Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan kumpulan gejala
yang manifestasi klinisnya dominan disebabkan oleh proses aterosklerosis.
Hal ini biasanya dipresipitasi oleh thrombosis akut yang diinduksi oleh
ruptur atau erosi plak aterosklerosis pembuluh darah koroner, dengan atau
tanpa disertai vasokonstriksi, sehingga menyebabkan penurunan mendadak
aliran pembuluh darah jantung (Hamm et al., 2011).

Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012


penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama dari seluruh
penyakit tidak menular dan bertanggung jawab atas 17,5 juta kematian
atau 46% dari seluruh kematian penyakit tidak menular. Dari data tersebut
diperkirakan 7,4 juta kematian adalah serangan jantung akibat penyakit
jantung koroner (PJK) dan 6,7 juta adalah stroke (Joseph et al., 2016).

Acute Coronary Syndrome atau Sindrom Koroner Akut (SKA)


merupakan penyakit yang masih menjadi masalah baik di negara maju
maupun negara berkembang (Rima Melati, 2008). Menurut WHO pada
tahun 2011, 7.254.000 kematian di seluruh dunia (12,8% dari semua
kematian) disebabkan oleh SKA pada tahun 2008 (Hausenloy, 2013). Di
USA setiap tahun 550.000 orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa
diperhitungkan 20 – 40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita SKA
(Rima Melati, 2008).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami dan menjelaskan mengenai sindrom
koroner akut dan proses asuhan keperawatan yang diberikan pada
pasien sindrom koroner akut
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami pengertian penyakit sindrom koroner
akut (SKA)

1
b. Mampu memahami patofisiologi dari penyakit sindrom
koroner akut (SKA)
c. Mampu memahami manifestasi klinis terkait penyakit SKA
d. Mampu memahami proses asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien dengan SKA

C. Manfaat Penulisan
Sebagai media dan sarana pembelajaran serta sumber infornasi
yang berguna untuk menambah wawasan pembacanya mengenai konsep
penyakit sindrom koroner akut (SKA)serta proses asuhan keperawatan
yang diberikan pada pasien dengan SKA.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Acute Coronary Syndrome (ACS)

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan terjadinya


perubahan patologis dalam dinding arteri koroner, sehingga menyebabkan
iskemik miokardium dan menimbulkan Unstable Angina Pectoris (UAP)
serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non ST Elevation Myocardial
Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI) (Joseph
et al., 2016).
Acute Coronary Syndrome atau sindrom koroner akut merupakan
spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan
kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007). Acute Coronary
Syndrome (ACS) terdiri atas infark miokard dengan atau tanpa elevasi
segmen ST merupakan gangguan yang mengancam dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi meskipun penatalaksanaan terapi
telah berkembang (Kolansky, 2009).
Sindrom Koroner Akut (SKA) terbagi atas 2 bagian yakni angina
tidak stabil dan infark miokard akut. Angina tidak stabil adalah dimana
pembekuan darah tidak sampai menyebabkan sumbatan total pada
pembuluh darah, sedangkan infark miokard akut terjadi jika pembekuan
darah menyebabkan aliran darah tersumbat total.
1. Angina Pectoris
Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa
serangan sakit dada yang khas, yaitu ditekan atau terasa berat di
dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri.Hal ini bisa timbul
saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang apabila aktivitas
di hentikan. Ciri khas tanda dan gejala angina pectoris dapat dilihat
dari letaknya (daerah yang terasa sakit), kualitas sakit hubungan
timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama serangannya, sakit

3
biasanya timbul di daerah sterna atau dada sebelah kiri, dan
menjalar ke lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam dapat
seperti di tekan benda berat di jepit atau terasa panas.Sakit dada
biasanya timbul saat melakukan aktivitas dan hilang saat berhenti
dengan lama serangan berlangsung antara 1-5 menit.
2. Infark Miokard Akut
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard darah
ke otot jantung. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih
insentif dan menetap lebih dari 30 menit, tidak sepenuhnya
menghilang dengan istirahat ataupun pemberian nitro gliserin
nausea berkeringat dan sangat menakutkan pasien, pada saat
pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat karti kardi dan bunyi
jantung 3 (bila disertai gagal jantung kongestif).

B. Klasifikasi
1. Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,
dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan,
terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II : Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan
1 bulan pada waktu istirahat.
3. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.Secara Klinis:
a. Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner,
seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi,
tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
b. Kelas : Primer.
c. Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum
pernah diobati. Dengan anti angina (penghambat beta
adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium) Antiangina dan
nitrogliserin intravena.

4
C. Etiologi
1. Arterosklerosis
Arterosklerosis adalah kelainan pada dinding pembuluh
darah yang berkembang menjadi plak yang dapat mengganggu
aliran pembuluh darah apabila cukup besar (Rilantono, 2015).
Arterosklerosis merupakan pengerasan pembuluh arteri akibat
penurunan elastisitas pembuluh darah arteri yang disebabkan oleh
adanya timbunan lemak pada lapisan dinding bagian dalam
pembuluh darah.
2. Aorta insufisiensi
Kondisi dimana katup aorta tidak menutup secara efisiens
sehingga memungkinkan darah bocor kembali keruang jantung
ventrikel kiri. Dengan demikian, darah yang dipompa oleh jantung
melalui katup aorta kedalam aorta bocor kembali ke dalam jantung
(ventrikel kiri) karena katup aorta tidak menutup dengan benar.
4. Spasmus arteri koroner
Merupakan proses pengetatan (kontraksi) singkat dan
sementara dari otot-otot dinding arteri sehingga pembuluh darah
mengalami penyempitan.

D. Faktor Resiko ACS


1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Usia
Usia merupakan prediktor yang kuat pada faktor resiko
sindrom koroner akut. Terjadinya arterosklerosis dipercepat
dengan bertambahnya usia. Dengan penuaan peningkatan plak,
necrotic core, dan peningkatan kadar kalsium yang secara
signifikan menunjukkan efek yang berhubungan dengan
pengembangan arterosklerosis ( Ruiz et al., 2012).
b. Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian ruiz dkk 2012, disebutkan bahwa
perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki sangat

5
signifikan. Komposisi pada plak koroner terjadi pada wanita
dengan usia <65tahun. Wanita usia muda pada umumnya masih
dalam efek proteksi estrogen (stabilisasi plak) sehingga
terlindungi dari penyakit kardiovaskuler.Namun apabila wanita
usia muda terkena plak arterosklerosis akibat faktor resiko lain
yang mendominasi, maka adanya estrogen justru dapat
meningkatkan kemungkinan ruptur plak. Menurut penelitian
Sheifer SE dkk bukti yang menjelaskan akibat variasi dalam
penyakit arteri koroner adalah dalam struktur pembuluh darah.
Wanita memiliki pembuluh darah yang lebih kecil dan
perbedaan diameter dengan pembuluh darah pria.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga merupakan refleksi dari predisposisi
genetik dan salah satu dari faktor resiko arterosklerosis yang
tidak bisa di modifikasi. Pada penelitian epidemiologi dampak
riwayat keluarga terhadap kejadian penyakit jantung kororner
mengungkapkan bahwa riwayat maternal berperan penting
dalam peningkatan resiko penyakit jantung koroner. Beberapa
mekanisme nya disebabkan oleh efek hormonal pada
metabolisme lipid, resistensi insulin dan faktor trombogenesis.
2. Faktor resiko yang dapat diubah
a. Merokok
Saat orang merokok, ia akan menghirup CO2. Hemoglobin
lebih mudah berikatan dengan CO2 dibandingkan dengan O2,
sehingga suplai O2 ke jantung terbatas. Selain itu asam nikotiat
pada tembakau memicu plepasan katekolamin, yang memicu
kontriksi arteri, dan merokok dapat menyebabkan peningkatan
adhesi trombosit, mengakibatkan peningkatan pembentukan
trombus (bekuan darah).
b. Hipertensi
Merupakan penyebab yang paling berbahaya karena
biasanya tidak menunjukkan tanda dan gejala sampai telah

6
menjadi lanjut. Tekanan darah tinggi menyebabkan tingginya
gradien tekanan yang harus dilewati oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan yang tinggi menyebabkan supali
oksigen untuk jantung juga meningkat.
c. Diabetes melitus
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi
trombosit, yang dapat menyebabkan pembentukan trombus.
d. Aktifitas fisik
Berhubungan dengan pola hidup seseorang
e. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan adanya penimbunan lemak
dan peningkatan kadar gula dalam darah.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sangat penting dalam penegakan diagnosa SKA
yang meliputi anamnesa terhadap adanya nyeri dada, EKG, dan pertanda
jantung (cardiac marker).
1. Nyeri dada

Nyeri dada terutama dirasakan di daerah sub sterna dan bisa


menjalar ke lengan kiri atau kanan,ke rahang,bahu. Keluhan
biasanya berupa sensasi terbakar, tertekan, terhimpit benda berat,
sesak napas, seperti diremas, atau hanya berupa keluhan tidak
nyaman di dada. Keluhan sering disertai keringat dingin, mual,
muntah atau pingsan.
2. Elektrokardiogram
Hasil berupa perubahan segment ST baik ST elevasi
mauapun deprese atau adanya inverse gelombang Tdapat
memberikan gambaran kejadian SKA.. Harus dilengkapai dengan
pemeriksaan cardiac marker.
c. Pertanda Jantun (Cardiac Marker)
Pemeriksaan enzyme jantung pada kejadian injury miokard
akan memberikan hasil yang signifikan. Pemeriksaan enzyme
jantung ini juga harus dilakukan secara serial periodic 4-6 jam

7
karena enzyme jantung akan terakumulasi dalam aliran darah
apabila otot-otot jantung mengalami kerusakan/infark. Enzyme
yang spesifik antaralain CKMB dan troponin T.
· CKMB meningkat pada 3-4 jam setelah infark
· Troponin T meningkat pada 3-4 jam setelah infark

F. Patofisiologi ACS
Sebagian besar Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah manifestasi
akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah.
Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung
fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus
yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang
pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial, atau menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain
itu, terjadi pelepasan sat vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya
aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen
yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard) (PERKI, 2015).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokontriksi yang dinamis
dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung
(miokard). Akibat dari iskemia selain nekrosis adalah gangguan
kotraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang). Distrimia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami
koyak plek seperti diterangkan diatas, mereka mengalami SKA karena
obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial
(Angina Prinzmental) penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah
Intervensi Koroner Perekrutan (IKP). Bberapa faktor ekstrinsik seperti

8
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, taikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis (PERKI, 2015)

G. Komplikasi ACS
Menurut PERKI, 2015, komplikasi ACS yaitu:
1. Gangguan Hemodinamik
a. Gagal jantung,
Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali
terjadi disfungsi miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan
segera dengan IKP atau trombolisis, perbaikan fungsi ventrikel
dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas transmural
dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding
anterior, dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa
dengan remodeling patologis disertai tanda dan gejala klinis
kegagalan jantung, yang dapat berakhir dengan gagal jantung
kronik.
1) Hipotensi, Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung,
namun dapat juga disebabkan oleh hipovolemia, gangguan
irama atau komplikasi mekanis. Bila berlanjut, hipotensi
dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubular necrosis
dan berkurangnya urine output
2) Kongestif paru, Kongesti paru ditandai dispnea dengan
ronki basah paru di segmen basal, berkurangnya saturasi
oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada dan
perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi
vasodilator.
3) Output urin rendah, Keadaan output rendah
menggabungkan tanda perfusi perifer yang buruk dengan
hipotensi, gangguan ginjal dan berkurangnya produksi urin.
Ekokardiografi dapat menunjukkan fungsi ventrikel kiri
yang buruk, komplikasi mekanis atau infark ventrikel
kanan.
4) Syok kardiogenik, Syok kardiogenik dikaitkan dengan
kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada
infark ventrikel kanan. Baik mortalitas jangka pendek
maupun jangka panjang tampaknya berkaitan dengan
disfungsi sistolik ventrikel kiri awal dan beratnya
regurgitasi mitral.

9
b. Aritmia dan gangguan konduksi dalam fase akut, Aritmia yang
terjadi setelah reperfusi awal dapat berupa manifestasi dari
kondisi berat yang mendasarinya, seperti iskemia miokard,
kegagalan pompa, perubahan tonus otonom, hipoksia, dan
gangguan elektrolit (seperti hipokalemia) dan gangguan asam-
basa
1) Aritmia supraventricular, Dalam beberapa kasus laju
ventrikel menjadi cepat dan dapat menyebabkan gagal
jantung sehingga perlu ditangani dengan segera. Kendali
laju yang cukup diperlukan untuk mengurangi kebutuhan
oksigen miokardium, dan dapat dicapai dengan pemberian
penyekat beta atau mungkin antagonis kalsium, baik secara
oral maupun intravena
2) Aritmia ventricular
3) Sinus brakikardi dan blok jantung, Sinus bradikardi sering
terjadi dalam beberapa jam awal STEMI, terutama pada
infark inferior. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan
oleh karena opioid. Sinus bradikardi seringkali tidak
memerlukan pengobatan. Bila disertai dengan hipotensi
berat, sinus bradikardi perlu diterapi dengan atropin. Bila
gagal dengan atropin, dapat dipertimbangkan penggunaan
pacing sementara.
2. Komplikasi Kardiak, Usia lanjut, penyakit 3 pembuluh, infark
dinding anterior, iskemia berkepanjangan atau berkurangnya aliran
TIMI merupakan faktor risiko terjadi komplikasi kardiak. Beberapa
komplikasi mekanis dapat terjadi secara akut dalam beberapa hari
setelah STEMI, meskipun insidensinya belakangan berkurang
dengan meningkatnya pemberian terapi reperfusi yang segera dan
efektif
a. Regurgitasi katup mitral, Regurgitasi katup mitral dapat terjadi
selama fase subakut akibat dilatasi ventrikel kiri, gangguan m.
Papilaris, atau pecahnya ujung m. Papilaris atau chordae
tendinae
b. Ruptur jantung, Ruptur dinding bebas ventrikel kiri dapat
terjadi pada fase subakut setelah infark transmural, dan muncul
sebagai nyeri tiba-tiba dan kolaps kardiovaskular dengan
disosiasi elektromekanis
c. Ruptur septum ventrikel, Ruptur septum ventrikel biasanya
ditandai perburukan klinis yang terjadi dengan cepat dengan
gagal jantung akut dan mumur sistolik yang kencang yang
terjadi pada fase subakut.

10
d. Infark ventrikel kanan, Infark ventrikel kanan dapat terjadi
sendiri atau, lebih jarang lagi, terkait dengan STEMI dinding
inferior. Biasanya gejalanya muncul sebagai triad hipotensi,
lapangan paru yang bersih serta peningkatan tekanan vena
jugularis. Elevasi segmen ST ≥1 mV di V1 dan V4R
merupakan ciri infark ventrikel kanan dan perlu secara rutin
dicari pada pasien dengan STEMI inferior yang disertai dengan
hipotensi
e. Perikarditis, Perikarditis dapat muncul sebagai re-elevasi
segmen ST dan biasanya ringan dan progresif, yang
membedakannya dengan re-elevasi segmen ST yang tiba-tiba
seperti pada re-oklusi koroner akibat trombosis stent, misalnya.
Pericardial rub yang terusmenerus dapat mengkonfirmasi
diagnosis, namun sering tidak ditemukan, terutama apabila
terjadi efusi perikardial berat.
f. Aneurisma ventrikel kiri, Pasien dengan infark transmural
besar, terutama di dinding anterolateral, dapat mengalami
perluasan infark yang diikuti dengan pembentukan aneurisma
ventrikel kiri. Proses remodeling ini terjadi akibat kombinasi
gangguan sistolik dan diastolik dan, seringkali, regurgitasi
mitral
g. Trombus ventrikel kiri, keadaan ini dikaitkan dengan prognosis
yang buruk karena berhubungan dengan infark yang luas,
terutama bagian anterior dengan keterlibatan apikal, dan risiko
embolisme sistemik.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Udjianti, 2011, pemeriksaan penunjang pada pasien ACS
adalah
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
1) Sel darah putih : leukositosis (10.000-20.000 mm3)
muncul hari kedua setelah serangan infark karena
inflamasi karena terjadi ruptur pembuluh darah yang
disebabkan akibat sel lemak.
2) Kadar elektrolit : menilai abnormalitas kadar natrium,
kalium, atau klasium yang membahayakan kontraksi
otot jantung
3) Test fungsi ginjal : peningkatan kadar BUN (Blood
Urea Nitrogen) dan kreatinin karena penurunan laju
filtrasi glomerulus (glomerulo filtrasi rate/GFR) terjadi
akibat penurunan curah jantung.

11
4) Peningkatan kadar serum kolesterole atau trigliserda :
dapat meningkatkan risiko arteriosklerosis (Coroner
Artery Disease)
b. Analisa Gas Darah (Blood Gas Analysis, BGA) : menilai
oksigenasi jaringan (hipoksia) dan perubahan keseimbangan
asam-basa darah.
2. Kardiak iso-enzim : menunjukkan pola kerusakan khas, untuk
membedakan kerusakan otot jatung dengan otot lain.
a. CPK (Creatinin Phospokinas) > 50 u/L
b. CK-MB (Creatinin Kinase-MB) > 10 U/L
c. LDH (Lactate Dehydrogenase) > 240 u/L
d. SGOT (Serum Glutamic Oxalo Transaminase) > 18 u/L
e. Cardiac Troponin : positif
3. EKG
a. Segemen ST elevasi abnormal mennunjukkan adanya injuri
miokard
b. Gelombang T inversi (arrow head) menunjukkan adanya
sikemia miokard
c. Q patologis menunjukan adanya nekrosis miokard
4. Radiologi
a. Thorax rontgen : menilai kardiomegali (dilatasi sekuder) karena
gagal jantung kongstif
b. Echocardiogram : menilai struktur dan fungsi abnormal otot
dan katup jantung
c. Radioactive isotope : menilai area iskemmia serta non-perfusi
koroner dan miokard.
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Bambang 2011, penatalaksanaan medis penyakit ACS
diantaranya:

1. Oksigen suplemental digunakan untuk meningkatkan suplai


oksigen ke jantung
2. Nitrogliserin diberikan untuk meringankan nyeri dada
3. Morfin diberikan untuk meringankan nyeri
4. Aspirin digunakan untuk menghanbat agregai keping darah
5. Melakukan diet rendah-lemak dan berserat-tinggi
6. Bagi penderita ACS STEMI, penanganan meliputi:

12
a. Terapi trombolik (kecuali bila ada kontraindikasi) dalam waktu
12 jam setelah serangan gejala untuk mengembalikan
kepatenan dan meminimalkan nekrosis
b. Heparin IV untuk meningkatkan kepatenan di arteri koroner
yang diserang
c. Inhibitor glikoprotein IIb/IIa untuk meminimalkan agregasi
kepingg darah
d. Inhibitor enzim pengkonversi-angiotensin (Angiotensin
Converting Enziym-ACE) untuk menurunkan afterload dan
preload dan mencegah pembentukan kembali (dimulai 6 jam
setelah adanya admisi atau jika kondisi pasien stabil)
e. PTCA, penempatan stent atau bedah CABG untuk membuka
arteri yang mengalami penyempitan
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa:
1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM,
Nama penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2) Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika
beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar
ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10),
nyeri berlangsung ± 10 menit)
3) Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika
beristirahat, terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke
lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10),
nyeri berlangsung ± 10 menit)
4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan
merokok, pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga
(jantung, DM, hipertensi, ginjal).
b. Pemeriksaan fisik
1) Breathing

13
Pada pasien dengan ACS biasanya didapatkan tanda dan
gejala dyspnea karena beban kerja jantung yang meningkat.
2) Blood
Denyut nadi biasanya takikardi, terdapat nyeri dada (chest
pain) dan kaji apakah ada suara jantung tambahan.
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya dapat mengalami
penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat
kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena
itu perawat perlu memonitor adanya oliguria karena pada
penderita ACS biasanya ditemukan gejala oliguria.
5) Bowel
Dikaji apakah ada penurunan berat badan, mual, muntah
bising usus, bagaimana pola eliminasi alvi, adakah kelainan
pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan beban kerja
jantung meningkat
b. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan oedem paru
c. Penurunan curah jantung b/d penurunan kontraktilitas jantung
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia, mual muntah
e. Nyeri akut berhubungan dengan penumpukan asam laktat di
otot jantung
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

14
3. Rencana Tindakan
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:
berhubungan dengan Setelah dilakukan  Posisikan pasien untuk
beban kerja jantung tindakan keperawatan memaksimalkan ventilasi
meningkat selama 3x24 jam pasien  Lakukan fisioterapi dada
menunjukkan keefektifan jika perlu
pola nafas, dibuktikan  Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
dengan kriteria hasil: tambahan
 Mendemonstrasikan  Berikan pelembab udara
batuk efektif dan suara Kassa basah NaCl Lembab
nafas yang bersih, tidak  Atur intake untuk cairan
ada sianosis dan mengoptimalkan
dyspneu (mampu keseimbangan.
mengeluarkan sputum,  Monitor respirasi dan status
mampu bernafas dg O2
mudah, tidakada pursed
 Bersihkan mulut, hidung
lips)
dan secret trakea
 Menunjukkan jalan
 Pertahankan jalan nafas
nafas yang paten (klien
yang paten
tidak merasa tercekik,
 Observasi adanya tanda
irama nafas, frekuensi
tanda hipoventilasi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak  Monitor adanya kecemasan
ada suara nafas pasien terhadap oksigenasi
abnormal)  Monitor vital sign
 Tanda Tanda vital  Informasikan pada pasien
dalam rentang normal dan keluarga tentang tehnik
(tekanan darah, nadi, relaksasi untuk
pernafasan) memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk
efektif
 Monitor pola nafas

15
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Gangguan Pertukaran NOC: NIC :
gas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
oedem paru keperawatan selama 3x24 memaksimalkan ventilasi
jam Gangguan pertukaran  Lakukan fisioterapi dada
pasien teratasi dengan jika perlu
kriteria hasil:  Monitor respirasi dan
status O2
 Mendemonstrasikan  Catat pergerakan
peningkatan ventilasi dan
dada,amati kesimetrisan,
oksigenasi yang adekuat
penggunaan otot
 Memelihara kebersihan tambahan, retraksi otot
paru paru dan bebas dari supraclavicular dan
tanda tanda distress intercostal
pernafasan
 Monitor suara nafas,
 Mendemonstrasikan batuk seperti dengkur
efektif dan suara nafas
 Monitor pola nafas :
yang bersih, tidak ada bradipena, takipenia,
sianosis dan dyspneu kussmaul, hiperventilasi,
(mampu mengeluarkan cheyne stokes, biot
sputum, mampu bernafas
 Auskultasi suara nafas,
dengan mudah, tidak ada
catat area penurunan /
pursed lips)
tidak adanya ventilasi dan
 Tanda tanda vital dalam suara tambahan
rentang normal
 Monitor TTV, AGD,
 AGD dalam batas normal elektrolit dan ststus mental
 Status neurologis dalam  Observasi sianosis
batas normal khususnya membran
mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung

16
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d penurunan Setelah dilakukan asuhan  Evaluasi adanya nyeri
kontraktilitas jantung selama 3x24 jam dada
penurunan kardiak output  Catat adanya disritmia
klien teratasi dengan jantung
kriteria hasil:  Catat adanya tanda dan
gejala penurunan cardiac
 Tanda Vital dalam putput
rentang normal
 Monitor respon pasien
(Tekanan darah, Nadi, terhadap efek pengobatan
respirasi) antiaritmia
 Dapat mentoleransi  Anjurkan untuk
aktivitas, tidak ada menurunkan stress
kelelahan
 Monitor TD, nadi, suhu,
 Tidak ada edema paru, dan RR
perifer, dan tidak ada
 Monitor jumlah, bunyi
asites
dan irama jantung
 Tidak ada penurunan
 Monitor sianosis perifer
kesadaran
Kolaborasi:
 AGD dalam batas
normal  Berikan obat anti aritmia,
 Tidak ada distensi vena inotropik, nitrogliserin dan
leher vasodilator untuk
mempertahankan
 Warna kulit normal
kontraktilitas jantung
 Berikan antikoagulan
untuk mencegah trombus
perifer

17
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan makanan
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan  Kolaborasi dengan ahli
berhubungan dengan selama 3x24 jam gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
anorexia, mual muntah pemenuhan kebutuhan
yang dibutuhkan pasien
nutrisi terpenuhi dengan
 Yakinkan diet yang
kriteria hasil: dimakan mengandung
 Melaporkan nafsu tinggi serat untuk
makan meningkat mencegah konstipasi
 Melaporkan tidak ada  Monitor adanya
mual dan muntah penurunan BB
 Terjadi peningkatan BB  Jadwalkan
pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan

18
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan penumpukan asam Setelah dilakukan  Lakukan pengkajian nyeri
laktat di otot jantung tindakan keperawatan secara komprehensif
selama 3x24 jam nyeri termasuk lokasi,
pasien teratasi, dengan karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
kriteria hasil:
faktor presipitasi
 Mampu mengontrol  Observasi reaksi
nyeri (tahu penyebab nonverbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan tehnik  Kontrol lingkungan yang
nonfarmakologi untuk dapat mempengaruhi nyeri
mengurangi nyeri, seperti suhu ruangan,
mencari bantuan) pencahayaan dan
 Melaporkan bahwa nyeri kebisingan
berkurang dengan  Kurangi faktor presipitasi
menggunakan nyeri
manajemen nyeri
 Kaji tipe dan sumber nyeri
 Mampu mengenali nyeri untuk menentukan
(skala, intensitas, intervensi
frekuensi dan tanda
 Ajarkan tentang teknik
nyeri) non farmakologi: napas
 Menyatakan rasa dala, relaksasi, distraksi,
nyaman setelah nyeri kompres hangat/ dingin
berkurang Kolaborasi:
 Tanda vital dalam
 Berikan analgetik untuk
rentang normal
mengurangi nyeri

19
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Observasi adanya
kelemahan keperawatan selama 3x24 pembatasan klien
jam Pasien bertoleransi dalam melakukan
terhadap aktivitas dengan aktivitas
 Kaji adanya faktor
kriteria hasil :
yang menyebabkan
 Berpartisipasi dalam kelelahan
aktivitas fisik tanpa  Monitor nutrisi dan
disertai peningkatan sumber energi yang
tekanan darah, nadi dan adekuat
RR
 Monitor pasien akan
 Mampu melakukan adanya kelelahan fisik
aktivitas sehari hari dan emosi secara
(ADLs) secara mandiri berlebihan
 Keseimbangan aktivitas  Monitor respon
dan istirahat kardivaskuler terhadap
aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
 Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya


menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom). Lapisan jantung terdiri dari : Endokardium,
Miokardium, Pericardium Ruang Jantung terbagi atas empat ruang:
Atrium kanan dan atrium kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial,
Ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum. Katup
jantung terdiri dari : Katup Trikuspidalis, Katup pulmonal ,Katup
Bikuspid, Katup Aorta. Pembuluh darah dalam jantung : Arteri Koroner,
Vena Kava Superior, Vena kava Inferior, Vena Pulmonalis, Aorta, Arteri
Pulmonalis. Fisiologi jantung terbagi dalam beberapa bagian diantaranya
Sistem pengaturan jantung terdapat serabut parkinje yang merupakan
serabut otot jantung khusus,nodus sinoatrial,nodus atrioventrikular,dan
berkas A-V. Aktivitas kelistrikan jantung ,siklus jantung,bunyi jantung,
frekuensi jantung,curah jantung,cara kerja jantung.

B. Saran

Kita sebagai perawat sebaiknya memahami dan dapat


mengaplikasikan segala sesuatu yang terdapat dimakalah ini agar
terciptanya perawat yang professional dalam menerapkan asuhan
keperawatan secara komprehensif.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alaeddini Jamshid, MD, FACC, FHRS. 2016. “Angina Pectoris”. Medscape,


desember 2016. http://emedicine.medscape.com/article/150215-differential 11
Mei 2017

Coven, David L, MD, PhD. 2016. “Acute Coronary Syndrome”.Medscape,


desember 2016 http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview 27
Maret 2017.

Herdman. T. H dan S. Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai