Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN PADA MASYARAKAT DAERAH PERAIRAN

“UPAYA PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK


MENULAR DI WILAYAH PERAIRAN”

Dosen pembimbing :

Ns. Herlina, M.Kep, Sp. Kep. Ko

Disusun oleh :

Kelompok 3 (A 2017 3)

JHODI IBRAHIM (1711113657)


MAIDENNI FORTUNA (1711113732)
MAULIA TRIJULIANI PUTRI (1711123115)
MEGAWATI (1711123135)
MEI INDAH NOVAYANI (1711123142)
NANIK SARYATI (1711113669)
NETTY AMI RUHAMA (1711114102)
NHELMY NURSEPTA (1711114095)
NOVITASARI WIJAYANTI (1711113771)
NUR ELA JANNIATI SAKINA (1711123015)
PERMATA RIGINA SONIA (1711122753)
PUTRI DWI AYUNINGRUM (1711113656)
PUTRI MELDA NENGSIH (1711122243)
RANTI MARISA (1711113708)
RETNO AYU WIDIYASTUTI (1711113701)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Upaya Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyakit Tidak Menular di Wilayah Perairan”. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada ibu Ns. Herlina, M.Kep, Sp. Kep. Kom sebagai dosen pembimbing pada pleno
mata kuliah Keperawatan pada Masyarakat Daerah Perairan dengan materi Upaya
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular di Wilayah Perairan.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Upaya Pemberantasan Penyakit Tidak Menular dan Penyakit
Menular di Wilayah Perairan. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah ini dapat berguna untuk kami sendiri maupun orang yang
membaca.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata ataupun ada kata-kata yang kurang
berkenan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Pekanbaru, 21 April 2020

Penulis
Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II DASAR TEORI

A. STEP I (TERMINOLOGI) 3
B. STEP II (IDENTIFIKASI MASALAH) 3
C. STEP III (ANALISIS MASALAH) 4
D. STEP IV (MIND MAP) 8
E. STEP V (LEARNING OBJEKTIF) 9
F. STEP VI (DISKUSI MANDIRI) 9
G. STEP VII (PEMBAHASAN LEARNING OBJEKTIF) 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 33
B. Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan yang berkualitas merupakan bagian integral dari pembangunan


nasional, dimana masyarakat, bangsa dan negara dapat hidup dalam lingkungan dan perilaku
hidup yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Usaha
peningkatan derajat kesehatan diupayakan melalui upaya peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), serta upaya-upaya pemulihan
kesehatan (rehabilitatif). Usaha-usaha tersebut dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan serta peningkatan sistem pengamatan penyakit, pengkajian, cara
penanggulangan secara terpadu dan penyelidikan terhadap penularan penyakit.
Dalam mewujudkan pelaksanaan upaya-upaya di atas tentunya harus didukung oleh
sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu memenuhi
tuntutan dan kebutuhan pembangunan di bidang kesehatan, baik masa kini maupun masa datang.
Salah satu program yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan di
bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Program tersebut dilaksanakan untuk mencegah berjangkitnya penyakit atau
mengurangi angka kematian dan kesakitan, dan sedapat mungkin menghilangkan atau
mengurangi akibat buruk dari penyakit menular dan penyakit tidak menular tersebut.
Penyakit menular yang juga dikenal sebagai penyakit infeksi dalam istilah medis adalah
sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit),
bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar dan trauma benturan) atau kimia (seperti
keracunan) yang mana bisa ditularkan atau menular kepada orang lain melalui media tertentu
seperti udara (TBC, Infulenza dll), tempat makan dan minum yang kurang bersih pencuciannya
(Hepatitis, Typhoid/Types dll), Jarum suntik dan transfusi darah (HIV-Aids,Hepatitis dll).
Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah diare, malaria,
demam berdarah dengue, influensa, tifus abdominalis, penyakit saluran cerna, dan penyakit
lainnya.

Adapun Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit noninfeksi adalah suatu penyakit
yang tidak disebabkan karena kuman melainkan dikarenakan adanya masalah fisiologis atau
metabolisme pada jaringan tubuh manusia. Biasanya penyakit ini terjadi karena pola hidup yang
kurang sehat seperti merokok, faktor genetik, cacat fisik, penuaan/usia, dan gangguan kejiwaan.
Contohnya : sariawan, batuk, sakit perut, demam, hipertensi, DM, obesitas, osteoporosis, depresi,
RA, keracunan, dan sebagainya.

Untuk melakukan upaya pemberantasan penyakit menular, penanggulangan Kejadian


Luar biasa (KLB) penyakit dan keracunan, serta penanggulangan penyakit tidak menular
diperlukan suatu sistem surveilens penyakit yang mampu memberikan dukungan upaya program
dalam daerah kerja Kabupaten/Kota, propinsi, dan Nasional.

1
Pada tahun 1987 telah dikembangkan Sistem Surveilens Terpadu (SST) berbasis data,
Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), dan Sistem Pelaporan Rumah Sakit
(SPRS), yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan. Sistem tersebut
disesuaikan dengan ketetapan Undang –Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah; Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; dan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilens Epidemiologi Kesehatan serta kebutuhan informasi epidemiologi untuk mendukung
upaya pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi penyakit menular dan penyakit tidak menular?
2. Apa saja jenis-jenis penyakit menular dan penyakit tidak menular?
3. Apa saja factor resiko penyakit menular dan penyakit tidak menular?
4. Apa saja sumber penyakit menular?
5. Bagaimana upaya pencegahan penyakit menular dan penyakit tidak menular?
6. Bagaimana upayah penanggulangan pemberantasan penyakit menular dan penyakit
tidak menular?
7. Bagaimana penanganan dan pengendalian penyakit menular dan penyakit tidak
menular?
8. Bagaimana peran perawat dalam mengatasi masalah Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit menular dan penyakit tidak menular.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit menular dan penyakit tidak menular.
3. Untuk mengetahui factor resiko penyakit menular dan penyakit tidak menular.
4. Untuk mengetahui sumber penyakit menular.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit menular dan penyakit tidak menular.
6. Untuk mengetahui upayah penanggulangan pemberantasan penyakit menular dan
penyakit tidak menular.
7. Untuk mengetahui penanganan dan pengendalian penyakit menular dan penyakit tidak
menular.
8. Bagaimana peran perawat dalam mengatasi masalah Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. STEP 1 ( TERMINOLOGI )
1. Change Agent
2. Kolaborator
3. Educator
4. Skrining
Jawaban:
1. Change Agent
 Change agen adalah individu atau seseorg yg brtugas mempengaruhi target/sasaran
perubahan agar mereka mengambil keputusan sesuai dgn arahan yg
dikehendakinya.
 Chang agent membawa perubahan diamana peran perawat disini membawa
perubahan untuk masyarakat menjadi yang lebih baik lagi.
2. Kolaborator
 Kolaborator adalah bekerja sama antara yang satu dengan yang lainnya.
 Kolaborator merupakan salah satu peran perawat yang dilakukan dengan kerjasama
dengan bidang lainnya,baik sesama bidang kesehatan maupun tidak untuk
menangani masalah yang didapatkan.
3. Educator
 perawat sebagai Edukator adalah seorang pendidik yang mampu memajukan dan
meningkatkan pemahan masayarakat awam di dalam bidang kesehatan sehingga
dari yang tidak tahu menjadi tahu.
 Edukator yaitu peran perawat sbg pemberi pendidikan kesehatan sehingga ada
perubahan perilaku.
4. Skrining
 Skrining adalah deteksi dini untuk mengurangi risiko penyakit atau memutuskan
metode pengobatan yang paling efektif.
 Skrining adalah penerapan serangkaian tes atau prosedur yang dilakukan untuk
mendeteksi potensi gangguan kesehatan atau penyakit tertentu pada seseorang.
 Skrining adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk menilai apakah
seseorang memiliki faktor risiko terhadap suatu masalah kesehatan. Skrining
bertujuan untuk memberikan informasi sekaligus penanganan yang tepat jika
ditemukan risiko terhadap penyakit tertentu. Skrining bisa dilakukan tergantung
pada usia , riwayat kesehatan pribadi dan keluarga nya .

B. STEP 2 (IDENTIFIKASI MASALAH)


1. Apakah mungkin bisa dilakukan modifikasi lingkungan guna untuk mengatasi masalah
yang ada di wilayah perairan? Bila ada, berikan contohnya.
2. Bagaimana cara kita mengatasi dampak timbulnya masalah kesehatan sesuai jenis
penyakitnya baik menular dan tidak menular?

3
3. Apa saja jenis jenis penyakit yang menular dan tidak menular pada masyarakat daerah
perairan?
4. Masalah kesehatan apa yang dapat disebabkan oleh cicak?
5. Apa alasan bisa terjadinya penyakit tidak menular seperti nyeri persendian dan gangguan
pendengaran pada masyarakat perairan?
6. Apa contoh skrining penyakit yang dilakukan pada masyarakat wilayah perairan?
7. Selain skrining penyakit, apalagi cara yang bisa dilakukan menanggulangi dan mencegah
masalah kesehatan di wilayah perairan?
8. Apa upayah yang dapat di lakukan perawat (promotif dan kuratif) pada masalah
kesehatan di daerah perairan?
9. Apa kira-kira bentuk kerjasama yang dapat dilakukan antara kementrian kesehatan dan
kementrian perikanan dan kelautan?
10. Apa contoh strategi penanggulangan yang dilakukan perawat untuk mengatasi masalah
kesehatan, yang mencakup peran kolaborator, change agent, dan educator?
11. Apa saja yang mungkin menjadi hambatan perawat dalam mengatasi masalah yg ada di
daerah perairan?
12. Apakah ada peran perawat lainnya selain kolaborator, change agent, dan edukator sesuai
skenario?
13. Apakah faktor yang menyebabkan masalah pada daerah perairan?

C. STEP 3 (PEMBAHASAN MASALAH)


1. Apakah mungkin bisa dilakukan modifikasi lingkungan guna untuk mengatasi masalah
yang ada di wilayah perairan? Bila ada, berikan contohnya.
- Contohnya pembuatan jamban sehat sederhana seperti diketahui masyarakat perairan
cenderung lebih suka untuk membuang kotoran nya kesungai nah ini akan berdampak
tidak baik ke masyarakat perairan yang memanfaatkan air sungai. Dengan pembuatan
jamban sederhana ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran khususnya masyarakat
perairan untuk bisa membuang kotoran pada tempatnya sehingga kesehatan
masyarakat sekitar perairan dapat meningkat.
2. Bagaimana cara kita mengatasi dampak timbulnya masalah kesehatan sesuai jenis
penyakitnya baik menular dan tidak menular?
- Untuk penanganan yang bisa dilakukan untuk mengatasi penyakit DBD, TB, dan
Tipes seperti yang kita ketahui penyakit ini terjadi karena faktor salah satunya
lingkungan yang kotor dan lembab. Nah kita bisa mengajak masyarakat untuk gotong
royong membersihkan lingkungan.
- Skrinning kesehatan, guna untuk mendeteksi dini penyakit yang ada dan bisa segera
ditangani.
- Modifikasi lingkungan, agar meminimalkan masalah yang ada.
- Peran pemerintah dan keluarga, diadakannya promosi kesehatan agar masyarakat
dapat tercegah dari penyakit menular dan penyakit tidak menular.
3. Apa saja jenis jenis penyakit yang menular dan tidak menular pada masyarakat daerah
perairan?

4
- Penyakit menular:
 Hepatitis A dimana disebabkan oleh virus dan kuman biasanya itu ditemukan
didaerah yang kotor ataupun ditemukan ditinja seseorang yang sudah terinfeksi.
Akibat lingkungan rumah yang kotor dapat menimbulkan adanya lalat, kuman
dapat ditularkan secara langsung dan tidak langsung keorang lain seperti melalui
makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi dengan kuman diakibatkan
oleh lalat.
 DBD, TB, diare, cacar air, dan lain-lain.
- Penyakit tidak menular:
 Nyeri persendian, ganguan pendengaran, dan lain-lain.
4. Masalah kesehatan apa yang dapat disebabkan oleh cicak?
- Masalah kesehatan yang dapat disebabkan oleh cicak yaitu sakit perut atau gangguan
pencernaan. Karena di dalam tubuh cicak terdapat salah satu jenis bakteri yaitu
Escherichia Coli, penyebab utama sakit perut atau gangguang pencernaan lainnya.
5. Apa alasan bisa terjadinya penyakit tidak menular seperti nyeri persendian dan gangguan
pendengaran pada masyarakat perairan?
- Penyebab penyakit tidak menular pada masyarakat perairan seperti nyeri sendi dapat
diakibatkan lamanya pekerjaan masyarakat sebagai nelayan yang menangkap ikan
hingga berjam jam. Kemudian gangguan pendengaran dapat terjadi karena
lingkungan yang bising dan dinding yang tidak kedap suara, jika terus menerus dapat
menyebabkan gangguan pendengaran.
6. Apa contoh skrining penyakit yang dilakukan pada masyarakat wilayah perairan?
- Seperti yang kita ketahui penduduk didaerah perairan lingkungannya lembab dan
banyak terdapat samapai nah ini menyebabkan penyakit yang menular terjadi seperti
DBD, Tipes, TB dan lain lain. Nah kita bias melakukan skring penyakit yang menular
tersebut.
7. Selain skrining penyakit, apalagi cara yang bisa dilakukan menanggulangi dan mencegah
masalah kesehatan di wilayah perairan?
- Bisa dilakukan pendidikan kesehatan tentang lingkungan yang bersih sehingga
masyarakat mampu mengenal dan mengetahui lingkungan yang bersih sangat
mempengaruhi kesehatan mereka, lalu petugas kesehatan juga bisa mengajak
masyarakat untuk melakukan gotong royong bersama dimana biasanya di daerah
perairan yang kita ketahui banyaknya sampah dan tempat yang kotor sehingga kita
bisa melakukan gotong royong bersama masyarakat setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
8. Apa upayah yang dapat di lakukan perawat (promotif dan kuratif) pada masalah
kesehatan di daerah perairan?
- Promotif : perawat memberikan promosi kesehatan baik edukasi secara langsung
melalui penyuluhan dan pertemuan tatap muka lainnya atau dengan menggunakan
media seperti flyer/sebaran, poster atau himbauan yang dapat ditempelkan ditempat
umum.

5
- Kuratif : penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan mampu menjangkau
daerah terpencil sekalipun.
9. Apa kira-kira bentuk kerjasama yang dapat dilakukan antara kementrian kesehatan dan
kementrian perikanan dan kelautan?
- Dari menteri perikanan bisa meningkatkan sumber daya perairan didaerah tersebut
seperti ikan dan lain sebagainnya. Apa bila masyarakat perairan tersebut ekonominya
meningkat maka akan sejahtera masyarakat didaerah perairan tersebut.
- Dari menteri kesehatan bisa melakukan skring tes dan memberi pendidikan kesehatan
kepada masyarakat perairan tersebut, selain itu juga bisa melakukan kerja sama untuk
gotong royong membersihkan lingkungan.
- Kementerian kesehatan dan kementrian perikanan dan kelautan dapat bekerja sama
meningkatakan kesehatan masyarakat sekitar perairan dengan cara melarang pihak
industri agar tidak membuang limbah pabrik atau limbah rumah tangga secara
semena-mena , karna hal ini berdampak terhadap ekosistem laut yang rusak, ikan dan
terumbu karang banyak yang mati dan rusak. Dan juga berdampak terhadap kesehatan
masyarakat di sekitarnya dimana jika daerah tercemar otomatis masyarakat akan
terganggu terutama kesehatan masyarakat seperti terjadinya penyakit yang mungkin
membahayakan bagi masyarakat disekitar perairan.
10. Apa contoh strategi penanggulangan yang dilakukan perawat untuk mengatasi masalah
kesehatan, yang mencakup peran kolaborator, change agent, dan educator?
- Kolaborator : Perawat sebagai kolaborator artinya seorang perawat bertugas sebagai
seorang fasilitator untuk mengkolaborasikan berbagai program baik secara lintas
sektor ataupun lintas program.
- Change agent : Seorang perawat bertugas sebagai agen perubah yang mampu
menggerakkan masyarakat untuk berubah menjadi berperilaku hidup sehat.
- Edukator : Perawat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan masalah
kesehatan yang dapat terjadi di lingkungan tempat tinggal masyarakat tersebut.
11. Apa saja yang mungkin menjadi hambatan perawat dalam mengatasi masalah yg ada di
daerah perairan?
Hambatan perawat di wilayah perairan:
- Kondisi geografis
Kesulitan air bersih dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare. Masyarakat
biasanya membuat penampungan air untuk mendapatkan sumber air bersih. Namun
penampungan air tersebut juga dapat meningkatkan perkembangan jentik nyamuk dan
menyebabkan DBD dan malaria.
- Tradisi masyarakat
Masyarakat perairan percaya laut atau sungai mampu menguraikan sampah yang
mereka buang, sehingga mereka akan cenderung membuat wc atau pembuangan
kakus ke laut atau ke sungai tersebut.
- Hambatan dalam berkomunikasi
Masyarakata sekitar perairan lebih cenderung menggunakan bahasa daerah mereka
sendiri sehingga bagi perawat sulit untuk menyampaikan maksud dan tujuan jika

6
dilakukannya pendidikan kesehatan kepada masyarakat.Sarana, pra sarana, fasilitas
kesehaatan yang minim sehingga masyarakat sulit menjangkau.
- Sarana, prasarana, fasilitas kesehaatan yang minim sehingga masyarakat sulit
menjangkau fasilitas kesehatan.
- Ekonomi yang rendah juga menjadi hambatan yang menyebabkan masyarakat tidak
mau ke fasilitas kesehatan.
- Pendidikan yang rendah, hal ini cenderung membuat masyarakat acuh akan
kesehatan.
- Jarak yang jauh membuat tenaga kesehatan malas untuk bekerja di wilayah perairan.
12. Apakah ada peran perawat lainnya selain kolaborator, change agent, dan edukator sesuai
skenario?
- Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dimana disini perawat dapat
melakukan perawatan sesuai dengan kebutuhan dasar klien melalui proses
keperawatan yaitu dari pengkajian, diagnosa, perencanaan dan dilaksanakan tindakan
yang tepat, sehingga dari hasil tersebut kita dapat mengevaluasi terkait apa yang
sudah dilakukan.
- Peran perawat sebagai koordinator dimana disini perawat dapat mengarahkan,
merencanakan dalam pelayanan kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan
dapat terarah sesuai dengan kebutuhan klien.
- Peran perawat sebagai konsultan dimana disini perawat sebagai tempat konsultasi
terhadap masalah klien sehingga disini perawat merupakan sumber informasi yang
berkaitan dengan kondisi klien tersebut.
13. Apakah faktor yang menyebabkan masalah kesehatan pada daerah perairan?
- Salah satu factor penyebab masalah kesehatan di daerah perairan yaitu pencemaran
air. Pencemaran air ini mrupakan peristiwa masuknya zat atau komponen lain
kedalam perairan, dampaknya membuat air tercemar dan kualitas air menurun. Air
yang tercemar tidak bisa dimanfaatkan kerna dapat menyebabkan penyakit. Tetapi
kebanyakan penduduk di daerah peraian kesulitan untuk mendapatkan air bersih,
sehingga penduduk tetap meggunakan air yang sudah tercemar tersebut.

7
D. STEP 4 (SKEMA)

Perairan

Faktor Lingkungan

Masalah Kesehatan

Penyakit Tidak
Penyakit Menular
Menular

- Nyamuk Nyeri Sendi


- Lalat Gangguan
- Cicak Pendengaran

DBD/Malaria
TB
Diare

Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit

Peran Perawat : Kolaborator, change agent, edukator

8
E. STEP 5 (LEARNING OBJEKTIF)
1. Apa definisi penyakit menular dan penyakit tidak menular?
2. Apa saja jenis-jenis penyakit menular dan penyakit tidak menular?
3. Apa saja factor resiko penyakit menular dan penyakit tidak menular?
4. Apa saja sumber penyakit menular?
5. Bagaimana upaya pencegahan penyakit menular dan penyakit tidak menular?
6. Bagaimana upayah penanggulangan pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak
menular?
7. Bagaimana penanganan dan pengendalian penyakit menular dan penyakit tidak menular?
8. Bagaimana peran perawat dalam mengatasi masalah Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular?

F. STEP 6 (DISKUSI MANDIRI)

G. STEP 7 (JAWABAN LEARNING OBJEKTIF)


I. Penyakit Menular
1. Definisi penyakit menular
Penyakit menular ialah penyakit yang disebabkan oleh agen infeksi yang berasal
dari sumber perantara atau reservoir kemudian ditularkan atau di transmisikan kepada
penjamu (host) yang rentan Penyakit menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh
penularan dari suatu agen infeksi atau produk racunnya dari dari manusia/hewan yang
terinfeksi ke pejamu yang peka baik secara langsung ataupun tidak. Penyakit ini sangat
berbahaya karena angka kematian yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan kecacatan
(Darmawan, 2016).
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, bakteri, parasit, atau jamur, dan dapat berpindah ke orang
lain yang sehat. Beberapa penyakit menular yang umum di Indonesia dapat dicegah
melalui pemberian vaksinasi serta pola hidup bersih dan sehat.
Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan secara langsung terjadi ketika kuman pada orang yang sakit berpindah melalui
kontak fisik, misalnya lewat sentuhan dan ciuman, melalui udara saat bersin dan batuk,
atau melalui kontak dengan cairan tubuh seperti urine dan darah. Orang yang
menularkannya bisa saja tidak memperlihatkan gejala dan tidak tampak seperti orang
sakit, apabila dia hanya sebagai pembawa (carrier) penyakit.

2. Jenis-jenis penyakit menular


A. Diare
1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah
padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah
buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.

9
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari)
(Depkes RI Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan
lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
2. Etiologi
1) Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus
(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2) Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-
anak).
3) Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.
4) Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran
dimasak kurang matang.
5) Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
6) Obat-obatan : antibiotic.
7) Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis, obstruksi usus
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala diare, yaitu:
a. Suhu tubuh meninggi/demam
b. Feces encer, berlendir atau berdarah
c. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
d. Anus lecet
e. Muntah sebelum dan sesudah diare
f. Anoreksia
g. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang
h. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.
i. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
j. Keram abdominal
k. Mual dan muntah
l. Lemah
m. Pucat
n. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
o. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
4. Penatalaksanaan
1) Medis
a. Pemberian cairan.
a) Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare
akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium
50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau

10
air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk
pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah
dehidrasi lebih lanjut.
b) Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari
berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
a) Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu.
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
rendah laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.
c. Obat-obatan.
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll).
Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih
dan sehat :
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di
lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat.
Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti
air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak
antara jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air
sedikitnya 10 meter agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga
bisa menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak,
mandi, dan sebagainya.
5. Diagnose keperawatan
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.

11
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder
terhadap diare
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare.
5) Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan.
6. Intervensi keperawatan
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : < 40
x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

Intervensi :

1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekatan urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera
untuk memperbaiki deficit
2. Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
3. Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4. Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini
bersifat menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan
berat badan serta pemendekan durasi penyakit
5. Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
6. Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt

12
7. Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam atau
sesuai indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8. Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan
mempunyai osmolaritas yang tinggi
9. Kolaborasi :
 Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
 Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
 Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai
anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
 Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap
aturan terapeutik.
B. Filariasis
1. Definisi
Filariasis atau lebih dikenal elephantiasis (kaki gajah) adalah penyakit akibat
nematode yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugia malayi dan brugia
timon yang dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak-kanak
dan manifestasi yang dapat terlihat mucul belakangan, menetap dan menimbulkan
ketidak mampuan menetap (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode yang
tersebar dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi
dapat menurunkan produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik
penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-
tahun kemudian setelah infeksi gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan
mikrofilaria pada pembulu limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun
setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis sering juga
disebut kaki gajah. Akibat paling vatal bagi penderita adalah kecacatan permanen
yang sangat mengganggu produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).
2. Etiologi
Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti
benang. Cacing jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm, sedangkan cacing betina
berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. Manusia merupakan
satu-satunya hospes yang diketahui. Penularan nyamelalui proboscis (labela) sewaktu
gigitan nyamuk yang mengandung larva inefektif. Larva akan terdeposit di kulit,
berpindah kepembuluh limfa berkembang menjadi cacing dewasa selama 6-12 bulan,
dan menyebabkan kerusakan dan pembesaran pembuluh limfe. Filariasis dewasa
hidup beberapa tahun di tubuh manusia. Selama periode tersebut filarial berkembang
menghasilkan jutaan microfilaria (umur 3-36 bulan) yang belum masak, beredar di

13
daerah perifer dan dapat dihisap oleh nyamuk yang kemudian menularkan kemanusia
lain (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Cacing panjang halus seperti benang yaitu: filariasis yang disebabkan oleh
Wuchereria Bancrofti, (filariasis Bancrofti), filariasis yang disebabkan oleh brugia
malayi (filariasis malayi, filariasis brugia), filariasis yang disebabkan oleh brugia
timori (Kunoli, 2012, p. 200).
3. Tanda dan Gejala
a. Gejala tampak setelah 3 bulan infeksi
b. Umumnya masa tunas 8-12 bulan
c. Fase akut menimbulkan peradangan seperti limfangitis, limfadenitis, funikulitis,
epididymitis dan orkitis
d. Gejala dari limfa denitis nyeri local, keras didaerah limfe, demam, sakit kepala
e. Fase akut dapat sembuh spontan setelah beberapa hari dan beberapa kasus
mengalami dan badan, mual, lesu dan tidak nafsu makan kekambuhan tidak
teratur selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum sembuh
f. Fase kronik terjadi dengan gejala hidrocel, kiluria, limfedema, dan elephantiasis
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
g. ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan
limfadenitis), serta edema local yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat
retrograde, menyebar secara periferdari KGB menuju arah sentral. Sepanjang
perjalanan ini, KGB regional akan ikut membesar atau sekedar memerah dan
meradang (Padila, 2013, hal. 412).
4. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembulu getah bening
akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria.
Cacing dewasa hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah
bening dan menyebabkan pelebaran pembulu getah bening dan penebalan dinding
pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan magrofag didalam dan sekitar
pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel
endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan
kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema keras terjadi pada
kulit yang mendasari. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filasriasis ini
disebabkan oleh efek langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang
menyebabkan pejamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan
proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total getah bening
(Sudoyo dkk, 2010, p. 2932).
5. Klasifikasi
1) Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi. Periodisitas
mikrofilaria B. Malayi adalah periodik nokturna, sub perodik nokturna, atau non
periodik. Periodisitas mikrofilaria yang bersarung dan berbentuk kasini, tidak
senyata periodisitas W.Bansofti. Sebagai hospes sementara adalah nyamuk
mansomia, anopeles, amigeres. Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tumbuh
menjadi larva impektif dalam waktu 6-12 hari. Ada peneliti yang menyebutkan
bahwa masa pertumbuhanya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada
manusia kurang lebih 3 bulan. Didalam tubuh manusia dan nyamuk
perkembangan parasit ini juga sama dengan perkembangan W. Bansoft (Sudoyo
dkk, 2010, hal. 2936).
2) Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini terdapat
di timor, pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing dewasa hidup
di dalam saluran dan dikelenjar limfe. Pagetornya adalah anopeles barberostis.
Mikro filarianya menyerupai mikro filaria brugiamalayi, yaitu lekuk badanya

14
patah-patah dan susunan intinya tidak teratur, perbedaanya terletak dalam: 1.
Panjang kepala = 3 x lebar kepala; 2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang
ukuranya lebih kecil daripada inti-inti lainya dan letaknya lebih berjauhan bila
dibandingkan dengan letak inti tambahan B. Malayi; 3. Sarungnya tidak
mengambil warna pulasan gamesa; ukuranya lebih panjang daripada mikrofilaria
berugiamalayi. Mikrofilaria bersifat periodik nokturna (Sudoyo dkk, 2010, p.
2936).
6. Komplikasi
Jika tidak ditangan dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel
membesar, adapun dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.
a. Hidrokel yang besar sehingga menekan pembuluh darah Indikasi kosmetik
b. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan sehari – hari.
c. Chyluria (terdapat lemak pada urine)
d. TPE (topical pulmonary eosinifilia)
e. Hematuria
f. Kelumpuhan saraf (Sudoyo dkk, 2010, p. 2934).
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi
hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan
limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari
sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke
stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1) Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian
tdari penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari
kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala
klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik
mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
2) Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala
klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3) Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai
panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan
gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4) Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.
Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih
dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu
aktivitas penderita serta membebani keluarganya. (Witagama,dedi.2009)
8. Komplikasi
a. cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b. Elephantiasis tungkai
c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva
vagina dan payudara,
d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pda saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di
antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

15
e. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh
cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih
(T.Pohan,Herdiman, 2009).
9. Pemeriksaan Diagnostik
1) Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik.
Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun
(Acute and Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis
filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan
gejala menahun.
2) Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria
pada pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat
dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria
secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
3) Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar
limfe inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak
(filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin
yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem
limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.
4) Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi
dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang
diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan
mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen
merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih
mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O.
gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W.
bancrofti di Papua New Guinea (Marty,Aileen,M, 2009).
10. Asuhan keperawatan
1) Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.
Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang
mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-
ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi
setelah bekerja berat.
b. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas
( Perubahan TD, frekuensi jantung)
c. Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan
pengisian kapiler.
d. Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan
penampilan, putus asa, dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah

16
e. Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
f. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
g. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
h. Neurosensoris
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba,
kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal.
i. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun,
demam berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
k. Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.
m. Pemeriksaan diagnostic
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat
menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay.
Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik,
penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing
dewasa di tali sperma pria atau kelenjer mammae.
11. Diagnose keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.
2) Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit.
12. Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.
Intervensi
Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat
meningkatkan koping.
a. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri.
b. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri
Rasional : Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem
syaraf simpatis, mengakibatkan kerusakan lanjutan
c. Alihkan perhatian klien dari nyeri yang dialami
Rasional : Untuk Mengatasi nyeri
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat
anelgetik).
Diberikan untuk menghilangkan nyeri.

17
2) Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota
tubuh.
Intervensi
a. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
Rasional : Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
b. Tingkatkan tirah baring / duduk
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk
penyembuhan
c. Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
d. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
Rasional : Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
e. Observasi ukuran diameter pada tungkai kaki klien
 Rasional : untuk mengetahui perubahan ukuran pada tungkai kaki klien

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada
kulit.
Intervensi
a. Ubah posisi tempat tidur dan kursi sesering mungkin
Rasional : Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat
menyebabkan kerusakan aliran darah seluler
b. Gunakan pelindungan kaki, bantalan busa atau air pada waktu berada di
tempat tidur dan pada waktu duduk dikursi
Rasional : Tingkatkan sirkulasi darah pada permukaan kulit untuk mengurangi
panas atau kelembaban
c. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin
Rasional : Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah yang
bereksiko yang terinfeksi dan nekrotik
d. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan meningkatkan partisipasi pasien
e. Kolaborasi: Rujuk pada ahli kulit.
Meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya decubitus
Rasional :Mungkin membutuhkan perawatan professional untuk masalah yang
dialami.

3. Sumber penularan penyakit menular


a) Penderita
penderita dapat menularkan penyakit yang sedang dideritanya kepada orang lain yang
sehat. Misalnya melalui udara ketika bersin, pemakaian bersama jarum suntik, dan
lain-lain.
b) Binatang sakit
binatang yang sakit juga dapat menularkan penyakit kepada manusia melalui gigitan,
air liur, maupun kotoronya.
c) Benda
seseorang dapat tertular suatu penyakit apabila seseorang menggunakan benda secara
bersama dengan orang yang terkena penyakit tersebut. Contohnya pada pemakaian
bersama jarum suntik oleh seseorang yang sehat dengan orang yang terinveksi HIV.

4. Factor risiko penyakit menular

18
a) Lingkungan biologik
Lingkungan yang kelembapannya lebih tinggi dapat menjadi tempat
perkembangbiakan vektor (nyamuk, cacing, serangga lainnya)
b) Perilaku yang beresiko
kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungan menjadi factor penularan penyakit.
c) Agent
virus bakteri protozoa jamur cacing.

5. Upaya pencegahan penyakit menular


a) Mempertinggi nilai kesehatan
Dengan cara usaha kesehatan (hygiene) perorangan dan usaha kesehatan lingkungan
(sanitasi)
b) Memberikan vaksinasi/imununisasi
Merupakan usaha untuk pengebalan tubuh. Ada 2 macam yaitu :
1) pengebalan aktif : dengan cara memasukkan vaksin (bibit penyakit yang telah
dimatikan) sehingga tubuh akan dipaksa membuat antibodi. Contohnya vaksin
BCG, DPT, campak, dan hepatitis.
2) pengebalan pasif : memasukkn serum yang mengandung antibodi. Contoh nya
pemberian ATS (anti tetanus serum).
c) Pemeriksaan kesehatan berkala
Upaya mencegah munculnya atau menyebarnya suatu penyakit, sehingga munculnya
wabah dapat dideteksi sedini mungkin. Dengan cara masyarakat mendapattkan
pengarahan rutin tentang perawatan kesehatan, penanganan suatu penyakit, usaha
mempertinggi nilai kesehatan, dan mendapatkan vaksinasi.
6. Upaya penanggulanganpemberantasan penyakit menular
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Tentang
Penanggulangan Penyakit Menular
1) Pasal 11
 (1) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam Penanggulangan
Penyakit Menular dilakukan melalui kegiatan:
a. promosi kesehatan;
b. surveilans kesehatan;
c. pengendalian faktor risiko;
d. penemuan kasus;
e. penanganan kasus;
f. pemberian kekebalan (imunisasi)
g. pemberian obat pencegahan secara massal; dan
h. kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
 (2) Dalam hal penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan
untuk menghadapi potensi wabah, terhadap kelompok masyarakat yang terjangkit
Penyakit Menular dilakukan kegiatan sebagai berikut:

19
a. penemuan penderita di fasilitas pelayanan kesehatan;
b. penyelidikan epidemiologi;
c. pengobatan massal;
d. pemberian kekebalan massal; dan
e. intensifikasi pengendalian faktor risiko.

2) Pasal 12

 (1) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a
dilakukan dengan metode komunikasi, informasi dan edukasi secara sistematis
dan terorganisasi.
 (2) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
tercapainya perubahan perilaku pada masyarakat umum yang dilakukan oleh
masyarakat di bawah koordinasi Pejabat Kesehatan Masyarakat di wilayahnya.
 (3) Promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi di bidang pengendalian Penyakit Menular.
 (4) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan
kader melalui pendekatan upaya kesehatan berbasis masyarakat dan/atau tokoh
masyarakat melalui pendekatan kemitraan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 (5) Promosi kesehatan dilakukan melalui: a. penyuluhan; b. konsultasi, bimbingan
dan konseling; c. intervensi perubahan perilaku; d. pemberdayaan; e. pelatihan;
atau f. pemanfaatan media informasi.
3) Pasal 13
 (1) Promosi kesehatan diarahkan untuk peningkatan perilaku hidup bersih dan
sehat guna memelihara kesehatan dan pencegahan penularan penyakit.
 (2) Perilaku hidup bersih dan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit berupa:
a. cuci tangan pakai sabun;
b. pemberantasan jentik nyamuk;
c. menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga;
d. mengkonsumsi makanan gizi seimbang;
e. melakukan aktivitas fisik setiap hari;
f. menggunakan jamban sehat;
g. menjaga dan memperhatikan kesehatan reproduksi; dan
h. mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat.
 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perilaku hidup bersih dan sehat dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

7. Penanganan dan pengendalian penyakit menular


1) Peningkatan cakupan deteksi dini PM di FKTP

20
a. Deteksi dini Ca Cervix dan Ca payudara dengan metode IVA dan sadaris pada
Wanita Usia Subur (WUS), sasaran 9000 FKTP
b. Deteksi dini Diabetes Melitus pada kelompok, sasaran 9000 FKTP
c. Deteksi dini hipertensi, sasaran 9000 FKTP
d. Deteksi dini penyakit hiper tyroid, sasaran 9000 FKTP
e. Deteksi dini penyakit ginjal kronik, sasaran 9000 FKTP
f. Deteksi dini penyakit Lupus, sasaran 9000 FKTP
g. Deteksi dini penyakit thalassemia, sasaran 9000 FKTP
h. Deteksi dini penyakit Asma dan PPOK, sasaran 9000 FKTP
2) Peningkatan sistem surveilans FR dan PTM
a. Surveilans FR PTM, sasaran 40.000 Posbindu
b. Surveilans FR PTM, sasaran 20.000 Sekolah
3) Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam percepatan pengendalian Faktor risiko
PTM
a. Pembinaan kader Posbindu di Masyarakat, 40.000 Posbindu
b. Pembinaan pembina OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) dalam pengendalian
faktor risiko PTM, sasaran 20.000 Sekolah
c. Pembinaan tenaga pemantau KTR (Satpam pada fasilitas umum), sasaran 514
Kabupaten /Kota

II. Penyakit Tidak Menular


1. Defenisi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular merupakan suatu penyakit yang jika anda melakukan
kontak dengan penderita tidak akan menular, dan biasanya penyakit tidak menular ini
dapat disebabkan oleh factor genetic dan diikuti dengan gaya hidup yang tidak sehat
(Kemenkes RI, 2014). Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit
kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang panjang
dan pada umumnya berkembang secara lambat (Riskesdas, 2013).
Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit yang tidak bisa ditularkan dari
orang ke orang yang perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang
panjang (kronis) (Kemenkes, 2015).
Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman
melainkan dikarenakan adanya masalah fisiologis atau metabolisme pada jaringan
tubuh manusia biasanya terjadi karena pola hidup yang kurang sehat seperti merokok,
faktor genetik, cacat fisik, penuaan atau usia, dan gangguan kejiwaan.
Penyakit tidak menular merupakan salah satu masalah kesehatan dunia di
Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan
karena merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & samodra 2012).

2. Jenis-jenis penyakit tidak menular


A. Asam Urat (Gout)
1. Definisi

21
Asam urat merupakan hasil metabolisme normal dari pencernaan protein,
terutama dari daging, hati, ginjal, dan beberapa jenis sayuran seperti kacang dan
buncis atau dari penguraian senyawa purin yang seharusnya akan dibuang melalui
ginjal, feses, atau keringat. (Sustrani, 2004).
Secara umum asam urat adalah sisa metabolisme zat purin yang berasal dari
makanan yang kita konsumsi. Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam setiap
makanan yang kita konsumsi. Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam setiap
bahan makanan yang berasal dari tubuh makhluk hidup.
Kadar normal asam urat darah dalam rata – rata adalah 3 – 7 mg/dl, dengan
perbedaan untuk pria 2,1 – 8,5 mg/dl dan wanita 2,0 – 6,6 mg/dl. Utuk mereka yang
berusia lanjut usia kadar tersebut lebih tinggi. Gangguan asam urat terjadi bila kadar
tersebut mencapai lebih dari 12 mg/dl.
2. Klasifikasi
a) Gout Primer
Gout primer merupakan akibat langsung dari pembentukan asam urat
berlebihan, penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal.
b) Gout sekunder
Gout sekunder disebabkan oleh obat – obatan, seperti salisilat dosis
rendah, diuretic, pyrazinamide (obat TBC), levodopa(obat Parkinson), asam
nikotinat, ethambutol.
Penyakit lain seperti, insufisiensi ginjal (gagal ginjal) adalah satu
penyebabyang lebih lazim hiperurisemia. Pada gagal ginjal kronik kadar asam
urat pada umumnya tidak akan meningkat sampai cretinine clearance kurang dari
20 mL/menit, kecuali bila ada factor – factor lain yang berperan. Pada kelainan
ginjal tertentu, seperti nefropati karena keracunan timbale menahun,
hiperurisemia ummumnya telah dapat diamati bahkan dengan insufisiensi ginjal
yang minimal.
3. Manifestasi Klinis
Secara klinis ditandai dengan adanya arthritis, tofi, dan batu ginjal. Daerah khas
yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari kaki sebelah dalam, disebut
podagra.
Gejala lain dari artritis pirai akut adalah demam, menggigil, perasaan tidak enak
badan dan denyut jantung yang cepat,. sendi bengkak kemerahan, nyeri hebat, panas
dan gangguan gerak dari sendi yang terserang yang terjadi mendadak (akut).
Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut, interkritikal gout, dan gout
menahun (kronik) dengan tofi. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang klasik dan
didapat deposisi yang progresif kristal urat.
Serangan gout biasanya timbul mendadak pada malam hari pada satu tempat
(biasanya sendi pangkal ibu jari kaki). Pada saat serangan, daerah sekitar sendi
tersebut menjadi panas, merah, bengkak, dan keras. Dapat juga disertai demam.
Nyerinya, yang dapat sangat hebat biasanya mencapai puncaknya dalam 24 jam.
4. Penatalaksanaan

22
1) Diet, dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk. Hindari
makanan tinggi purin (hati, ikan sarden, daging kambing, dan sebagainya),
termasuk roti manis. Meningkatkan asupan cairan (banyak minum).
2) Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hipererisemia seperti tiazid, diuretic,
aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam urat dari ginjal.
3) Mengurangi konsumsi alcohol (bagi peminum alkohol).
4) Tirah baring. Merupakan suatu keharusan dan diteruskan selama 24 jam setelah
serangan menghilang. Arthritis gout dapat kambuh bila terlalu cepat bergerak.
5. Asuhan Keperawatan
a. Diagnose dan intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan peroses penyakit
Intervensi :
b. Berikan posisi yang nyaman
c. Berikan kompres hangat atau dingin yang dapat memberikan efek vasodilatasi
d. Berikan obat sesuai dengan resep dokter dan amati efek samping darai obat
tersebut
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian
Intervensi :
b. Tingkatkan aktifitas bila nyeri telah berkurang
c. Lakukan ambulasi dengan menggunakan walker, atau tongkat
d. Lakukan pilihan room secara hatai hati pada sendi
e. Usahakan untuk meningkatkan kembali pada aktivitas yang normal
3) Kurang tau tentang pengobatan dan perawatan dirumah
Intervensi :
a. Berikan jadwal obat yang harus digunakan meliputi nama obat,dosis, tujuan
dan efek samping dari obat tersebut.
b. Diskusikan tentang pentingnya diet yang terkontrol, missal dengan
menghindari makanan yang mengandung tingii purin seperti hati, sarden, dan
kacang kacangan serta istirahat yang cukup.

B. Reumatik
1. Defenisi
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan
prosesinflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai
membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri
persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan (Diane C. Baughman,
2000).

23
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi
utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Arif Mansjour,
2001)
2. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor
resikoyang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
a) Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah
yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan
saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada
osteoartritis.
b) Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara
pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah menopause)
frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria. Hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
c) Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa.
Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
d) Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif.
Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit
ini.
e) Kegemukan dan penyakit metabolic
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak
hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban
berlebihan, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
Oleh karena itu disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya
beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan pada
timbulnya kaitan tersebut.
f) Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering
menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih
tinggi.
g) Kelainan pertumbuhan

24
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya
oateoartritis paha pada usia muda.
h) Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya
osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
3. Jenis Reumatik
Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:
1) Reumatik Sendi (Artikuler)
Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik
artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:
2) Artritis Reumatik
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang
tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di luar
persendian.Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan struktur
sendi yang terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian
sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta
pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang
di sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris
(terjadi pada kedua sisi).Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan
pasti. Ada yang mengatakan karena mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun
semuanya belum terbukti. Berbagai faktor termasuk kecenderungan genetik, bisa
mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa kasus Artritis Rematoid telah
ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat, seperti tiba-
tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu¬-satunya anak yang disayangi,
hancurnya perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya.
Peradangan kronis membran sinovial mengalami pembesaran (Hipertrofi)
dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan kematian
(nekrosis) sel dan respon peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal
kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat
menyebar keseluruh sendi sehingga semakin merangsang peradangan dan
pembentukan jaringan parut. Proses ini secara perlahan akan merusak sendi dan
menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).
3) Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang
belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan
keluaran klinis yang sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi
(kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk tulang
subkondrial, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar
persendian (periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan
yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada

25
permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada
beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu :
Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa, genetik,
kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga,
kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
4) Atritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat
darah (hiperurisemia) . Reumatik gout merupakan jenis penyakit yang
pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila diabaikan, gout juga dapat
menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat kristal monosodium
urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini menimbulkan peradangan
jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout akut. Pada penyakit gout primer,
99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan
kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan
metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau
bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.
Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi
asam urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang
tinggi.
Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam
nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur
pembentuk protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena penyakit
darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat
kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit
kulit (psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak
terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan
metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan
menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.
5) Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di
luar sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar
sendi (ekstra artikuler rheumatism).
4. Manifestasi klinis
Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena,
terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula
terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat.
Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi
dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan
krepitasi.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan,
mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara lain;

26
a) Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang
lain.
b) Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan
dengan bertambahnya rasa nyeri.
c) Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti duduk
dari kursi, atau setelah bangun dari tidur.
d) Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
e) Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan yang
paling sering) secara perlahan-lahan membesar.
f) Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul
berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi
yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien yang
umumnya tua (lansia).
5. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan,
sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. 
Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi
kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat
karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago
menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi,
karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan
tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa
menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa
adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh
dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama
yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan
akan menjadi kronis yang progresif.
6. Pemeriksaan penunjang

27
1) Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan
awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
2) Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
3) Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
4) Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-
produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan
viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
5) Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
6) Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
7) Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
7. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik.
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgesik dan
mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis
2) Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi
yang sakit.
3) Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
4) Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera
5) Dukungan psikososial
6) Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang
tepat
7) Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
8) Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
9) Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin
10) Diet rendah purin:Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi
pembentukan asam urat dan menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan
mempertahankannya dalam batas normal.
8. Komplikasi
1) Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.

28
2) Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.Pada
pembuluh darah terjadi tromboemboli.
3) Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya darah yang membeku.
4) Terjadi splenomegali.
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya
untuk  menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.
9. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2) Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal. Nyeri,
ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3) Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
4) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
10. Intervensi keperawatan
1) Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
a. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas
sesuai kemampuan.
c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam
program kontrol nyeri.
5. Factor risiko penyakit tidak menular
1) Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang tidak memadai merupakan satu dari sepuluh faktor risiko
utama kematian global. Orang yang kurang aktif secara fisik memiliki 20%- 30%
peningkatan faktor risiko penyebab kematian dibandingkan dengan mereka yan
setidaknya melakukan aktivitas fisik selama 150 menit per minggu, atau setara seperti
yang direkomendasikan WHO. Aktivitas fisik yang teratur mengurangi risiko
penyakit jantung iskemik, diabetes, kanker payudara, dan kanker kolon.Selain itu,
aktivitas yang cukup mengurangi risiko stroke, hipertensi, dan depresi. Aktivitas fisik
juga merupakan penentu utama dari pengeluaran energi dan dengan demikian penting
untuk keseimbangan energy dan control berat badan.
2) Pola Makan yang Buruk
Sekitar 16 juta (1%) DALYs (ukuran potensial kehilangan kehidupan karena
kematian dini dan tahun-tahun produktif yang hilang karena cacat) dan 1.7 juta

29
(2.8%) dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh kurangnya konsumsi buah dan
sayur.Konsumsi cukup buah dan sayur mengurangi risiko penyakit kardiovaskular,
kanker perut, dan kanker kolorektal. Konsumsi makanan tinggi kalori seperti
makanan olahan yang tinggi lemak dan gula cenderung menyebabkan obesitas
dibandingkan makanan rendah kalori seperti buah dan sayuran.17,18 Jumlah garam
yang dikonsumsi merupakan faktor penentu penting dari tingkat tekanan darah dan
risiko kardiovaskuler secara keseluruhan. Diperkirakan bahwa mengurangi asupan
garam dari konsumsi rata-rata 9-12 gram per hari menjadi 5 gram per hari memiliki
dampak besar pada tekanan darah dan penyakit kardiovaskuler. Konsumsi makanan
tinggi lemak jenuh dan trans fatty acid terkait dengan penyakit jantung; minyak nabati
tak jenuh ganda dapat menjadi pengganti untuk menurunkan risiko penyakit.
3) Merokok
Efek berbahaya dari merokokterhadap kematian yang disebabkan oleh kanker,
penyakit kardiovaskuler, dan penyakit pernapasan kronis telah lama diketahui.Selain
itu, paparan asap rokok pada perokok pasif seperti ibu hamil, anak-anak, dan orang
dewasa yang tidak hamil di rumah maupun di tempattempat umum menyebabkan
hasil kelahiran yang merugikan, penyakit pernapasan pada masa kanak-kanak, dan
penyakit lainnya seperti yang diderita oleh perokok aktif. Setiap tahunnya, tembakau
menyumbang sekitar 6 juta kematian (termasuk perokok pasif) dan diproyeksikan
akan meningkat menjadi 8 juta pada tahun 2030. Selain pergeseran pola prevalensi
merokok, telah terjadi perubahan dalam jenis rokok yang tersedia, seperti rokok
rendah tar dan rokok elektrik. Namun, hasil tinjauan menyimpulkan bahwa selama
lima dekade desain rokok berkembang tidak mengurangi risiko penyakit di kalangan
perokok. Satusatunya tindakan yang efektif untuk mencegah bahaya merokok adalah
dengan pencegahan dan penghentian merokok.
6. Upaya pencegahan penyakit tidak menular
Langkah - Langkah kebijakan dan strategi Pencegahan Penyakit Tidak
Menular dalam mencapai target indikator adalah :
1) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat sehingga dapat
terhindar dari faktor risiko.
2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
melalui penguatan sumber daya , dan standardisasi pelayanan.
a. Pemeriksaan kesehatan standar penduduk usia 15-59 tahun(satu tahun sekali),
dilakukan di Pos Pembinaan Terpadu(Posbindu) PTM
b. Pemeriksaan kesehatan standar penduduk usia 60 tahun keatas, dilakukan di
Posbindu PTM.
3) Meningkatkan kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, dan pemangku
kepentingan terkait,
4) Menyelenggarakan Surveilans dengan mengintegrasikan dalam sistem surveilans
penyakit tidak menular diFasilitas Pelayanan Kesehatan dan masyarakat.
5) Meningkatkan advokasi kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dan pemangku
kepentingan terkait.

30
7. Upaya penanggulangan pemberantasan penyakit tidak menular
1) Pasal 4
 (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat bertanggung jawab
menyelenggarakan Penanggulangan PTM serta akibat yang ditimbulkannya.
 (2) Penyelenggaraan Penanggulangan PTM dilaksanakan melalui Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
2) Pasal 5
Dalam rangka Penanggulangan PTM, Menteri membentuk komite ahli
Penanggulangan PTM.
3) Pasal 6
 (1) Penyelenggaraan Penanggulangan PTM diprioritaskan pada jenis PTM yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat, dengan kriteria sebagai berikut:
a. tingginya angka kematian atau kecacatan;
b. tingginya angka kesakitan atau tingginya beban biaya pengobatan; dan
c. memiliki faktor risiko yang dapat diubah.
 (2) Jenis PTM yang dijadikan sebagai prioritas Penanggulangan PTM harus
mempertimbangkan pendapat dari komite ahli Penanggulangan PTM.
4) Pasal 7
 (1) Untuk terselenggaranya prioritas Penanggulangan PTM sPemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah harus menunjuk satuan kerja atau unit pengelola yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan penanggulangan secara terencana, terarah,
dan berkesinambungan.
 (2) Satuan kerja atau unit pengelola yang ditunjuk pada Pemerintah Pusat harus
menyusun:
a. rencana aksi atau peta jalan penanggulangan; dan
b. pedoman pelaksanaan kegiatan penanggulangan.
5) Pasal 8
 (1) Penyelenggaraan Penanggulangan PTM melalui Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) dilaksanakan dengan upaya pencegahan dan pengendalian.
 (2) Pencegahan dititikberatkan pada pengendalian faktor risiko PTM yang dapat
diubah.
 (3) Faktor risiko perilaku yang dapat diubah meliputi: a. merokok; b. kurang
aktifitas fisik; c. diet yang tidak sehat; d. konsumsi minuman beralkohol; dan e.
lingkungan yang tidak sehat.
 (4) Pencegahan dilaksanakan melalui kegiatan promosi kesehatan, deteksi dini
faktor risiko, dan perlindungan khusus.
 (5) Pengendalian dilaksanakan melalui kegiatan penemuan dini kasus dan tata
laksana dini. Penyelenggaraan Penanggulangan PTM melalui Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dilaksanakan dengan penanganan kasus.
6) Pasal 10

31
 (1) Penyelenggaraan Penanggulangan PTM dilakukan secara komprehensif dan
terintegrasi antara satuan kerja atau unit pengelola di tingkat pusat dan daerah.
 (2) Penyelenggaraan Penanggulangan PTM dilaksanakan dengan menerapkan
pendekatan tuntas, pendekatan pemerataan, dan pendekatan lainnya.
 (3) Dalam rangka pelaksanaan PTM secara komprehensif dan terintegrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat memberikan
dukungan sesuai kebutuhan daerah.
 (4) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat
 (3) dilakukan secara berjenjang sesuai dengan hasil musyawarah perencanaan
pembangunan daerah.
 (5) Untuk mendapatkan dukungan dari Pemerintah Pusat ,Pemerintah Daerah
melalui Kepala Dinas Kesehatan mengajukan surat permohonan sesuai
kebutuhan.
7) Pasal 11
 (1) Satuan kerja atau unit pengelola program Penanggulangan PTM pada
Pemerintah Daerah harus menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang
mengutamakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dengan mendayagunakan
puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
 (2) Selain mengutamakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) satuan kerja atau
unit pengelola program Penanggulangan PTM pada Pemerintah Daerah harus
memantau dan memastikan terselenggaranya Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai arah dan kebijakan nasional dan daerah.

8. Penanganan dan pengendalian penyakit tidak menular


a. Peningkatan surveilans epidemiologi faktor resiko dan penyakit;
b. Pelayanan kesehatan jiwa;
c. Pencegahan dan penanggulangan kejadian luar biasa/ wabah;
d. Peningkatan pengendalian dan promosi penurunan faktor risiko biologi
(khususnya darah tinggi, diabetes, obesitas), perilaku (khususnya konsumi buah
dan sayur, aktifitas fisik, merokok, alkohol) dan lingkungan;
e. Peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk pengendalian penyakit
f. Pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pengendalian
penyakit.

9. Peran perawat dalam mengatasi masalah penyakit menular dan penyakit tidak
menular
1) Perawat sebagai pendidik
Perawat memberi pengajaran mengenai pengetahuan dan keterampilan dasar seperti
hidup bersih dan sehat, jamban yang sesuai syarat , sanitasi yang baik ,konsumsi
makanan bergizi dan lain-lainnya.
2) Perawat sebagai advokat

32
Saat pasien bingung memutuskan tindakan perawat dibutuhkan memberikan
informasi lengkap bagi pasien dan berusaha menolak bila tindakan itu membahayakan
kondisi pasien dan melanggar hak-hak nya.
3) Perawat sebagai peneliti
Perawat melakukan riset bertanggungjawab melakukan penelitian ,menganalisa
data ,memecahkan masalah klinis dengan menerapkan prinsip dan metode penelitian.
4) Perawat sebagai konsultan
Perawat sebagai tempat konsultasi pasien dalam memberi informasi dukungan atau
memberi ajaran tentang pelayanan keperawatan yang akan diberikan.
5) Perawat sebagai pemberi keperawatan.
Perawat secara langsung terlibat dalam proses keperawatan tidak hanya secara fisik
saja tapi secara holistik.
6) Perawat sebagai pemasaran kesehatan / social marketer
Perawat mempromosikan kesehatan dan gaya hidup sehat , contohnya promosi cegah
malaria dengan 3M ke masyarakat.

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit menular ialah penyakit yang disebabkan oleh agen infeksi yang berasal dari
sumber perantara atau reservoir kemudian ditularkan atau di transmisikan kepada penjamu
(host) yang rentan Penyakit menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh penularan
dari suatu agen infeksi atau produk racunnya dari dari manusia/hewan yang terinfeksi ke
pejamu yang peka baik secara langsung ataupun tidak. Penyakit ini sangat berbahaya karena
angka kematian yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan kecacatan (Darmawan, 2016).
Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman melainkan
dikarenakan adanya masalah fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia
biasanya terjadi karena pola hidup yang kurang sehat seperti merokok, faktor genetik, cacat
fisik, penuaan atau usia, dan gangguan kejiwaan.
B. Saran
Dengan di susunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca. Disampin itu kami juga mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca sehingga kami  bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

34
DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, H. Manajemen Penyakit Lingkungan Berbasis Wilayah. Jurnal Manajemen Pelayanan


Kesehatan, 2008, 11.02.

Muttaqin,Arif dan Kumala Sari.(2010).Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Integumen.Jakarta: Salemba Medika.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang


Pedoman Penyelenggaran Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.

Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, penularan pencegahan dan pemberantasannya.Edisi


kedua.Jakarta: Penerbit Erlangga.

35

Anda mungkin juga menyukai