Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT DENGAN DIAGNOSA MEDIS


PENYAKIT JANTUNG KORONER

Disusun Oleh :
Putri Ani Eka Pratiwi, S.Kep
NIM 2030088

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA


PRODI PROFESI NERS
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT
JANTUNG KORONER

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

……………………………..…………………………….. Imroatul Farida, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIP. NIP.

KONSEP PENYAKIT JANTUNG KORONER


A. Pengertian Penyakit Jantung Koroner
American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit jantung
koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang
dapat menyebabkan serangan jantung.penumpukan plak pada arteri koroner
ini disebut dengan aterosklerosis. (AHA, 2012 hal:14)
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana terjadi
penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri
koroner menyempit atau tersumbat.arteri koroner merupakan arteri yang
menyuplai darah otot jantung dengan membawa oksigen yang
banyak.terdapat beberapa factor memicu penyakit ini, yaitu: gaya hidup,
factor genetik, usia dan penyakit pentyerta yang lain. (Norhasimah,2010: hal
48)
B. Etiologi Penyakit Jantung Koroner
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah
ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah,
kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak
sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan
kematian. (Hermawatirisa,2014:hal 2)
Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebabkan zat lemak
kolesterol dan trigliserida yang semakin lama semakin banyak dan
menumpuk di bawah lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh
arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi
berkurang ataupun berhenti, sehingga mengganggu kerja jantung sebagai
pemompa darah. Efek dominan dari jantung koroner adalah kehilangan
oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke jantung berkurang.
Pembentukan plak lemak dalam arteri memengaruhi pembentukan bekuan
aliran darah yang akan mendorong terjadinya serangan jantung. Proses
pembentukan plak yang menyebabkan pergeseran arteri tersebut
dinamakan arteriosklerosis. (Hermawatirisa, 2014:hal 2)
Awalnya penyakit jantung di monopoli oleh orang tua. Namun, saat ini
ada kecenderungan penyakit ini juga diderita oleh pasien di bawah usia 40
tahun. Hal ini biasa terjadi karena adanya pergeseran gaya hidup, kondisi
lingkungan dan profesi masyarakat yang memunculkan “tren penyakit”baru
yang bersifat degnaratif. Sejumlah prilaku dan gaya hidup yang ditemui pada
masyarakat perkotaan antara lain mengonsumsi makanan siap saji yang
mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, minuman
beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga, dan stress. (Hermawatirisa,
2014:hal 2)
C. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri
besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit,
neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan
sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang
paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal.
(Ariesty, 2011:hal 6).
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan
disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah
cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel
meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk
asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri,
oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya
dapat merusak pembuluh darah. (Ariesty, 2011:hal 6).
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan
imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit,
serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin
proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih
banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang
berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan
siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sal
darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial
yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel
darah putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil
mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang
interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil
tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin
proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan
sel otot polos tumbuh di tunika intima. (Ariesty, 2011:hal 6).
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika
intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi
dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi
terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan
darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut
sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah
penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut,
pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot
polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila
kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan
tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen, dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah)
miokardium dan sel-sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob
untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga
menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan
angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot
jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka
terjadilah kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark.
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori
Permeabelitas Reaksi inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel
di arteri imigrasi keruang interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah
Pembentukan Trombus monosit makrofag Lapisan lemak sel otot polos
tumbuh Nyeri Asam laktat terbentuk MCI Kematian. (Ariesty, 2011:hal 6).

D. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner


Menurut, Hermawatirisa 2014 : hal 3, Gejala penyakit jantung koroner
1. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
2. Sesak nafas (Dispnea)
3. Keanehan pada iram denyut jantung
4. Pusing
5. Rasa lelah berkepanjangan
6. Sakit perut, mual dan muntah
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang
berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan
pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat
perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto
dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK.
E. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner
Faktor risiko terjadinya penyakit jantung antara lain ;
Hiperlipidemi, Hipertensi, Merokok, Diabetes mellitus, kurang aktifitas fisik,
Stress, Jenis Kelamin, Obesitas dan Genetik.
Klasifikasi PJK : (Putra S, dkk, 2013: hal 4)
1. Angina Pektoris Stabil/Stable Angina Pectoris
Penyakit Iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen miokard. Di tandai oleh rasa nyeri yang terjadi jika
kebutuhan oksigen miokardium melebihi suplainya. Iskemia Miokard
dapat bersifat asimtomatis (Iskemia Sunyi/Silent Ischemia), terutama
pada pasien diabetes.8 Penyakit ini sindrom klinis episodik karena
Iskemia Mi okard transien. Laki-laki merupakan 70% dari pasien
dengan Angina Pektoris dan bahkan sebagian besar menyerang pada
laki-laki ±50 tahun dan wanita 60 tahun.
2. Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris
Sindroma klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh disrupsi
plak ateroskelrotik dan diikuti kaskade proses patologis yang menurunkan
aliran darah koroner, ditandai dengan peningkatan frekuensi, intensitas
atau lama nyeri, Angina timbul pada saat melakukan aktivitas ringan atau
istirahat, tanpa terbukti adanya nekrosis Miokard.
a.Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya
berlangsung> 10 menit.
b. Sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu sebelumnya), dan
c. Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan,
atau sering dari sebelumnya).
3. Angina Varian Prinzmetal
Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu aliran darah ke otot
jantung (Iskemia). Ini terjadi pada orang tanpa penyakit arteri koroner yang
signifikan, Namun dua pertiga dari orang dengan Angina Varian mempunyai
penyakit parah dalam paling sedikit satu pembuluh, dan kekejangan terjadi
pada tempat penyumbatan. Tipe Angina ini tidak umum dan hampir selalu
terjadi bila seorang beristirahat - sewaktu tidur. Anda mempunyai risiko
meningkat untuk kejang koroner jika anda mempunyai : penyakit arteri
koroner yang mendasari, merokok, atau menggunakan obat perangsang atau
obat terlarang (seperti kokain). Jika kejang arteri menjadi parah dan terjadi
untuk jangka waktu panjang, serangan jantung bisa terjadi.
4. Infark Miokard Akut/Acute Myocardial Infarction
Nekrosis Miokard Akut akibat gangguan aliran darah arteri koronaria yang
bermakna, sebagai akibat oklusi arteri koronaria karena trombus atau
spasme hebat yang berlangsung lama. Infark Miokard terbagi 2 :
a. Non ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)
b. ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI)
F. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner
Menurut, (Karikaturijo, 2010: hal 11 ) Komplikasi PJK Adapun komplikasi
PJK adalah:
1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa
Elevasi ST Infark miokard Angina tak stabil
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6. Syok kardiogenik
7. Gagal jantung kongestif
8. Perikarditis
9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010: hal 11 ).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG), membantu menentukan area jantung dan
arteri koroner mana yang terlibat
2. Ekokardiografi, menunjukkan keabnormalan pergerakan dinding
ventrikular dan mendeteksi ruptur otot papiler atau septal
3. Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein, menunjukkan kenaikan
khas pada CK – MB, protein troponin T dan I serta mioglobin
4. Sinar X dada, menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau
penyebab non kardiak lain terhadap dispnea serta nyeri di dada
5. Ekokardiografi transesofageal, memperlihatkan area berkurangnya
pergerakan dinding otot jantung yang mengindikasikan iskemia
6. Scan citra nuklir menggunakan thallium 201 atau technetium 99 m,
untuk mengidentifikasi area infarksi dan sel otot yang aktif
7. Pengujian laboratoris, memperlihatkan jumlah sel darah putih yang
meningkat dan tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat
elektrolit yang naik;
8. Kateterisasi kardiak, untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat,
memberikan informasi mengenai fungsi ventrikular srta tekanan dan
volume didalam jantung.
H. Penatalaksanaan
Prinsip umum :
1. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer
untuk menyelamatkan oto jantung dari infark miokard
2. Membatasi luasnya infark miokard
3. Mempertahankan fungsi jantung
4. Memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
5. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan
angina
6. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a. Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
2) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
3) Oksigenasi : Langkah ini segera dilakukan
karena dapat memperbaiki kekurangan oksigen pada
miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya
ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan
level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung.
4) Nitrogliserin (NTG) : Kontraindikasi bila TD
sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit),
takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ),
atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG
setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10
ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit) dan tekanan darah
sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan
kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal
(preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel;
dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran
kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih
menjadi pertanyaan).
5) Morphine : Obat ini bermanfaat untuk
mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa
sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi
menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload
dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien
tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil
memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi
pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg
iv
6) Aspirin : Harus diberikan kepada semua
pasien sindrom koroner akut jika tidak ada kontraindikasi
(ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat
siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut
menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis
yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya
lebih baik "chewable" dari pada tablet. Aspirin suppositoria
(325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau
muntah.
7) Antitrombolitik lain : Clopidogrel, Ticlopidine:
derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet,
memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan
viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga
menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam
menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark
miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi
trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah
mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent
koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat
dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100
mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk.
memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko
trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan
menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi
0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia
dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan
dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga
perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi
dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak
terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap
1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang
membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75
mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan
40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE
(Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events)
menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih
efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi
pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product
Monograph New Plavix).
b. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan
dalam pengawasan ketat di ICCU
1) Trombolitik
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat
trombolitik bermanfaat.Trombolitik awal (kurang dari 6
jam) dengan strptokinase atau tissue Plasminogen Activator
(t-PA) telah terbukti secara bermakna menghambat
perluasan infark, menurunkan mortalitas dan memperbaiki
fungsi ventrikel kiri.
Indikasi :
a) Umur < 70 tahun
b) Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak
hilang dengan pemberian nitrat.
c) Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada
2 sadapan EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu
streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan
yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolated plasminogen
activator complex (ASPAC).Yang terdapat di Indonesia hanya
streptokinase dan r-TPA.R-TPA ini bekerja lebih spesifik pada
fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih
pendek.
Kontraindikasi :
a) Perdarahan aktif organ dalam
b) Perkiraan diseksi aorta
c) Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan
traumatic
d) Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma
intracranial
e) Diabetic hemorrhage retinopathy
f) Kehamilan
g) TD > 200/120 mmHg
h) Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12
bulan
2) Antikoagulan dan antiplatelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat
peningkatan resiko untuk terjadi tromboemboli dan reinfark
sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah.Heparin dan
Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin
(intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat
mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan
dengan infark.
Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin
20.000-40.000 unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa
5% atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk
mempercepat efek, dianjurkan menambahkan 500 unit
intravena langsung sebelumnya.Kecepatan infus
berdasarkan pada nilai APTT (Activated Partial
Thromboplastin Time).Komplikasi perdarahan umumnya
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian secara
intermiten.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa
medis. (Wantiyah,2010: hal 17)
b. Keluhan Utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan
dengan skala nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri paling tinggi.
Pengakajian nyeri secara mendalam menggunakan pendekatan
PQRST, meliputi prepitasi dan penyembuh, kualitas dan kuatitas,
intensitas,durasi,lokasi,radiasi/penyebaran,onset.(Wantiyah,2010:
hal 18)
c. Riwayat Kesehatan Lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara
lain apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes
millitus, infark miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri
sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya.
(Wantiyah,2010: hal 17)
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST.
Untuk membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya
secara lengkap. Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada.
(Wantiyah,2010: hal 18)
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang
menderita penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK
umumnya mewarisi juga faktor-faktor risiko lainnya, seperti
abnormal kadar kolestrol, dan peningkatan tekanan darah.
(A.Fauzi Yahya 2010: hal 28)
f. Riwayat Psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit
jantung koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah,
ketergantungan, depresi dan penerimaan realistis.
(Wantiyah,2010: hal 18)
g. Pola Aktivitas dan Latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit
jantung koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien
dalam melakukan aktivitas. Pasien penyakit jantung koroner
mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.(Panthee & Kritpracha, 2011:hal 15)
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu
dengan klien dilanjutkan mengukur tanda-tand vital.
Kesadaran klien juga diamati apakah kompos mentis, apatis,
samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit juga
diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit.
2) Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas,
tekanan darah 180/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit,
frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,2 C. (Gordon, 2015: hal
22)
3) Pemeriksaan fisik persistem
a) Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran
pupil, pergerakan seluruh ekstermitas dan
kemampuan menanggapi respon verbal maupun
non verbal. (Aziza, 2010: hal 13)
b) Sistem penglihatan, pada klien PJK mata
mengalami pandangan kabur.(Gordon, 2015: hal
22)
c) Sistem pendengaran, pada klien PJK pada sistem
pendengaran telinga , tidak mengalami gangguan.
(Gordon, 2015:hal 22)
d) Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada
pembesaran hati. (Gordon, 2015:hal 22)
e) Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk
mengetahui secara dinit tanda dan gejala tidak
adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian
meliputi persentase fraksi oksigen, volume tidal,
frekuensi pernapasan dan modus yang digunakan
untuk bernapas. Pastikan posisi ETT tepat pada
tempatnya, pemeriksaan analisa gas darah dan
elektrolit untuk mendeteksi hipoksemia. (Aziza,
2010: hal 13)
f) Sistem kardiovaskuler, pengkajian dengan
tekhnik inspeksi, auskultrasi, palpasi, dan perkusi
perawat melakukan pengukuran tekanan darah;
suhu; denyut jantung dan iramanya; pulsasi
prifer; dan tempratur kulit. Auskultrasi bunyi
jantung dapat menghasilkan bunyi gallop S3
sebagai indikasi gagal jantung atau adanya bunyi
gallop S4 tanda hipertensi sebagai komplikasi.
Peningkatan irama napas merupakan salah satu
tanda cemas atau takut (Wantiyah,2010: hal 18)
g) Sistem gastrointestinal, pengkajian pada
gastrointestinal meliputi auskultrasi bising usus,
palpasi abdomen (nyeri, distensi). (Aziza,2010:
hal 13)
h) Sistem muskuluskeletal, pada klien PJK adanya
kelemahan dan kelelahan otot sehinggah timbul
ketidak mampuan melakukan aktifitas yang
diharapkan atau aktifitas yang biasanya
dilakukan. (Aziza,2010: hal 13)
i) Sistem endokrin, biasanya terdapat peningkatan
kadar gula darah. (Aziza,2010: hal 13)
j) Sistem Integumen, pada klien PJK akral terasa
hangat, turgor baik. (Gordon, 2015:hal 22)
k) Sistem perkemihan, kaji ada tidaknya
pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang,
observasi dan palpasi pada daerah abdomen
bawah untuk mengetahui adanya retensi urine
dan kaji tentang jenis cairan yang keluar .
(Aziza,2010: hal 13)
i. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan
pemeriksaan penunjang diantaranya:
1. EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis,
rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat
bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1) Depresi segmen ST > 0,05 mV
Sumber: Debarus.wordpress.com (2013)
4 Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T
yang simetris di sandapan prekordial.

Sumber: Ekgindonesia.blogspot.com: (2015)


Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan
aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika
ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang normal
pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan
EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan
yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih
lanjut dengan berbagai ciri dan katagori:
1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen
ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q

Sumber: Abufachri.wordpress.com (2015)


2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST,
inversi gelombang T dalam (Kulick, 2014:
hal 42).
Sumber: www.medicinesia.com: (2015)
a. Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau
adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau
aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014: hal 42).
b. Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar
dan banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika
melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan
tekanan darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner
mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka
ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick,
2014: hal 42).
c. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk
menghasilkan gambar jantung, selama ekokardiogram dapat
ditentukan apakah semua bagian dari dinding jantung
berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian
yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan
jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin
menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012 hal
43).
d. Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan
invasif minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa
plastik) melalui
pembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang
memperdarahi jantung, prosedur ini disebut kateterisasi
jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau
intravena ini dikenal sebagai angiogram, tujuan dari
tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan
sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya
suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012: hal 43).
e. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)
Computerized tomography Coronary angiogram/CT
Angiografi Koroner adalah pemeriksaan penunjang
yang dilakukan untuk membantu memvisualisasikan
arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan
melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat
menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut
sebagai ultrafast CT scan yang berguna untuk mendeteksi
kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit arteri
koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka
memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012: hal 43).
f. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering
dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna kontras,
yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau
penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas
pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo Clinik, 2012: hal
44).
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Penurunan perfusi Setelah dilakukan Perawatan 1. tanda/gejala
jantung asuhan keperawatan Jantung (1.02075 sekunder
berhubungan diharapkan SIKI 2016 penurunan
dengan penurunan keadekuatan jantung Halaman 317) curah jantung
frekuensi jantung memompa darah Tindakan : 2. untuk
untuk memenuhi Observasi mengetahui
D.0008 SDKI Tahun kebutuhan 1. Identifikasi tekanan darah
2016 Halaman 34 metabolism tubuh tanda/gejala 3. untuk
meningkat dengan sekunder mengetahui
Kriteria Hasil : penurunan saturasi
Curah Jantung curah jantung oksigen
(L.02008 SLKI 2016 2. Monitor 4. untuk
Halaman 20) tekanan darah mengetahui
1. Bradikardia 3. Monitor adanya aritmia
menurun dari saturasi 5. posisi fowler
skala 2 (cukup oksigen dan semi
meningkat) 4. Monitor fowler dapat
menjadi 3 aritmia membantu
(sedang) Terapeutik jantung agar
2. Pucat/sianosis 5. Posisikan memompa
menurun dari pasien fowler darah ke
skala 2 (cukup atau semi seluruh tubuh
menurun) fowler dengan terutama
menajdi 3 ke bawah atau bagian-bagian
(sedang) posisi nyaman yang terjauh
3. Tekanan darah 6. Berikan diet 6. diet jantung
membaik dari jantung yang yang sesuai
skala 2 (cukup sesuai yaitu
menurun) 7. Berikan terapi membatasi
menjadi 3 relaksasi asupan kafein,
(sedang) untuk natrium,
mengurangi kolestrol, dan
stress, jika makanan tinggi
perlu lemak
8. Berikan 7. terapi relaksasi
dukungan seperti
emosional dan mendengarkan
spiritual music, berdoa
9. Berikan dapat
oksigen untuk membantu
mempertahan pasien agar
kan saturasi lebih tenang
oksigen > 94 8. dukungan
% emosional dan
Edukasi spiritual agar
10. Anjurkan pasien tidak
beraktifitas merasa sendiri
fisik sesuai dan selalu
toleransi merasa banyak
11. Anjurkan yang
berhenti mendampingi
merokok 9. saturasi >94%
12. Ajarkan agar asupan ke
pasien dan otak tetap
keluarga adekuat
mengukur 10. aktifitas fisik
intake dan sesuai toleransi
output cairan agar tidak
harian terlalu
Kolaborasi memforsir
13. Kolaborasi tenaga yang
pemberian dimiliki
antiaritmia, sehingga
jika perlu memperkeras
14. Rujuk ke usaha kerja
program jantung
rehabilitasi 11. kandungan
jantung dari asap rokok
dapat
memperburuk
kerja jantung
12. untuk
mengetahui
apakah intake
dan output
pasien
seimbang
13. antiaritmia
diberikan
untuk
mencegah
aritmia
14. rujukan ke
program
rehabilitasi
jantung untuk
perawatan
yang lebih
intensif pada
jantung pasien
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk
berhubungan tindakan Nyeri (1.08238) mengetahui
dengan agen keperawatan selama (SIKI Hal 201) lokasi,
pencedera fisiologis …….x24 jam Tindakan : karakteristi
diharapkan Nyeri Observasi k, durasi,
D. 0077 SDKI Klien menurun 1. Identifikasi frekuensi,
Tahun 2016 dengan Kriteria lokasi, kualitas,
Halaman 172 Hasil: karakteristik, dan
Tingkat Nyeri durasi, intensitas
(L.08066) (SLKI frekuensi, nyeri
2016 Halaman 145) kualitas, 2. Untuk
1. Keluhan nyeri intensitas mengetahui
dari skala 2 nyeri seberapa
(Cukup 2. Identifikasi parah
Meningkat) skala nyeri tingkat
menjadi skala 3. Identifikasi nyeri dari
3 (Sedang) respons nyeri sudut
2. Meringis dari non verbal pandang
skala 2 4. Identifikasi pasien
(Cukup faktor yang 3. Untuk
Meningkat) memperberat mengetahui
menjadi skala dan respon baik
3 (Sedang) memperingan dari
3. Gelisah dari nyeri ekspresi
skala 2 Terapeutik pasien
(Cukup 5. Berikan teknik 4. Untuk
Meningkat) nonfarmakolo mengetahui
menjadi skala gis hal-hal apa
3 (Sedang) Edukasi saja yang
6. Jelaskan menyebabk
penyebab an nyeri
nyeri lebih parah
7. strategi dan hal-hal
meredakan yang
nyeri menyebabk
8. Ajarkan teknik an nyeri
nonfarmakolo berkurang
gis untuk 5. Teknik non
mengurangi farmakologi
rasa nyeri s untuk
seperti latihan mengurangi
nafas dalam. tingkat
nyeri
6. Agar pasien
mengetahui
penyebab
nyeri
timbul
7. Agar pasien
mengetahui
strategi /
cara
mengurangi
nyeri
8. Tarik napas
dalam
adalah
teknik
untuk
membantu
meredakan
nyeri
Ansietas Setelah dilakukan Terapi Relaksasi 1. Untuk
berhubungan intervensi (1.09326 SIKI mengidentif
dengan ancaman keperawatan selama 2016 Halaman ikasi
kematian ……………………….. 436) adanya
maka Tingkat Tindakan: penurunan
D.0080 SDKI Tahun Ansietas Menurun Observasi: tingkat
2016 Halaman 180 dengan Kriteria 1. Identifikasi energy,
hasil : penurunan ketidakma
(L.09093 SLKI 2016 tingkat energy, mpuan
Halaman 132) ketidakmamp berkonsent
1. Konsentrasi uan rasi, atau
membaik dari skala 2 berkonsentras gejala lain
(cukup menurun) i, atau gejala yang
menjadi 3 (sedang) lain yang menggangg
2. Pola tidur mengganggu u
membaik dari skala 2 kemampuan kemampua
(cukup menurun) kognitif n kognitif
menjadi 3 (sedang) 2. Identifikasi 2. Untuk
3. Frekuensi nadi teknik mengetahui
menurun dari skala 2 relaksasi yang teknik
(cukup meningkat) pernah efektif relaksai
menjadi 3 (sedang) digunakan yang
3. Identifikasi pernah
kesediaan, efektif
kemampuan, 3. Untuk
dan mengetahui
penggunaan kesediaan,
teknik kemampua
sebelumnya n, dan
4. Periksa penggunaa
ketegangan n teknik
otot, frekuensi sebelumnya
nadi, tekanan 4. Untuk
darah, suhu memonitor
sebelum dan ketegangan
sesudah otot,
latihan frekuensi
Terapeutik: nadi,
5. Ciptakan tekanan
lingkungan darah, suhu
yang tenang sebelum
dan tanpa dan
gangguan sesudah
dengan melakukan
pencahayaan tindakan
dan suhu 5. Lingkungan
ruang yang
nyaman, jika nyaman
memungkinka untuk
n meningkatk
6. Gunakan an
pakaian kenyamana
longgar n pasien
7. Gunakan nada 6. Pakaian
suara yang longgar
lembut meningkatk
dengan irama an
lambat dan kenyamana
berirama n pasien
8. Gunakan 7. Suara yang
relaksasi lembut dari
sebagai perawat
strategi mempermu
penunjang dah pasien
dengan dalam
analgetik atau menerima
tindakan informasi
medis lain, yang
jika sesuai disampaika
Edukasi: n oleh
9. Jelaskan perawat
tujuan, 8. Relaksasi
manfaat, penunjang
batasan, dan berperan
jenis relaksasi dalam
yang tersedia menunjang
(missal music tindakan
meditasi, lain
napas dalam, 9. Agar pasien
relaksasi otot mengetahui
progresif) tujuan,
10. Jelaskan manfaat,
secara rinci batasan,
intervensi dan jenis
relaksasi yang relaksasi
dipilih yang
11. Anjurkan digunakan
mengambil 10. Agar pasien
posisi nyaman mengetahui
12. Anjurkan relaksasi
sering apa yang
mengulangi akan
atau melatih dilakukan
teknik yang 11. Posisi
dipilih nyaman
13. Demonstrasik berpengaru
an dan latih h dalam
teknik kesembuha
relaksasi n pasien
12. Relaksasi
yang sering
dilakukan
dapat
mempercep
at efeknya
13.
Demonstrasi
latihan
relaksasi agar
pasien
mengerti cara
melakukan
relaksasi
Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi 1. Untuk
berhubungan tindakan Kesehatan mengetahui
dengan kurang keperawatan selama (1.12383 SIKI kesiapan dan
terpapar informasi 3 x 24 jam 2016 Halaman kemampuan
diharapkan 65) pasien saat
D.0111 SDKI Tahun kecukupan informasi Tindakan: diberikan
2016 Halaman 246 kognitif yang Observasi: edukasi
berkaitan dengan 1. Identifikasi kesehatan
topic tertentu kesiapan dan 2. Untuk
meningkat dengan kemampuan mengetahui hal-
Kritaria Hasil : menerima hal yang dapat
Tingkat Pengetahuan informasi memicu
(L.12111 SLKI 2016 2. Identifikasi penurunan
Halaman 146) factor-faktor minat pasien
1. Perilaku sesuai yang dapat dalam
dengan meningkatka menerima
pengetahuan n dan edukasi
meningkat dari menurunkan kesehatan
skala 2 (cukup motivasi 3. Agar edukasi
menurun) perilaku yang
menjadi 3 hidup bersih disampaikan
(sedang) dan sehat jelas dan bila
2. Perilaku sesuai Terapeutik: pasien
anjuran 3. Sediakan bertanya,
meningkat dari materi dan perawat dapat
skala 2 (cukup media menjelaskan
menurun) pendidikan dengan baik
menjadi 3 kesehatan dan benar
(sedang) 4. Jadwalkan 4. Agar edukasi
3. Persepsi yang pendidikan lebih
keliru terhadap kesehatan terstruktur
masalah sesuai 5. Memberikan
menurun dari kesepakatan kesempatan
skala 2 (cukup 5. Berikan untuk bertanya
meningkat) kesempatan agar edukasi
menjadi 3 untuk yang
(sedang) bertanya disampaikan
Edukasi: dapat lebih jelas
6. Jelaskan dan lebih ,udah
factor resiko dipahami
yang dapat pasien
mempengaru 6. Agar pasien
hi kesehatan mengetahui
7. Ajarkan factor resiko
perilaku yang dapat
hidup bersih mempengaruhi
dan sehat kesehatannya
8. Ajarkan 7. Agar pasien
strategi yang bisa
dapat menerapkan
digunakan PHBS
untuk 8. Agar PHBS
meningkatka pasien
n perilaku meningkat
hidup bersih dengan strategi
dan sehat yang diajarkan
oleh perawat
DAFTAR PUSTAKA

Risa Hermawati, Haris Candra Dewi.2014. Penyakit Jantung Koroner.


Jakarta: Kandas media (Imprint agromedia pustaka).
Annisa dan anjar.Jurnal GASTER Vol. 10 No. 1 /Februari 2013
Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Ed 9.Jakarta: EGC
Putra S, Panda L, Rotty. 2013. Profil penyakit jantung koroner. Manado:
fakultas kedokteran.
Rochmayanti, 2011. Analis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
hidup pasien dengan penyakit jantun koroner. Jakarta: fakultas
ilmu keperawatan
A.Fauzi Yahya.2010.Penaklukan No.1: Mencegah dan mengatasi penyakit
jantung koroner.Bandung:Qanita

Anda mungkin juga menyukai