Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
Disusun Oleh :
A 2017 3
Kelompok 2
- Rima Eka Setiawati (1711113684)
- Retno Ayu Widiyastuti (1711113701)
- Cintya Elsa Regina (1711113705)
- Ranti Marisa (1711113708)
- Idzni Nelia Mustafa (1711113717)
- Syintya Eka Putri (1711113719)
- Wulan Dari (1711113724)
- Maidenni Fortuna (1711113732)
- Fitri Rabika Zariati Putri (1711113737)
- Ilham Muarif (1711113741)
- Fauziah Irwan (1711113748)
- Firliany Triamanda (1711113767)
- Dila Amelia (1711113770)
- Novita Sari Wijayanti (1711113771)
- Anggi Wahyudi Siregar (1711122683)

Dosen Pembimbing : Ns. Wasisto Utomo, M.Kep., Sp.KMB


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke kehadirat Allah SWT, karena
atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan


Medikal Bedah III dalam pertemuan tutorial dan diskusi mandiri yang hasil akhirnya
terjadwal sebagai pleno. Dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu
kelancaran penyusunan makalah ini.

Dalam makalah ini disajikan bahasan tentang Asuhan Keperawatan Stroke.


Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
baik dalam isi maupun sitematikanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan
memberikan manfaat khususnya bagi mahasiswa dan umumnya bagi pembaca.

Pekanbaru, 26 November 2019

Penulis

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan..................................................................................................1

A. Latar Belakang ............................................................................................1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................2
BAB II Pembahasan .................................................................................................3

A.
Tahap 1 ........................................................................................................3
B.
Tahap 2 ........................................................................................................3
C.
Tahap 3 ........................................................................................................4
D.
Tahap 4 ........................................................................................................6
E.
Tahap 5 ........................................................................................................6
F.
Tahap 6 ........................................................................................................7
G.
Tahap 7 .........................................................................................................7
1. Pengertian Stroke .............................................................................7
2. Epidemiologi Stroke.........................................................................7
3. Etiologi Stroke .................................................................................8
4. Faktor Resiko .................................................................................10
5. Patofisiologi Stroke .......................................................................12
6. Klasifikasi Stroke ...........................................................................15
7. Manifestasi klinis Stroke ................................................................16
8. Pemeriksaan penunjang Stroke ......................................................18
9. Penatalaksanaan pasien Stroke .......................................................21
10. Asuhan keperawatan pada pasien stroke ........................................23
BAB III Penutup ....................................................................................................30
A. Kesimpulan ...............................................................................................30
B. Saran ..........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat
ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat
stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain
itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa
darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis
berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus
beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan
memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat
akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak (Rico
dkk, 2008).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di Indonesia
meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis
tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok
usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin
lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%)
dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013,
prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala
stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara
(10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah
sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama
(Kemenkes, 2013).
Seseorang menderita stroke karena memiliki perilaku yang dapat meningkatkan
faktor risiko stroke. Gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan
tinggi lemak dan tinggi kolesterol, kurang aktivitas fisik, dan kurang olahraga,
meningkatkan risiko terkena penyakit stroke (Aulia dkk, 2008). Gaya hidup sering
menjadi penyebab berbagai penyakit yang menyerang usia produktif, karena
generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya

1
mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Selain
banyak mengkonsumsi kolesterol, mereka mengkonsumsi gula yang berlebihan
sehingga akan menimbulkan kegemukan yang berakibat terjadinya penumpukan
energi dalam tubuh (Dourman, 2013).
Penyakit stroke sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Dulu,
stroke hanya terjadi pada usia tua mulai 60 tahun, namun sekarang mulai usia 40
tahun seseorang sudah memiliki risiko stroke, meningkatnya penderita stroke usia
muda lebih disebabkan pola hidup, terutama pola makan tinggi kolesterol.
Berdasarkan pengamatan di berbagai rumah sakit, justru stroke di usia produktif
sering terjadi akibat kesibukan kerja yang menyebabkan seseorang jarang
olahraga, kurang tidur, dan stres berat yang juga jadi faktor penyebab (Dourman,
2013).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Stroke?
2. Bagaimana epidemiologi Stroke?
3. Apa etiologi Stroke ?
4. Apa saja faktor resiko yang menyebabkan stroke?
5. Bagaimana patofisiologi Stroke ?
6. Apa saja klasifikasi Stroke?
7. Bagaimana manifestasi klinis Stroke ?
8. Apa saja jenis pemeriksaan penunjang Stroke ?
9. Bagaimana penatalaksanaan pasien Stroke ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien stroke ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Stroke
2. Untuk mengetahui epidemiologi Stroke
3. Untuk mengetahui tiologi Stroke
4. Untuk mengetahui faktor resiko stroke.
5. Untuk mengetahui patofisiologi Stroke
6. Untuk mengetahui klasifikasi Stroke
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis Stroke
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Stroke
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien Stroke
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien stroke.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tahap 1
Menentukan terminologi
1. Hemiparesis Dekstra : Kondisi tubuh sebelah kanan yang mengalami
kelemahan
atau kelumpuhan
2. Post Prandial : Tes gula darah yang dilakukan setelah makan
3. Nervus Facialis : Saraf kranial ke-7 yang berperan besar dalam mengatur
ekspresi dan infra perasa dikulit wajah manusia.
4. Bicara Pelo : Kesalahan bicara, bicara tidak jelas.
5. Disarthria : Kelainan pada sistem saraf sehingga mempengaruhi
otot
yang berfungsi untuk berbicara
6. Neuroprotektif : Obat yang digunakan untuk melindungi sistem syaraf.
7. Manitol : Obat deuretik untuk menurunkan tekanan inrakranial.
8. Disfagia : kesulitan menelan makanan dan minuman.
9. Lapang Pandang : Luas lapang penglihatan seseorang dilihat dari2 mata
atau 1 mata.
10. Profil Lipid : Kandungan lemak dalam darah.
11. Koheren : Nyambung
12. Hemostatis : Mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan
yang
berlebihan
B. Tahap 2
Identifikasi masalah
1. Apakah ada hubungan hipertensi dan kadar kolesterol meningkat dengan
keadaan Tn. A sekarang ?
2. Apa jenis makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi Tn. A?
3. Apakah gangguan nervus facialis menyebabkan bicara pelo?
4. Apakah ada hubungan infark di lobus temporal-parietal kiri dengan hemiparesis
dekstra?
5. Kenapa hasil CT scan dan MRI didapatkan dilobus temporal-parietal kiri?
6. Apakah ada jenis pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan?
7. Bagaimana gambaran lobus temporal-parietalis kiri yang normal?
8. Mengapa diperlukan pemeriksaan darah lengkap dengan kondisi Tn. A saat ini?
9. Kenapa Tn. A diberikan Manitol 20% ?

3
10. Apa yang harus diperhatikan ketika memberi obatpada pasien ?
11. Mengapa harus memberikan obat secara hati-hati dan apa efeknya bila tidak
hati-hati?
12. Mengapa pasien diberikan obat pencegah pembekuan darah yang cepat?
13. Apa masalah keperawatan utama yang dapat diangkat?

C. Tahap 3
Analisis masalah
1. Ada hubungannya, karena Tn. A memiliki riwayat hipertensi ditambah dengan
peningkatan kadar kolesterol pada darah sehingga menyebabkan sirkulasi darah
ke otak menjadi terhambat dan adanya tekanan darah yang tinggi menyebabkan
tekanan darah diotak menjadi tinggi pula.
2. - Kacang-kacangan, oatmeal, alpukat (dapat menurunkan kolesterol), makanan
rendah lemak, tinggi serat (sayur-sayuran hijau), pisang, ikan mas & ikan nila,
buncis dan kacang panjang, menghindari makanan tinggi garam.
- Makanan pasien disfagia sebaiknya makanan halus
- Untuk gula darahnya yang tidak normal sebaiknya memakan makanan
rendah gula.
3. Nervus facialis merupakan kelumpuhan pada otot wajah. Karena infark
temporalis parietal kiri sedangkan bagian otak ini berfungsi mengatur tubuh
bagian kanan dan menyebabkan hemiparesis dekstra. Hal inilah yang mungkin
menyebabkan kelumpuhan pada bagian wajah sebelah kanan pula termasuk
bagian bibir dan lidah.
4. Gangguan pada lobus temporalis parietal kiri menyebabkan hemipharesis
dekstra dikarenakan bagian ini mengatur bagian tubuh sebelah kanan
5. Dikarenakan infark yang terdapat pada bagian lobus temporalis parietal kiri.
Karena pasien memiliki hipertensi dan kolesterol serta kadar GDS yang tidak
normal menyebabkan aliran darah yang cepat ditambah dengan gula darah
menyebabkan darah menjadi kental sehingga menyebabkan pembuluh darah
diotak rentan pecah. Pecahnya pembuluh darah diotak ini kemungkinan terjadi
di bagian temporalis parietal kiri dan menyebabkan gangguan tubuh sebelah
kanan.
6. Pemeriksaan gula darah perifer lengkap.
7. Gambaran normal, tidak ada infark serta hubungan hipertensi dan kolesterol
terhadap infark karena otak tidak dapat suplai oksigen akibat pecahnya
pembuluh darah.

4
8. untuk menentukan penanganan yang tepat. Sepperti pemeriksaan GDS yang
berfungsi melihat gula darah masih tinggi atau tidak, hemostatis yang melihat
kecepatan pembekuan darah, dan profil lipid untuk melihat kadar lemak dalam
darah.
9. Manitol diberikan dengan harapan TIK pasien dapat menurun.
10. Dengan menerapkan 10 prinsip benar pemberian obat yaitu Benar : Obat,
pasien, dosis, waktu, rute, dokumentasi, hak menolak, evaluasi, efek obat pada
makanan, reaksi obat dengan obat lain, benar pendidikan perihal medikasi
klien.
11. Bisa menimbulkan efek samping dan memperparah kondisi klien.
12. Karena pembekuan darah yang cepat dapat menghambat suplai oksigen keotak
terhambat dan menyebabkan gangguan organ lain. Karena pasien memiliki
riwayat hipertensi, gula darahyang tidak normal, kolesterol dapat
mengakibatkan pembuluh darah diotak rentan untuk pecah.
13. Gangguan perfusi jaringan perifer dan Gangguan perfusi jaringan serebral.

5
D. Tahap 4

Tn A

Masuk RS

Data Subtektif : Data Objektif: Pemeriksaan


1. Pusing 1. Hemipharesis Penunjang:
Dekstra
2. Disfagia 1. CT Scan
3. Disarthria 2. MRI
4. Gangguan 3. Pemeriksaan
Nervus Facialis darah Perifer
5. Bicara Pelo
6. Inkoheren
7. TD 160/90 Infark Lobus
mmHg Temporal Parietal Kiri
8. HR 80 x/menit
9. RR 24 x/menit
10. Suhu 380 C

Gangguan Vaskuler Otak

Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Terapi Farmakologis : Stroke
- Manitol 20%
- Obat neuroprotektif
- Anti kolesterol
- Pencegah pembekuan
darah.

E. Tema : Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke


F. Tahap 5

6
Learning objektif
1. Pengertian Stroke
2. Epidemiologi Stroke
3. Etiologi Stroke
4. Patofisiologi Stroke
5. Klasifikasi Stroke
6. Manifestasi klinis Stroke
7. Pemeriksaan penunjang Stroke
8. Penatalaksanaan pasien Stroke
9. Komplikasi Pasien Stroke
10. Asuhan keperawatan pada pasien stroke.

G. Tahap 6
Mandiri

H. Tahap 7
1. Definisi Stroke
a. Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan
daerah fokal pada daerah otak yang terganggu (WHO, 2012)
b. Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
c. Stroke juga bisa diartikan sebagai gejala–gejala defisit fungsi susunan saraf
yang diakibatkan penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya” (M.
Adib, 2009).
d. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak sering iniadalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun (Nanda nic noc 2015).
2. Epidemiologi Stroke
Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner
dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10
kematian disebabkan oleh stroke. Secara global, 15 juta orang terserang stroke
setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami kecacatan
permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan penyebab utama kecacatan
yang dapat dicegah (Ralph et all, 2013).

7
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperlihatkan bahwa
stroke merupakan penyebab kematian nomor satu pada pasien yang dirawat di
rumah sakit. Menurut Yayasan Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan
500.000 penduduk mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000
penduduk) meninggal, sisanya mengalami cacat ringan maupun berat. Di
Indonesia, kecenderungan prevalensi stroke per 1000 orang mencapai 12,1 dan
setiap 7 orang yang meninggal, 1 diantaranya terkena stroke (Depkes, 2013).
Menurut patofisiologinya, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan
stroke hemoragis. Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke
iskemik, dan kurang lebih 51% stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu
pembentukan bekuan darah dalam arteri serebral akibat proses aterosklerosis.
Trombosis dibedakan menjadi dua subkategori, yaitu trombosis pada arteri besar
(meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris), dan trombosis pada arteri
kecil. Tiga puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri besar, sedangkan 20%
stroke disebabkan trombosis cabang-cabang arteri kecil yang masuk ke dalam
korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran, medularis)
yang menyebabkan stroke trombosis tipe lakuner. Kurang lebih 32% stroke
disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang lepas dari
tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya sekitar 20% dari seluruh
kejadian stroke.

3. Etiologi Stroke
Sroke biasanya disebabkan oleh:
a. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebri. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk dalam 48 jam
setelah terjadinya thrombosis. Beberapa keadaaan di bawah ini dapat
menyebabkan thrombosis otak:
- Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
aterosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut; lumen arteri menyempit dan mengakibatkan
berkurangnya aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena

8
terjadi thrombosis, merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus) dan dinding arteri menjadi
lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
- Hiperkoagulasi pada Polisitema. Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas/hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
- Arteritis (radang pada arteri)
b. Emboli serebri
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menimbulkan emboli, yaitu:
- Katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark
miokardium, fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endokarditis oleh bakteri dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endokardium.
c. Hemoragik.
Perdarahan intracranial dan intraserebri meliputi perdarahan di dalam
ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat
terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga
terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab otak yang
paling umum terjadi:
- Aneurisma berry, biasanya defek congenital
- Aneurisma fusiformis dari arterosklerosis
- Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
- Malformasi asteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
- Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalam
dan degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia umum.
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
- Hipertensi yang parah

9
- Henti jantung paru
- Curah jantung turun akibat aritmia.
e. Hipoksia lokal.
Beberpaa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
- Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
- Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

4. Faktor Resiko Stroke


Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Usia : Berdasarkan hasilpenelitian, diketahui bahwa semakin tua usia,
semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya
proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya
pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya
plak (atherosklerosis).
- Jenis kelamin : Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki
cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari
pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.
- Herediter : Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang
dengan riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
- Ras/etnik : Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih
memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras
kulit hitam.
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
- Hipertensi (darah tinggi) : Orang yang mempunyai tekanan darah yang
tinggi memiliki peluang besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi
merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itusendiri. Hal
ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah
tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi)
sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan
suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara
terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.

10
- Penyakit jantung : Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung
koroner, infakmiokard (kematian otot jantung) juga merupakan factor
terbesar terjadinya stroke.Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran
darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengatur aliran darahnya
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami
gangguan termasuk aliran darah yang menuju keotak. Karena adanya
gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara
mendadak atau pun bertahap.
- Obesitas : ada penderita obesitas juga banyak ditemukan aterosklerosis,
yaitu kondisi dimana terjadi penyempitan dan pengerasan didalam
pembuluh darah arteri akibat pengendapan kolesterol dan zat lemak lainnya.
- Peningkatan hematokrit : Semakin tinggi persentase hematokrit berarti
konsentrasi darah semakin kental yang dapat berlanjut ke keadaan shok
hipovolemik (Sutedjo, 2009). Kadar hematokrit yang tinggi menyebabkan
meningkatnya viskositas darah sehingga berakibat turunnya aliran darah
dalam otak. Meskipun peningkatan viskositas darah tidak hanya disebabkan
oleh peningkatan hematokrit, namun bila kadar hematokrit melampaui 46%
maka viskositas darah akan meningkat dengan tajam. Peningkatan
viskositas darah yang terus-menerus ini akan menyebabkan tekanan aliran
darah ke otak yang mengakibatkan tekanan arteri naik sehingga jantung
harus berkontraksi lebih kuat untuk mengalirkan darah ke sel-sel otak dan
seluruh sel tubuh. Selain itu, viskositas darah yang meningkat juga akan
mengaktifkan sel pembeku darah. Sel-sel ini bisa menyebabkan
terbentuknya trombus dan emboli. Trombus yang terbentuk akan semakin
menutup pembuluh darah sehingga aliran darah ke otak bisa berkurang.
Trombus yang lepas menjadi emboli dan bisa menyangkut ke seluruh
pembuluh darah di tubuh, termasuk di arteri serebral. Inilah yang akan
menyebabkan terjadinya iskemik.
- Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke.Hal ini
terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih
kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa
darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
- Hiperkolesterolemia : Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana
kadar kolesterol didalam darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol
yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya
plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan
menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.

11
- Merokok : Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang
merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.
5. Patofisiologi Stroke
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin
terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik
yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1)
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya
perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas
darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular di
dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al, 2006).

12
Gambar 1. Sirkulus Willisi

Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack


(TIA) yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah
serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat
akibat iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan
dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA
mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien
(Harsono, 2009).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

a. Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.

13
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinik dengan cara:
- Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi alirandarah
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
- Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
- Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.

Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia


jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga
bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme
lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung
pada pembuluh darah yang tersumbat.
Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus,
maka area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami
infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar
zonanekrotiksentral,terdapat penumbra iskemik yangtetap viabel untuk
suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik
kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua
alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan
neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan
ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak.
Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat
beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al,
2001).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami
ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau
langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat
menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular
dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke
hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini

14
dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau
subarakhnoid.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling
sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan
ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam
jaringan otak. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak
menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara
progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis
di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna.
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan
dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan
di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang
subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama
cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung
oleh karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi
selaput otak (Price,2005).

6. Klasifikasi Stroke
Klasifikasi Stroke Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar
perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu :
A. Serangan Iskemik Sepintas (TIA)
a. Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan
menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
b. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) yaitu
perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana
deficit neurologisnya terus bertambah berat.
c. Stroke lengkap/completed yaitu gangguan neurologis maksimal sejak
awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit
neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian
membaik/menetap
Selain itu klasifikasi stroke juga dapat dibagi berdasarkan patologi
yaitu :
a. Stroke hemoragi

15
Stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul
iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,
b. Stroke non hemoragi
Stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.

Berdasarkan sindrom klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi otak,


maka stroke dapat dikelompokkan menjadi (Irfan, 2010) :
a. Total Anterior Circulation Syndromes (TACS)
b. Partial Anterior Circulation Syndromes (PACS)
c. Posterior Circulation Syndromes (POCS)
d. Lacunar Syndromes (LACS)

Stroke iskemik dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :


a. Stroke trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang
menyebabkan penggumpulan.
b. Stroke embolik : Tertutupnya pembuluh darah arteri oleh bekuan
darah.
c. Hipoperfution sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

7. Manifestasi Klinis Stroke


Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke.Gejala klinis pada stroke
hemoragik, berupa:
a. Defisit neurologis mendada`
b. Kadang-kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun,
d. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.

Gejala klinis pada stroke akut berupa:


a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak,
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),
c. Perubahan mendadak pada status mental (kesadaran menurun),
d. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,
e. Gangguan penglihatan,

16
f. Gangguan daya ingat,
g. Bicara pelo atau cadel,
h. Mual dan muntah,
i. Nyeri kepala hebat,
j. Vertigo,
k. Gangguan fungsi otak.

Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi


(pembuluh darah mana yang tersumbat) ukuran area yang perfusinya tidak adekuat
dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena
fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya (Muttaqin, 2008).

a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)


Hemiparese (kelemahan) atau hemiplegia dari satu bagian dari tubuh
bisa terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh
stroke arteri serebral anterior atau medis sehingga mengakibatkan infark pada
bagian otak yang mengontrol gerakan sarafmotorik dari kortek bagian depan.
Hemiplegia menyeluruh bisa terjadi pada setengah bagian dari wajah dan lidah,
juga pada lengan dan tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama. infark yang
terjadi pada bagiang otak kanan akan menyebabkan kelemahan pada bagian kiri
(sinistra) dan begitupun sebaliknya. Hemiparesis atau hemiplegia biasanya
sering disertai tanda gejala seperti kehilangan sensori sebagian, apraksia,
agnosia dan afasia.
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “ Bell ‘s Palsy”.
Bell’s palsy adalah bentuk kelumpuhan wajah sementara akibat
kerusakan atau trauma pada salah satu saraf wajah. Bell’s palsy merupakan
penyebab paling sering dari kelumpuhan wajah. Umumnya, Bell’s palsy hanya
mempengaruhi salah satu saraf wajah yang berpasangan sehingga dan sehingga
yang lumpuh satu sisi wajah, namun, dalam kasus yang jari terjadi, hal itu dapat
mempengaruhi kedua belah saraf ,sehingga wajah menjadi lumpuh kanan – kiri.
c. Tonus otot lemah atau kaku.
Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke arteri
serebral anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak
yang mengontrol gerakan saraf motorik dari kortek bagian depan. Sehingga
menyebabkan kelemahan pada ekstremitas, ataupun wajah.
d. Menurun atau hilangnya rasa.
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”.

17
Merupakan kehilangan penglihatan pada setengah bagian yang sama
dari lapang pandang dari setiap mata. Jadi, klien hanya bisa melihat setengah
dari penglihatan normal.
f. Gangguan bahasa
(Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disafhasia:
bicara defeksif/kehilangan bicara). Afasia adalah penurunan kemampuan
berkomunikasi. Afasia melibatkan seluruh aspek dari komunikasi termasuk
berbicara, membaca, menulis, dan memahami pembicaraan. Pusat primer
bahasa biasanya terletak di bagian kiri dan dipengaruhi oleh stroke di bagian
kiri tengah arteri serebral. Sedangkan disatria merupakan kondisi artikulasi
yang diucapkan tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Klien dengan disatria dapat memahami bahasa yang diucapkan seseorang tetapi
mengalami kesulitan dalam menghafalkan kata dan tidak jelas dalam
pengucapannya.
g. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual yaitu klien tidak mampu
melihat suatu benda seutuhnya dan hanya telihat setengah dari suatu benda
tersebut, dan kehilangan sensori yaitu karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh.
h. Gangguan status mental
Gangguan ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan
pasien ini mengahadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi. Gangguan
pada status mental ini juga umum tejadi dan dimanifestasikan oleh labilitas
emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada penyakit stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang

18
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis
sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.

Pemeriksaan syaraf kranial menurut (Judha, 2011)

a. Olfaktorusius ( N.I ) : untuk menguji saraf ini digunakan bahanbahan


yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempa-
rempah. Letakkan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara
lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya.
Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai tercium baunya
bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang
diciumnya. Hasil pemeriksaan normal mampu membedakan zat aromatis
lemah.
b. Optikus ( N.II ) : Ada enam pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu
penglihatan sentral, kartu snellen, penglihatan perifer, refleks pupil,
fundus kopi dan tes warna. Untuk penglihatan sentral dengan
menggabungkan antara jari tangan, pandangan mata dan gerakan tangan.
Kartu snellen kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan
tabel, jika ruangan tidak cukup luas bisa diakali dengan cermin.
Penglihatan perifer dengan objek yang digunakan ( 2 jari pemeriksa /
ballpoint ) digerakan mulai dari lapang pandangan kanan dan ke kiri, atas
dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang
diperiksa harus menatap lurus dan tidak menoleh ke objek tersebut.
Reflek pupil dengan menggunakan penlight, arahkan sinar-sinar tersebut
dari sampinng ( sehingga pasien memfokus pada cahaya dan tidak
berakomodasi ) ke arah satu pupil untuk melihat reaksinya. Fundus kopi
dengan menggunakan alat oftakmoskop, mengikuti perjalanan vena
retinalis yang besar ke arah diskus, dan tes warna dengan menggunakan

19
buku Ishi Hara’s Test untuk melihat kelemahan seseorang dalam melihat
warna.
c. Akulomotoris ( N.III ) : Meliputi gerakan ptosis, pupil dengan gerakan
bola mata. Mengangkat kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, dan
sebagian besar gerakan ekstra okular.
d. Troklearis ( N.IV ) : Melipuuti gerakan mata ke bawah dan ke dalam,
stbimus konvergen dan diplopia.
e. Trigeminus ( N.V ) : Mempunyai tiga bagian sensori yang mengontrol
sensori pada wajah dan kornea serta bagian motorik mengontrol otot
mengunyah.
f. Fasialis ( N.VI ) : Pemeriksaan dilakukan saat pasien diam dan atas
perintah ( tes kekuatan otot ) saat pasien diam diperhatikan asimetri
wajah, mengontrol ekspresi dan simetris wajah.
g. Vestibul kokhlearis ( N.VII ) : Pengujian dengan gesekan jari, detik arloji
dan audiogram. Mengontrol peendengaran dan keseimbangan.
h. Glasofaringeus ( N.VIII ) : Dengan menyentuh dengan lembut. Setuhan
bagian belakang faring pada setiap sisi engan scapula. Refleks menelan
dan muntah.
i. Vagus ( N.IX dan X ) : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
j. Aksesorus ( N.XI ) : Pemeriksaan dengan cara meminta pasien
mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot dan menekan ke
bawah kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan
tahanan ( tahap pemeriksa ). Mengontrol pergerakan kepala bahu.
k. Hipoglosus ( N.XII ) : Pemeriksaan dengan inspeksi dalam keadaan diam
di dasar mulut, tentukan adanya artrofi dan fasikulasi. Mengontrol gerak
lidah.
- Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah rutin


b. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg di dalam serum
c. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri

20
9. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Medis
a. Tindakan farmakologi
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002)
meliputi:
- Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3sampai 5 hari setelah infark serebral.
- Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. Antikoagulan: untuk
mengurangi pembentukan bekuan darah dan mengurangi emboli,
misalnya Heparin, Warfarinagen trombolitik: diterapkan pada infark
serebral yang telah terjadi tidak lebih dari beberapa jam sebelumnya,
misalnya rTPA
- Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi. Obat anti-trombosit: untuk
mencegah pembentukan gumpalan darah, misalnya Aspirin
- Untuk pasien yang menderita edema serebral (pembengkakan jaringan
otak) yang disebabkan oleh stroke berat, dokter mungkin meresepkan
obat-obatan seperti Manitol dan Gliserol untuk menurunkan tekanan
intrakranial
- Obat-obatan tertentu dalam uji klinis bisa melindungi sel-sel otak dari
kematian dalam jumlah yang besar, namun saat ini belum ada obat
dalam tahapan uji klinis yang terbukti efektif.
b. Tindakan bedah
Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan pengobatan
pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki aliran darah serebri
contohnya endosterektomi karotis (membentuk kembali arteri karotis),
revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma (Muttaqin, 2008). Prosedur carotid endarterectomy/
endosterektomi karotis pada semua pasien harus dilakukan segera ketika
kondisi pasien stabil dan sesuai untuk dilakukannya proses pembedahan.
Waktu ideal dilakukan tindakan pembedahan ini yaitu dalam waktu dua
minggu dari kejadian (Scottich Intercollegiate Guidelines Network, 2008).
Tindakan bedah lainnya yaitu decompressive surgery. Tindakan ini
dilakukan untuk menghilangkan haematoma dan meringankan atau
menurunkan tekanan intra kranial. Tindakan ini menunjukkan peningkatan
hasil pada beberapa kasus, terutama untuk stroke pada lokasi tertentu

21
(contohnya cerebellum) dan atau pada pasien stroke yang lebih muda (< 60
tahun) (National Medicines Information Centre, 2011).
c. Pengobatan Terpadu di Unit Stroke Akut
Suatu tim medis yang terdiri dari sejumlah ahli kesehatan profesional
yang memberikan perawatan terhadap stroke akut, perawatan rehabilitasi,
terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, layanan kerja sosial medis, dan
layanan psikologi klinis, dll, untuk mencegah komplikasi dan
mempersiapkan pasien untuk menerima perawatan rehabilitasi setelah
kondisi pasien stabil.
d. Perawatan dalam tahapan rehabilitatif
Tujuan dari perawatan rehabilitasi adalah untuk memastikan pemulihan
terbaidari fungsi aktivitas hidup pasien sehari-hari. Meskipun tidak semua
fungsi fisik bisadipulihkan sepenuhnya, tujuan "adaptasi diri" bisa dicapai.
Sangat penting untuk memulai pelatihan rehabilitasi sesegera mungkin.
Sebuah tim ahli kesehatan profesional multi-bidang bertanggung jawab
terhadap perawatan rehabilitasi. Tim akan menilai fungsi fisik dan
psikologis pasien, perawatan rehabilitasi yang diperlukan, dan kemampuan
perawatan dari perawat. Hal yang paling penting dari semuanya adalah
bahwa pasien stroke dan anggota keluarganya harus berpartisipasi secara
aktif dalam perawatan tersebut.
Dalam perawatan rehabilitasi, perawat memainkan peran penting dalam
memberikan dukungan 24 jam kepada pasien stroke dan anggota keluarga
mereka. Mereka membantu pasien mempertahankan fungsi fisik dan
psikologis mereka, meningkatkan kemampuan hidup mandiri, dan
mencegah komplikasi yang disebabkan oleh hilangnya kemampuan
tersebut. Mereka juga akan memberikan perawatan profesional yang
berkaitan dengan masalah umum yang dihadapi pasien stroke, seperti
masalah psikologis yang melibatkan kecemasan dan perasaan tidak
berdaya, atau masalah fisik seperti kesulitan menelan, kesulitan dalam
komunikasi, inkontinensia urin, konstipasi, dan rasa sakit akibat tekanan,
dll.
Fisioterapi akan membantu pasien stroke mengembalikan fungsi fisik
mereka dalam berbagai aspek, mengajarkan perawatan yang benar kepada
pasien dan anggota keluarganya, dan melatih serta mencegah komplikasi
agar pasien bisa mendapatkan kemampuan mandiri terbaiknya.
Terapi okupasi, melalui program terapi yang berbeda, memungkinkan
pasien stroke untuk mendapatkan kemampuan mandiri terbaiknya dalam

22
berbagai aspek, seperti perawatan diri, perawatan rumah tangga,
keterampilan kejuruan, dan rekreasi.
Terapi wicara akan membantu pasien stroke meningkatkan kemampuan
menelan, berkomunikasi, dan ekspresi verbal mereka. Jika pasien memiliki
masalah psikologis dan/atau emosional, psikolog klinis bisa memberikan
bantuan yang diperlukan. Para pekerja sosial medis bisa membantu pasien
stroke dan anggota keluarganya dengan memerhatikan kebutuhan mereka
yang berkaitan dengan bantuan keuangan, perumahan, bantuan pekerjaan
rumah tangga, pengaturan kerja, dan layanan perumahan.

B. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan
kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak
digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.
b. Pemberian oksigen melalui nasal kanul. Jangan memberikan apapun
melalui mulut.
c. Pemeriksaan EKG
d. Pemeriksaan rontgen toraks.
e. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia
darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin
Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)

10. Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
- Airway
Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala
hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing maupun
sebagai akibat strokenya sendiri.

- Breathing
Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan
di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran
napas.

- Circulation

23
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung
dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya trombus,
atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara cepat. Gangguan
jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan tetapi juga bisa
merupakan komplikasi dari stroke tersebut.
b. Pengkajian Sekunder
1. Wawancara (Brunner dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144)
a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register,
diagnosa medis.
b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang: Identifikasi faktor penyebab, Kaji saat
mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas,
Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan
stroke karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya
berkembang secara bertahap kemungkinan stoke trombosis,
Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang
pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai
membaik setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala
hilang kurang dari 24 jam kemungkinan TIA, Observasi selama
proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran, itelektual
dan memory, kesulitan bicara dan mendengar, Adanya kesulitan
dalam sensorik, motorik, dan visual.
d. Riwayat penyakit dahulu: Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala,
hipertensi, cardiac desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala,
gaya hidup kurang olahraga, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator dan obat-obat adiktif
e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan:

24
1) Pola kebiasaan. Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol.
2) Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan
menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut.
3) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan
pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
5) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami
kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot,
6) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan
dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya,
tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
8) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien
mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
9) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan
gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
10) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang
melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sis tubuh.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemati atau riwayat
operasi.

25
b. Mata
Penglihatan mengalami kekaburan akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus
III),gangguan dalam memutar mata (nervus IV), dan gangguan
menggerakkan bola mata kelateral (nervus V).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfaktorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus,
adanya kesulitas dalam menean.
e. Dada
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan
Perkusi : Nyeri tidak ada
Auskultasi : Nafas ceat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan
II murmur dan gallop.
f. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
Auskultasi : Bising usus agak lemah
Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tdak ada.
g. B1 ( Bright / pernafasan)
Perlu dikaji adanya :
• Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan
kehilangan reflex batuk
• Adanya tanda-tanda lidah jatuh ke belakang
• Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor
• Catat jumlah dan irama nafas
h. B2 ( Blood / sirkulasi)
Deteksi adanya : tana-tanda peningkatan TIk yaitu peningkatan tekanan
darah diserati dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
i. B3 ( Brain / Persyarafan)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat, periksa adanya pupil, unilateral,
observasi tingkat kesadaran.
Pengkajian saraf kranial
• Saraf I : biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman

26
• Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial)sering terlihat pada klien dengan hemiplagia
kiri. Klien mungkin tidak dapat mrmakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian dengan
tubuh
• Saraf III, IV dan IV : jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unulateral di sisi yang sakit.
• Saraf V : pada beberapa keadaan stroke menyebabkan keadaan
palisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot ptrigoideus internus
dan eksternus.
• Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris dan otot wajah tertarik ke sisi yang sehat.
• Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli kondiktif dan tuli
konduksi.
• Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
• Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapeziuz.
• Saraf XII : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

Pengkajian saraf motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengkibatkan


kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motoriK. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerisaka pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak.

• Inspeksi umum : di dapatkan hemiplegia (paralisis pada salah


satu sisi) jarena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
• Fasikulasi : didapatkan pada otot-otot ekstremitas
• Tonus otot : didapatkan meningkat

27
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan
hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot
dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1. Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2. Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada
gerakan pada sendi.
3. Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi.
4. Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak
dapat melawan tekanan pemeriksaan.
5. Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
tetapi kekuatanya berkurang.
6. Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
dengan kekuatan penuh
j. B4 ( Bladder / Perkemihan)
Tanda-tanda inkontinensia uri
k. B5 ( Bowel / Pencernaan )
Tanda-tanda inkontinensia alfi
l. B6 ( Bone : Tulang dan Integumen )
2. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan perfusi jaringan serebal berhubungan dengan interupsi perdarahan,
hemoragic Untuk mengangkat diagnosa tersebut harus terdapat batasan
karakteristik (Wilkinson&Ahern, 2015) yaitu :
a. Perubahan status mental
b. Perubahan respon motorik
c. Perubahan reaksi pupil
d. Kelemahan pada ekstremitas
- Hambatan mobiltas fisik berhubungan dengan kelemahan otot. Untuk
mengangkat diagnosa tersebut harus terdapat batasan karakteristik
(Wilkinson&Ahern, 2015) yaitu :
a. Dispnea setelah beraktifitas
b. Kesulitan dalam membolak balikan posisi
c. Keterbatsan rentang gerak
d. Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik halus/kasar.
e. Gerakan lambat

28
- Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler Untuk
mengangkat diagnosa tersebut harus terdapat batasan karakteristik
(Wilkinson&Ahern, 2015) yaitu :
a. Ketidakmampuan memakai baju sendiri
b. Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat
c. Ketidakmampuan untuk makan dan minum secara mandiri

d. Ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat
modern saat ini. Stroke berdasarkan patologinya dibedakan menjadi dua
yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik. Etiologi terjadinya stroke dapat

29
disebabkan oleh beberapa hal yang terbagi menjadi factor yang dapat
dihindari dan factor yang tidak dapat dihindari. Penyebab stroke yang dapat
dihindari misalnya hipeetensi dan kolesterol yang dapat dicegah dengan
menggunakan pola hidup sehat. Sedangkat penyebab yang tidak dapat
diubah misalnya factor genetic.
B. Saran
Untuk kedepannya diharapkan tenaga kesehatan lebih berperan aktif
untuk memberikan Pendidikan kesehatan mengenai stroke sebagai upaya
preventif untuk mengurangi penderita stroke yang semakin bertambah yang
disebabkan oleh ketidaktahuan, ketidakmauan, dan ketidakmampuan dari
masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

AY, Sutedjo. 2009. Buku Saku, Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books.

Bare & Smeltzer. 2002. Buku Ajar Kepeawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
(Alih Bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 Vol.3. Jakarta : EGC

30
Doenges, M. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Cetakan Ketujuh. Yogyakarta : Gadjah


Mada Uniersity Press

Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. NANDA

Price & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4.
Jakarta : EGC

31

Anda mungkin juga menyukai