Anda di halaman 1dari 20

Kelainan Kongenital pada Sistem CV dan Askep Pada Anak PDA dan

Dampaknya Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia ( Dalam Konteks


Keluarga )

Disusun oleh:
Cintya Elsa Regina
Dede Hidayat
Idzni Nelia Mustafa
Putri Melda Nengsih
Rima Eka Setiawati
A 2017 3

Dosen pembimbing:
Ns. Hellena Deli, M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU

1
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah proposal dengan
judul “Kelainan Kongenital pada Sistem CV dan Askep Pada Anak PDA dan
Dampaknya Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia ( Dalam Konteks Keluarga )” .

Shalawat dan salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad
Sallahualaihi wassalam yang telah membawa umat manusia menuju alam
kebodohan menuju ke alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


memberikan kontribusi baik dari segi tenaga, materi, dan juga fikiran demi
selesainya makalah ini. Terutama kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan yang membangun untuk makalah ini.

Selanjutnya, kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
demi perbaikan makalah kami kedepannya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, 28 agustus 2019

Peneliti

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................

Daftar Isi......................................................................................................

Bab I Pendahuluan ......................................................................................

A. Latar Belakang ................................................................................


B. Rumusan Masalah ...........................................................................
C. Tujuan .............................................................................................

Bab II Pembahasan ......................................................................................

A. Defenisi ...........................................................................................
B. Etiologi ............................................................................................
C. Manifestasi Klinis ...........................................................................
D. Patofisiologi ....................................................................................
E. Epidemiologi ...................................................................................
F. Penatalaksaan ..................................................................................
G. Askep ..............................................................................................
H. Dampak Bagi Keluarga ...................................................................

Bab III penutup ...........................................................................................

Kesimpulan .....................................................................................

Daftar Pustaka .............................................................................................

3
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus


arterious setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung
dari aorta (tekanan lebih tinggi ) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih
rendah). (Schumacher et al, 2011).

Duktus arteriosus adalah saluran pada janin yang menghubungkan


arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut
menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis
menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu.Duktus arteriosus
merupakan struktur yang penting dalam kehidupan janin. Duktus arteriosus
menghubungkan arteri pulmonal pada aorta dan mengalirkan darah keluar
dari paru-paru menuju sirkulasi plasenta umbilicus dimana terjadi pertukaran
gas. Pada saat kelahiran, penutupan duktus arteriosus merupakan bagian
penting dalam adaptasi setelah kelahiran. Penutupan duktus arteriosus dimulai
dengan peningkatan oksigen dan perubahan pada tekanan darah sistemik dan
pulmonal. (Thébaud, 2010). Pada bayi cukup bulan, duktus arteriosus
menutup secara spontan dalam dua sampai tiga hari setelah lahir. Akan tetapi,
pada 20% - 60% pada bayi kurang bulan duktus biasanya terbuka beberapa
hari setelah lahir (UJ, 2011).

Pada bayi kurang bulan, kegagalan penutupan Duktus Arteriosus


setelah lahir dapat dikaitkan dengan peningkatan insiden penyakit paru-paru
kronis (CLD), perdarahan intraventrikular (IVH) dan necrotizing enterocolitis
(NEC) dan kematian (Rahayuningsih, 2004). Sering terjadi juga pada anak-
anak yang lahir pada daerah pegunungan dan anak-anak dengan riwayat
asfiksia perinatal. Penderita wanita lebih banyak dari lakilaki dengan 2 :1.
PDA merupakan salah satu anomali kardiovaskuler kongenital yang paling
sering terjadi akibat infeksi rubella ibu selama awal kehamilan. PDA umum
terjadi pada bayi dengan masalah jantung bawaan, seperti sindrom hipoplasia

4
jantung kiri, transposisi pembuluh darah besar, dan stenosis
pulmonal(Schumacher et al, 2011).

Komplikasi yang sering terjadi pada PDA adalah gagal jantung,


disfungsi renal, Necrotizing Enterocolitis, perdarahan intra ventrikular,
gangguan nutrisi dan perkembangan, dan juga merupakan faktor risiko
berkembangnya penyakit paru kronis. Gejala dan tanda yang timbul akibat
komplikasi PDA tergantung dari besarnya (diameter) ukuran lubang dan
status kardiovaskular pada pasien. Gangguan Nutrisi dan perkembangan pada
pasien penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan masalah yang sering
didapatkan.

Malnutrisi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anak


dengan penyakit jantung bawaan. Keadaan malnutrisi yang terjadi merupakan
faktor risiko mortalitas dan morbiditas pada anak. Derajat malnutrisi yang
terjadi tergantung pada status hemodinamiknya. Keadaan malnutrisi yang
terjadi pada PDA akan menyebabkan gagal tumbuh, gangguan perkembangan
dan gangguan kemampuan kognitif. Pada anak-anak dengan malnutrisi,
kemampuan untuk mengatasi infeksi juga akan berkurang sehingga akan
mudah terkena infeksi. Kondisi ini pada anak dengan PDA akan lebih
memperberat kondisi malnutrisinya dan cenderung akan mempunyai risiko
yang lebih tinggi untuk mendapat komplikasi pada saat dilakukan tindakan
penutupan terutama jika dilakukan dengan pembedahan dan komplikasi
setelah dilakukan pembedahan yang paling sering adalah infeksi (Mitchell et
al.,1994).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari PDA?
2. Apa etiologi dari PDA?
3. Bagaimana manisfestasi klinis PDA?
4. Bagaimana patofisiologi dari PDA?
5. Bagaimana epidemiologi dari PDA?
6. Bagaimana penatalaksanaan PDA?
7. Bagaimana asuhan keperawatan PDA?

5
8. Bagaimana dampak PDA bagi keluarga?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari PDA
2. Untuk mengetahui etiologi dari PDA
3. Untuk mengetahui manisfestasi klinis dari PDA
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari PDA
5. Untuk mengetahui epidemiologi PDA
6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksaan PDA
7. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada PDA
8. Untuk mengetahui dampak PDA bagi keluarga

6
BAB II
Pembahasan

A. Defenisi
Ductus Arteriosus adalah komponen penting dari sirkulasi janin
yang memungkinkan untuk komunikasi anatara arteri pulmonalis
dengan aorta. (Clyman RI,2000)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah penyakit jantung bawaan
yang asianotik yang dimana tetap terbukanya duktus arterious setelah
lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta
(tekanan lebih tinggi ) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah)
(Schumacher, 2011)
Duktus arteriosus persisten adalah penyakit jantung nonsianotik
disebebkan oleh patensinya ductus arteriosus setelah bayi lahir yang
menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desenden. (Ardakani,
et al, 2013)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus
arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara
langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner
(tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002)

B. Etiologi
Faktor yang bertanggung jawab atas PDA tidak dimengerti
sepenuhnya. Prematuritas secara jelas meningkatkan insidensi PDA
dan hal ini lebih disebabkan oleh faktor-faktor fisiologis yang
berhubungan dengan prematuritas dari pada abnormalitas duktus. Pada
bayi cukup bulan, kasus lebih sering terjadi secara sporadik, tetapi
terdapat peningkatan bukti bahwa faktor genetis berperan pada pasien
dengan PDA. Sebagai tambahan, faktor-faktor lain seperti infeksi
prenatal juga memiliki peran.
PDA lebih sering terjadi pada sindroma-sindroma genetik tertentu,
termasuk dengan perubahan kromosom yang diketahui seperti trisomy

7
21 dan sindroma 4p, mutasi gen tunggal seperti sindroma Carpenter
dan sindroma Holt-Oram, mutasi terkait kromosom X seperti
incontinentia pigmenti. Infeksi rubela pada kehamilan trimester
pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan
insidensi PDA. PDA juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan
faktor lingkungan lain seperti sindroma fetal valproate (Schneider,
2006).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses penutupan


duktus arteriosus. Faktor-faktor yang diduga berperan dalam
penutupan duktus antara lain:

 peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi


duktus, sebaliknya hipoksia akan menyebabkan duktus melebar,
oleh karena itu, duktus arteriosus persisten lebih banyak ditemukan
pada keadaan dengan PaO2 yang rendah, termasuk bayi dengan
sindrom gangguan pernafasan, prematuritas, dan bayi yang lahir di
dataran tinggi.
 peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin)
berhubungan dengan konstriksi duktus.
 penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan
duktus, sebaliknya pemberian prostaglandin eksogen menghalangi
penutupan ductus

C. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Terdapat beberapa bentuk manifestasi klinis PDA yang


mempunyai beberapa perbedaan, tergantung dari klasifikasi PDA,
yaitu PDA kecil, PDA sedang atau moderat, PDA besar, dan PDA
besar dengan hipertensi pulmonal.

1. PDA kecil dengan diameter 1,5-2,5 milimeter biasanya tidak


memberi gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam batas
normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di

8
sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu,
machinery murmur yang khas untuk PDA, di daerah subklavikula
kiri. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung kedua
mengeras dan bising diastolik melemah atau menghilang.
(Cassidy, 2009).
2. PDA sedang / moderat dengan diameter 2,5-3,5 milimeter
biasanya timbul sampai usia dua sampai lima bulan tetapi
biasanya keluhan tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan,
seringkali menderita infeksi saluran nafas, namun biasanya berat
badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah
tetapi masih dapat mengikuti permainan. (Kumar, 2008).
3. PDA besar dengan diameter >3,5-4,0 milimeter menunjukkan
gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia
sulit makan dan minum, sehingga berat badannya tidak
bertambah. Pasien akan tampak sesak nafas (dispnea) atau
pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila minum.
(Kumar, 2008).
4. PDA besar yang tidak diobati dan berkembang menjadi hipertensi
pulmonal akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi
yang ditakuti. Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari
satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 dan
ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga
akhirnya ireversibel, dan pada tahap tersebut operasi koreksi tidak
dapat dilakukan. (Sastroasmoro S,1994).

D. Patofisiologi
Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam
dan secara utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya
adalah untuk mengalirkan darah dari paru-paru fetus yang tidak
berfungsi melalui hubungannya dengan arteri pulmonal utama dan

9
aorta desendens proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut
menyebabkan darah dengan konsentrasi oksigen yang cukup rendah
untuk dibawa dari ventrikel kanan melalui aorta desendens dan menuju
plasenta, dimana terjadi pertukaran udara. Sebelum kelahiran, kirakira
90% curahan ventrikel mengalir melalui duktus arteriosus. Penutupan
duktus arteriosus pada bayi kurang bulan berhubungan dengan angka
morbiditas yang signifikan, termasuk gagal jantung kanan. Biasanya,
duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan akan menjadi
ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup bulan.
Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan
interaksi kompleks dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan
sirkulasi prostaglandin E2 (PGE2), penurunan resepetor PGE2 duktus
dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia dinding pembuluh dari
duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari prostaglandin
dan nitrik oksida di dalam dinding duktus.
Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen
fetus yang rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari
metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase (COX) dengan
PGE2 yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling hebat di antara
prostanoid lain. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari
aktivasi reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah
aktivasi reseptor prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang
termasuk akumulasi siklik adenosine monofosfat, peningkatan protein
kinase A dan penurunan miosin rantai ringan kinase, yang
menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus arteriosus.
Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus
menutup sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan
penurunan sirkulasi PGE2 dan prostasiklin. Seiring terjadinya
peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium dependen voltase pada
otot polos terinhibisi. Melalui inhibisi tersebut, influx kalsium
berkontribusi pada konstriksi duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh
oksigen tersebut gagal terjadi pada bayi kurang bulan dikarenakan

10
ketidakmatangan reseptor perabaan oksigen. Kadar dari PGE2 dan
prostaglandin I1 (PGI1) berkurang disebabkan oleh peningkatan
metabolisme pada paru-paru yang baru berfungsi dan juga oleh
hilangnya sumber plasenta. Penurunan dari kadar vasodilator tersebut
menyebabkan duktus arteriosus berkontriksi. Faktor-faktor tersebut
berperan dalam konstriksi otot polos yang menyebabkan hipoksia
iskemik dari dinding otot bagian dalam duktus arteriosus.
Selagi duktus arteriosus berkonstriksi, area lumen berkurang yang
menghasilkan penebalan dinding pembuluh dan hambatan aliran
melalui vasa vasorum yang merupakan jaringan kapiler yang
memperdarahi sel-sel luar pembuluh. Hal ini menyebabkan
peningkatan jarak dari difusi untuk oksigen dan nutrisi, termasuk
glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat yang menghasilkan sedikit
nutrisi dan peningkatan kebutuhan oksigen yang menghasilkan
kematian sel. Konstriksi ductal pada bayi kurang bulan tidak cukup
kuat. Oleh karena itu, bayi kurang bulan tidak bias mendapatkan
hipoksia otot polos, yang merupakan hal utama dalam merangsang
kematian sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan
permanen duktus arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik
oksida yang berasal dari hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus
kurang bulan dibandingkan dengan yang cukup bulan, sehingga
menyebabkan lebih lanjut terhadap resistensi penutupan duktus
arteriosus pada bayi kurang bulan.
Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen,
namun vasa vasorum juga merupakan pemberi nutrisi penting pada
dinding luar duktus. Vasa vasorum berkembang ke dalam lumen dan
memiliki panjang 400-500 μm dari dinding luar duktus. Jarak antara
lumen dan vasa vasorum disebut sebagai zona avaskular dan
melambangkan jarak maksimum yang mengizinkan terjadinya difusi
nutrisi. Pada bayi cukup bulan, zona avaskular tersebut berkembang
melebihi jarak difusi yang efektif sehingga menyebabkan kematian sel.
Pada bayi kurang bulan, zona avaskuler tersebut tidak mengembang

11
secara utuh yang menyebabkan sel tetap hidup dan menyebabkan
terjadinya patensi duktus. Apabila kadar PGE2 dan prostaglandin lain
menurun melalui inhibisi COX, penutupan dapat terfasilitasi. Sebagai
hasil dari defisit nutrisi dan hipoksia iskemik, vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan kombinasinya dengan mediator peradangan
lain menyebabkan remodeling dari duktus arteriosus menjadi ligamen
non kontraktil yang disebut ligamentum arteriosum.
E. Epidemiologi
Faktor – faktor yang bertanggung jawab terhadap tetap terbukanya
duktus arteriosus melebihi 24 – 48 jam awal kehidupan bayi baru lahir
belum diketahui secara sempurna. Prematuriras dengan jelas
meningkatkan insidensi PDA, dan hal ini diakibatkan faktor fisiologis
yang lebih berhubungan dengan prematuritas daripada kelainan duktus
itu sendiri. Pada bayi cukup bulan, kasus yang sering muncul terjadi
secara sporadis, tetapi terdapat peningkatan bukti – bukti yang
menunjukkan bahwa faktor genetik berperan pada banyak pasien
dengan PDA. Di samping itu, faktor lain seperti infeksi pada masa
kehamilan juga ditemukan berperan pada beberapa kasus.
Insidensi PDA pada bayi cukup bulan dilaporkan hanya satu dalam
dua ribu kelahiran, terhitung 5% - 10% dari semua penyakit jantung
bawaan. Insidensi PDA pada bayi prematur jauh lebih tinggi, dengan
angka antara 20% - 60% (tergantung pada populasi dan kriteria
diagnostik). Peningkatan insidensi PDA pada bayi prematur atau
kurang bulan biasanya diakibatkan oleh ketidaksempurnaan
mekanisme penutupan karena imaturitas. Umur kehamilan dan berat
badan lahir sangat berkaitan dengan PDA pada bayi prematur. Secara
spesifik, PDA terdapat pada 80% bayi dengan berat badan lahir kurang
dari 1.200 gram, dibandingkan dengan 40% bayi dengan berat badan
kurang dari 2.000 gram. Lebih jauh, PDA simptomatik ditemukan
terdapat pada 48% bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.000
gram. Hubungan yang berbanding terbalik antara berat badan lahir
dengan insidensi PDA.

12
F. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa jenis terapi untuk menangani kasus – kasus
PDA, yaitu terapi medikamentosa, terapi bedah, dan penutupan secara
transkateter. Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus
ukuran kecil, dengan tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga
duktus menutup. Salah satu jenis obat yang sering diberikan adalah
indometasin, yang merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang
terbukti efektif mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat
efektifitasnya terbatas pada bayi kurang bulan dan menurun seiiring
menigkatnya usia paska kelahiran. Efeknya terbatas pada 3–4 minggu
kehidupan. Obat yang kedua adalah ibuprofen, yaitu inhibitor non
selektif dari COX yang berefek pada penutupan duktus arteriosus.
Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen memiliki efek yang sama
dengan indometasin pada pengobatan duktus arteriosus pada bayi
kurang bulan.
Terapi melalui tindakan pembedahan dilakukan berdasarkan atas
beberapa indikasi. Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan
tindakan bedah adalah untuk mencegah endarteritis atau komplikasi
lambat lain. Pada penderita dengan PDA sedang sampai besar,
penutupan diselesaikan untuk menangani gagal jantung kongestif atau
mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA
ditegakkan, penangan bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi
medik gagal jantung kongestif telah dilakukan dengan cukup. Karena
angka kematian kasus dengan penanganan bedah sangat kecil kurang
dari 1% dan risiko tanpa pembedahan lebih besar, pengikatan dan
pemotongan duktus terindikasi pada penderita yang tidak bergejala.
Hipertensi pulmonal bukan merupakan kontraindikasi untuk operasi
pada setiap umur jika dapat dilakukan pada kateterisasi jantung bahwa
aliran pirau masih dominan dari kiri ke kanan dan bahwa tidak ada
penyakit vaskuler pulmonal yang berat

13
Penutupan PDA secara transkateter merupakan standar bagi
penanganan bagi banyak kasus dan penutupan PDA diindikasian
terhadap semua pasien dengan tanda volume ventrikel kiri yang terlalu
penuh. Pada kasus PDA pirau kiri ke kanan dengan hipertensi
pulmonal berat, penutupan dapat dilakukan dengan kondisi khusus.
Coil dan ADO merupakan alat penutupan PDA secara transkateter
yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.

G. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Identitas
PDA sering ditemukan pada 24 jam pertama setelah
kelahiran. Sedangkan secara anatomic menutup dalam 4
minggu pertama. PDA lebih sering insidens pada bayi
perempuan 2x lebih banyak dari bayi laki-laki.sedangkan bayi
prematur diperkirakan sebesar 15%. PDA juga bisa diturunkan
secara genetik dari orang tua yang menderita jantung bawaan
atau juga bisa karena kelainan kromosom.
b) Keluhan utama
Pasien dengan PDA biasanya merasa lelah, sesak napas.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien PDA, biasanya akan diawali dengan tanda-
tanda respiratory distress, dispnea, tacipnea, hipertropi
ventrikel kiri, retraksi dada dan hiposekmia.
d) Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien lahir prematur atau ibu
menderita infeksi dari rubella.
e) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit PDA.
f) Riwayat psikososial

14
Meliputi tugas perasaan anak terhadap penyakitnya,
bagaimana perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya, perkembangan anak, koping yang digunakan,
kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak,
koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.
b. Pengkajian fisik (ROS: Review of system)
1. Pernafasan B1 (Breath)
Nafas cepat, sesak nafas, bunyi tambahan, adanya otot
bantu nafas saat inspirasi.

2. Kardiovaskuler B2 (blood)
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan
tekanan darah sistolik, edema tungkai, clubbing finger,
sianosis.
3. Persyarafan B3 ( Brain)
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
4. Perkemihan B4 (bladder)
Produksi urin menurun (oliguria)
5. Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak
habis.
6. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
b) Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
c) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
d) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.

15
e) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan
kalori.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a) Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda
membaiknya curah jantung.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi
perifer, warna dan kehangatan kulit.
2. Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran
mukosa, clubbing).
3. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi,
tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema,
oliguria, dan hepatomegali).
Kolaborasi
1. Pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan
teknik pencegahan bahaya toksisitas.
2. Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload. Obat
anti afterload mencegah terjadinya vasokonstriksi.
3. Berikan diuretik sesuai indikasi. Diuretik bertujuan
untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan
retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru.
4. Permulaan gangguan pada jantung akan ada perubahan
tanda-tanda vital, semuanya harus cepat dideteksi untuk
penanganan lebih lanjut.
5. Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi sekunder
terhadap ketidak adekuatan curah jantung,
vasokonstriksi dan anemia.

16
6. Deteksi dini untuk mengetahui adanya gagal jantung
kongestif

b) Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal


Tujuan : Mengurangi adanya peningkatan resistensi
pembuluh paru:
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak
adanya peningkatan resistensi pembuluh darah.
Intervensi Rasional.
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi
perifer, warna dan kehangatan kulit. Atur posisi anak
dengan posisi fowler.
2. Hindari anak dari orang yang terinfeksi.
3. Berikan istirahat yang cukup.
4. Berikan oksigen jika ada indikasi.
c) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
Tujuan : Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat.
Kriteria hasil : Anak akan mempertahankan tingkat
aktivitas yang adekuat.
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan
parameter berikut : Nadi 20 per menit diatas frekuensi
istirahat, catat peningkatan TD, Nyeri dada, kelelahan
berat, berkeringat, pusing dan pingsan.
2. Kaji kesiapan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
3. Dorong memajukan aktivitas.
d) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
Tujuan : Memberikan support untuk tumbuh kembang
Intervensi Rasional.
1. Kaji tingkat tumbuh kembang anak.

17
2. Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain,
game, nonton TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain
sesuai kondisi dan usia anak.
3. Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi
selama dirawat.
e) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan
kalori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu
makan timbul kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: Status nutrisi terpenuhi dan nafsu makan
klien timbul kembali.
Intervensi rasional
1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
2. Mencatat intake dan output makanan klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih
makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama
sakit.

BAB III
Penutup

18
Kesimpulan
Patent Ductus Arteriosus ( PDA ) adalah penyakit jantung bawaan
yang asianotik yang dimana tetap terbukanya duktus arterious setelah
lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta
(tekanan lebih tinggi ) ke dalam arteri pulmoner. Terdapat beberapa bentuk
manifestasi klinis PDA yang mempunyai beberapa perbedaan, tergantung
dari klasifikasi PDA, yaitu PDA kecil, PDA sedang atau moderat, PDA
besar, dan PDA besar dengan hipertensi pulmonal.

Daftar Pustaka

19
Ardakani MB, Ardakani MAB, Hosseini SH, Noori N, Long-term
results of transcathether closure of patent ductus arteriosus in infants using
ampatzer duct occlude. Iran J Pediatr. 2013; 23(4):411-6
Arteriosus. Images in Paediatric Cardiology. 2008 Mar 1;10(1):8
Betz, C, & Sowden, L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatric.
Jakarta: EGC.
Bernstein D. Patent Ductus Arteriosus. In: Kliegman RM, et al,
editors. Nelson Textbook of Pediatrics Volume 1 20th Edition.
Philadelphia: Elsevier; 2016.p:2198.
Clyman RI. Ibuprofen and patent ductus arteriosus. N Eng J Med.
2000. PubMed: 343: 728-739
Clynmann RI. Medical Treatment of Patent Ductus Arteriosus in
Premature Infants. In: Long WA, editor. Fetal and Neonatal Cardiology.
Philadelphia: WB Saunders, 1990. p. 682-759. In: Rahayuningsih SE,
Sumarna N, Firman A, Sinaga Y. Terapi Nonsteroid Anti Inflammatory
pada Bayi Prematur dengan Duktus Arteriosus Persisten. Sari Pediatri.
2004 Sep;6(2):71-4.
Ellison RC, Peckman GJ, Lang P, et al. Evaluation of The Preterm
Infant for Patent Ductus Arteriosus. Pediatrics. 1983 Mar 1;71(3):364-72.
Kumar RK, Nair AC. Coil Occlusion of The Large Patent Ductus
Keane J, Lock J, Fyler D, Nadas A. Nadas' Pediatric Cardiology.
Philadelphia: Saunders; 2006.p.617-24
Schumacher, Kurt R. 2011. Patent Ductus Aerteriosus. US:
PubMed
Schneider D, Moore J. Patent Ductus Arteriosus. Circulation. 2006
Oct 24;114(17):1873-82
Sastroasmoro S, Madiyono B. Penyakit Jantung Bawaan. In:
Sastroasmoro S, Madiyono B editors. Kardiologi anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 1994.p:165-233

20

Anda mungkin juga menyukai