OLEH:
KELOMPOK 4
1. Nuisa Kennia 9. Rantika Juniarti Tarigan
2. Nur Amaliya Purba 10. Ratih Ayu Pertiwi
3. Nur Fitria Utami 11. Ratih Nurul Rizki
4. Nursafitri Lubis 12. Rebekha Noveria
5. Nurwana 13. Reni
6. Nurwani 14. Retno Widya Astuti
7. Peni Umriani 15. Reva Maya Sari Nainggolan
8. Putri Mira Rizal 16. Rina Mariati Harahap
Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute Coronary syndrome (ACS) adalah suatu kelainan yang
disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri
yang mengalirkan darah ke otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung
yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah yang terkena sehingga
fungsinya terganggu (Alwi dkk, 2006).
Berdasarkan data WHO tahun 2008, Sebanyak 17.3 juta penduduk
didunia meninggal karena penyakit tersebut.Sebanyak 80% kematian
akibat ACS berada di negara maju dan berkembang dan terjadi pada laki-
laki dan perempuan. (WHO, 2012). Diperkirakan bahwa diseluruh dunia,
ACS pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar
36% dari seluruh kematian (Departemen Kesehatan, RI, 2006).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit ACS
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% dan prevalensi
penderita ACS di Jawa barat adalah 8,2% (Balitbangkes, 2007).
Sedangkan prevalensi penderita ACS di RS Siloam Hospitals Lippo
Village Karawaci Gedung A, yang dirawat dari bulan januari sampai
bulan oktober 2017 mencapai 40 orang dari 320 pasien yang dirawat di
ruang ICCU.
Dari data tersebut diatas kami tertarik untuk membahas kasus
asuhan keperawatan pasien dengan ACS, khususnya tentang penanganan
dan perawatan pasien selama berada di intensive area sehingga banyak
menyelamatkan dan memperbaiki kualitas hidup penderita.Hal ini berkat
therapy reperfusi cepat (primary PCI) untuk membuka sumbatan arteri
coroner, kunci penting untuk mencapai hal tersebut adalah ketepatan dan
kecepatan diagnosis serta therapy dini pada ACS.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui pengertian ACS
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi yang terkait dengan ACS
c. Mampu mengenali nyeri dada pada pasien ACS
d. Mampu mengidentifikasi secara dini dan pemberian awal therapy
pada pasien ACS
e. Memiliki pengetahuan dasar untuk menilai pasien ACS
f. Mengetahui dan mampu melakukan asuhan keperawatan pada
pasien ACS
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Sindrome coroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari
infark miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina
pectoris tidak stabil (Dharma, 2010)
ACS adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya
coroner iskemik , dimana pasien berada pada resiko untuk berkembang
adanya kerusakan miokard, terdapat 3 kondisi dari ACS yaitu angina
tidak stabil, NSTEMI ( Non ST Elevasi Miocardial Infarct ), dan STEMI
( ST Elevasi Miocardial Infarct ). (Chintya lee, 2013 )
Penyakit syndrome coroner akut ( ACS ) adalah terjadinya
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan miokard,dimana
gabungan gejala klinik yang menandakan iskemik miokard akut, terdiri
dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST ( STEMI ), infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI ) dan angina pectoris
tidak stabil ( UAP ). ( PERKI 2014 )
B. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor:
Faktor pembuluh darah
I. Aterosklerosis
II. Spasme
III. Arteritis
Faktor sirkulasi
I. Hipotensi
II. Stenosis aorta
III. Insufisiensi
Faktor darah
I. Anemia
II. Hypoxemia
III. polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat
Aktifitas berlebihan
Emosi
Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada:
Kerusakan miokard
Hypertropi miokard
Hypertensi diastolik
2. Faktor predisposisi
Factor resiko biologis yang tidak dapat diubah:
a. Usia ≥ 40thn
b. Jenis kelamin: insiden pada pria sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
3. Factor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor
Hiperlipidemia
Hipertensi
Merokok
Diabetes
Obesitas
Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor
Inaktifitas fisik
Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,
kompetitif)
Stress psikologis berlebihan
C. Patofisiologi
Gambar 10
proses aterosklerosis
Pada saat ini muncul perubahan yang tiba-tiba dari angina stabil
menjadi tidak stabil atau infark miokard, sedangkan thrombosis
merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang terdapat
didalam pembuluh darah. Thrombus yang terbentuk merupakan campuran
dari thrombus merah dan thrombus putih.Spasme arteri coroner juga
berperan penting dalam patofisiologi ACS, spasme atau vasokonstriksi
terjadi sebagai respon terhadap disfungsi endotel ringan dekatlesi atau
sebagai respon terhadap diserupsi plak dari lesi plak itu sendiri.
D. Manifestasi klinis
1. Nyeri
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadisecara mendadak
dan terus menerus tidak mereda. Biasanya dirasakan diatas
region sternal bawah dan abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar kebahu dan terus kebawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional ), menetap selama beberapa jam atau hari
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar kearah rahang atau leher .
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaphoresis berat, pening atau sakit kepala terasa melayang
dan mual muntah .
g. Pasien dengan diabetes militus tidak akan mengalami nyeri
yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak nafas, mual, nyeri
epigastric.
3. Perubahan tanda vital seperti tachicardi, tachipneu, hypertensi atau
hypotensi dan menurunkan saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan
irama jantung
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
a. STEMI : perubahan pada pasien dengan infark miokard akut,
meliputi hyperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan
terbentuknya Q pathologis, terbentuknya bundle branch block /
yang dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment ST
≥ 1mm pada 2 sadapanyang berdekatan pada limb lead dan atau
segmen elevasi ≥ 2mm pada 2 sadapan chest lead
b. NSTEMI : perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥1mm
pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segmen
depresi ≥ 2mm pada 2 sadapan chest lead
c. Gambaran EKG
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam
mendiagnosa ACS. Pemeriksaan yang sederhana, murah tapi
mempunyai nilai klinis yang tinggi. Pada APTS / Non Q
infark, perubahan berupa adanya ST segment depresi atau T
inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi
ventrikel kiri.
Gambaran 11
Gambar 12
EKG berupa ST Elevasi
Tabel 1
Puncak Kembali
Marker Meningkat
Peningkata Normal
Troponin T 3 – 12 Jam 12 Jam – 2 hari 5 – 14 Hari
CK 3 – 12 Jam 24 Jam Tidak diketahui
CK-MB 2 – 6 Jam 18 Jam 48 – 72 Jam
3. Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktiitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemia
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000-20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
5. AGD
Dapat menunjukan hypoxia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
6. Kolesterol atau trigliserida
Jika meningkat menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab
IMA
7. Rontgen dada
Mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung diduga
GJK atau aneurisma ventrikuler.
8. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
9. Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
coroner.Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran
tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi
ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali
mendekatibedah jantung angioplasty atau emergensi.
F. Komplikasi
Ada beberapa kompikasi yang dapat ditemukan, antara lain:
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal jantung
5. Emboli paru
6. Rupture septum ventrikuler
7. Rupture muskulus papilaris
8. Aneurisma ventrikel
G. Penatalaksanaan medis
1. Penatalaksanaan ACS terbagi dua
a. Prehospital
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan
medis
Segera memanggil tim medis emergensi
Transportasi pasien ke Rumah Sakit
b. Hospital
Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
EKG 12 lead
Pasang Intravena
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan
terarah.
Lengkapi cek list fibrinolitik, cek kontraindikasi
Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan
pembekuan darah
Pemeriksaan sinar X, (≥30 menit setelah pasien sampai di IGD)
a. Oksigen
Oksigen harus diberikan pada semua pasien dengan sesak nafas,
tanda gagal jantung, syok atau saturasi oksigen < 94%
b. Aspirin
J. Rencana Keperawatan
1. Dx 1 : Nyeri dada berhubungan dengan berkurangnya aliran darah
coroner
Tujuan :Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria :keluhan nyeri berkurang atau hilang skala nyeri 0-1
Intervensi :
a) Beri lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung bila perlu
b) Istirahatkan pasien
c) Kaji dan observasi tingkat nyeri
d) Beri oksigen sesuai dengan kebutuhan
e) Ajarkan dan demonstrasikan pada klien tehnik relaxasi dan
latihan nafas dalam
f) Ukur tanda vital dan monitor EKG
g) Pasang / pertahankan IV line
h) Beri makanan yang mudah dicerna/lembut
i) Laporkan bila nyeri berlanjut untuk menentukan intervensi
medis yang lebih baik
j) Hindari tindakan valsava manufer
k) Dokumentasikan dan monitor rasa nyeri; kualitas, durasi,
intensitas, dan efektivitas obat
l) Kolaborasi dokter untuk pengobatan yang dibutuhkan
2. Dx 2 : Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
penurunan kontraktilitas jantung
Tujuan : Curah jantung optimal
Kriteria :Hemodinamik stabil, EKG 12 lead normal, perfusi baik
Intervensi :
a) Observasi tanda-tanda vital
b) Evaluasi status mental
c) Kenali therapy yang berefek penurunan kardiak output
d) Pertahankan atau pasang IV line
e) Rekam EKG 12 lead
f) Kaji tanda- tanda dan gejala GJK
g) Observasi tanda perubahan warna kulit
h) Beri oksigen sesuai dengan protocol
i) Beri therapy sesuai dengan program
3. Dx 3 : intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
intake oksigen dengan kebutuhan
Tujuan : pasien dapat melakukan aktifitas yang dibutuhkan tanpa
adanya nyeri
Kriteria : keluhan nyeri dada tidak ada dalam beraktivitas
Intervensi :
a) Anjurkan untuk bedrest selama periode akut
b) Beri oksigen sesuai dengan protocol
c) Ukur tanda-tanda vital
d) Beri lingkungan yang nyaman dan suasana tenang
e) Informasikan untuk tidak menggunakan tenaga/energy yang
berlebihan dalam aktivitas sehari-hari seperti mengejan saat
BAB
f) Hentikan aktivitas bila pasien menunjukkan respon nyeri, sesak,
pusing, penurunan blood pressure dan HR
g) Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas
h) Beri therapy sebelum aktivitas sesuai program
4. Dx 4 : Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian
/perubahan status kesehatan
Tujuan : cemas berkurang/hilang
Kriteria : pasien mengatakan penurunan cemas, dapat
mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah positif, pasien
rileks
Intervensi :
a) Kaji tingkat cemas
b) Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman /situasi
c) Motivasi pasien untuk mengekspresikan perasaan, pikirannya
d) Berikan informasi yang akurat dan konsisten tentang penyakitnya
e) Dorong pasien/orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan
seseorang
f) Beri kenyamanan dan ketenangan hati seperti temani pasien,
bicara perlahan, tenang, kalimat sederhana dan pendek serta
perlihatkan rasa empati
g) Beri kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami
pengalaman yang sama
h) Kolaborasi dokter untuk pemberian sedative sesuai indikasi
5. Dx 5 : Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan /penghentian aliran darah
Tujuan : perfusi jaringan baik
Kriteria : akral hangat dan kering, pulsasi nadi kuat, hemodinamik
stabil, pasien sadar, keseimbangan pemasokan dan pengeluaran,
oedema dan nyeri tidak ada.
Intervensi :
a) Kaji perubahan tingkat kesadaran
b) Observasi dan evaluasi tanda-tanda perubahan perfusi jaringan
c) Observasi pernafasan
d) Monitor intake output cairan
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan laboratorium dan
obat sesuai indikasi
f) Siapkan untuk pemberian agen trombolitik
6. Dx 6 : Risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan perfusi organ
Tujuan : Kelebihan volume cairan tidak terjadi
Kriteria : Balance cairan seimbang, TD dalam batas normal, tidak ada
distensi vena perifer, paru bersih dan berat badan normal
Intervensi :
a) Auskultasi paru, bunyi nafas
b) Balance cairan
c) Timbang BB tiap hari
d) Pertahankan masukan total cairan 2000ml/24jam dalam toleransi
kardiovaskuler
e) Kolaborasi dalam pemberian diet/cairan rendah natrium dan obat
anti diuretic
f) Pantau kalium sesuai indikasi
7. Dx 7 : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kebutuhan perubahan pola hidup
Tujuan : Memahami penyakitnya dan mampu melakukan perubahan
pola hidup
Kriteria : menyatakan pemahaman penyakit jantung sendiri, tujuan
pengobatan dan efek yang merugikan serta mampu merencanakan
perubahan pola hidup yang baik
Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keinginan untuk belajar
b) Berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi
c) Tekankan pentingnya mengikuti perawatan kesehatan dan
mengidentifikasi sumber di masyarakat
d) Tekankan pentingnya melaporkan terjadinya demam
sehubungan dengan nyeri dada yang menyebar
K. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan
meliputi tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi
(Wartonah T,2011)
Tindakan mandiri (independen) adalah aktifitas perawat
yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan
bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan
lain.Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
L. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan,rencana tindakan keperawatan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai.Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluhan yang sering muncul yaitu nyeri dada, dada terasa berat seperti dihimpit,
tidak enak badan, badan terasa lemas, kadang kala dapat disertai mual, muntah,
keringat dingin atau gejala pada penderita sakit magh. Bila ditemukan satu atau
lebih dari gejala diatas, jangan dianggap sepele segeralah periksakan diri kedokter
atau Rumah Sakit terdekat, lebih cepat diperiksa lebih cepat diketahui penyebab
dan penanganannya juga bias cepat dilakukan. Cara mengenal kemungkinan
pasien Acut coroner syndrome dalam lima menit adalah ada keluhan nyeri dada /
perasaan tidak enak didada, perubahan EKG dan perubahan enzyme jantung. Bila
dua diantaranya ada, pasien dapat dicurigai dengan ACS, tetapi pasien ACS 80%
mengalami keluhan. Banyak factor yang dapat memicu terjadinya ACs ini,
diantaranya adalah kolesterol, Stres dan pola diet yang tidak baik. Untuk
mencegah terjadinya penyakit jantung ini, mulai dari sekarang atau sedini
mungkin kita perbaiki pola hidup yang baik. Sayangilah jantung kita.
B. Saran
Saran untuk perawat
Untuk perawat di Rumah Sakit diharapkan dapat memberi Asuhan
Keperawatan pada pasien ACS yang lebih baik lagi.
Perawat mampu mengenali gejala dini dari ACS sehingga perawat mampu
memberikan ASKEP pada ACS dengan cepat dan tepat
Perawat mampu melakukan pendokumentasian pada pasien ACS dengan
baik dan benar
Perawat mempunyai ketrampilan yang lebih untuk dapat memberikan
ASKEP pada ACS
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017. Edisi ke-1 cetakan III (Revisi),
Jakarta: DPP PPNI
1.Pengertian
Suatu keadaan yang disebabkan oleh tidak adanya tanda-tanda klinis
curah jantung, jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibatnya terjadi
penghentian sirkulasi darah.
Dalam penatalaksanaan pasien cardiac arrest mempunyai tujuan utama
menyelamatkan otak dari kekurangan oksigen, karena berhentinya
sirkulasi selama 10 detik menyebabkan pasien tidak sadar.
Apabila terhentinya sirkulasi lebih dari 4 menit maka kerusakan otak
irreversible akan terjadi.
Defibrilasi merupakan prioritas utama penanganan cardiac arrest
2. Patofisiologi
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi
ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan
asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
a) Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak,
pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya,
jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus
segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
b) Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena
adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya
gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase
pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke
ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan
keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih
diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi
henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan
menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama
c) Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR
adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
d) Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung,
dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada
kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.Kriteria : ada
aktvitas listrik jantung tetapi tidak terdeteksi pada saat pemeriksaan arteri
(nadi tidak teraba)
3. Etiologi
Cardiac arrest disebabkan adanya kegagalan pompa jantung atau dari
adanya suatu aritmia
Faktor pencetus pada pasien kritis antara lain adanya
ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit, hipotensi yang sampai
menimbulkan gangguan perfusi perifer dan hipoksia
Penyebab Primer
Miokardial iskemia
Heart Disease
Elektrical Blok
Obat-obatan
Penyebab sekunder
Asphyxia
Hypoksia
Gangguan system syaraf pusat
Gangguan metabolic dan elektrolit
Shock
4. Tanda dan Gejala
Hilang kesadaran
Tak teraba denyut arteri besar
Henti Napas
Death Like appereance-terlihat seperti mati
Cyanosis
Dilatasi pupil
Kejang
Jika didapat 3 dari tanda yang pertama telah dapat dipastikan adanya
cardiac arrest
5. Komplikasi
Edema Serebri
Gangguan serebrovaskuler
Renal Failure
Kematian Batang Otak
6. Pemeriksaan Penunjang
Monitoring EKG
Monitoring AGD
7. Penatalaksanaan
Pasien dengan cardiac arrest harus sesegera mungkin dilakukan
resusitasi kardiopulmoner yang meliputi :
a. Bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk mengupayakan
kembalinya oksigenasi jaringan
b. Bantuan hidup lanjut yang berguna untuk mempertahankan
oksigenasi spontan, sesuai dengan tahap-tahap algoritme
c. Fase Post Resusitasi
Prinsip Penanganan Cardiac Arrest
1. Pertama obati pasien bukan monitor
2. Algoritme henti jantung selalu mengutamakan RJP
3. Pengertian mengenai klasifikasi obat-obatan harus dikuasai
4. Membebaskan jalan napas, memberikan ventilasi dan oksigen yang
adekuat, kompresi jantung luar dan defibrilasi lebih penting daripada
obat-obatan
5. Beberapa obat-obatan seperti adrenalin, sulfas atropine dan lidokain
dapat diberikan melalui ETT dengan dosis 2 – 2,5 kali dosis intra vena
6. Pemberian obat-obatan melalui intravena harus diberikan secara bolus
pada keadaan henti jantung jika tidak ada kontra indikasi
7. Bolus 10-30 cc cairan intravena harus diberikan setelah pemberian obat-
obatan, kemudian dilanjutkan dengan mengangkat tangan pasien.
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mempercepat obat tersebut untuk
mencapai sirkulasi
Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut ♠♠♠
A. Indikasi
1. Henti Napas
o Tidak adanya gerakan napas dan aliran udara pernapasan dari pasien,
dapat terjadi pada keadaan tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas,
tersengat listrik, infark miokard.
o Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah
untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasi darah ke
otak dan organ vital lainnya.
o Pada keadaan ini jika diberikan bantuan napas akan sangat
bermanfaat agar korban dapat bertahan hidup dan mencegah henti
jantung
2. Henti Jantung
o Pada saat henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi
dan henti napas.
o Henti sirkulasi ini akan menyebabkan otak dan organ vital
kekurangan oksigen.
B. Tujuan
1. Mencegah terjadinya henti sirkulasi dan respirasi
2. Memberikan bantuan eksternal melalui RJP
C. Rumus
A : Airway
B : Breathing
C : Circulation
D : Defibrilation
a. Airway
Sebelum melakukan tahapan ini harus dilakukan prosedur pada pasien yaitu:
1. Memastikan kesadaran pasien
Menyentuh atau menggoyangkan bahu korban dengan lembut dan mantap
sambil memanggil namanya
2. Meminta pertolongan
Korban tidak memberikann respon terhadap panggilan, segera minta
bantuan untuk mengaktifkan system pelayanan medis lebih lanjut
3. Memperbaiki posisi pasien
Posisi telentang, pada permukaan yang rata, datar dan keras, kedua lengan
diletakkan disamping tubuhnya
b. Reabriting
Meliputi 2 tahap yaitu :
1. Memastikan pasien tidak bernapas/LOOK, LISTEN AND FEEL
Gerakan naik turun dada, mendengar bunyi napas dan hembusan nafas
korban. Penolong harus mendekatkan telinga diatas mulut dan hidung
pasien, sambil mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Dilakukan tidak
boleh lebih dari 3-5 detik
2. Memberikan bantuan nafas
Dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau mulut ke stoma dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali, waktu yang dibutuhkan tiap
kali hembusan 1,5-2 dtk .
c. Circulation
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien
Meraba arteri carotis dengan 2 jari tangan(telunjuk dan jari tengah) di
daerah pertengahan leher sehingga teraba trachea, kemudian digeser ke sisi
bagian kanan/kiri kira-kira 1-2 cm, raba selama 5-10 detik
2. Memberikan bantuan sirkulasi
a. Dilakukan kompresi jantung luar, dengan teknik sebagai berikut:
b. Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan
atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum)=PROXESSUS
XIFOIDEUS
c. Dari pertemuan tulang iga diukur kurang lebih 2-3 jari ke atas. Daerah
tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam
memberikan bantuan sirkulasi
d. Letakkan kedua tangan pada posisi dengan cara menumpuk satu telapak
tangan diatas telapak tangan lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh
dinding dada pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang
e. Dengan posisi badan tegak lurus,penolong menekan dinding dada pasien
dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan
kedalaman penekanan 1,5-2 inchi (3,8-5 cm)
f. Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan
mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi
dada. Selang waktu yang digunakan untuk melepaskan kompresi harus sama
dengan saat melakukan kompresi
g. Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau mengubah posisi
tangan pada saat melakukan kompresi
h. Ratio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30:2, baik dilakukan
oleh satu atau dua penolong jika belum terintubasi dan kecepatan kompresi
adalah 100x/mnt jika terintubasi (dilakukan 5 siklus/mnt), untuk kemudian
dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.
i. Setelah Resusitasi berhasil, pasien diposisikan dalam POSISI STABIL
d. Defibrilation
1. Adalah suatu terapi dengan menggunakan energi listrik
2. Dilakukan apabila penyebab henti jantung adalah kelainan irama jantung
yang disebut Ventrikel Fibrilasi dan Ventrikel Takikardi
a. Pengertian
Defibrilator adalah suatu alat elektrik yang biasanya dilengkapi dengan
alat monitor EKG yang digunakan untuk terapi aritmia jantung
(defibrilasi dan cardioversi)
Defibrilasi (eksternal) adalah suatu tindakan terapi dengan cara
memberikan aliran energi listrik yang kuat dengan mode asinkrone ke
jantung pasien melalui electrode (pedal) yang ditempelkan di permukaan
dinding dada
Cardioversi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran
listrik yang kuat dengan mode sinkron.
b. Tujuan :
Menghilangkan ancaman kematian karena aritmia jantung
Mengembalikan irama jantung menjadi normal
Mengembalikan oksigenasi dan perfusi ke jaringan
c. Indikasi
Pasien dengan VF dan VT
d. Persiapan Defibrilasi
Perawat
Anatomi dan fisiologi system kardiovaskuler
Intepretasi EKG
Prinsip-prinsip keamanan terhadap listrik
Peralatan
DC Shock/defibrillator dengan electrode/pedalnya
Jelly
Ambubag dan Facemask
Oksigen
Papan resusitasi
Obat-obat emergensi
Pasien
Posisi supine diatas papan yang rata dank eras
Singkirkan semua besi yang menempel langsung pada pasien
Ambil gigi palsu pada pasien bila ada
Prosedur Defibrilasi
Pastikan gambaran EKG pada monitor
Siapkan alat-alat defibrilasi (lakukan RJP bila alat-alat belum tersedia)
Matikan Pace maker bila terpasang
Lakukan defibrilasi bila dipastikan gambaran EKG VF atau VT non
pulse dengan cara sebagai berikut :
a) Beri jelly yang cukup pada pedal
b) Hidupkan defibrillator dan pastikan dalam setelan asyncron
atur energi yang dipakai
c) Letakkan pedal pada dada, agak diputar agar jelly menyebar
rata
d) Pastikan tidak ada orang yang kontak dengan pasien atau bed
pasien
e) Tekan knop pedal secara bersama-sama dan febrilator akan
memberikan kejutan/kontraksi pada pasien
f) Nilai gambaran EKG segera jika masih VF defibrilasi diulangi
Perawatan Post Defibrilasi
a) Nilai keadaan pasien
b) Monitoring gambaran EKG
c) Pasang infuse bila belum terpasang
d) Siapkan pemberian obat-obatan dan observasi pemberian obat-
obatan
e) Berikan oksigenasi
f) Perhatikan apakah ada luka baker
Komplikasi
a) Cardiac arrest
b) Aritmia
c) Gagal Napas
d) Gangguan syaraf
e) Kerusakan kulit
Hal-hal yang harus diperhatikan
a) Pendekatan pada pasien dan keluarga (bila pasien sadar)
b) Bersihkan alat-alat dan siapkan kembali setelah dipakai
c) Catat dan laporkan tindakan defibrilasi:
d) Status EKG sebelum defibrilasi
Lamanya defibrilasi
Jumlah energi yang diperlukan
Gambaran EKG post Defibrilasi
Kejadian-kejadian lain selama defibrilasi