Nim : 11727201891
Mata Kuliah : Tindak Pidana Korupsi
Dosen : Firdaus, S.H., M.H.
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME I
Bab I
TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENEGAKAN HUKUM
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME II
Bab II
PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI
B. Korupsi
1. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio “penyuapan” dan
corruptore “merusak. Secara harfiah korupsi dapat diartikan dalam
beberapa bentuk, yaitu:
- Dalam Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris
korupsi artinya adalah kejahatan, kebusukan, dapatdisuap, tidak
bermoral,kebejatan, dan ketidakjujuran.
- Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Korupsi adalah perbuatan
yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya.
- Korup (busuk; suka menerima uang sogok; memakai kekuasaan
untuk kepentingandiri sendiri), korupsi (perbuatan busuk seperti
penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya), dan
koruptor (orang yang korupsi).
Dilihat secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan
merusak. Selain itu jika diartikan secara harfiah korupsi dapat diartikan
sangat luas dapat berupa penyelewengan, penggelapan, busuk, rusak,
menggunakan barang dll.
Menurut Subektidan Tjitrosoedibjo di dalam Kamus Hukum yang
dimaksud curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; tindak pidana
yang merugikan keuangan negara.
2. Sifat korusi
- Korupsi yang bermotif terselubung
- Korupsi yang bermotif ganda.
3. Ciri-ciri korupsi
Ciri-ciri korupsi dijelaskan oleh Shed Husein Alatas dalam buku
Sosiologi Korupsi adalah sebagai berikut:
- Korupsi melibatkan lebih dari satu orang.
- Korupsi dilakukan secara rahasia.
- Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
- Mereka yang memperaktekkan korupsi biasanya berusaha untuk
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik kebenaran
hukum.
- Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas.
- Setiap perbuatan korupsi mengamdung penipuan.
- Korupsi adalahbentuk penghianatan kepercayaan.
- Sudarto
Menjelaskan bahwa unsur-unsur tindak pidana korupsi terbagi menjadi 3
yaitu:
1. melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau badan
2. perbuatan itu melawan hukum
3. perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan
negara dan perekonomian negara.
- Slamet Wahyudi
Para mantan DPRD yang bersetatus sebagai tersangka dapat diancam
dengan tuntutan ganda sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001
tentang Tindak Pidana Korupsi.
Apabila dalam waktu yang ditentukan terdakwa tidak mengembalikan
uang korupsi maka akan mendapat tuntutan ganda dan sanksi penjara dari
jaksa penuntut umum. Dan terdakwa dapat terkena tiga tuntutan yaitu:
tuntutan pidana pelanggaran pasal, membayar uang ganti apabila sampai
persidangan belum dikembalikan secara lunas, dan pidana kurungan
apabila tidak dapat membayar denda.
- Alatas
Menurut Alatas ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1. Korupsi sering melibatkan banyak orang
2. Bersifat rahasia
3. Melibatkan elemen wajib dan keuntungan timbal balik
4. Koruptor berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di
balik pembenaran hukum
5. Para koruptor menginginkan keputusan yang tegas dan mampu
mempengaruhi keputusan itu
6. Korupsi mengandung penipuan pada publik dan masyarakat umum
7. Korupsi adalah bentuk penghianatan
8. Prilaku korupsi melibatkan fngsi ganda yang kontradiktif
9. Korupsi melanggar norma dan tanggungjawab.
- Selo Soemardjan
KKN merupakan satu kesatuan karena melanggar kaidah kejujuran
dan norma hukum. faktor-faktor yang mendukung KKN adalah
desintegrasi sosial, fokus budaya yang bergeser, pembangunan
ekonomiyang menjadi panglima pembangunan, penyalahgunaan
kekuasaan negara, paternalisme korupsi tingkat tinggi menyebar dalam
masyarakat, dan pranata-pranata sosial kontrol tidak efektif lagi.
- J. Soewartojo
Ada beberapa bentuk dan jenis korupsi, yaitu: pungutan liar
jenistindak pidana (korupsi uang pidana), pungutan liar jenis pidana yang
sulit dibuktikan (komisi tender proyek), pungutan liar jenis pungutan
tidak sah yang dilakukan oleh pemda, penyuapan, pemerasan, pencurian
dan nepotisme.
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME III
Bab III
PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Umum
Istilah korupsi secara yuridispada tahun 1957 dengan adanya Peraturan
PenguasaanMiliter yang berlaku dikekuasaan Angkatan Darat (Peraturan
Militer Nomor PRT/PM/06/1957). Ada beberapa peraturan yang mengatur
mengenai tindak pidana korupsi yaitu:
1. Masa Peraturan Penguasa Militer
- Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957
- Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/08/1957
- Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/011/1957
- Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor
PRT/PEPERPU/031/1958 dan peraturan pelaksananya
- Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut Nomor
PRT/z.1/I/7/1958. PRT/z.1/I/7/1958.
2. Masa Undang-Undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan,
Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi perubahan atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1961.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 (LNRI 1971-19; TNLRI 2958)
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (LNRI 1999-40; TNLRI 387)
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (LNRI 2001-134; TNLRI 4150).
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME IV
Bab IV
WEWENANG JAKSA DAN POLRI SERTA PERANANNYA
A. Pengertian Kejaksaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia pada Pasal 1 butir 1 Jaksa adalah pejabat fungsional yang
diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untukbertindak sebagai penuntut
umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum serta wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
Di dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
disebutkan bahwa:
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini
untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-
Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.
D. Kewenangan Polri
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, di dalam Pasal 14huruf g ditegaskan “Kepolisian Negara
Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan
terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan lainnya.”
Wewenang kepolisian dalam proses pidana (Pasal 16):
Huruf a :melakukan penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan;
Huruf b :melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
Huruf c :membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan;
Huruf d :menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan dan
memeriksa tanda pengenal diri;
Huruf e : melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
Huruf f : memanggil orang yang didengar dan diperiksa sebagai
tersangka /saksi;
Huruf g : mendatangkang seorang ahli yang dibutuhkan;
Huruf h : mengadakan penghentian penyidikan;
Huruf i : menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
Huruf j : mengajukan permintaan secara langsung ke imigrasi berwenang di
tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah orang yang disangka untumelakukan
tindak pidana;
Huruf k : memberi etunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik PNS
dan menerima penyidik PNS untuk diserahkan ke penuntut umum;
Huruf l : mengadakan tindakan lain menuruthukum yang bertanggung
jawab.
Nama : Hepy Sriwahyuni
Nim : 11727201891
Mata Kuliah : Tindak Pidana Korupsi
Dosen : Firdaus, S.H., M.H.
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME V
Bab V
MEKANISME PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Pemeriksaan Pendahuluan
Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan yang mempersiapkan
hasil-hasil intervensi yang dibuat secara tertulis dari pihak tersangka, dalam
tahapan pendahuluaan digunakan untuk mengumpulkanbahan-bahan yang
menjadi barang bukti atau alat-alat bukti dalam suatu rangkaian berkas
perkara, dan kelengkapan dalam pemeriksaan lainnya yang mendasari suatu
perkara dapat diajukan ke pengadilan.
1. Penahanan
Penahanan diartikan sebagai penempatan tersangka atau terdakwa di
tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini
(Pasal 1 butir 21 KUHAP).
2. Jenis Penahanan
Sesuai Pasal 22 KUHAP jenis-jenis penahanan terbagiatas 3 yaitu:
- Penahanan rumah tahanan negara.
- Penahanan rumah (yang dilakukan di rumah tersangka atau terdakwa
dengan adanya pengawasan, penahanan dilakukan 1/3 dari jumlah
lamanya penahanan.
3. Penahanan Rumah dan Kota
Penahanan rumah tahanan negara (rutan) adalah penamaan jenis
penahanan yang di dasarkan pada tempat pelaksanaan penahanan
dilakukan serta ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi penahanan
rutan.
Perbedaan jenis-jenis penahanan sesuai dengan Pasal 22 ayat (1)
KUHAP dapat ditentukandari pidana yang dijatuhkan untuk menentukan
cara pengurangannya. Sedangkan dalam Pasal 22 ayat (4) menjelaskan
bahwa penangkapan dan penahanan (rutan) dikurangkan sepenuhnya dari
pidana yang dijatuhkan, dan pada ayat (5) menyatakan bahwa penahanan
rumah dikurangkan 1/3 sedangkan tahanan rutan 1/5.
Jangka waktu penahanan diatur dalam Pasal 24- Pasal 29 KUHAP
yaitu:
- Penyidik selama 20 hari, jika diperlukandapat diperpanjang paling
lama 40 hari (Pasal 24 ayat (1), (2) KUHAP)
- Penuntut umum 20hari, bila diperlukan dapat diperpanjang oleh
Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 hari (Pasal 25 ayat (1),(2)
KUHAP)
- Hakim yang mengadili perkara selama 30 hari, dapat diperpanjang
paling lama 60 hari (Pasal 26 ayat (1), (2))
- Hakim mengadili perkara di tingkat banding selama 30 hari, dapat
diperpanjang 60 hari (Pasal 27 ayat (1), (2))
- Mahkamah Agung mengadili perkara tingkat kasasi selama 50 hari,
dapat diperpanjang 60 hari (Pasal 28ayat (1), (2))
- Diluar ketentuan penahanan dan perpanjang penahanan (Pasal 24-
Pasal 28, dapat dilakukan dengan alasan: tersangka atau terdakwa
yang menderita gugatan fisik/ mental yang berat dan dibuktikan
dengan adanya surat dokter, dan karena perkara yang diperiksa
diancam dengan pidana penjara 9 tahun (Pasal 29).
4. Jangka Waktu Penahanan dan Hak Tersangka atau Terdakwa
Jangka waktu penahanan adalah sebagai berikut:
- Perintaha penahanan oleh penyidik paling lama 20 hari, dapat
diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 40 hari. Dan
setelahwaktu 60 hari penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka
dari tahanan demi hukum.
- Perintahpenahan oleh penuntut umum hanya berlaku selama 20 hari,
dapat di perpanjang paling lama 30 hari, dan dalam waktu 50 hari
penuntut umum harus mengeluarkan tersangka dari tahanan demi
hukum.
- Hakim Pengadilan Negeri mengadili perkara dalam waktu 30 hari
dan dapat diperpanjang selama 60 hari, dalam waktu 90 hari harus
dikeluarkan terdakwa meskipun belum putusnya putusan.
- Hakim Pengadilan Tinggi yang mengadili perkara banding dalam
waktu 30 hari dan dapat diperpanjang dalam waktu 60 hari, dan
dalam waktu 90hari terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi
hukum meskipun perkara belum putus.
- Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara kasasi dalam
waktu 50 hari dan dapat diperpanjang dalam waktu 60hari, sehingga
dalam waktu 110 hari terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi
hukum walaupun putusan belum diputus.
B. Penuntutan
Sesuai yang telah ditentukan dalam Pasal 1 butir7 KUHAP, penuntutan
adalah tindakan umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan
negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang ditur dalam undang-
undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
Menurut Pasal 1 butir 6 KUHAP berbunyi
a. Jaksa adlah pejabat yang diberi wewenang melakukan penuntutan serta
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah diperoleh kekuatan hukum
tetap.
b. Penuntut umum adalah jaksa yang telas diberi wewenang untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
C. Pemeriksaan Akhir
1. Pembacaan Surat Dakwaan
Sesuai Pasal 155 KUHAP, pada persidangan pertama yang dilakukan,
setelah prosedur awal berjalan seperti yang telah ditentukan sampai pada
saat hakim mempersilahkan kepada jaksa untuk membacakan dakwaan,
kemudian hakimmenyimpulkannya agar terdakwa memahami atas apa
yang dituntutan.
Surat dakwaan berisi identitas tersangka, uraianm,engenai tindak
pidana yang didakwaan kepada tersangka dengan menyebutkan waktu
dan tempat tindak pidana dilakukan. Dan lain sebagainya.
2. Eksepsi
Sesuai Pasal 156 KUHAP setelah mendengarkan dakwaan, jika
terdakwa dan penasehat hukumnya merasa keberatan maka dapat
mengajukan eksepsi, eksepsi diajukan sebelum pengadilan memeriksa
pokok perkara, jadi diajukan sebelum sidang pertama.
3. Pemeriksaan Saksi dan Saksi Ahli
Pemeriksaan saksi dan atau saksi ahli adalah untuk meneliti apakah
saksi yang dipanggil sudah di persidangan, saksi diperiksa secara
bergantian. Dan dalam pemeriksaan ada dua saksi yaitu saksi de charge
dan saksi a de charge.
4. Keterangan Terdakwa
Keterangan yang didapatkan dari terdakwa.
5. Pembuktian
Pembuktian meliputi barang bukti yaitu barang yang digunakan
terdakwa dalam melakukan sutu tindak pidana atau hasil dari sutu tindak
pidana. Alat bukti terbagi atas lima yaitu: keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, hal ini sesuai dengan
Pasal 184 KUHAP.
6. Requisitoir atau Tuntutan Pidana
Sesuai Pasal 187 huruf a KUHAP. Apabila menurut pertimbangan
majelis hakim pemeriksaan atas terdakwa dan saksi telah cukup penuntut
umum dipersilahkan mengajukan tuntutan pidana.
7. Pledoi
Setelah menyampaikan tuntutan, hakim ketua sidang memberi
kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukunya untuk
menyampaikan pembelaan (pledoi), yang isinya pendahuluan, isi
dakwaan, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, teori hukum,
kesimpulan, permohonan dan penutup.
8. Replik-Duplik
Atas peldoi penuntut umu dapat memberikan jawabannya atau yang
dapat disebut dengan replik, kemudian terdakwa diberikan kesempatan
baikia atau penasehat hukumnya untuk menyampaikan pembelaan atas
replik yang diajukan, dan jawaban atas replik itu biasa disebut dengan
duplik.
9. Kesimpulan
Setelah rangkaian persidangan dari pembacaan dakwaan sampai
dengan duplik maka diambil kesimpulan. Kesimpulan dapat menjadi
ajuan hakim untuk memutuskan sebuah perkara.
10. Putusan Pengadilan
Sesuai dengan Pasal 191 ayat (1), (2) danPasal 193 ayat (1) putusan
dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
- Putusan bebas;
- Putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
- Pemindanaan.
Nama : Hepy Sriwahyuni
Nim : 11727201891
Mata Kuliah : Tindak Pidana Korupsi
Dosen : Firdaus, S.H., M.H.
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME VI
Bab VI
PUTUSAN HAKIM
C. Teori Pemindanaan
1. Teori absolut, teori ini menjatuhkan putusan karena didasarkan atas
perbuatan yang telah dilakukan seseorang yang merupakan kejahatan dan
tindakan pidana lainnya.
2. Teori relatif, menurut teori ini memindana bukanlah untuk memuaskan
tuntutan absolut dari keadilan, dimana teori ini adalah untuk melindungi
kepentingan masyarakat.
D. Konsep Pemindanaan
Dalam pemindanaan ada dua konsep yaitu:\
1. Orang yang dipidana harus menjalani pidananya di belakang tembok
penjara
2. Konsep yang memperhatikan kebutuhan biologis dan lain sebagainya.
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME VII
Bab VII
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
A. Umum
Tindak pidana korupsi yang meluas di masyakat, dan penegak hukumnya
yang dirasa kurang optimal dalam menanganinya, sehingga dibuatlah
Undang-Undang sebagai bentuk untuk mewujudkansupremasi hukum,
berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak PidanaKrupsi kemudian diubah dengan
Undnag-Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus yang disebut Komisi
Pemberantasan Korupsi. Dimana ia memiliki kewenangan untuk melakukan
koordinasi dan supervisi, dan termasuk di dalamnya melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan.
KomisiPemberantasan Korupsidibuat, dibentuk, tata kerja hingga
susunana organisasinya telat ditetapkan oleh Undang-Undang. Komisi
Pemberantasan Korupsi dapan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan jika tindakan pidana korupsi meliputu:
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain
yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat
penegak hukum dan penyelenggara negara;
2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (1
miliar) Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Kemudian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Komisi
Pemberantasan Korupsi didasarkan atas asas:
1. Kepastian hukum, dalam menjalankan kebijakan harus berdasar atas
peraturan perundang-undangan;
2. Keterbukaan, membuka diri kepada masyarakat dan tidak ada tindakan
diskriminasi dan harus jujur dan benar dalam menjalankan tugasnya;
3. Akuntabilitas;
4. Kepentingan umum, dimana dalam menjalankan tugasnya harus
mendahulukan kepentingan umum; dan
5. Proporsionalitas.
B. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi
1. Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi
- Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan korupsi;
- Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutanterhadap tindak
pidana korupsi;
- Melakukan tindakan untuk mencegah tindak pidana korupsi;
- Melakukan monitor terhadap pennyelenggaraan pemerintahan negara
(Pasal 6 Undnag-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
2. Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi
- Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi;
- Menetapkan sistem pelapor dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi;
- Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
- Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Meminta laporaninstansi Nomor 30 Tahun 2002) dan dapat dilihat
pada Pasal 12, 13, dan 14 Undnag-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
3. Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di ibukota negara yang
wilayah kerjanya mencakup seluruh wilayah negara, selain itu dapat
membuat perwakilan di daerah provinsi.
- Pimpnan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas lima anggota;
- Tim nasehat terdiri atas empat anggota;
- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas.
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME VIII
BAB VIII
BEBERAPA CONTOH KASUS KORUPSI
Referensi Buku
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH EVI HARTANTI, S.H., M.H.
RESUME IX
BAB IX
BADAN PEMBERANTAS KORUPSI
C. Komisi Empat
Dasar Hukum : Keppres Nomor 12 Tahun 1970 tanggal 31 Januari 1970
Pelaksana : Wilopo, SH, I.J. Kasimo, A. Anwar Tjokroaminoto dan
Prof. Ir. Johanes.
Tugas : menghubungi pejabat dan atau instansi (militer dan atau
swasta sipil), memeriksa dokumen administrasi pemerintah
dan swasta, dan meminta bantuan aparatur pemerintah pusat
dan daerah.
D. OPSTIB
Dasar Hukum : Inpres Nomor 9 Tahun 1977
Pelaksana : Koordinator Pelaksana Tingkat Pusat (Menpan),
Pelaksana Oprasional (Pangkopkamtib),tingkat daerah
(laksuda, dll)
Tugas : awalnya pembersihan pungutan liar, uang siluman di
pelabuhan, dan pungutan baik resmi atau tidak resmi tetapi
tidak sah menurut hukum. kemudian pada tahun
1977diperluas sasaran penertiban, dari jalanan ke
departemen dan daerah.
F. KPKPN
Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Keppres
Nomor 27 Tahun 1998.
Pelaksana : Jusuf Syakir, Chairul Iman, Muchayat dan Abdullah
Hehamahua dan anggota lainnya.
Tugas : Melakukan pemeriksaan kekayaan pejabat negara.
G. TGPTPK
Dasar Hukum : Pasal 27 Undnag-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000.
Pelaksana : Adi A.S., dan anggota polisi (25 orang), kejaksaan dan
aktivis kemasyarakatan.
Tugas : mengungkap kasus-kasus yang sulit ditangani oleh
Kejaksaan Agung.