pulmoner yang berat. Kateterisasi jantung

memungkinkan penghitungan volume darah yhang melintasi duktus arteriosus

dan dapat menyingkirkan kemungkinan defek jantung lain yang menyertai.


Penyuntikan media kontras dapat menunjukkan secara pasti keberadaan PDA.

(Kowalak, Welsh,& Mayer.2011)

7. Penanganan PDA (Persistent Ductus Arteriosus)

Koreksi PDA dapat mencakup :

a. Pembedahan untuk ligasi duktus jika penatalaksanaan medis tidak bisa

mengendalikan gagal jantung (bayi dengan PDA asimptomatik tidak

memerlukan penanganan segera. Apabila gejala ringan, ligasi PDA dengan

pembedahan biasanya baru dilakukan setelah usia satu tahun.)

b. Pemberian indometasin (inhibitor prostaglandin) untuk menimbulkan spasm e

duktus dan penutupan pada bayi prematur.

c. Terapi profilaksis dengan antibiotik untuk melindungi bayi dari endokratitis

infeksiosa,

d. Penangan gagal jantung melalui pembatasan cairan, pemberian diuretik dan

digoksin.

e. Terapi lain seperti kateterisasi jantung, untuk menaruh sumbat atau umbrella

(benda seperti payung) salam duktus arteriosus yang akan menghentikan

pemintasan. (Kowalak, Welsh,& Mayer.2011)


BAB III
Askep Teori

A. Asuhan Keperawatan pada PDA (Persistent Ductus Arteriosus)


1. Pengkajian

a) Anamnesa

Identitas (Data biografi) PDA sering ditemukan pada neonatus, tapi secara

fungsional menutup pada 24 jam pertama setelah kelahiran. Sedangkan

secara anatomi menutup dalam 4 minggu pertama. PDA ( Patent Ductus

Arteriosus) lebih sering insidens pada bayi perempuan 2x lebih banyak dari

bayi laki-laki" Sedangkan pada bayi premjtur diperkirakan sebesar 15%.

PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita

jantung bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom.

1) Keluhan utama Pasien dengan PDA biasanya merasa lelah, sesak napas

2) Riwayat penyakit sekarang Pada pasien PDA, biasanya akan diawali

dengan tanda-tanda respiratory, distress, dispnea, tacipnea, hipertropi

ventrikel kiri, retraksi dada dan hiposekmia

3) Riwayat penyakit terdahulu Perlu ditanyakan apakah pasien lahir

prematur atau ibu menderita infeksi

4) Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota

keluarga yang menderita penyakit PDA karena PDA juga bisa

diturunkan secara genetik dari orang tua yang menderita penyakit

jantung bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom.


5) Riwayat Psikososial meliputi tugas perasaan anak terhadap

penyakitnya, bagaimana perilaku anak terhadap tindakan yang

dilakukan terhadap dirinya, perkembangan anak, koping yang

digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak,

koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress dari rubella

b. Pengkajian fisik

1) Pernafasan

Nafas cepat, sesak nfas ,bunyi tambahan (marchinery murmur), adanyan

otot bantu nafass saat inspirasi, retraksi.

2) Kardiovaskuler

Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah

sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis

3) Persyaratan

Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran

4) Perkemihan

Produksi urine menurun (oliguria)

5) Pencernaan

Nafsu makan menurun (anoreksia)

6) Muskuloskeleta

Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan

c. Diagnosa Keperawatan

1) Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.

2) Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.


3) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh

tubuh dan suplai oksigen ke sel.

4) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya

suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.

5) Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat

makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.

d. Intervensi

1) Penurunan curah jantung b/d malformasi jantung Tujuan: mempertahankan

curah jantung yang adekuatKriteria hasil: Anakkan menunjukkan tanda-

tanda membaiknya curah jantung

Intervensi:

1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan

kehangatan kulit

R: permulaan gangguan pada jantung akan ada perubahan tanda- tanda vital,

semua harus cepat dideteksi untuk penanganan lebih lanjut

2. Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)

R: pucat menunjukkan adanya adaya penurunan perfusi sekunder terhadap

ketidak adekuatan curah jantung, vasokonstriksi dan anemia

3. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah,

periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali)

R: deteksi dini untuk mengetahui adanya gagal jantung kongesif

4. Kolaborasi pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik

pencegahan bahaya toksisitas.

R: Obat dapat mencegah memburuknya keadaan klien


a. Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload R: Obat ini mencegah

memburuknya keadaan klien

b. Berikan diuretik sesuai indikasi.

R: Diuretik bertutuan untuk menurunkan volume plasma dan

menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko

terjadinya edema paru

2) Gangguan pertukaran gas b/d kongesti pulmonal

Tujuan mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru Kriteria

hasil: Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya

peningkatan resistensi pembuluh darah

1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perfer, warna dan

kehangatan kulit

R: Untuk deteksi dini terjadinya gangguan pernapasan

2. Atur posisi anak dengan posisi fowler

R: Untuk memudahkan pasien dalam bernapas

3. Hindari anak dari orang yang terinfeksi

R: Agar anak tidak tertular infeksi yang akan memperburuk keadaan

4. Berikan istirahat yang cukup

R: Menurunkan kebutuhan oksigen dalam tubuh


3) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh

tubuh dan suplai oksigen ke sel

Tujuan: mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat

Kriteria hasil: Anak akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut :

Nadi 20 per menit diatas frekuensi istirahat, catat peningkatan TD: nyeri

dada, kelelahan berat, berkeringat, pusing dan pingsan

R : Jika tidak sesuai parameter, klien dikaji ulang untuk mendapatkan

perawatan lebih lanjut

2. Kaji kesiapan pasien untuk meningkatkan aktivitas

R: Persiapkan dan dukung klien untuk melakukan aktivitas jika sudah

mampu

3. Dorong memajukan/melakukan aktivitas

R: Agar klien termotivasi untuk melakukan aktivitas sehingga terpacu

untuk sembuh

4. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi

mandi

R: Memudahkan klien untuk beraktivitas tapi tidak memanjakan

4) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b/d tidak adekuatnya suplai

oksigen dan zat nutrisi ke jaringan

Tujuan: memberikan support untuk tumbuh kembang

Kriteria hasil: Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan

tinggi badan
1. Kaji tingkat tumbuh kembang anak

R: Memantau masa tumbuh kembang anak

2. Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV,

puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.

R: Agar anak bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya

3. Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat

R: Anggota keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap proses

pertumbuhan dan juga perkembangan anak-anak

5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelelahan pada saat makan

dan meningkatnya kebutuhan kalori

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan nafsu makan timbul

kembali dan status nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil: Status nutrisi terpenuhi dan nafsu makan klien timbul kembali

1. Mempertahankan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sesuai

R: mengetahui kekurangan nutrisi klien

2. Sediakan diet yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai

pertumbuhan yang adekuat

R: mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien

3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat

memenuhi kebutuhan gizi selama sakit

R: ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien

memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat

badannya
4. Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering untuk menghindari

kelelahan pada saat makan

R: Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada

Lambung
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Persistent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri

yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada

minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang

bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. Penyebab terjadinya penyakit

jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga

mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan yaitu

faktor prenatal dan faktor genetik. Karena peningkatan tekanan dalam aorta, darah bersih

akan mengalami shunt dari aorta melalui duktus arteriosus kedalam, arteri pulmonalis.

Darah akan kembali ke dalam jantung kiri dan dipompa sekali lagi kedalam aorta.

Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain

yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Komplikasi yang

mungkin terjadi pada PDA dapat mencakup endokarditis infeksiosa, gagal jantung,

pneumonia kambuhan. Pemeriksaan membantu menegakkan diagnosis PDA yaitu Foto

Rontgen Thorax, Elektrokardiografi (EKG), Eko kardiografi, Kateterisasi jantung.

Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu

kami mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pihak demi sempurnanya makalah ini.

Semoga dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat

mengerti dan memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan keperawatan pada klien

dengan Patent Duktus Arteriosus.


DAFTAR PUSTAKA

Kowalak,Welsh,Mayer.2011.Patofisiologi.Jakarta:EGC

Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta: EGC

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C.,2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi

3.Jakarta:EGC.

Suariadi & Rita Yuliani.2001.Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta:CV Sagung

Seto.
Agus , C., Duktus Arteriosus pada Bayi Prematur, KELUWIH: Jurnal Kesehatan dan Kedoktera n,
Vol.1(2),86-94,Juni2020.
https://doi.org/10.24123/kesdok.v1i2.2703
http://journal.ubaya.ac.id/index.php/kesdok | e-ISSN: 2715-6419 86

Article Review

Duktus Arteriosus pada Bayi Prematur


Agus Cahyono 1*

1
Fakultas Kedokteran, Universitas Surabaya, Surabaya-Indonesia
* corresponding author: agus_jsc@yahoo.co.id

Abstract—Ductus arteriosus (DA) is a connecting vessel between the proximal descending aorta and pulmonary artery.
This important structure normally closes after birth. The opened ductus causes increasing in pulmonary blood flow and
decreasing in certain organ blood flow (intestine, skin, muscle, and renal) causing complications such as heart failure,
metabolic acidosis, necrotizing enterocolitis, and pulmonaryedema/bleeding. The prevalence of DA is 0,2/1000 live birth. In
under 1500 g babies, the proportion of DA is 25%. Surgery and medicine are the treatment modalities of DA closure.
Modalities of medicine are indometacine, ibuprofen, and paracetamol. These three modalities work by inhibiting
cyclooxygenase enzyme causing blockade of prostaglandin synthesis. Drug adverse events can be minimized by being
careful in making a treatment choice.

Keywords: ductus arteriosus, complication, treatment

Abstrak—Duktus arteriosus (DA) merupakan pembuluh darah yang menghubungkan aorta desendens proksimal dan
arteri pulmonalis. Struktur yang penting pada janin tersebut secara normal menutup setelah lahir. Duktus yang masih terbuka
tersebut mengakibatkan peningkatan aliran darah paru dan penurunan aliran darah ke organ usus, kulit, otot, dan ginjal
sehingga menyebabkan komplikasi seperti gagal jantung, asidosis metabolik, necrotizing enterocolitis (NEC), serta edema
paru/perdarahan. Prevalensi DA yang masih terbuka adalah 0,2 per 1000 kelahiran hidup. Proporsi bayi yang bergejala
dengan DA yang masih terbuka kurang lebih 25% bayi dengan berat badan lahir di bawah 1500g. Pilihan terapi penutupan
DA adalah cara bedah dan medis. Cara medis memiliki beberapa pilihan yaitu indometasin, ibuprofen, dan parasetamol.
Ketiga modalitas terapi tersebut bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase sehingga sintesis prostaglandin
terhambat. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam membuat pilihan terapi sehingga komplikasi yang berhubungan dengan
efek samping obat dapat dihindari.

Kata kunci: ductus arteriosus, komplikasi, terapi

PENDAHULUAN
Duktus arteriosus menghubungkan antara sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru.
Komunikasi tersebut sangat diperlukan terutama pada masa janin. Pada masa janin, paru
belum berfungsi sebagai tempat pertukaran gas dan pembuluh darah paru masih
vasokonstriksi. Setelah bayi lahir, duktus ini akan menutup secara spontan.

Pengertian Duktus Arteriosus


Duktus arteriosus (DA) adalah struktur pembuluh darah penghubung antara
aorta dan arteri pulmonalis. Bagian penting pada sirkulasi janin ini normalnya menutup
secara spontan pada waktu lahir. Pada bayi cukup bulan, penutupannya secara
fungsional terjadi pada 24 sampai 48 jam setelah kelahiran. Dua hingga tiga minggu
kemudian terjadi penutupan secara anatomi [1]. Pada bayi prematur, penutupannya
lebih lambat. Bayi dengan berat badan lebih dari 1500g, lebih dari 95% akan menutup
spontan pada hari ke-4, sedangkan dengan berat lahir di bawah 1000g, 34% duktus akan
menutup spontan pada hari ke-4 dan 100% pada hari ke-8 [2]. Apabila duktus tidak
menutup setelah usia 3 bulan, disebut sebagai persistent ductus arteriosus (PDA) [1].

Angka Kejadian Duktus Arteriosus yang Masih Terbuka


Angka kejadian DA yang masih terbuka pada bayi cukup banyak. Proporsi
duktus arteriosus yang masih terbuka yang bergejala 25% dari 1765 bayi dengan berat
badan lahir di bawah 1500g didapatkan pada studi Hack. Sebagian besar diterapi dengan
pembatasan cairan dan indometasin [3]. Studi di India mendapatkan proporsi duktus
arteriosus yang masih terbuka adalah 41,9% dari seluruh penyakit jantung bawaan
(PJB). Duktus arteriosus yang masih terbuka menempati tempat pertama PJB dengan
insidens 1,6 per 1000 kelahiran hidup [4]. Tinjauan dari 17 penelitian menunjukkan
prevalensi DA yang masih terbuka berkisar antara 0,12 sampai 2,11 per
Ketika dalam kandungan, janin mendapatkan persediaan oksigen dan nutrisi dari
ibu. Duktus venosus, foramen ovale, dan DA berperan penting dalam memelihara
sirkulasi janin. Duktus venosus menghubungkan vena kava inferior dengan vena
umbilikalis, foramen ovale memungkinkan serambi kiri dan kanan berhubungan, dan
duktus arteriosus mengalirkan darah dari bilik kanan ke aorta (Gambar 1) [6].
Hampir 65% keluaran jantung janin berasal dari bilik kanan, dan hanya 5 sampai
10% menuju paru. Sebagian besar keluaran bilik kanan melalui duktus arteriosus
menuju aorta desenden. Duktus arteriosus merupakan struktur yang penting untuk
pertumbuhan janin. Penutupan DA pada masa ini akan menyebabkan gagal jantung
kanan, sehingga terjadi hidrops fetalis [1].
Gambar 1. Sirkulasi janin. Pada janin sirkulasi dipelihara oleh duktus venosus, foramen
ovale, dan duktus arteriosus. Hal ini menyebabkan sirkulasinya menjadi paralel.
(Dikutip dari Bernstein D. The fetal to neonatal circulatory transtition. Dalam:
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF editor. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi ke-19.
Saunders; Philadelphia 2011: 1855-7).

Fisiologi Penutupan Duktus Arteriosus


Penutupan DA pada bayi berlangsung dua langkah. Pertama, dalam beberapa
jam setelah lahir, peningkatan PaO2 arteri dan penurunan prostaglandin dalam sirkulasi
menyebabkan konstriksi otot polos media duktus. Sebagai akibatnya, dinding bagian
dalam otot duktus arteriosus mengalami hipoksia iskemia berat yang menyebabkan
pembentukan
vascular endothelial growth factor (VEGF) mengubah duktus menjadi ligamen yang tidak
kontraktil [7].

Gambar 2. Mekanisme kontraksi sel otot polos duktus arteriosus yang diinduksi oksigen. Kanal
kalium mengakibatkan voltage-gated calcium channels terbuka dan meningkatkan influks
kalsium. Rho/Rho-kinase pathways dapat menginduksi sensitisasi kalsium, di mana
vasokonstriksi yang panjang terjadi karena fosforilasi rantai ringan miosin yang persisten,
tergantung pada mitochondrial-derived reactive oxygen species (ROS). Oksigen juga
menginduksi pelepasan vasokonstriktor yang poten endothelin-1 oleh duktus, yang bekerja
meningkatkan kalsium intraselular melalui G-protein coupling. Kv: voltage-gated potassium
channel, ROS: reactive oxygen species.
(Dikutip dari Hamrick SEG, Hansmann G. Patent duktus arteriosus of the preterm
infant.
Pediatrics 2010;125:1020-30).
Pada bayi prematur, duktus sering gagal konstriksi pada waktu lahir. Bahkan
duktus yang sudah menutup pada bayi prematur, duktus gagal mencapai tingkat
hipoksia iskemia berat yang diperlukan untuk menyebabkan remodeling arteri.
Kegagalan konstriksi pada duktus prematur tersebut karena kanal kalium dan kalsium
yang belum matur (Gambar 2.2) (8). Akibatnya, duktus yang tertutup pada banyak bayi
prematur dapat terbuka lagi dan gejala klinis terkait duktus arteriosus yang masih
terbuka terjadi. Deplesi ATP pada duktus prematur juga tidak cukup untuk menginduksi
kematian sel dan remodeling (9).
Remodeling duktus akan terjadi apabila duktus telah menutup secara fungsional. Duktus
arteriosus akan menutup secara anatomis karena proses tersebut. Aktifasi dan denudasi
sel endotel serta adhesi trombosit mendahului proses ini. Proses ini dijelaskan pada

Gambar 3 [8].

pemicu penutupan DA. Setelah itu terjadi aktifasi sel endotel, deposisi faktor von
Willebrand dan fibrinogen, serta pada akhirnya sel endotel terkelupas dari lamina
interna yang menyebabkan kolagen terpapar. Proses ini menginduksi akumulasi
trombosit pada lumen DA. Tutup trombosit yang terbentuk menutup lumen DA yang
kontraksi, dan bersama-sama dengan mekanisme yang lain memfasilitasi remodeling
lumen.
(Dikutip dari Hamrick SEG, Hansmann G. Patent duktus arteriosus of the preterm
infant.
Pediatrics 2010;125:1020-30).

Beberapa vasodilator endogen yang dibuat di dinding duktus (prostaglandin


(PG) dan nitrit oksida (NO)) diketahui menghambat penutupan duktus. Di antara PG,
PGE2 merupakan yang terpenting dalam menjaga duktus terbuka. Penurunan sintesis
PG karena hambatan cyclooxygenase (COX) menyebabkan konstriksi duktus. Nitrit
oksida juga diproduksi duktus atas peran nitric oxide synthase (NOS) yang ada di sel
endotel lumen duktus dan di vasa vasorum duktus adventitia. Duktus prematur lebih
rentan terhadap efek PG dan NO. Pengamatan klinis menunjukkan penghambat PG
lebih efektif bila diberikan pada hari pertama kelahiran dan kurang efektif dengan
meningkatnya usia postnatal. Studi pada binatang menunjukkan produksi NO
meningkat pada dinding duktus setelah lahir dan mungkin berperan pada menurunnya
efektifitas indometasin dengan bertambahnya usia postnatal.
Gambar 4. Faktor yang terlibat dalam duktus yang terbuka. Prostaglandin E2 dan nitric
oxide berperan dalam mempertahankan duktus terbuka, sedangkan oksigen
mengakibatkan konstriksi duktus. PGE2=prostaglandin E2, PGI2=prostaglandin I2,
NO=nitric oxide, KDR=direct rectifying voltage-sensitive potassium channel,
ATP=adenosine triphosphate, cyt P450=cytochrome P450, ET-1=endothelin 1,
ETA=endothelin A.
(Dikutip dari Hermes-DeSantis ER, Clyman RI. Patent duktus arteriosus:
pathophysiology and management. Journal of Perinatology 2006;26:S14–S18).
dan resistensi pembuluh darah paru menurun (pulmonary vascular resistance
(PVR)), sementara tekanan pembuluh darah sistemik meningkat di atas PVR. Hal ini
menyebabkan darah dari bilik kanan masuk ke paru untuk oksigenasi. Pada sebagian
besar kasus, peningkatan oksigenasi, bersama dengan faktor lain, menyebabkan dinding
duktus konstriksi dan duktus arteriosus menutup secara fungsional. Dalam beberapa
hari, penutupan anatomis terjadi, dengan penebalan neointimal yang meluas dan
hilangnya sel otot polos, serta duktus menjadi struktur seperti pita tanpa lumen [11].
Foramen ovale menutup secara fungsional karena tekanan di jantung kiri lebih
tinggi daripada kanan. Dengan penekanan tali pusat dan aliran darah berhenti, tekanan
di sinus porta menurun. Ini menyebabkan otot pada dinding sinus dekat duktus venosus
kontraksi. Lumen duktus menjadi terisi dengan jaringan ikat, dan, dalam 2 bulan, duktus
venosus menjadi pita fibrosa melekat pada dinding hati, menjadi sirkulasi dewasa [11].

Konsekuensi duktus tidak menutup pada bayi prematur


Duktus arteriosus yang masih terbuka berhubungan dengan morbiditas pada
neonatus. Duktus yang masih terbuka tersebut mengakibatkan peningkatan aliran darah
paru dan penurunan aliran darah ke organ usus, kulit, otot, dan ginjal. Hal ini akan
menyebabkan gagal jantung, asidosis metabolik, NEC, serta edema paru/perdarahan.
Redistribusi aliran darah tersebut juga berhubungan dengan perdarahan intrakranial
pada prematur (12). Hal tersebut dapat terjadi apabila duktus arteriosus yang masih
terbuka bermakna secara hemodinamik, yaitu apabila diameternya lebih dari 1,5 mm
atau perbandingan atrium kiri dan root aorta lebih dari 1,4 [13].
Pada bayi konsekuensi DA yang mudah diamati adalah gagal jantung. Gejala
yang dapat timbul pada keadaan ini adalah takikardia dan takipnea [14].

Modalitas terapi penutupan duktus arteriosus


Cara medis maupun bedah merupakan pilihan dalam penutupan duktus
arteriosus. Pilihan tersebut mempunyai keunggulan dan kerugian. Indometasin dan
ibuprofen sering dipakai untuk terapi medis penutupan DA yang masih terbuka, bila ini
tidak berhasil ligasi duktus dapat dilakukan.
Penghambatan sintesis PG dengan penghambat COX yang non- selektif efektif
dalam menutup DA yang masih terbuka. Indometasin telah diketahui mampu
menyebabkan konstriksi DA pada bayi prematur. Obat tersebut memfasilitasi penutupan
duktus dengan 2 jalan: menghambat pembentukan prostaglandin yang diperlukan dalam
mempertahankan duktus dan meningkatkan ketebalan zona avaskular dengan
menyebabkan kontraksi otot sirkumferensial serta longitudinal duktus sehingga terjadi
konstriksi, penurunan aliran darah di vaso vasorum, hipoksia dinding pembuluh darah
dan pelepasan VEGF. Faktor ini kemudian merangsang pertumbuhan ke dalam dari
neointima dan terjadi penyempitan lumen duktus [12]. Indometasin dapat diberikan
oral dengan tiga dosis 0,2 mg/kg dengan interval 8 jam, maupun secara intravena
dengan dosis 0,2 mg/kg, 0,1 mg/kg, 0,1 mg/kg setiap 12 jam (usia
<48 jam) dan dosis 0,2 mg/kg untuk 3 dosis setiap 12 jam (usia >48 jam).
Efek samping yang perlu diperhatikan adalah penurunan fungsi ginjal,
penurunan aliran darah otak, dan perdarahan saluran cerna. Keberhasilan terapi
berhubungan dengan berat badan lahir yang lebih besar dan pemberian yang lebih awal
(15) (16). Indometasin juga digunakan sebagai terapi profilaksis pada DA yang masih
terbuka, tetapi setelah penelitian Trial of indomethacin prophylaxis in preterms (TIPP)
yang melaporkan kejadian kematian dan abnormalitas neurodevelopmental tidak
berkurang, penggunaannya menurun [17].
Terapi medis yang kedua adalah dengan menggunakan ibuprofen. Ibuprofen
mempunyai efisiensi yang sama dalam menutup DA [18,19]. Prinsip kerja obat tersebut
sama dengan indometasin, tetapi efek sampingnya pada perfusi ginjal lebih ringan.
Selain itu, aliran darah otak juga tidak berkurang [20]. Dosis ibuprofen intravena adalah
10 mg/kg diikuti 24 jam kemudian dengan dua dosis 5 mg/kg [21]. Studi pendahuluan
menunjukkan bahwa suspensi ibuprofen oral efektif dan alternatif yang aman untuk
penutupan DA pada bayi prematur. Obat ini diberikan pada bayi prematur berusia 48-96
jam dengan usia kehamilan <32 minggu dan berat badan lahir <1500g. Angka
penutupan DA pada studi tersebut adalah 95,5% (21 dari 22), dengan rincian 14 bayi
diterapi dengan 1 dosis, 6 bayi 2 dosis, dan sisanya 3 dosis. Pada penelitian tersebut,
diameter duktus populasi studi lebih besar dari 1,5 mm [13]. Penelitian lain
mendapatkan angka penutupan DA 88% [12]. Sedangkan van Overmeire mendapatkan
angka penutupan DA sebesar 80% [18]. Namun, karena dapat mengakibatkan
perdarahan pada bayi dengan trombositopenia, penggunaannya merupakan
kontraindikasi [22]. Selain itu karena dapat meningkatkan kadar bilirubin,
penggunaannya perlu hati-hati pada bayi dengan hiperbilirubinemia [23].
Terapi medis yang ketiga adalah parasetamol. Obat ini dapat digunakan secara
oral maupun intravena. Dosis yang digunakan adalah 15mg/kg, 4 kali sehari selama 3
hari [24, 25]. Bila dibandingkan dengan ibuprofen, parasetamol memiliki efektivitas
yang sama, tetapi dengan keamanan yang lebih baik. Pada keadaan trombositopenia dan
hiperbilirubinemia, parasetamol justru menjadi pilihan utama karena keamanannya [26].
Ligasi duktus adalah upaya penutupan duktus dengan pembedahan. Pilihan
tersebut diambil bila duktus sangat besar. Angka keberhasilannya antara 94%-100%
dengan angka kematian 0%-2% [1]. Namun, mengingat risiko yang ditimbulkan
tindakan ini (mortalitas dan bronchopulmonary dysplasia pada bayi dengan berat badan
lahir amat sangat rendah), profilaksis bedah tidak diindikasikan pada bayi prematur
[27].

Faktor yang memengaruhi penutupan duktus arteriosus


Ada beberapa faktor berpengaruh pada penutupan DA. Faktor tersebut adalah
usia kehamilan, berat badan lahir, dan usia kronologis ketika pemberian terapi. Bayi
prematur sehat dan 90% bayi prematur dengan sindrom distres nafas dengan
usia kehamilan ≥30 minggu, duktus arteriosus akan menutup pada hari ke-4
kehidupan. Sedangkan bayi prematur dengan usia kehamilan <30 minggu dan
menderita sindrom distres nafas, 65% duktus tetap membuka setelah hari ke-4 [28].
Bayi dengan berat badan lahir yang lebih besar mempunyai kemungkinan penutupan
DA yang lebih besar [15]. Studi oleh Yang menunjukkan bahwa bayi yang lebih dari
800 g angka penutupan DA 85,5% sedangkan yang kurang dari berat tersebut 68,3%
[16]. Terapi medis efektif bila diberikan kurang dari usia 1 minggu [20], meskipun
sebuah studi menunjukkan bahwa terapi ini masih efektif ketika diberikan sampai usia
3 minggu [25].

SIMPULAN
Duktus arteriosus (DA) merupakan merupakan pembuluh darah yang
menghubungkan aorta desendens proksimal dan arteri pulmonalis yang secara normal
menutup setelah lahir. Apabila DA tetap membuka akan mengakibatkan masalah seperti
gagal jantung, asidosis metabolik, NEC, serta edema paru/perdarahan. Modalitas
penutupan DA bisa dengan bedah maupun medis. Beberapa faktor berpengaruh pada
penutupan DA. Faktor tersebut adalah usia kehamilan, berat badan lahir, dan usia
kronologis ketika pemberian terapi. Pemilihan modalitas didasarkan pada kondisi
pasien.

PUSTAKA ACUAN
1. Schneider DJ, Moore JW. Patent ductus arteriosus. Circulation 2006. 114:1873-82.
2. Koch J, Hensley G, Roy L, Brown S. Prevalence of spontaneous closure of the ductus
arteriosus in neonates at a birth weight of 1000 grams or less. Pediatrics 2006;117:1113-
21.
3. Hack M, Horbar JD, Malloy MH, Wright L, Tyson JE, Wright E. Very low birth weight
outcomes of the National Institute of Child Health and Human Development Neonatal
Network. Pediatrics 1991;87:587-97.

4. Khalil A, Aggarwal R, Thirupuram S, Arora R. Incidence of congenital heart disease


among hospital live births in India. Indian Pediatrics 1993;31:519-27.
5. Grech V. Patent ductus arteriosus in a population-based study. Asian Cardiovasc Thorac
Ann 1999;7:301-4.
6. Bernstein D. The fetal to neonatal circulatory transition. Dalam : Kliegman RM,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Saunders; Philadelphia 2011: 1855-7.
7. Clyman RI, Seidner SR, Kajino H, Roman C, Koch CJ, Ferrara N, et al. VEGF regulates
remodeling during permanent anatomic closure of the ductus arteriosus. Am J Physiol
Regul Integr Comp Physiol 2002;282:199-206.
8. Hamrick SEG, Hansmann G. Patent ductus arteriosus of the preterm infant. Pediatrics
2010;125:1020-30.
9. Levin M, McCurnin D, Seidner SR, Yoder B, Ramaciotti C, Rosenfeld CR. Postnatal
constriction, ATP depletion, and cell death in the mature and immature ductus arteriosus.
Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 2006; 290:359-64.
10. Hermes-DeSantis ER, Clyman RI. Patent ductus arteriosus: pathophysiology and
management. Journal of Perinatology 2006;26:S14–S18.
11. D’cunha C, Sankaran K. Persistent fetal circulation. Paediatr Child Health 2001;6:744-50.
12. Wong AR, Ramli N, Zain MRM, Mokhtar SAI, Van Rostenberghe H, Rasool AHG.
Closure of the patent ductus arteriosus with ibuprofen and other non-steroidal anti-
inflammatory medications in neonates. East J Med 2010;15:139-45.
13. Heyman E, Morag I, Batash D, Keidar R, Baram S, Berkovitch M. Closure of patent
ductus arteriosus with oral ibuprofen suspension in premature newborns: A pilot study.
Pediatrics 2003;112:354-8.
14. Madriago E, Silberbach M. Heart failure in infant and children. Pediatr Rev 2010;31:3-11.
15. Yanagi RM, Wilson A, Newfeld EA, Aziz KU, Hunt CE. Indomethacin treatment for
symptomatic patent ductus arteriosus: A double-blind control study. Pediatrics
1981;67:647-52.
16. Yang CZ, Lee J. Factors affecting successful closure of hemodynamically significant
patent ductus arteriosus with indomethacin in extremely low birth weight infants. World J
Pediat. 2008;4:91-6.
17. Clyman RI, Saha S, Jobe A, Oh W. Indomethacin prophylaxis for preterm infants: the
Impact of two multicentered randomized controlled trials on clinical practice. J Pediatr
2007;150:46–50.
18. Van Overmeire B, Follens I, Hartmann S, Creten WL, Van Acker KJ. Treatment of
patent ductus arteriosus with ibuprofen. Arch Dis Child 1997; 76:179–84.
19. Thomas RL, Parker GC, Van Overmeire B, Aranda JV. A meta-analysis of ibuprofen
versus indomethacin for closure of patent ductus arteriosus. Eur J Pediatr 2005;164:135–
40.
20. Sekar KC, Corff KE. Treatment of patent ductus arteriosus: Indometasin or ibuprofen? J
Perinatol 2008;28:60–2.
21. Narayanan-Sankar M, Clyman RI. Pharmacology Review: Pharmacologic closure of
patent ductus arteriosus in the neonate. NeoReviews 2003;4:215-21.
22. Poon G. Ibuprofen lysine (NeoProfen) for the treatment of patent ductus arteriosus. Proc
(Bayl Univ Med Cent) 2007;20:83–5.
23. Zecca E, Romagnoli C, De Carolis MP, Costa S, Marra R, De Lucca D. Does ibuprofen
increase neonatal hyperbilirubinemia? Pediatrics 2009;124:480-4.
24. Hammerman C, Bin-Nun A, Markovitch E, Schimmel MS, Kaplan M, Fink D. Ductal
closure with paracetamol: A surprising new approach to patent ductus arteriosus
treatment. Pediatrics 2011;128:1618-21.
25. Cahyono A. Oral acetaminophen for ductal closure in preterm infants. Paediatr
Indones(Supl) 2013;53:8.
26. Hossain J, Shabuj M K H. Paracetamol versus Ibuprofen in the Closure of Patent Ductus
Arteriosus: Proportion and Intervention Comparison Meta-Analysis. Pediatr Oncall J
2018; 15: 62-68.
27. Mosalli R, AlFaleh K, Paes B. Role of prophylactic surgical ligation of patent duktus
arteriosus in extremely low birth weight infants: Systematic review and implications for
clinical practice. Ann Pediatr Card 2009; 2:120-6.
28. Clyman RI. Patent ductus arteriosus in the preterm infant. Dalam: Devaskar SU, Gleason
CA, editors. Avery’s disease of the newborn. Edisi ke-9. Elsevier Saunders; Philadelphia
2012: 751-61.

Anda mungkin juga menyukai