Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Asuhan Keperawatan Acute Coronary syndrome

Dosen pembimbing :

Yesi Hasneli, S.Kp., MNS

Disusun oleh :

Kelompok 3 (A 2017 3)

JHODI IBRAHIM (1711113657)


MAIDENNI FORTUNA (1711113732)
MAULIA TRIJULIANI PUTRI (1711123115)
MEGAWATI (1711123135)
MEI INDAH NOVAYANI (1711123142)
NANIK SARYATI (1711113669)
NETTY AMI RUHAMA (1711114102)
NHELMY NURSEPTA (1711114095)
NOVITASARI WIJAYANTI (1711113771)
NUR ELA JANNIATI SAKINA (1711123015)
PERMATA RIGINA SONIA (1711122753)
PUTRI DWI AYUNINGRUM (1711113656)
PUTRI MELDA NENGSIH (1711122243)
RANTI MARISA (1711113708)
RETNO AYU WIDIYASTUTI (1711113701)
FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan
Acute Coronary Syndrome”. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Yesi Hasneli,
S.Kp., MNS sebagai dosen pembimbing pada pleno mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
dengan materi Asuhan Keperawatan Acute Coronary Syndrome.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Asuhan Keperawatan Acute Coronary Syndrome. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah ini dapat
berguna untuk kami sendiri maupun orang yang membaca.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata ataupun ada kata-kata yang kurang
berkenan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Pekanbaru, April 2020

Penulis
Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II DASAR TEORI

A. STEP I (TERMINOLOGI) 3
B. STEP II (IDENTIFIKASI MASALAH) 5
C. STEP III (ANALISIS MASALAH) 5
D. STEP IV (MIND MAP) 9
E. STEP V (LEARNING OBJEKTIF) 10
F. STEP VI (DISKUSI MANDIRI) 10
G. STEP VII (PEMBAHASAN LEARNING OBJEKTIF) 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 40
B. Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jantung adalah pusat fungsi tubuh yang fungsional karena peranannya sebagai pemompa
darah agar dapat mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah arteri dan vena
(Susilawati, 2014). Penyakit jantung sendiri merupakan penyakit pembunuh nomor satu
didunia terutama pada kalangan dewasa dan yang berusia tua. Menurut catatan WHO di
tahun 2015, angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan
meningkat menjadi 20 juta jiwa dan ditahun 2030 akan meningkat kembali hingga mencapai
angka 23,6 juta jiwa penduduk. Penyakit jantung koroner merupakan sebuah penyakit
kompleks yang disebabkan oleh menurunnya atau terhambatnya aliran darah pada satu atau
lebih arteri yang mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung (Nor, 2011).
Penyakit kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner menyebabkan angka
kematianyang tinggi di Indonesia, yaitu mencapai 26% (WHO, 2011). Penyakit jantung
koroner merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak yang menyebabkan kematian di
dunia, yaitu 7.2 juta orang per tahun atau 41% dari kasus penyakit kardiovaskular

(Firmansyah, 2010)
Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi spektrum penyakit dari
infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil (unstable angina).Penyebab utama
penyakit ini adalah trombosis arteri koroner yang berakibat pada iskemi dan infark
miokard.Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan oleh derajat dan lokasi trombosis.
Sejak 1960‐an, ketika terapi standard menjadi istirahat penuh (bed rest) dan defibrilasi
(jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut menurun terus. Sindrom koroner akut
(SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada
atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak
stabil, infarct myocard acute(IMA) yang disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan
infark miokardium tanpa elevasi ST.3 SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit
arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses
aterosklerosis.
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk
Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang
diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering
pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita
setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian
utama (20%) penduduk Amerika.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa anatomi dari arteri coronary?
2. Apa definisi dari acute coronary syndrome?
3. Apa klasifikasi dari acute coronary syndrome?
4. Apa insidensi & prognosis dari acute coronary syndrome?
5. Apa etiologi & faktor resiko dari acute coronary syndrome?
6. Apa patofisiologi dari acute coronary syndrome?
7. Apa tanda dan gejala dari acute coronary syndrome?
8. Apa pemeriksaan penunjang dari acute coronary syndrome?
9. Apa penatalaksanaan dari acute coronary syndrome?
10. Apa askep dari acute coronary syndrome?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi dari arteri coronary
2. Untuk mengetahui definisi dari acute coronary syndrome
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari acute coronary syndrome
4. Untuk mengetahui insidensi & prognosis dari acute coronary syndrome
5. Untuk mengetahui etiologi & faktor resiko dari acute coronary syndrome
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari acute coronary syndrome
7. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari acute coronary syndrome
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari acute coronary syndrome
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari acute coronary syndrome
10. Untuk mengetahui askep dari acute coronary syndrome

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. STEP 1 ( TERMINOLOGI )
1. Angina pectoris
2. Readmill test
3. Iso enzim
4. Angiografi jantung
5. CKMB
6. Etherosclerosis
7. Isosorbide dinitrate
8. ST elevasi
9. Clopidogrel
10. Aspirin
11. Heparin
12. Troponin I dan T
Jawaban:
1. Angina pectoris adalah :
- Suatu jenis nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah kejantung.
- Nyeri dada yang disebabkan oleh tidak adekuatnya aliran oksigen terhadap
miokardium.
- Saat otot jantung tidak mendapatkan suplai darah yang cukup karena pembuluh
darah arteri pada jantung menyempit atau tersumbat.
2. Readmill test adalah :
- Pemeriksaan fisik jantung yang memberikan informasi apakah jantung memiliki
asupan darah dan oksigen dari sirkulasi saat terjadi stres fisik.
- Tes yang digunakan untuk menetukan seberapa baik jantung dalam merespon pada
waktu sedang beraktivitas berat.
- Pemeriksaan fisik jantung terhadap asupan darah dan sirkulasi jantung saat
dilakukan aktifitas fisik.
3. Iso enzim adalah :
- Suatu campuran enzim yang berperan dalam suatu substrat untuk memberikan hasil
yang sama.
- Produk dari gen-gen yang homolog sehingga belum tentu berasal dari lokus yang
sama.
- enzim yang berbeda dalam urutan asam amino tetapi mengkatalisis reaksi kimia
yang sama
4. Angiografi jantung adalah :
- Prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi gangguan medis yang
terjadi pada pembuluh darah jantung. Prosedur ini merupakan salah satu jenis
prosedur katerisasi jantung yang paling umum dilakukan.

3
- Pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin foto rontgen dan cairan
kontras yang disuntikkan kepembuluh darah.
- Pemeriksaan untuk mendeteksi gangguan medis yang terjadi pada pembuluh darah
jantung menggunakan sinar-x atau rontgen untuk melihat pembuluh darah arteri dan
vena.
5. CKMB adalah :
- Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosa acute myocardial infarct dengan
menggunakan myoglobin yang merupakan oxygen-binding protein dalam jantung.
Peningkatan yang cepat menandakan AMI yang dini.
6. Etherosclerosis adalah :
- Penumpukan lemak, kolestrol, dan zat lain didalam dan didinding arteri (plak), yang
dapat membatasi aliran darah.
- Penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri akibat penumpukan plak pada
dinding pembuluh darah.
- Radang pada pembuluh darah manusia yang disebabkan oleh penumpukan plak.
7. Isosorbide dinitrate adalah :
- Obat golongan nitrat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati angina pada
penderita penyakit jantung koroner. Obat ini bekerja dengan melebarkan pembuluh
darah agar aliran darah ke otot jantung lancar.
- Obat yang digunakan untuk mengobati dan mencegah penyakit jantung dan
pembuluh darah (angina dan gagal jantung).
- Obat yang bekerja melemaskan dan melebarkan pembuluh darah sehingga darah
dapat mengalir lebih lancar.
8. ST elevasi adalah :
- Hasil gelombang-gelombang EKG dimana suatu posisi vertikal (ketinggian) suatu
objek dari suatu titik tertntu.
9. Clopidogrel adalah :
- Obat yang berfungsi untuk mencegah trombosit (keping darah) saling menempel
yang beresiko membentuk gumpalan darah.
- Obat yang digunakan untuk mencegah serangan jantung atau stroke. Obat ini
biasanya digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan aspirin untuk
mengobati nyeri dada, seperi angina, serangan jantung dan mencegah terbentuknya
bekuan darah didalam pembuluh darah.
10. Aspirin adalah :
- Obat golongan nsaid yang berefek antikoagulan dan sebagai pengencer darah untuk
mencegah penggumpalan darah.
- Senyawa analgesik, antipiretik, dan anti inflamasi dan dapat digunakan dalam dosis
rendah untuk mencegah serangan jantung.
- Obat pengencer darah atau obat yang digunakan untuk mencegah penggumpalan
darah.

4
11. Heparin adalah :
- Obat yang digunakan untuk mengobati dan mencegah penggumpalan darah. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat kerja faktor pembekuan, yaitu protein dalam
tubuh yang berperan dalam proses pembekuan darah. Oleh karena itu, heparin
dikenal sebagai obat pengencer darah.
12. Troponin I dan T adalah :
- Molekus protein yang dilepaskan kealiran darah ketika otot jantung rusak karena
serangan jantung atau penyakit jantung yang serius.
- Molekul protein yang dilepaskan kealiran darah ketika otot jantung rusak karena
serangan jantung atau penyakit jantung serius. Troponin yang tinggi menunjukkan
adanya kerusakan pada jantung. Karena pada umumnya jumlah troponin tidak dapat
dideteksi karena terlalu rendah.

B. STEP 2 (IDENTIFIKASI MASALAH)


1. Selain nyeri dada hebat dibawah sternum dan perut atas adakah ciri khas yang lain dari
angina pectoris?
2. Apa tindakan yang pertama yang bisa kita lakukan terhadap pasien yang mengalami nyeri
dada hebat apabila kita berada didekat pasien tersebut?
3. Apa yang terjadi apabila lama dalam menangani pasien yang mengalami nyeri dada
akibat penyakit jantung?
4. Kenapa rasa nyeri yang tajam hanya menjalar ke bahu kiri saja?
5. Apakah ada golden time dalam mengatasi angina pectoris?
6. Apa pemicu terjadinya nyeri hebat pada pasien padahal pasien tersebut tidak sedang
melakukan pekerjaan berat?
7. Angina pectoris jenis apa yang dialami oleh pasien?
8. Apa penyebab,tanda dan gejala dari Angina pectoris?
9. Kenapa pasien angina pectoris bisa mengalami gejala mual dan muntah?
10. Diagnosa keperawatan apa yang bisa kita angkat pada kasus ini?
11. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital apakah tingginya tekanan darah pada pasien ada
hubungannya dengan nyeri yang dialaminya?
12. Apa yang terjadi jika CKMB meningkat?
13. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk angina pectoris?
14. Bagaimana proses treadmill test?
15. Mengapa dilakukan treadmill test?
16. Apa indikasi dalam melakukan pemeriksaan troponin?
17. Terapi modalitas apa yg dapat diberikan pada pasien sesuai kasus?

C. STEP 3 (PEMBAHASAN MASALAH)


1. Selain nyeri dada hebat dibawah sternum dan perut atas adakah ciri khas yang lain dari
angina pectoris?
- Pasien pucat, keluar keringat dingin, merintih, napas sesak, jantung berdebar keras,
mual dan muntah.

5
2. Apa tindakan yang pertama yang bisa kita lakukan terhadap pasien yang mengalami
nyeri dada hebat apabila kita berada didekat pasien tersebut?
- Baringkan pasien untuk menghilangkan rasa nyeri dadanya kemudian bawa
kepelayanan kesehatan terdekat.
3. Apa yang terjadi apabila lama dalam menangani pasien yang mengalami nyeri dada
akibat penyakit jantung?
- Dapat menyebabkan pendarahan di kepala atau stroke.
4. Kenapa rasa nyeri yang tajam hanya menjalar ke bahu kiri saja?
- Karena berhubungan dengan anatomi jantung sendiri. Dimana jantung berada lebih
ke kiri sehingga ketika terjadi masalah jantung, maka rasa nyeri lebih terasa di
sebalah kiri.
5. Apakah ada golden time dalam mengatasi angina pectoris?
- waktu yang sangat berharga untuk penanganan secara dini ya itu berkisar selama 6-
12 jam setelah serangan jantung. Sebab, otot jantung yang tidak mendapat aliran
darah selama 6-12 jam akan rusak secara permanen sehingga fungsi jantung akan
menurun.
6. Apa pemicu terjadinya nyeri hebat pada pasien padahal pasien tersebut tidak sedang
melakukan pekerjaan berat?
- Pasien tidak perlu menunggu pemicu dalam serangan jantung karena seseorang tidak
mengetahui kalau tubuhnya sedang bermasalah. Berdasarkan skenario pasien juga
sering mengalami nyeri dada sebelumnya, dengan penanganan yang kurang tepat
maka penyakitnya dapat makin parah.
7. Angina pectoris jenis apa yang dialami oleh pasien?
- Angina pectoris ini ada 2 jenis, dimana ada stabled angina dan unstabled angina.
Untuk kondisi pasien lebih ke unstabled angina karena hal ini terjadi lebih dari 5
menit dan terjadi secara tiba-tiba. Jika stabled angina itu akan terjadi ketika pasien
akan merasa nyeri ketika melakukan aktivitas yang terlalu melelahkan.
8. Apa penyebab, tanda dan gejala dari Angina pectoris?
- Penyebab angina pectoris adalah kebiasaan merokok, riwayat hipertensi, dan
menderita diabetes, riwayat penyakit jantung didalam keluarga, jarang berolahraga,
kurangnya aktivitas dan arterosklerosis yaitu penumpukan plak sehingga aliran
darah tersumbah dan menyebabkan jantung tidak dapat oksigen yang cukup.
- Tanda gejalanya adalah pucat, mual muntah, keringat dingin, nyeri dada dan
lokasinya biasanya didada, dengan penjalaran ke leher, rahang, baju kiri s/d jari2
punggung/pundak kiri serta kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul.
9. Kenapa pasien angina pectoris bisa mengalami gejala mual dan muntah?
- Angina pectoris merupakan suatu kondisi dimana terjadi penyempitan pada
pembuluh darah jantung sehingga pasokan oksigen ke otot jantung berkurang karna
berkurangnya pasokan oksigen tersebut akan menimbulkan gangguan pada otot
jantung dalam fungsinya untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Berkurangnya
suplai darah ke organ-organ termasuk lambung sehingga menimbulkan keluhan
seperti mual, pusing, hingga gelisah. Selain karena angina pectoris juga keluhan

6
mual dapat pula disebabkan oleh adanya gangguan lain di lambung seperti penyakit
asam lambung ataupun maag, atau bahkan infeksi virus sekalipun. Dan hal ini juga
dikarenakan pasien mengalami nyeri berat (Angina Pektoris) yakni sesak sehingga
hal ini dapat berpengaruh pada gastro interstinal sehingga pasien mual muntah.
Selain itu, sesak yang dialami pasien dapat menyebabkan nafsu makan berkurang
sehingga kadar asam lambung cenderung meningkat dan menyebabkan mual bahkan
muntah jika sudah terlalu lama dibiarkan.
10. Diagnosa keperawatan apa yang bisa kita angkat pada kasus ini?
- Diagnosa keperawatan utama adalah gangguan perfusi jaringan perifer b.d
kurangannya pasokan oksigen ke jaringan tubuh.
11. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital apakah tingginya tekanan darah pada pasien
ada hubungannya dengan nyeri yang dialaminya?
- hipertensi artinya meningkatnya aliran darah sehingga membuat darah mengalir
lebih cepat dan menyebabkan darah menjadi lebih pekat dan dapat mengakibatkan
penyumbatan sehingga darah tidak lancar menuju jantung sehingga dada mengalami
nyeri akibat darah dan oksigen ke jantung tidak adekuat. Dan hipertensi sangat
berhubungan dengan angina pectoris, karena pada kondisi hipertensi akan terjadi
penyempitan pembuluh darah. Hal ini akan berdampak pada kelancaran aliran darah.
Dan juga hal ini diperparah dengan adanya aterosklerosis, jika tidak ditangani segera
maka akan terjadi penyumbatan pembuluh darah yang akan berakibat menjadi
serangan jantung.
12. Apa yang terjadi jika CKMB meningkat?
- Kadar CKMB menandakan serangan jantung. Dapat terdeteksi setelah 4-6 jam
setelah otot jantung rusak dan akan meningkat hingga 24 jam setelah serangan
jantung.
13. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk angina pectoris?
- Electrocardiogram (EKG), untuk memeriksa aliran listrik jantung dan memantau
jika terdapat gangguan pada irama jantung.
- Echo jantung, untuk menemukan letak kerusakan otot jantung dan area jantung yang
tidak mendapat aliran darah yang cukup.
- EKG treadmill (stres test). Tujuan pemeriksaan ini sama dengan EKG, tetapi
dilakukan saat pasien sedang beraktivitas.
- Rontgen dada, untuk memeriksa apakah terjadi pembesaran jantung.
- Kateterisasi jantung, untuk melihat penyempitan pada pembuluh darah jantung
dengan bantuan alat kateter, zat pewarna khusus (kontras), dan foto Rontgen.
- Pemindaian jantung, seperti CT scan jantung dan nuklir jantung, untuk
menunjukkan bagian pembuluh jantung yang tersumbat dan bagian jantung yang
tidak mendapatkan aliran darah.
- Tes darah, untuk mendeteksi keberadaan enzim jantung, yang kadarnya di dalam
darah dapat meningkat saat jantung tidak mendapatkan suplai darah yang cukup.

7
14. Bagaimana proses treadmill test?
- Pemeriksaan treadmill atau exercise stress test digunakan untuk menentukan
seberapa baik jantung merespons selama aktivitas fisik. Selama tes, pasien akan
diminta untuk berolahraga menggunakan alat treadmill yang biasanya terhubung ke
mesin elektrokardiogram (EKG). EEG memungkinkan dokter untuk memantau
detak jantung.
15. Mengapa dilakukan treadmill test?
- tujuan utama pemeriksaan treadmill adalah untuk membantu dokter dalam
menentukan apakah jantung menerima oksigen yang cukup dan aliran darah, seperti
saat berolahraga. Biasanya, pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk orang-orang
yang mengalami nyeri dada atau gejala penyakit jantung koroner.
16. Apa indikasi dalam melakukan pemeriksaan troponin?
- Troponin I merupakan protein yang dilepaskan ke dalam darah ketika terjadi
kerusakan pada otot jantung, sehingga menjadi indikator infark miokard yang sangat
sensitif dan spesifik. Pemeriksaan Troponin I mendeteksi adanya Troponin I dalam
darah untuk membantu menentukan apakah seseorang mengalami serangan jantung.
Pemeriksaan Troponin I segera dilakukan selama beberapa jam ketika seseorang
mengalami tanda dan gejala yang mungkin disebabkan oleh serangan jantung,
seperti rasa sakit di dada, bahu, leher, rahang, dan/atau sesak nafas; ketika kondisi
angina (sakit dada yang berhubungan dengan masalah jantung) memburuk, terutama
bila dengan istirahat tidak kunjung membaik. Pemeriksaan Troponin I
membutuhkan sampel berupa darah yang diambil dari pembuluh darah vena di
lengan.
17. Terapi modalitas apa yg dapat diberikan pada pasien sesuai kasus?
- Terapi modalitas yang diberikan adalah dengan diberikan terapi kompres hangat
dimana dengan metode kompres hangat dapat memperlancar aliran darah sehingga
menurunkan dan menghilangkan rasa nyeri pada dada, membuat otot tubuh lebih
rileks dan terapi tarik nafas dalam- untuk mengurangi kecemasan.

8
D. STEP 4 (SKEMA)

Pria (33 Tahun)

Membaca Koran dirumah

Pucat Keringat dingin Mual Muntah 2x Nyeri Dada

Dibaringkan & Dibawah sternum


Pernah dialami sebelumnya
Dibawa kedokter Perut atas
umum
Nyeri tajam dan berat
Aspirin, clopidogrel, Angina pectori
heparin Menjalar kebahu

Pemeriksaan Lab TTV

Enzim jantung Isoenzim CKMB Troponin I BP:180/110 P:135 RR:37 T:38,9


dan T
EKG ST elevasi & Q wave Q
waveST
Etherosclerosis

Penanganan

Lanjutan Penanganan
IGD

Treadmill Test Angiografi


Oksigen Isosorbide D Morfin 2-4 mg

Askep pada Pasien dengan Acute


Coronary Syndrome

9
E. STEP 5 (LEARNING ONJEKTIF)
1. Anatomi dari arteri coronary
2. Definisi dari acute coronary syndrome
3. klasifikasi dari acute coronary syndrome
4. Insidensi & Prognosis dari acute coronary syndrome
5. Etiologi & Faktor resiko dari acute coronary syndrome
6. Patofisiologi dari acute coronary syndrome
7. Tanda dan gejala dari acute coronary syndrome
8. Pemeriksaan penunjang dari acute coronary syndrome
9. Penatalaksanaan dari acute coronary syndrome
10. Askep dari acute coronary syndrome
F. STEP 6 (DISKUSI MANDIRI)
G. STEP 7 (JAWABAN LEARNING OBJEKTIF)
1. Anatomi dari arteri coronary
Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang
mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung
mempunyai 70 sampai 80 % oksigen yang dihantarkan melalui arteri koroner, sebagai
pembandingan, bahwa organ lain hanya menggunakan rata-rata seperempat oksigen yang
dihantarkan. Arteri koroner muncul dari aorta dekat hulu ventrikel ( sering disebut muara
sinus valsava). Dinding sisi kiri jantung dengan yang lebih banyak melalui arteri koroner
utama kiri (Left main Coronary Artery), yang kemudian terbagi menjadi dua cabang
besar ke depan ( Left Anterior Descendens- LAD) dan kearah belakang (Left
Circumflex- LCx) sisi kiri jantung.
Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu : sulkus
atrioventrikuler yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikel, dan sulkus
interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini disebut
kruks jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari jantung. Nodus Atrio
Ventrikuler (AV Node) berlokasi pada titik pertemuan, dan pembuluh darah yang
melewati pembuluh darah yang melewati kruks ini merupakan pembuluh yang memasok
nutrisi untuk AV Node.
Arteri koroner kanan memberi nutrisi untuk jantung bagian kanan ( atrium kanan,
ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam ventrikel kiri), yang berjalan disisi kanan,
pada sulkus atrio ventrikuler kanan. (Juliawan. 2012)

Gambar.1 Arteri Koroner (sumber: http://www.wayantulus.com/penyakit-jantung-koroner)

10
2. Definisi dari acute coronary syndrome
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang diakibatkan oleh
gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat progresif, terjadi perubahan
secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil. (Susilo., 2013; Oktavianus & Sari., 2014)
Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain sehingga
akibat dari iskemia miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah untuk tanda-tanda
klinis dan gejala iskemia miokard: angina tidak stabil, non ST segmen elevasi infark
miokard, dan elevasi ST segmen infark myocard. Sindrom Koroner Akut merupakan
satu dari tiga penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu: STEMI, non STEMIdan
unstable angina pectoris. (mulyadi., 2015).Suatu spektrum penyakit dengan etiologi
bermacam-macam, terdapat ketidakseimbangan antara pemberian dan kebutuhan oksigen
miokardium Meliputi STEMI, non-STEMI, dan angina tak stabil. (Widya., 2014).
Acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada spektrum presentasi klinis mulai
dari ST-I sampai elevasi miokard ST-segmen sampai presentasi yang ditemukan pada
infark miokard elevasi non-ST-segmen (NSTEMI) atau angina yang tidak stabil. Dalam
hal patologi, ACS hampir selalu dikaitkan dengan ruptur plak aterosklerotik dan
trombosis parsial atau lengkap dari arteri terkait infark.
Namun, dalam beberapa kasus, penyakit arteri koroner yang stabil dapat mengakibatkan
ACS jika tidak ada ruptur plak dan trombosis, ketika stres fisiologis (misalnya trauma,
kehilangan darah, anemia, infeksi, takiaritmia) meningkatkan tuntutan pada jantung.
Diagnosis infark miokard akut dalam setting ini memerlukan temuan kenaikan dan
penurunan penanda biokimia nekrosis miokard selain minimal 1 dari yang berikut:
 Gejala iskemik
 Perkembangan gelombang Q patologis pada elektrokardiogram (EKG)
 Perubahan ST-segment-T wave (ST-T) yang signifikan atau blok cabang bundel kiri
yang baru (LBBB)
 Bukti pencitraan hilangnya miokardium baru yang baru atau kelainan gerak dinding
regional yang baru
 Trombus introsoroner diidentifikasi dengan angiografi atau otopsi

(Sumber: Coven. 2016)

3. Klasifikasi dari acute coronary syndrome


 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
a) Definisi
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) terjadi karena sumbatan
yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan akan dapat
menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien
beresiko tinggi untuk mengalami fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat
menyebabkan kematian.Bantuan medis harus segera dilakukan.( Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) adalah kerusakan jaringan
miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba.Kejadian ini erat
hubungannya dengan adanya penyempitan arteri koronaria oeh plak atheroma dan

11
thrombus yang terbentuk akibat rupturnya plak atheroma.Secara anatomi, arteri
koronaria dibagi menjadi cabang epikardial yang memperdarahi epikard dan
bagian luar dari miokard dan cabang profunda yang memperdarahi endokard dan
miokard bagian dalam. (Oktavianus & Sari., 2014)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. Infark miokardium akut yang dikenal sebagai
“serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri
dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada
sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu.STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injurivaskular, dimanainjuri ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. (Muliadi. 2015).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi
tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. (Putra. 2012)
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
trombus arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang
kemudian di ikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya
terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak. Infark mokard akut
dengan elevasi ST (ST elevation myiocardinal infrarction = STEMI) merupakan
bagian dari spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (Masturah.2012).
Elevasi segmen ST, Kondisi ini disebut ACS elevasi ST dan umumnya
refleksi Oklusi koroner total akut. Sebagian besar pasien pada akhirnya
Kembangkan ST-Elevation myocardial infarction (STEMI). Itu Pengobatan utama
pada pasien ini adalah reperfusi segera Dengan angioplasti primer atau terapi
brinolitik. (Roffi. 2016)

Gambar.1 Perubahan rekam jantung (EKG) pada serangan jantung STEMI (sumber:
http://www.isic.or.id/patient_education_and_collaboration/2014/10/serangan_jantung_tipe_stemi
_st-elevation_myocardial_infarction_5)

12
Gambar. 2 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) (sumber: http://www.ina-
ecg.com/2015/10/anterior-st-elevation-myocardial.html)
b) Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

(sumber: Putra. 2012)

c) Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi
rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai
vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). (Putra. 2012)
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga
hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20
menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan
bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit
dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses

13
remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami
dilatasi. (Putra. 2012).
d) Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala
yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan
lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal
jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
(Sumber: Putra.2012)
e) Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
 Disfungsi ventrikuler
 Gangguan hemodinamik
 Gagal jantung
 Syok kardiogenik
 Perluasan IM
 Emboli sitemik/pilmonal
 Perikardiatis
 Ruptur
 Ventrikrel
 Otot papilar
 Kelainan septal ventrikel
 Disfungsi katup
 Aneurisma ventrikel
 Sindroma infark pascamiokardias
(Sumber: Putra.2012)
f) Faktor Resiko
 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
 Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.
(Sumber: Rizky. 2014)
g) Penatalakanaan
1. Syok kardiogenetik

14
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB
yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi
yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat
kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan
syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dengan terapi
farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali)
atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a. Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang
tidak repon dengan atropi
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan
penyakit multivesel).
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik
atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock
unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus
diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
b. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan
angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus
diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema
paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen
berikut:

15
- Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10
menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading
selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
- Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
- Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian
infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
- Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC
shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus
diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J
b. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV
bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized.

 NON-ST Eevasi Miokard Infark (NSTEMI)


a) Definisi
Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) yang sering disebut
dengan istilah non Q-wave MI atau sub-endocardial MI. Pada beberapa pasien
dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan
pembuluh darah koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang
lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian. Resiko untuk
terjadinya sumbatan dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang
dalam seiring dengan waktu. (Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) didefinisikan sebagai
nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah
akibat sumbatan akut arteri koroner yang ditandai dengan adanya segmen ST
elevasi pada EKG. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh repture plak,
atheroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis,
vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan mikroembolisasi distal.Kadang-kadang
sumbatan akut ini dapat pula disebebkan oleh spame arteri koroner, emboli atau
vaskulitis.(Oktavianus & Sari., 2014)
Pada prinsipnya, gejala dan manifestasi klinis dari non STEMI adalah
sama dengan gejala pada unstable angina pectoris (UAP). Diantara tandanya
yaitu:
 Biasanya pada gambaran EKG tampak normal, tetapi dijumpai adanya T
interved dan adanya gelombang ST depresi
 Enzim jantung umumnya normal
 Terjadi injuri pada bagian dari miokard
 Dapat sedikit lega atau untuk sementara waktu dengan istirahat dan
nitrogliserin (Oktavianus & Sari., 2014)
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri
koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan

16
kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari
semua serangan jantung. (Anggraeni. 2014)
Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas substernal atau kadang
kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan
terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala
yang sering di temukan pada penderita NSTEMI. Pada EKG ditemukan deviasi
ST segmen depresi > 0,5mm , dapat disertai dengan gelombang T inverse.
Biomarker miokard ditandai dengan peningkatan CKMB > 25 µ/l dan Troponin T
positif > 0,03. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau
nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok
yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. (Muliadi. 2015)

Gambar. 3 Perbandingan EKG normal dan yang mengalami NSTEMI


(http://www.asuhankeperawatan.net/cara-pemasangan-cepat-membaca-ekg-12-lead-dan-ekg-1-lead/)

Gambar. 4 Non-ST Elevasi Miokard Infark (NONSTEMI) (http://jantungoke.blogspot.co.id/2012/12/)


b) Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI
terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga
terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard
dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini
tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan
dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang
telah dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal
dari arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab. (Apriliya. 2015)
c) Patofiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokontriksi koroner. Thrombosis

17
akut pada arteri koroner diawali dengan adanya rupture plak yang tak stabil. Plak
yang tidak stabil ini mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang
rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti
lemak yang cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan
proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat
dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti TNFα, dan IL-6
akan merangsang pengeluaran hsCRF di hati. (Anggraeni. 2014).
d) Manifestasi Klinis
 Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang
dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan
istirahat akan tetapi pada infark tidak.
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya
keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan
kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri
yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau
penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
 Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan
hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan
tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
 Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya
lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior
juga bisa menyebabkan cegukan.
 Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel,
gelisah.
(Sumber: Masturah. 2012; Risky.2014)
e) Komplikasi
 Gagal Jantung Konginetal
 Defek Septum Ventrikel
 Ruptur Jantung
 Ruptur septal
 Ruptur Otot Papilaris (Sumber: Risky.2014).
f) Faktor Resiko
1) Dapat Diubah (dimodifikasi)
 Diet (hiperlipidemia)
 Rokok
 Hipertensi
 Stress
 Obesitas
 Kurang aktifitas
 Diabetes Mellitus
 Pemakaian kontrasepsi oral
2) Tidak dapat diubah
 Usia

18
 Jenis Kelamin
 Ras
 Herediter
 Kepribadian tipe A

(Sumber: Risky.2014)

g) Penatalaksanaan
1. Biomarker Jantung:
 Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang
sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita
Sindroma Koroner Akut (SKA). Troponin T mempunyai sensitifitas 97%
dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan
yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki
nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
o Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu
komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
o Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi
mengikat tropomiosin.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST
Depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi
iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya
bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak
didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB
(creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya
menjadi NSTEMI.
Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif,
oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat
dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non Stemi
a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi
pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik
dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai
normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
c. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila
pasien mengalami derajat stenosis 50% pad pasien dapat diberikan obat-
obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada
pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.

 Unstable Angina Pectoris


a) Definisi
Nyeri dada adalah gejala nonspesifik yang dapat menyebabkan penyakit
jantung atau noncardiac. Tidak stabil Angina termasuk dalam spektrum presentasi
klinis yang disebut secara kolektif sebagai koroner akut Sindrom (ACSs), yang
berkisar dari ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) sampai Non-
STEMI (NSTEMI). Angina tidak stabil dianggap sebagai ACS dimana tidak ada
yang terdeteksi Pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard. Istilah angina

19
biasanya dicadangkan Untuk sindrom nyeri yang timbul dari dugaan iskemia
miokard. (Tan., 2015)
Unstable angina pectoris (UAP) adalah suatu sindromaklini yang ditandai
dengan episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan.
Penyebabnya diperkirakan berkurangnya aliran darah coroner, menyebabkan
suplai oksigen ke jantung tidak adekuat, atau dengan kata lain suplai kebutuhan
oksigen jantung meningkat.
Angina pectoris didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di dada (chest
discomfort) akibat iskemia miokard.Perasaan tidak enak di dada ini berupa nyeri,
rasa terbakar, atau rasa tertekan.Kadang-kadang tidak dirasakan di dada
melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu hati. (Oktavianus & Sari.,
2014)
Angina pektoris adalah hasil dari iskemia miokard yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai darah miokard dan kebutuhan oksigen. Ini
adalah menyajikan gejala umum (biasanya, nyeri dada) di antara pasien dengan
penyakit arteri koroner (CAD). Sekitar 9,8 juta orang Amerika diperkirakan
mengalami angina per tahun, dengan 500.000 kasus baru angina terjadi setiap
tahun. (Alaeddini., 2016)
Yang tegolong dalam unstable angina pectoris (UAP) adalah nyeri dada yang
munculnya tidak tentu, dapat terjadi pada saat penderita sedang melakukan
kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat dan gejalanya bervariasi tergantung
bentuk, besar kecil dan keadaan thrombus. Beberapa kriteria yang dapatdipakai
untuk mendiagnosis angina pectoris yang tidak stabilyaitu:
 Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas,
frekuensi, dan lamanya episode angina pectoris yang dialami selama ini.
 Angina at restnocturnal yang baru.
 Angina pasca infark miokard

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nyeri angina meliputi hal-hal sebagai
berikut:

 Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan oksigen


jantung.
 Pajanan terhadap dinding dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan
peningkatan tekanan darah disertai peningkatan kebutuhan oksigen.
 Memakan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke mesentrik untuk
pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung.
Pada jantung yang sudah parah pintasan darah untuk pencernaan membuat
nyeriangina semakin buruk.
 Stress atau emosi akibat situasi yang menegangkan, menyebabkan frekuensi
jantung meningkat akibat pelepasan adrenalin dan meningkatkan tekanan
darah, dengan demikian beban bekerja jantung meningkat.

Perubahan EKG seperti segmen ST depresi elevasi segmen ST, atau


inversi glombang T mungkin terjadi selama angina tidak stabil tetapi sementara.
Antung spidol, CPK tidak ditinggikan tapi troponin I atau T mungkin akan sedikit
meningkat. Angina tidak stabil secara klinis tidak stabil dan sering merupakan
awal MI atau aritmia atau, lebih jarang terjadi, kepada kematian mendadak. Rasa
sakit atau ketidaknyamanan angina tidak stabil biasanya lebih kuat,berlangsung
lama, yang dipicu oleh kurang tenaga, terjadi spontan pada saat istirahat (sebagai
angina decubitus), adalah progresif (crescendo) di alam, atau melibatkan
kombinasi dari fitur ini. Angina pada umumnya dapat hilang dengan istirahat dan
nitrogliserin.(Oktavianus dan Febriana Sartika S., 2014)

20
b) Etiologi
Penurunan suplai darah miokard akibat meningkatnya resistensi koroner
dalam jumlah besar dan Arteri koroner kecil. Peningkatan kekuatan
ekstravaskuler, seperti hipertrofi LV berat yang disebabkan oleh hipertensi,
Stenosis aorta, atau kardiomiopati hipertrofik, atau peningkatan tekanan diastolik
LV. Pengurangan kapasitas pembawa oksigen darah, seperti peningkatan
karboksihemoglobin atau Anemia berat (hemoglobin, <8 g / dL) Anomali
kongenital dari asal dan / atau jalur arteri koroner epikardial mayor. (Alaeddini.,
2016)
c) Patofisiologi
Iskemia miokard berkembang ketika aliran darah koroner menjadi tidak
memadai untuk memenuhi miokard. Permintaan oksigen Hal ini menyebabkan sel
miokard beralih dari metabolisme aerobik ke anaerob Dengan penurunan fungsi
metabolisme, mekanik, dan listrik progresif. Kejang jantung Adalah manifestasi
klinis yang paling umum dari iskemia miokard. Hal ini disebabkan oleh kimia dan
Stimulasi mekanik ujung saraf aferen sensorik pada pembuluh koroner dan
Miokardium. Serabut saraf ini meluas dari nervus tulang belakang toraks ke-4 ke
atas, naik melalui sumsum tulang belakang ke thalamus, dan dari sana ke korteks
serebral. Studi telah menunjukkan bahwa adenosin mungkin merupakan mediator
kimia utama nyeri angina. SelamaIskemia, ATP terdegradasi pada adenosin, yang
setelah difusi ke ruang ekstraselular, menyebabkan Pelebaran arteriol dan nyeri
angina. Adenosin menginduksi angina terutama dengan merangsang A1 Reseptor
pada ujung saraf aferen jantung. (ALaeddini.,2016)
d) Manifestasi Klinis
Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI) dan meliputi
berikut:
 Nyeri dada atau tekanan
 Berkeringat
 Dispnea
 Mual, muntah
 Pusing atau kelemahan mendadak
 Kelelahan
 Nyeri atau tekanan di punggung, leher, rahang, perut, atau bahu atau lengan.
 Gejala yang terjadi saat istirahat; Menjadi tiba-tiba lebih sering, parah, atau
berkepanjangan berubah dari pola angina biasa; dan tidak menanggapi
beristirahat.

(Sumber: Tan., 2015)

e) Komplikasi
 Stres psikologis
 Infark Miokard
 Aritmia
 Gagal jantung
(Sumber: Andresni, dkk., 2013)
f) Faktor resiko
 Dapat Diubah (dimodifikasi)
o Diet (hiperlipidemia)
o Rokok
o Hipertensi
o Stress
o Obesitas
o Kurang aktifitas
o Diabetes Mellitus

21
o Pemakaian kontrasepsi oral
 Tidak dapat diubah
o Usia
o Jenis Kelamin
o Ras
o Herediter
(Sumber: Andresni, dkk., 2013)
g) Penatalaksanaan
 Tindakan Umum
Dilakukan perawatan di RS, bed rest, diberi penenang dan oksigen.
Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang sudah diberi
Nitrogliserin tapi masih merasakan sakit dada.

Terapi Medikamentosa:

a. Obat anti Iskemia : nitrat (untuk vasodilator), beta bloker (dapat


menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan
denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. KI : asma bronkial, pasien
dengan bradiaritmia). Antagonis kalsium
b. Obat antiagregasi trombosit : aspirin (dianjurkan diberika seumur hidup.
Dosis awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya 80-325 mg/hari), Tiklopidin
(obat lini kedua jika pasien tidak tahan aspirin. Tapi pemakaiannya mulai
ditinggalkan setelah ada klopidogrel), Klopidogrel (ESO < tiklopidon.
Dosis dimulai 300mg/hari dan selanjutnya 75mg/hari), Glikoprotein
IIb/IIIa inhibitor (yaitu ; absiksimab, eptifibatid, tirofiban)
c. Obat anti trombin : unfractionated heparin, Low Molecular Weight
Heparin (LMWH).
d. Direct Trombin Inhibitor; secara teoritis mempunyai kelebihan karena
bekerja langsung mencegah pembentukan pembekuan darah, tanpa
dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.

Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner. Perlu dipertimbangkan pada


pasien denga iskemi berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa.

 Tindakan Khusus
a. EKG; adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan
adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi
atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
depresi sgemen ST kurang dari 0,5mm dan gelombang T negatif kurang
dari 2 mm tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal
lain. Pada unstable angina 4% EKGnya normal.
b. Exercise Test. Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan
menunjukkan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan
alat treadmill. Bila hasilnya negatif, maka prognosis baik. Bila hasilnya
positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam,
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai
keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi,
karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu
mendatang cukup besar.
c. Ekokardiografi. Tidak memberikan data untuk diagnosis unstable angina
secara langsung. Tapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung
menandakan prognosis kurang baik.
d. Pemeriksaan Laboratorium. Dianggap ada mionekrosis bila troponin T
atau I positif sampai dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2

22
minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.
Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan mortalitajangka panjang.
(Sumber: Mifthahul., 2013)

4. Insidensi & Prognosis dari acute coronary syndrome


a) Insidensi
1) Global
Data WHO menunjukkan akibat penyakit kardiovaskuler terjadi 4 juta
kematian setiap tahunnya pada 49 negara benua Eropa dan Asia Utara. Data yang
dikeluarkan oleh American Heart Association (AHA) pada tahun 2019
meneybutkan 15,5 juta warga Amerika memiliki penyakit kardiovaskuler.
2) Indonesia
Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa secara nasional terdapat 0,5%
prevalensi penyakit jantung koroner yang didiagnosis dokter. Prevalensi tersebut
paling tinggi di provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta dan Aceh.
Di provinsi DKI Jakarta pada tahun 2008-2009 berdasarkan Jakarta Acute
Coronary Syndrom registry, terdapat 2013 pasien sindroma koroner akut dan 654
diantaranya adalah ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI).
b) Prognosis
Prognosis dari sindroma koroner akut, terutama grup NSTEMI dan angina tidak
stabil, bervariasi karena pasiennya juga heterogen. Untuk menilai prognosisnya maka
yang harus dilakukan adalah stratifikasi risiko. Stratifikasi risiko dapat dilakukan
dengan sistem skoring. Sistem skoring tersebut adalah:
1) TIMI (Trombolysis in Myocardial Infarction)
Skoring menggunakan sistem skoring TIMI adalah sebagai berikut:
 Risiko rendah (0-2 poin)

 Risiko sedang (3-5 poin)


 Risiko tinggi (5-7 poin)

Penilaian skor TIMI adalah sebagai berikut:

 Usia 65 tahun atau lebih (1 poin)


 3 atau lebih faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (1 poin)\
 Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir (1 poin)
 Riwayat stenosis koroner lebih dari 50% (1 poin)
 Lebih dari 1 kali episode angina pada saat istirahat dalam waktu kurang dari
24 jam (1 poin)
 Deviasi segmen ST (1 poin)
 Peningkatan enzim jantung (1 poin)
2) GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events)
Sistem skoring GRACE juga dapat digunakan sebagai stratifikasi risiko sindrom
koroner akut:

 Risiko rendah (0-133 poin)


 Risiko sedang (134-200 poin)
 Risiko tinggi (lebih dari 200 poin)

23
Penilaian skor GRACE, meliputi umur, laju denyut jantung, tekanan darah
sistolik, kadar kreatinin, Kelas Killip, riwayat henti jantung, peningkatan enzim
jantung, dan deviasi segmen ST.

Pasien yang dengan cepat dilakukan revaskularisasi memiliki prognosis


yang lebih baik. Pasien dengan komplikasi gagal jantung atau kelas Killip yang
tinggi memiliki angka mortalitas yang tinggi.

5. Etiologi & Faktor resiko dari acute coronary syndrome


Sindrom koroner akut (ACS) disebabkan terutama oleh aterosklerosis.Sebagian
besar kasus ACS terjadi dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere (lesi aterosklerotik
yang sebelumnya hemodinamik signifikan belum rentan pecah).Plak rentan
dilambangkan dengan kolam besar lipid, banyak sel-sel inflamasi, dan tipis, topi
berserat.Permintaan tinggi dapat menghasilkan ACS di hadapan sebuah kelas tinggi tetap
obstruksi koroner, karena peningkatan oksigen dan nutrisi persyaratan miokard, seperti
yang dihasilkan dari tenaga, stres emosional, atau stres fisiologis (misalnya, dari
dehidrasi, kehilangan darah, hipotensi, infeksi, tirotoksikosis, atau operasi).
ACS tanpa elevasi permintaan memerlukan penurunan baru dalam pasokan,
biasanya karena trombosis dan / atau plak perdarahan.Pemicu utama untuk trombosis
koroner dianggap ruptur plak yang disebabkan oleh pembubaran tutup berserat,
pembubaran itu sendiri menjadi hasil dari pelepasan metalloproteinase (kolagenase) dari
sel-sel inflamasi diaktifkan.Acara ini diikuti oleh aktivasi platelet dan agregasi, aktivasi
jalur koagulasi, dan vasokonstriksi. Proses ini memuncak dalam trombosis intraluminal
koroner dan derajat variabel oklusi vaskular. embolisasi distal dapat terjadi. Keparahan
dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume miokardium terpengaruh, tingkat
permintaan pada jantung, dan kemampuan dari sisa jantung untuk mengkompensasi
merupakan penentu utama dari presentasi klinis pasien dan hasil.(Anemia dan
hipoksemia dapat memicu iskemia miokard tanpa adanya pengurangan berat pada aliran
darah arteri koroner.)
Sebuah sindrom yang terdiri dari nyeri dada, iskemik ST-segmen dan T-
gelombang perubahan, peningkatan kadar biomarker cedera miosit, dan sementara
ventrikel kiri apikal balon (sindrom Takotsubo) telah terbukti terjadi dalam ketiadaan
CAD klinis, setelah emosional atau stres fisik. Etiologi sindrom ini tidak dipahami
dengan baik tetapi diduga berhubungan dengan lonjakan hormon stres katekol dan / atau
sensitivitas tinggi terhadap hormon tersebut.Kadar glukosa darah awal tampaknya
menjadi faktor risiko independen untuk acara jantung samping utama (MACE) di gawat
darurat (ED) pasien yang diduga ACS.
Dalam sebuah analisis data dari 1708 pasien Australia dan Selandia Baru dalam
sebuah studi observasional prospektif, peneliti mencatat MACE sebuah terjadi dalam
waktu 30 hari dari presentasi di 15,3% dari pasien yang ED kadar glukosa darah masuk
berada di bawah 7 mmol / L (sekitar 126 mg / dL); Namun, dalam periode waktu yang
sama, MACE itu terjadi di dua kali lebih banyak pasien (30,9%) yang darahnya glukosa
tingkat berada di atas 7 mmol / L. Setelah mengendalikan berbagai faktor, pasien yang

24
memiliki kadar glukosa darah masuk dari 7 mmol / L atau lebih tinggi berisiko 51%
lebih tinggi mengalami MACE dibandingkan dengan pasien yang memiliki kadar
glukosa darah awal yang lebih rendah. prediktor signifikan lainnya dari MACE termasuk
seks pria, usia yang lebih tua, riwayat keluarga, hipertensi, dislipidemia, temuan iskemik
pada ECG, dan troponintests positif. (Coven., 2016)
 Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
 Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
 Obstruksi mekanik yang progresif
 Inflamasi dan atau infeksi
 Faktor atau keadaan pencetus
 Trauma
 Aneurisma aorta
 Penyumbatan pembuluh darah koroner – plaque (atheroma deposit)
(Oktavianus & Sari., 2014; Apriyanto, dkk., 2010)

Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada


penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh
empat hal, meliputi:

a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi


kolesterol tinggi.
b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus). 
c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus. 
d. Infeksi pada pembuluh darah. 

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA)


dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni: 

a. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan) 


b. Stress emosi, terkejut 
c. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan
aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung
meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat. 

Faktor resiko pada SKA (Muttaqin, 2009) dibagi menjadi :

1. Faktor  resiko yang tidak dapat dirubah:


a. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring
pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau
lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia di atas 65 tahun.
Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi dari
pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.
b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada
wanita resiko lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada wanita
setelah menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid
dalam darah.

25
c. Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya
atherosklerosis belum diketahui secara pasti.  Tendensi atherosklerosis pada orang
tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada hubungan terjadinya sama dengan
anggota keluarga lain.
d. Suku bangsa
Orang Amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dibandinkan
dengan kulit putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan bahwa 33% orang Amerika
kulit hitam menderita hipertensi dibandingkan dengan kulit putih.

2. Faktor resiko yang dapat dirubah:


a) Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali  untuk meninggal karena SKA
daripada yang bukan perokok. Resiko juga bergantung dari berapa banyak rokok
per hari, lebih banyak rokok lebih tinggi pula resikonya. Hal ini dikaitkan dengan
pengaruh nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida karbon yang terkandung
dalam rokok.  Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan dampak
peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon monoksida menganggu pengangkutan
oksigen karena hemoglobin mudah berikatan dengan karbon monoksida daripada
oksigen.
b) Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida  dalam darah terlibat dalam transportasi,
digesti, dan absorbs lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol melebihi
300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA dibandingkan yang
memiliki kadar 200 mg/dl. Diet yang mengandung lemak jenuh merupakan faktor
utama yang menimbulkan hiperlipidemia.
c) Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes tanpa
memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi
pada diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan dalam
pertumbuhan atheroma.
d) Hipertensi
Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan
kebutuhan ventrikel,hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk miokard
untuk menghadapi suplai yang berkurang.
e) Obesitas
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang
meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas berhubungan
dengan peningkatan intake kalori dan kadar low density lipoprotein.
f) Inaktifitas fisik
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan
cara menurunkan kadar kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap
fisiologis dari kegiatan mampu menurunkan kadar kepekatan rendah dari lipid
protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac output.
g) Stres psikologis berlebihan
Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin yang
meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi

6. Patofisiologi dari acute coronary syndrome


Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh sel-
sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat
aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh
darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya
lumen menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan

26
berdinding kasar, akan cebderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini
menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit
tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada
permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan
penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid
akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah
distal plak yang pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan
terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat
memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma.
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan
Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme
anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis.Keadaan
nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark
miokard).Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia
dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk
berkontraksi.Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan
tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan
PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi
segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat
dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang
terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya
menurun.Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung.Iskemia
dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang
berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina
pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina
Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat
melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat.
Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat,
nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian:
Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel
yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami
nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering disebut
infark). (Juliawan., 2012)
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh
darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium local. Iskemia yang
bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan
jaringan, dan menekan fungsi miokardium. (Oktavianus & Sari., 2014)

27
WOC
Aterosklerosis Trombosis
Kontriksi arteri koronaria

Aliran Darah Ke
Jantung

Oksigen &
Nutrisi

Jaringan miokard
iskemik

Nekrose Lebih Dari 30 Menit

Supply & Kebutuhan Oksigen


Ke Jantung Tidak Seimbang

Supply Oksigen ke miokard

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Kerusakan Timbunan asam Integritas sel berubah


nyeri
pertukaran gas laktat
Resiko penurunan
Kontraktilitas curah jantung
Ansietas
fatique

Intoleransi aktivitas
COP Kegagalan pompa
jantung

Gagal Jantung

Resiko kelebihan
cairan ektravaskuler

28
7. Tanda dan gejala dari acute coronary syndrome
Keparahan dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume miokardium
terpengaruh, tingkat permintaan, dan kemampuan dari sisa jantung untuk
mengkompensasi merupakan penentu utama dari presentasi klinis pasien dan
hasil.Seorang pasien mungkin hadir untuk ED karena perubahan dalam pola atau
keparahan gejala.Biasanya, angina merupakan gejala iskemia miokard yang muncul
dalam keadaan kebutuhan oksigen meningkat.Hal ini biasanya digambarkan sebagai
sensasi tekanan dada atau berat yang direproduksi oleh kegiatan atau kondisi yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.Sebuah kasus baru dari angina lebih sulit
untuk mendiagnosis karena gejala sering tidak jelas dan mirip dengan yang disebabkan
oleh kondisi lain (misalnya, gangguan pencernaan, kecemasan).
Namun, tidak semua pasien mengalami nyeri dada.Mereka mungkin hadir dengan
hanya leher, rahang, telinga, lengan, atau ketidaknyamanan epigastrium. Beberapa
pasien, termasuk beberapa yang sudah lanjut usia atau yang memiliki diabetes, hadir
dengan tidak ada rasa sakit, mengeluh hanya sesak episodik napas, kelemahan yang
parah, pusing, diaphoresis, atau mual dan muntah. Orang-orang tua juga dapat hadir
hanya dengan perubahan status mental.Mereka dengan status mental yang sudah ada
sebelumnya diubah atau demensia mungkin tidak ingat gejala baru-baru ini dan mungkin
tidak memiliki keluhan.Selain itu, ada bukti bahwa perempuan lebih sering memiliki
acara koroner tanpa gejala yang khas, yang dapat menjelaskan kegagalan sering dokter
untuk awalnya mendiagnosa ACS pada wanita.
Aterosklerosis adalah penyebab utama dari ACS, dengan sebagian besar kasus
terjadi dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere. Keluhan yang dilaporkan oleh pasien
dengan ACS meliputi berikut ini:
 Palpitasi
 Nyeri, yang biasanya digambarkan sebagai tekanan, meremas, atau sensasi terbakar di
prekordium dan dapat menyebar ke leher, bahu, rahang, punggung, perut bagian atas,
atau lengan baik
 Dyspnea saat aktivitas yang memecahkan dengan rasa sakit atau istirahat
 Diaforesis dari debit simpatik
 Mual dari stimulasi vagal
 Toleransi latihan menurun

Angina stabil melibatkan rasa sakit episodik yang berlangsung 5-15 menit,
diprovokasi oleh tenaga, dan dibebaskan dengan istirahat atau nitrogliserin.Dalam angina
tidak stabil, pasien mengalami peningkatan risiko kejadian kardiak yang merugikan,
seperti infark miokard atau kematian.Baru-onset angina exertional dapat terjadi saat
istirahat dan meningkatkan frekuensi atau durasi atau refrakter terhadap
nitrogliserin.angina varian (Prinzmetal angina) terjadi terutama saat istirahat, dipicu oleh
merokok, dan diduga disebabkan oleh vasospasme koroner. (Coven., 2016)

Rilantono (1996) mengatakan gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri
ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri
dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan
keluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta
punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk
angin atau maag. 

29
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi: 
1) Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan
daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati . 
2) Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi
nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari
20 menit.Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta
ke punggung.Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat.Nyeri ini dapat pula timbul
pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita
yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih
berat atau lebih sering. 
3) Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh
seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati.
Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin. 

8. Pemeriksaan penunjang dari acute coronary syndrome


1) Pemeriksaan Laboratorium
 Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya
hipokalemi, hiperkalemi.
 Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
 Laju Endap Darah (LED)
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA, menunjukkan inflamasi.
 AGD
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
 Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
2) Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung(CTR > 50 %) diduga gagal
jantung atau aneurisma ventrikuler
3) Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ventrikel, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
4) Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi atau
luasnya AMI.
5) Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau emergensi.
6) Treatmill test
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
7) Enzim jantung
Sel otot jantung yang mati akan mengeluarkan enzim,dan enzim tersebut dapat
membantu dalam menegakkan infark miokard.
8) Echocardiogram

30
Dilakukan untuk menentukan dimensi ruang jantung, gerakan katup atau dinding
ventrikel dan konfigurasi atau fungsi katup.
9) Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan
fraksi ejeksi (aliran darah)..
10) Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, ruang jantung atau katup ventrikel, lesi
vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.

(Sumber: Muliadi., 2015)

Algoritma

31
9. Penatalaksanaan dari acute coronary syndrome
Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer
pasien segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan pada
penderita dengan infark miokard, yaitu :
a. Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik, angioplasti, atau
CABG.
b. Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau dengan anti platelet.
c. Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi oksigen
demand atau mencukupi kebutuhan oksigen.

Protokol tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di RS Jantung dan


Pembuluh Darah Harapan Kita:

a. Oksigen nasal 2-3 L/menit


b. Aspilet kunyah 160-320 mg
c. Clopidogrel loding dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
d. Nitrat tablet 5 mg SL dapat diulang 3 kali,jika masih nyeri dada diberi Morphin 2,5–5
mg IVatau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis dimulai dari 5 mikrogram/menit atau
dititrasi.
e. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit, CKMB, hs-
Troponin.
f. ACE Inhibitor (gagal jantung, DM, hipertensi)
g. Anti iskemik beta bloker (jika tidak ada kontraindikasi) atau kalsium antagonis
h. Statin
i. Anti koagulan:
 CCT > 30 ml/menit berikan pondafarinux atau enoxafarine subkutan, jika CCT <
30 ml/menit berikan UFH atau enoxafarine (1 mg/KgBB subkutan sehari sekali).
 Loding dose heparin bolus 60-70 unit maksimal 4000 unit dengan dosis
pemeliharaan 12-15 unit/KgBB/jam maksimal 1000 unit/jam dengan target APTT
1,5-2 kali nilai kontrol. Dosis enoxafarine 1 mg/KgBB subkutan setiap 12 jam.
Dosis pondafarinux 2,5 mg subkutan sekali sehari.

Penatalaksanaan untuk SKA adalah Primary PCI (Percutaneus Coronary


Intervention) dan fibrinolitik. Primary PCI dapat dikerjakan dalam 60 menit di ruang
kateterisasi.Meskipun Primary PCI bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darahyang
menyempit, dalam kenyataannnya juga memiliki komplikasi. Komplikasi dapat dibagi
menjadi dua kategori yaitu yang secara umum berkaitan dengan kateterisasi arteri dan yang
berhubungan dengan teknologi yang spesifik yang digunakan untuk prosedur pada koroner
(AHA, 2001, dalam Meilany, 2011). Berikut ini beberapa kompilasi paska pemasangan
stent.

Onset lebih dari 12 jam. Jika kondisi stabil rawat CVC kurang dari 48 jam, rawat
ruang intermediate atau ruang rawat biasa jika onset lebih dari 48 jam, echokardiografi dan
angiografi koroner dalam 24 jam. Pada pasien tidak stabil dilakukan PCI dini. Indikasi PCI
dini adalah:

a. Persentasi lebih dari 3 jam


b. Tersedia fasilitas PCI
c. Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon kurang dari 90 menit
d. Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara pasien tiba
sampai dengan fibrinolitik kurang dari 1 jam
e. Terdapat kontraindikasi fibrinolitik
f. Resiko tinggi (gagal jantung kongestif killip III)

32
Prinsip umum penatalaksaan medis :

a. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolotik/ PTCA primer untuk


menyelamatkan otot jantung dari infark miokard
b. Memberi luasnya infark miokard
c. Mempertahankan fungsi jantung
d. Memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
e. Memperbaiki kulitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina
f. Mengurangi atau mencegah infark iokard dan kematian mendadak

Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien sindrom koroner
akut (SKA) adalah: 

1. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen
pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara
kanul hidung.
2. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x
NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta
menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan). 
3. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan
tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun,
sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang
tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual,
bradikardi, dan depresi pernapasan .
4. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2.Kedua
hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. 
5. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin
menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The Antiplatelet Trialists
Colaboration" melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari
14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160–
325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada
stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang
mual atau muntah 4.Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian
GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).Ternyata efektif dalam menurunkan
kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris. 

33
6. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat
agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah
dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet.,
sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46%
kematian vaskular dan nonfatal infark miokard.Dapat dikombinasi dengan Aspirin
untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami
implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya
trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari)
bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk.memperoleh hasil yang baik
dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan
menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu
diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai
dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung
sel darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel sama efektifnya dengan
Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan
netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin,
meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien
SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22.
Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai
dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of
Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
aterosklerosis (Product Monograph New Plavix). 

Rilantono (1996) menambahkan penanganan Sindrom Koroner Akut (SKA) meliputi: 


1. Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang
lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya
(tanpa aPTT). Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada
pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang
dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam
maksimum bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat
badan < 70 kg. 
2. Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH): Diberikan pada APTS atau
NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH,
yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose – independent
clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak
mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia
sangat rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi;
lebih banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam
pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin,
Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu

34
antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg
subkutan selama 6 hari: 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi –
Synthelabo). 
3. Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan
jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan
antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS
Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin. 
4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada NSTEMI
SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan
(IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek
reperfusi (studi GUSTO V dan ASSENT-3). GUSTO V membandingkan Reteplase
dengan Reteplase dan Abciximab (GPIIb/IIIa-I) pada IMA, sedangkan ASSENT–3
membandingkan antara Tenecteplase kombinasi dengan Enoxaparin atau Abciximab
dengan Tenecteplase kombinasi UFH pada IMA , yang ternyata tak ada perbedaan pada
mortalitas 4. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup
kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin
17.Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara
intravena.Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan
Ximilofiban.GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian koroner dengan
segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat
meningkatkan mortalitas.Secara invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat
digunakan untuk mengurangi akibat disrupsi plak.Banyak penelitian besar telah
dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin,
maupun pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik.Namun, tetap perlu
diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet
(trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia berat bila
jumlah platelet < 50.000 ml 4,17,26. Dasgupta dkk.(2000) meneliti efek
trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak terjadi pada Eptifibatide atau
Tirofiban dengan sebab yang belum jelas.Diduga karena Abciximab menyebabkan
respons antibodi yang merangsang kombinasi platelet meningkat dan menyokong
terjadinya trombositopenia. Penelitian TARGET menunjukkan superioritas Abciximab
dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin dengan derivat yang lain.
Penelitian ESPRIT memprogram untuk persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan
pada grup APTS. 
5. Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam
amino polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi
terhadap 12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan
perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas 17,28. 
6. Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB)
baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak
menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen
activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari

35
Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90
menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi
arteri koroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA),
karena mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian
besar membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada
perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja. 
7. Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi jantung saat ini
juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang
kekurangan atau bahkan tidak memperoleh darah bisa dilaksanakan dengan membuka
sumbatan pembuluh darah koroner dengan balon dan lalu dipasang alat yang disebut
stent.Dengan demikian aliran darah akan dengan segera dapat kembali mengalir
menjadi normal.

10. Askep dari acute coronary syndrome

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airways
o Sumbatan atau penumpukan secret
o Wheezing atau krekles
b. Breathing
o Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
o RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
o Ronchi, krekles
o Ekspansi dada tidak penuh
o Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
o Nadi lemah , tidak teratur
o Takikardi
o TD meningkat / menurun
o Edema
o Gelisah
o Akral dingin
o Kulit pucat, sianosis
o Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan fisik
a. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap,
Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
o Takikardi
o Dispnea pada istirahat atau aktifitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda :

36
o Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri
o Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
o Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan konraktilits atau komplain ventrikel
o Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
o Friksi ; dicurigai Perikarditis
o Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
o Edema
o Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles
mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel
o Warna :Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau
bibir
c. Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir
tentang keuangan , kerja , keluarga
d. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
e. Makanan atau cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
f. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat )
h. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
o Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
o Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
o Kualitas: “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat
o Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
o Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes
mellitus , hipertensi, lansia

37
i. Pernafasan:
Tanda :
o peningkatan frekuensi pernafasan
o nafas sesak / kuat
o pucat, sianosis
o bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :
o dispnea tanpa atau dengan kerja
o dispnea nocturnal
o batuk dengan atau tanpa produksi sputum
o riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
j. Interkasi social
Tanda :
o Kesulitan istirahat dengan tenang
o Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
o Menarik diri
Gejala :
o Stress
o Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan
di RS

B. DIAGNOSA
1. Gangguan rasa tak nyaman nyeri akut
Gangguan rasa tak nyaman dan nyeri akut dapat terjadi sehubungan
dengan kurangnya suplai oksigen ke otot jantung sekunder karena oklusi arteri
coronaria. Kondisi ini di tandai dengan rasa nyeri dada hebat dengan menjalar ke
leher, punggung belakang, dan epigastrium. Di samping itu, ekspresi wajah
tampak kesakitan, kelelahan, lelah, perubahan kesadaran nadi dan tekanan darah.

Intervensi :

a. Monitor dan catat karakteristik nyeri; lokasi nyeri, intensitas nyeri, durasi
nyeri, kualitas dan penyebaran nyeri
b. Kaji apakah pernah ada di rawayat nyeri dada di sebelumnya
c. Atur lingkungan tenang nyaman, jelaskan bahwa pasien harus istirahat
d. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas
e. Periksa tanda-tanda vital  sebelum dan sesudah pengobatan analgetik

Kolaborasi :

a. Pemberian tambahan oksigen dengan nasal canule atau masker.


b. Pemberian obat-obatan sesuai indikasi, anti angina (nitrogyserin seperti; nitro-
disk, nitro bid), Beta blokers; propanorol ( indera ), pindolol (vietlen), atenol
(tenormin), analgesic ( seperti; morphin / meperidine/demoral ), cantagonis
(seperti nifedipine / adalat ).
2. Potensial penurunan perfusi jaringan
Ini terjadi sehubungan dengan vasokontrinsik hipovolemia.
Intervensi :
a. Awasi perubahan emosi secara mendadak misalnya bingung, cemas, lemah
dan penurunana kesadaran

38
b. Awasi adanya sianosis, kulit dingin dan nadi perifer
c. Kaji adanya tanda-tanda homan’s ; nyeri pada pergelangan lutut, eritema dan
edema
d. Monitor pernafasan
e. Kaji fungsi pencernaan; ada tidaknya mual , penurunan bunyi usus, muntah,
distensi abdomen dan konstipasi
f. Monitor pemasukan cairan; ada tidaknya perubahan dalam produksi urine.

Kolaborasi :

a. Pemeriksaan laboratorium; astrup, creatinin, dan elektrolit


b. Pengobatan; heparin, panitidine dan antasida.

C. IMPLEMENTASI
Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan meninjau dari
apa yang telah di rencanakan atau intervensi sebelumnya dengan tujuan utamanya
penghilangan nyeri dada, tidak ada kesulitan bernafas, pemeliharaan atau pencapaian
perfusi jaringan yang adekuat, mengurangi kecemasan, mematuhi program asuhan
diri, dan tidak adanya komplikasi.

D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan
a. Pasien menunjukkan pengurangan nyeri.
b. Tidak menunjukkan kesulitan dalam bernafas
c. Perfusi jaringan terpelihara secara adekuat
d. Memperihatkan berkurangnya kecemasan

39
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Koroner Akut menggambarkan suatu penyakit yang berat, dengan mortalitas
tinggi serta merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa
keluhan perasaan tidak enak atau nyeri dada yang disertai dengan gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard (Dep. Kes. RI, 2007). Menurut laporan World Health Organization (WHO)
tahun 2008, penyakit tidak menular menjadi penyebab kematian 36 juta penduduk dunia
(64%) dari seluruh kematian global (Rahajoe& Rilantono, 2012).
The American Heart Association memperkirakan lebih dari 6 juta penduduk Amerika,
menderita penyakit jantung koroner dan merupakan penyebab kematian utama
(20%) penduduk Amerika (Harrisons, 2000). Berdasarkan Riskesdes di Indonesia tahun
2007 prevalensi nasional penyakit jantung adalah 7,2%. Penyakit jantung iskemik menduduki
urutan ketiga (8,7%) sebagai penyebab kematian di daerah perkotaan (Subagjo et al.,2012).
Mortalitas sindrom koroner akut tidak tergantung pada besarnya presentase
stenosis, namun lebih sering ditemukan dengan plak kurang dari 50-70% yang tidak stabil,
tipis dan mudah erosi atau ruptur (Soerianata & Sanjaya, 2004).

B. Saran
Dengan di susunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca. Disampin itu kami juga mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca sehingga kami  bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

40
DAFTAR PUSTAKA

Alaeddini Jamshid, MD, FACC, FHRS. 2016. “Angina Pectoris”. Medscape, desember
2016. http://emedicine.medscape.com/article/150215-differential 11 Mei 2017

Coven, David L, MD, PhD. 2016. “Acute Coronary Syndrome”. Medscape, desember 2016
http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview 27 Maret 2017.

Herdman. T. H dan S. Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi


2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC

Juliawan Dewa. 2012. “Askep ACS” (online). Juni 2012.


http://askepacs.blogspot.co.id/2012/06/konsep-dasar-keperawatan-1.html 11 Mei
2017

Oktavianus dan Febriana Sartika Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Kardiovaskuler Dewasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rizky Pribadi. 2014. “Non-ST Elevasi miokard Infark” (online). Januari 2014.
http://kalangkangmencrang.blogspot.co.id/2014/01/non-st-elevasi-miokard-infark-
nstemi.html 11 Mei 2017

Roffi Marco. (2016). “2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary
syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation”.
European Heart Journal, is a available on the ESC website
http://www.escardio.org/guidelines 27 maret 2017 hal: 273

Tan Walter, MD, MS. 2015. “Unstable Angina”. Medscape 2015.


http://emedicine.medscape.com/article/159383-workup#showall 27 Mei 2017

Widya Josephine. 2014. “Sindrom Koroner Akut”. (online). April 2014.


https://josephinewidya.wordpress.com/2014/04/30/definisi-etiologi-faktor-risiko-
dan-klasifikasi-sindrom-koroner-akut/ 11 Mei 2017

Brunner and Suddarth (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Corwin J. Elizabeth  (2009). Buku SakuPatofisiologi. Jakarta : EGC

Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkw (2009). AsuhanKeperawatanGawatDarurat. Jakarta : TIM


Koroner-akut-infarkmiokard_obat_hosppharm.pdf-adobe reader

C.Susilo, Hidayat Sujuti, dkk.2013. Hubungan Luas Infark Miokard (Berdasar Skor
Selvester)Dengan Respon Nyeri Dada Pada Pasien Sindrom Koroner Akut (Ska)
Di Rsd Dr.Soebandi Jember. Diakses pada 03 Nopember 2105.

Salvagno GL, Pavan C. Prognostic biomarkers in acute coronary syndrome. Ann Transl
Med[Internet]. 2016;4(13):258–258

Lily Ismudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran. Hal
173-181

41

Anda mungkin juga menyukai