Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN ATEROSKLEROSIS

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN

OLEH:
KADEK DWI IRMAYANTI
1902621036

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi

Aterosklerosis juga dikenal sebagai penyakit Vaskuler arteriosclerotic atau ASVD


berasal dari bahasa Yunani: athero (yang berarti bubur atau pasta) dan sklerosis
(indurasi dan pengerasan). Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah suatu keadaan
arteri besar dan kecil yang ditandai oleh deposit substansi berupa endapan lemak,
trombosit, makrofag, leukosit, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan
berbagai substansi lainnya yang terbentuk di dalam lapisan arteri di seluruh lapisan
tunika intima dan akhirnya ke tunika media.

Arteriosklerosis atau “pengerasan arteri”,adalah suatu proses dimana serabut otot dan
lapisan endotel arteri kecil dan arteriola mengalami. Arterioskleriosis dapat terjadi
dibagian mana saja ditubuh kita, tapi paling sering dijumpai di area yang memisah
atau bercabang pada pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan proses yang
berbeda. yang menyerang intima arteri besar dan medium. Perubahan tersebut
meliputi penimbunan lemak, kalsium. komponen darah, karbohidrat dan jaringan
fibrosa pada lapisan intima arteri. Penimbunan tersebut dikenal sebagai aleroma atau
plak. Karena aterosklerosis merupakan penyakit arteri umum, maka bila kita
menjumpainya di ekstremitas, maka penyakit tersebut juga terdapat di bagian tubuh
yang lain. (Brunner & Suddarth, 2002).

Pertumbuhan ini disebut dengan plak. Plak tersebut berwarna kuning karena
mengandung lipid dan kolesterol. Telah diketahui bahwa aterosklerosis bukanlah
suatu proses berkesinambungan, melainkan suatu penyakit dengan fase stabil dan fase
tidak stabil yang silih berganti. Perubahan gejala klinik yang tiba-tiba dan tidak
terduga berkaitan dengan rupture plak, meskipun rupture tidak selalu diikuti gejala
klinik. Seringkali rupture plak segera pulih, dengan cara inilah proses plak
berlangsung. (Hanafi, Muin R, & Harun, 1997)
Aterosklerosis adalah kondisi dimana terjadi penyempitan pembuluh darah akibat
timbunan lemak yang meningkat dalam dinding pembuluh darah yang akan
menghambat aliran darah. Aterosklerosis bisa terjadi pada arteri di otak, jantung,
ginjal, dan organ vital lainnya serta pada lengan dan tungkai. Jika aterosklerosis
terjadi didalam arteri yang menuju ke otak (arteri karoid) maka bisa terjadi stroke.
Namun jika terjadi didalam arteri yang menuju kejantung (arteri koroner), maka bisa
terjadi serangan jantung. Biasanya arteri yang paling sering terkena adalah arteri
koroner, aorta, dan arteri-arteri serbrum.

Beberapa pengerasan dari arteri biasanya terjadi ketika seseorang mulai tua. Namun
sekarang bukan hanya pada orang yang mulai tua, tetapi juga pada kanak-kanak.
Karena timbulnya bercak-bercak di dinding arteri koroner telah menjadi fenomena
alamiah yang tidak selalu harus terjadi lesi aterosklerosis terlebih dahulu.

2. Etiologi

Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari
aliran darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan
bahan-bahan lemak. Pada saatnya, monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul,
menyebabkan bercak penebalan di lapisan dalam arteri.

Setiap daerah penebalan yang biasa disebut plak aterosklerotik atau ateroma, terisi
dengan bahan lembut seperti keju yang mengandung sejumlah bahan lemak, terutama
kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat. Ateroma bisa tersebar di dalam
arteri sedang dan juga arteri besar, tetapi biasanya mereka terbentuk di daerah
percabangan, mungkin karena turbulensi di daerah ini menyebabkan cedera pada
dinding arteri, sehingga disini lebih mudah terbentuk ateroma.

Arteri yang terkena aterosklerosis akan kehilangan kelenturannya dan karena ateroma
terus tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan
endapan kalsium, sehingga ateroma menjadi rapuh dan bisa pecah. Dan kemudian
darah bisa masuk ke dalam ateroma yang telah pecah, sehingga ateroma akan menjadi
lebih besar dan lebih mempersempit arteri.
Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan
memicu pembentukan bekuan darah atau trombus. Selanjutnya bekuan ini akan
mempersempit bahkan menyumbat arteri, dan bekuan darah tersebut akan terlepas
dan mengalir bersama aliran darah sehingga menyebabkan sumbatan di tempat lain
(emboli).

3. Faktor Risiko
Ada 7 resiko terjadinya peningkatan aterosklerosis yaitu:
1. kadar kolesterol darah - ini termasuk kolesterol LDL tinggi (kadang-kadang
disebut kolesterol jahat) dan kolesterol HDL rendah (kadang-kadang disebut
kolesterol baik).
2. Tekanan darah tinggi - tekanan darah dianggap tinggi jika tetap pada atau di
atas 140/90 mmHg selama periode waktu.
3. Merokok - ini bisa merusak dan mengencangkan pembuluh darah,
meningkatkan kadar kolesterol, dan meningkatkan tekanan darah - merokok
juga tidak memungkinkan oksigen yang cukup untuk mencapai jaringan
tubuh.
4. Resistensi insulin - Insulin adalah hormon yang membantu memindahkan
darah gula ke dalam sel di mana itu digunakan dan resistensi insulin terjadi
ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin sendiri dengan benar.
5. Diabetes - ini adalah penyakit di mana tingkat gula darah tubuh tinggi karena
tubuh tidak membuat cukup insulin atau tidak menggunakan insulin dengan
benar.
6. Kegemukan atau obesitas - kegemukan adalah memiliki berat badan ekstra
dari otot, tulang, lemak, dan / atau air - obesitas adalah memiliki jumlah
tinggi lemak tubuh ekstra.
7. Kurangnya aktivitas fisik - kurangnya aktivitas dapat memperburuk faktor
risiko lain untuk aterosklerosis.
8. Umur - sebagai usia tubuh meningkatkan risiko aterosklerosis dan atau gaya
hidup faktor genetik menyebabkan plak untuk secara bertahap membangun
di arteri - pada pertengahan usia atau lebih, plak cukup telah membangun
menyebabkan tanda-tanda atau gejala, pada pria, risiko meningkat setelah
usia 45, sedangkan pada wanita, risiko meningkat setelah usia 55.
9. Riwayat keluarga penyakit jantung dini - risiko aterosklerosis meningkat jika
ayah atau saudara laki-laki didiagnosis dengan penyakit jantung sebelum
usia 55 tahun, atau jika ibu atau saudara perempuan didiagnosis dengan
penyakit jantung sebelum usia 65 tahun tetapi meskipun usia dan riwayat
keluarga penyakit jantung dini faktor risiko, itu tidak berarti bahwa Anda
akan mengembangkan atherosclerosis jika Anda memiliki satu atau
keduanya. Membuat perubahan gaya hidup dan / atau mengambil obat-
obatan untuk mengobati faktor risiko lainnya seringkali dapat mengurangi
pengaruh genetik dan mencegah aterosklerosis dari berkembang, bahkan
pada orang dewasa yang lebih tua.
4. Patofisiologi

Aterosklerosis dimualai ketika koleterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.


Timbunan ini dinamakan plak atau ateroma yang akan mengganggu absorbsi nutrien
oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan
parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat

Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi
pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi
intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi
tersering aterosklerosis. Dari lesi aterosklerosis terbentuknya trombus pada
permukaan plak. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan
terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler disebelah distal plak
yang pecah.

5. Manifestasi Klinik

Menurut Corwin (2009) gejala klinis aterosklerosis meliputi:


a. Klaudikasio intermiten adalah suatu keadaan nyeri dan kram di ekstremitas bawah,
terjadi terutama setelah berolahraga. Pada aterosklerosis yang parah bisa terjadi
juga saat beristirahat karena kebutuhan oksigen yang tidak tercukupi.
b. Peka terhadap rasa dingin, hal ini dipacu karena aliran darah ke ekstremita tidak
adekuat.
c. Perubahan warna kulit disebabkan karena berkurangnya aliran darah ke suatu area
tubuh membuatnya tampak lebih pucat.
d. Penurunan denyut arteri, juga terdapat nekrosis sel dan gangrene apabila aliran
darah tidak adekuat memenuhi kebutuhan metabolik.
6. Komplikasi

Bila sebuah plak pecah dan bermigrasi melalui arteri ke bagian lain. Plak yang
beredar ini disebut emboli atau embolus,yang terdiri tidak hanya lemak tapi juga sel-
sel mati, gumpalan darah dan jaringan berserat berserabut. Emboli dapat
menyebabkan kerusakan karena menghalangi aliran darah ke tempat tujuan, sehingga
jaringan kekurangan oksigen mati.

a. Tromboemboli
b. Penyakit jantung koroner
c. Keruskan organ (ginjal, otak, hati, dan usus)
d. Serangan jantung
e. Stroke
7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya aterosklerosis


yaitu dengan cara:

ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan kaki


dan lengan, pemeriksaan doppler di daerah yang terkena, skrening ultrasonik duplex,
CT scan di daerah yang terkena, arteriografi resonansi magnetik, arteriografi di
daerah yang terkena, IVUS (intravascular ultrasound).

8. Penatalaksanaan Medis
Sebelum terjadinya komplikasi,terdengarnya bruit (suara meniup) pada pemeriksaan
dengan stetoskop bisa merupakan petunjuk arteriosklerosis. Denyut nadi berkurang
pada daerah yang terserang arteriosklerosis. Penanganan yang dapat dilakukan antara
lain:

a. Bisa diberikan obat-obatan untuk menurunkan kadar lemak dankolesterol dalam


darah,contohnya colestyramine, kolestipol, asam nikotinat, gemfibrozil, probukol,
dsan lovastin.
b. Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau antikoagulan bisa diberikan untuk
mengurangi resiko terjadinya bekuan darah.
c. Angioplasti balon dapat dilakukan untuk meratakan plak dan meningkatkan aliran
darah yang melalui endapan lemak
d. Enarterektomi merupakan suatu pembedahan untuk mengangkat endapan.
e. Pembedahan bypass merupakan prosedur yang sangat invasif, dimana arteri atau
vena yang normal dari penderita digunakan untuk membuat jembatan guna
menghindari arteri yang tersumbat.
f. Juga terdapat beberapa teknik radiologis untuk terapi penunjang yang penting
untuk prosedur pembedahan antara lain arteriografi,angiografi,angiografi
transluminal perkutaneus,dan sten atau tandur sten.
9. Pengobatan

Bisa diberikan obat-obatan untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam
darah (contohnya Kolestiramin, kolestipol, asam nikotinat, gemfibrozil, probukol,
lovastatin). Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau anti-koagulan bisa diberikan
untuk mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah.

Angioplasti balon dilakukan untuk meratakan plak dan meningkatkan aliran darah
yang melalui endapan lemak. Enarterektomi merupakan suatu pembedahan untuk
mengangkat endapan. Pembedahan bypass merupakan prosedur yang sangat invasif,
dimana arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan untuk membuat
jembatan guna menghindari arteri yang tersumbat.
10. Pencegahan

Untuk membantu mencegah aterosklerosis yang harus dihilangkan adalah faktor-


faktor resikonya. Jadi tergantung kepada faktor resiko yang dimilikinya, seseorang
hendaknya:

a. Menurunkan kadar kolesterol darah


b. Menurunkan tekanan darah
c. Berhenti merokok
d. Menurunkan berat badan
e. Berolah raga secara teratur.
11. Web Of Coution

faktor risiko: usia,jenis nyeri/kram otot nyeri akut/kronis


kelamin, diet tinggi
lemak,DM,merokok

penumpukan metabolit kulit dingin


otot dan asam laktat pucat/sianosis
atero/Arteriosklerosis

sirkulasi darah suplai O2 dan nutrisi


terganggu terganggu

arteri koroner Otak ekstremitas/perifer

angina pectoris/infark sirkulasi perifer


stroke
miokard terganggu

resiko penurunan Hambatan denyut nadi


perfusi jaringan mobilitas fisik terganggu
jantung

ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

modifikasi gaya hidup rencana pembedahan

kurang informasi post operasi pre operasi

luka operasi
Defisit pengetahuan prosedur tindakan
yang komplek

-nyeri akut
-resiko infeksi Ansietas
-kerusakan
integritas kulit
B. Konsep keperawatan gerontik
1. Pengertian dan tujuan keperawatan gerontik
i. Pengertian
Gerontik berasal dari bahasa Yunani yaitu “geron” yang memiliki arti
orang tua atau usia tua. Gerontik didefinisikan sebagai spesialisasi
keperawatan tentang praktik mengasuh, merawat, dan menghibur orang
dewasa yang lebih tua. Keperawatan gerontik memiliki tujuan yaitu untuk
memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, dan
membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai (Mauk,
2014)

ii. Tujuan keperawatan gerontik


Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi
kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan
gerontik (Maryam, 2008).

2. Pengertian lansia dan batasan usia lansia


a. Pengertian lansia
Lansia merupakan kelompok yang berisisko karena mengalami
perubahan seiring peningkatan usia. Kebanyakan Negara maju di
dunia telah menerima konsep usia 65 tahun sebagai definisi lansia
(elderly), namun konsep ini tidak dapat diterapkan di seluruh wilayah
di dunia. Saat ini tidak ada kriteria numerik standar dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), namun PBB menyetujui cut-off 60 tahun ke
atas untuk merujuk kepada populasi lansia atau older population
(WHO (dalam Nugroho, 2008). Berdasarkan pembagian periode
perkembangan lansia merupakan orang-orang yang berada dalam fase
dewasa akhir atau late adulthood. Lansia merupakan kelompok
berisiko (at risk) akibat terjadinya suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi tubuh secara normal (Chayatin
& Mubarak, 2009). Dari beberapa definisi di atas, yang disebut lansia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih yang
ditandai dengan menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-
lahan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi tubuh
secara normal.
b. Batasan usia lansia

Batasan lansia di Indonesia yaitu 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas


dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008; Dewi, 2015).
Beberapa pendapat para ahli tentang batasan lansia adalah sebagai
berikut:
1) Badan kesehatan dunia (WHO) dalam Nugroho (2008), membagi
lansia menjadi empat kriteria, yaitu:
a) Usia pertengahan (middle age), yaitu usia antara 45-59 tahun
b) Usia lanjut (elderly), yaitu usia antara 60-74 tahun
c) Usia tua (old), yaitu usia antara 75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old), yaitu usia > 90 tahun.
2) Departemen kesehatan RI dalam Chayatin dan Mubarak (2009),
mengkategorikan lansia ke dalam tiga kelompok, yaitu:
a) Kelompok usia pertengahan (45-54 tahun): kelompok usia dalam
masa vibrilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menunjukkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa
b) Kelompok usia lanjut dini (55-64 tahun): kelompok usia dalam
masa presenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut
c) Kelompok usia lanjut (65 tahun ke atas): kelompok usia dalam masa
senium.
3. Perubahan pada lansia akibat proses menua

Perubahan sistem tubuh lansia (Effendi 2009)


a. Perubahan-Perubahan Fisik
1) Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang. Proporsi protein
di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan
menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.
2) Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik, hubungan
persarafan cepat menurun, lambat dalam merespons baik dari pergerakan
maupun jarak waktu, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf pancaindra,
serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran timpani mengalami
atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan
keratin, pendengaran menurun pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa
atau stres.
4) Sistem penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons terhadap sinar,
kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang pengamatan sinar dan daya
adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat
dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru
dengan hijau pada skala pemeriksaan.
5) Sistem kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahu, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi,
tekanan darah diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah
perifer.
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis akibat
metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun.
7) Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu
meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun, dan kedalaman bernafas menurun. Ukuran alveoli melebar dari
normal dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk berkurang,
kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan
pertambahan usia.
8) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, sensitivitas
akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi
absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.
9) Sistem genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan
kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine
menurun, proteinuria biasanya +1). Blood urea nitrogen (BUN) meningkat
hingga 22 mg, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot-otot
kandung kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitasnya menurun hingga
200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung
kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine. Pria dengan
usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga
kuran lebih 75% dari besar normalnya.
10) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta
sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan testosteron.
11) Sistem integument
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit
kasar dan berisik, menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi
kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu,
rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat
menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku
jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan
seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku
menjadi pudar dan kurang bercahaya.
12) Sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh, kifosis,
persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami
sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-
otot kram dan menjadi tremor. Kecepatan dan kontraksi otot berkurang serta
otot mengecil akibat menurunnya serabut otot (Chayatin & Mubarak, 2009).
Kekuatan dan kelenturan otot seperti kekuatan genggaman tangan dan
kekuatan kaki pada pria dan wanita mengalami penurunan (Lord,
Sherrington, Menz & Close, 2007). Menurut Potter & Perry (2005), wanita
pasca menopause memiliki laju demineralisasi tulang yang lebih besar dari
pria lansia. Wanita yang mempertahankan asupan kalsium selama hidup dan
kemudian masuk pada tahap menopause mengalami demineralisasi tulang
kurang dari wanita yang tidak mempertahankan asupan kalsium.
Sistem muskuloskeletal berhubungan dengan mobilitas dan keamanan yang
dapat mempengaruhi seluruh aktivitas. Lansia wanita lebih memiliki kontrol
muskular yang kurang sehingga dapat mempengaruhi ekstremitas bawah.
Ketidakseimbangan pada posisi tegak dipengaruhi oleh perubahan sebagai
akibat penuaan, seperti berkurangnya refleks, kerusakan fungsi proprioseptif,
berkurangnya sensasi vibrasi dan posisi tulang sendi ekstremitas bawah
(Achmanagara, 2012).
13) Sistem Reproduksi
1. Wanita
Vagina mengalami kontraktur dan mengecil, atropi pada ovarium dan
uterus, payudara atropi, vulva atropi, selaput lendir mengering,
permukaan menjadi halus, penurunan sekresi, sifatnya menjadi alkali dan
terjadi perubahan warna (Maryam dkk., 2008).
2. Laki-laki
Organ testis masih dapat memproduksi spermatozoa, namun terjadi
penurunan produksi secara berangsur-angsur. Dorongan seksual menetap
sampai usia 70 tahun dan sebanyak ±75% laki-laki usia di atas 65 tahun
mengalami pembesaran prostat (Maryam dkk., 2008).
14) Sistem Sensori
Perubahan sistem sensori terdiri dari perubahan pada sentuhan, pembauan,
pengecap, penglihatan dan pendengaran (Mauk, 2010). Sensitivitas sentuhan
yang terjadi pada lansia seperti berkurangnya kemampuan neuron sensori
yang secara efisien memberikan sinyal deteksi, lokasi dan identifikasi
sentuhan atau tekanan pada kulit mengalami penurunan (Mauk, 2010).
Menurut Mauk (2010), pada lansia terjadi kehilangan sensasi dan
proprioseptif serta resepsi informasi yang mengatur pergerakan tubuh dan
posisi. Hilangnya fiber sensori, reseptor vibrasi dan sentuhan dari
ekstremitas bawah menyebabkan berkurangnya kemampuan memperbaiki
pergerakan pada lansia yang dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan
dan jatuh.
Perubahan pada indera pendengaran pada lansia akibat dari perubahan dari
telinga bagian dalam. Telinga bagian dalam terdiri dari kokhlea dan organ-
organ keseimbangan. Sistem vestibular bersama dengan mata dan
proprioseptif membantu dalam mempertahankan keseimbangan fisik tubuh.
Gangguan pada sistem vestibular dapat menyebabkan pusing dan vertigo
yang dapat menggangu keseimbangan (Mauk, 2010).
b. Perubahan Kondisi Mental
Umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Perubahan mental memiliki hubungan yang erat dengan perubahan fisik, keadaan
kesehatan, tingkat pendidikan serta situasi lingkungan. Perubahan mental
emosional yang sering terjadi yaitu perasaan pesimis, cemas, adanya kekacauan
mental akut dan merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut
ditelantarkan. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan kondisi mental adalah
perubahan fisik (khususnya kesehatan umum), tingkat pendidikan, hereditas,
lingkungan, gangguan saraf indera dan gangguan konsep diri (kehilangan
hubungan dengan teman dan keluarga) (Chayatin & Mubarak, 2009).
c. Perubahan Psikososial
Secara psikososial, lansia juga mengalami perubahan yang cukup berarti, yaitu
akibat tidak siapnya lansia menghadapi masa pensiun. Identitas pensiun dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia mulai sadar atau merasakan akan
kematian yang nantinya akan mempengaruhi perubahan dalam cara hidup,
kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri dan rangkaian dari kehilangan (kehilangan
hubungan dengan teman, keluarga) serta hilangnya kemampuan atau ketegapan
fisik (Nugroho, 2008).
4. Asuhan keperawatan gerontik

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

(Kemenkes RI, 2016)

PENGKAJIAN KEPERAWATAN LANSIA

Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia
untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosis
masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan lansia. Data yang
dikumpulkan mencakup data subyektif dan data obyektif meliputi data bio, psiko,
sosial, dan spiritual, data yang berhubungan dengan masalah lansia serta data tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan
lansia seperti data tentang keluarga dan lingkungan yang ada.

a. Perubahan Fisik

Pengumpulan data dengan wawancara

1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan,

2) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia,

3) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,

4) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran,

5) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK,

6) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,

7) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat bermakna,

8) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat.

Pengumpulaan data dengan pemeriksaan fisik

Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi


untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
(1) Pengkajian sistem persyarafan:

kesimetrisan raut wajah, tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak,


kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah,

(2) Mata:

pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak. Pupil: kesamaan,
dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses pemenuaan,

(3) Ketajaman pendengaran:

apakah menggunakan alat bantu dengar, tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau
ada serumen jangan di bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.

(4) Sistem kardiovaskuler:

sirkulasi perifer (warna, kehangatan), auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya
pembengkakan vena jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema.

(5) Sistem gastrointestinal:

status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual, muntah, kesulitan mengunyah dan
menelan), keadaan gigi, rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi
apakah perut kembung ada pelebaran kolon, apakah ada konstipasi (sembelit), diare,
dan inkontinensia alvi.

(6) Sistem genitourinarius:

warna dan bau urine, distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan
buang air kecil), frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks,
adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual.

(7) Sistem kulit/integumen:

kulit (temperatur, tingkat kelembaban), keutuhan luka, luka terbuka, robekan,


perubahan pigmen, adanya jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada
gangguan-gangguan umum.

(8) Sistem muskuloskeletal:


kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat,
bergerak dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot,
kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk.

b. Perubahan psikologis

Data yang dikaji:

1) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan,

2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak,

3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,

4) Bagaimana mengatasi stres yang di alami,

5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri,

6) Apakah lansia sering mengalami kegagalan,

7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang,

8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif:

daya ingat, proses pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah.
c. Perubahan sosial ekonomi
data yang dikaji:
1) Darimana sumber keuangan lansia,
2) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang,
3) Dengan siapa dia tinggal,
4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,
5) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,
6) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah,
7) Siapa saja yang bisa mengunjungi,
8) Seberapa besar ketergantungannya,
9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas yang ada.
d. Perubahan spiritual
data yang dikaji :
1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya,
2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan,
misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
3) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa,
4) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.

PENGKAJIAN KHUSUS PADA LANSIA: PENGKAJIAN STATUS


FUNGSIONAL, PENGKAJIAN STATUS KOGNITIF

a. Pengkajian Status Fungsional dengan pemeriksaan Index Katz


Tabel 1 : Pemeriksaan kemandirian lansia dengan Index Katz

Tabel 1 iIndex Katz di atas untuk mencocokkan kondisi lansia dengan skor yang
diperoleh.
b. Pengkajian status kognitif
1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah penilaian fungsi
intelektual lansia.
Tabel 2. Penilaian SPMSQ

2) MMSE (Mini Mental State Exam):


menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa
Tabel 3. Penilaian MMSE
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan adalah “ Clinical Judgment” yang berfokus pada
respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan
(vulnerability) baik pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA,
2015-2017).
Berdasarkan pengertian tersebut, pengertian dari diagnosis keperawatan
gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus pada respon lansia terhadap kondisi
kesehatan atau kerentanan tubuhnya baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga
maupun lansia dalam kelompoknya.

KATAGORI DIAGNOSIS KEPERAWATAN


Ada beberapa tipe diagnosis keperawatan, diantaranya: tipe aktual, risiko,
kemungkinan, sehat dan sejahtera (welfare),dan sindrom.
1. Diagnosis keperawatan aktual
Diagnosis berfokus pada masalah (diagnosis aktual) adalah clinical judgment
yang menggambarkan respon yang tidak diinginkan klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupan baik pada individu, keluarga, kelompok dan
komunitas. Hal ini didukung oleh batasan karakteristik kelompok data yang
saling berhubungan. Contoh :
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
2) gangguan pola nafas,
3) gangguan pola tidur,
4) disfungsi proses keluarga,
5) ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga.
2. Diagnosis keperawatan risiko atau risiko tinggi
Adalah clinical judgment yang menggambarkan kerentanan lansia sebagai
individu, keluarga, kelompok dan komunitas yang memungkinkan
berkembangnya suatu respon yang tidak diinginkan klien terhadap kondisi
kesehatan/proses kehidupannya. Setiap label dari diagnosis risiko diawali
dengan frase: “risiko” (NANDA, 2014). Contoh diagnosis risiko adalah:
1)Risiko kekurangan volume cairan,
2)Risiko terjadinya infeksi,
3) Risiko intoleran aktifitas,
4) Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua,
5) Risiko distress spiritual.
3. Diagnosis keperawatan promosi kesehatan
Adalah Clinical judgement yang menggambarkan motivasi dan keinginan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan untuk mengaktualisasikan potensi
kesehatan pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Respon
dinyatakan dengan kesiapan meningkatkan perilaku kesehatan yang spesifik
dan dapat digunakan pada seluruh status kesehatan. Setiap label diagnosis
promosi kesehatan diawali dengan frase: “Kesiapan meningkatkan”……
(NANDA, 2014). Contoh :
1) Kesiapan meningkatkan nutrisi,
2) Kesiapan meningkatkan komunikasi,
3) Kesiapan untuk meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan,
4) Kesiapan meningkatkan pengetahuan,
5) Kesiapan meningkatkan religiusitas.
4. Diagnosis keperawatan sindrom
Adalah clinical judgement yang menggambarkan suatu kelompok diagnosis
keperawatan yang terjadi bersama, mengatasi masalah secara bersama dan
melalui intervensi yang sama. Sebagai contoh adalah sindrom nyeri kronik
menggambarkan sindrom diagnosis nyeri kronik yang berdampak keluhan
lainnya pada respon klien, keluhan tersebut biasanya diagnosis gangguan pola
tidur, isolasi sosial, kelelahan, atau gangguan mobilitas fisik. Kategori
diagnosis sindrom dapat berupa risiko atau masalah. Contoh:
1) Sindrom kelelahan lansia,
2) Sindrom tidak berguna,
3) Sindrom post trauma,
4) Sindrom kekerasan.
5. Rumusan diagnosis keperawatan
a. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai individu
1. Katagori aktual, contoh :
 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
 gangguan pola nafas,
 gangguan pola tidur,
2. Katagori risiko, contoh :
 Risiko kekurangan volume cairan
 Risiko terjadinya infeksi
 Risiko intoleran aktifitas

3. Promosi kesehatan, contoh :


 Kesiapan meningkatkan nutrisi
 Kesiapan meningkatkan komunikasi
 Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan
4. Sindrom
 Sindrom kelelahan lansia
 Sindrom tidak berguna
b. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai anggota keluarga 1)
Katagori aktual, contoh :
 Ketidakefektifan manajemen terapeutik keluarga pada Bp.P
 Gangguan proses keluarga Bp. S
2) Katagori risiko, contoh :
 Risiko terjadinya disfungsi keluarga Bp. S keluarga Bp. S
 Risiko penurunan koping keluarga Bp. D
3) Promosi kesehatan, contoh :
 Kesiapan meningkatkan komunikasi keluarga Bp. S
 Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan keluarga Bp. A
c. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia dalam kelompok
1) Katagori aktual Gangguan aktivitas fisik pada kelompok lansia di Panti
Werdha
2) Katagori risiko Risiko trauma fisik pada lansia pada kelompok lansia di RT
2
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan setelah tahap
diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka perawat
dapat mengetahui diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau
yang segera dilakukan. Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan urutan
prioritas, yaitu:
a. Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa)
Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang
dilatarbelakangi oleh prinsip pertolongan pertama, dengan membagi beberapa
prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas sedang dan prioritas rendah.
1) Prioritas tinggi: Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam
kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan terlebih dahulu seperti
masalah bersihan jalan napas (jalan napas yang tidak effektif).
2) Prioritas sedang: Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan
tidak mengancam hidup klien seperti masalah higiene perseorangan.
3) Prioritas rendah: Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan
langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik, seperti
masalah keuangan atau lainnya.
b. Berdasarkan kebutuhan Maslow Maslow
menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan kebutuhan,
diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan dan keamanan, mencintai dan
memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Untuk prioritas diagnosis yang akan
direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut berdasarkan kebutuhan dasar
manusia, diantaranya:
1) Kebutuhan fisiologis Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri,
cairan, perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.
2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan Meliputi masalah lingkungan, kondisi
tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas,
afiliasi dalam kelompok antar manusia.
4) Kebutuhan harga diri Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan
menghargi diri sendiri.
5) Kebutuhan aktualisasi diri Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

RENCANA TINDAKAN

Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya adalah menyusun rencana tindakan.


Berikut ini dijelaskan rencana tindakan beberapa masalah keperawatan yang lazim
terjadi pada lansia.

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


Penyebab gangguan nutrisi pada lansia adalah penurunan alat penciuman dan
pengecapan, pengunyahan kurang sempurna, gigi tidak lengkap, rasa penuh
pada perut dan susah buang air besar, otot-otot lambung dan usus melemah.
Rencana makanan untuk lansia :
1) Berikan makanan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan,
2) Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin,
3) Berikan makanan yang mengandung serat,
4) Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori,
5) Batasi minum kopi dan teh.
b. Gangguan keamanan dan keselamatan lansia :
Penyebab kecelakaan pada lansia :
1) Fleksibilitas kaki yang berkurang.
2) Fungsi pengindraan dan pendengaran menurun.
3) Pencahayaan yang berkurang.
4) Lantai licin dan tidak rata.
5) Tangga tidak ada pengaman.
6) Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak.
Tindakan mencegah kecelakaan :
1) Anjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan keselamatan.
2) Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi.
3) Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur.
4) Bila mengalami masalah fisik misalnya reumatik, latih klien untuk
menggunakan alat bantu berjalan.
5) Bantu klien kekamar mandi terutama untuk lansia yang menggunakan obat
penenang/deuretik.
6) Anjurkan lansia memakai kaca mata jika berjalan atau melakukan sesuatu.
7) Usahakan ada yang menemani jika berpergian.
8) Tempatkan lansia diruangan yang mudah dijangkau
9) Letakkan bel didekat klien dan ajarkan cara penggunaannya.
10) Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi.
11) Letakkan meja kecil didekat tempat tidur agar lansia menempatkan alat-
alat yang biasa digunakannya.
12) Upayakan lantai bersih, rata dan tidak licin/basah.
13) Pasang pegangan dikamar mandi/WC
14) Hindari lampu yang redup/menyilaukan, sebaiknya gunakan lampu 70-
100 watt.
15) Jika pindah dari ruangan terang ke gelap ajarkan lansia untuk
memejamkan mata sesaat.
c. Gangguan kebersihan diri Penyebab kurangnya perawatan diri pada lansia
adalah :
1) Penurunan daya ingat,
2) Kurangnya motivasi,
3) Kelemahan dan ketidak mampuan fisik.
Rencana tindakan untuk kebersihan diri, antara lain :
1) Bantu lansia untuk melakukan upaya kebersihan diri,
2) Anjurkan lansia untuk menggunakan sabun lunak yang mengandung
minyak atau berikan skin lotion
3) Ingatkan lansia untuk membersihkan telinga dan mata,
4) Membantu lansia untuk menggunting kuku.
d. Gangguan istirahat tidur Rencana tindakannya, antara lain :
1) Sediakan tempat tidur yang nyaman,
2) Mengatur waktu tidur dengan aktivitas sehari-hari,
3) Atur lingkungan dengan ventilasi yang cukup, bebas dari bau-bauan,
4) Latih lansia dengan latihan fisik ringan untuk memperlancar sirkulasi darah
dan melenturkan otot (dapat disesuaikan dengan hobi),
5) Berikan minum hangat sebelum tidur, misalnya susu hangat.
e. Gangguan hubungan interpersonal melalui komunikasi Rencana tindakan
yang dilakukan antara lain :
1) Berkomunikasi dengan lansia dengan kontak mata,
2) Mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang akan dilakukan,
3) Menyediakan waktu berbincang-bincang untuk lansia,
4) Memberikan kesempatan lansia untuk mengekspresikan atau perawat
tanggap terhadap respon verbal lansia,
5) Melibatkan lansia untuk keperluan tertentu sesuai dengan kemampuan
lansia,
6) Menghargai pendapat lansia.
f. Masalah mekanisme pertahanan diri (Koping) Rencana tindakan yang
dilakukan :
1) Dorong aktifitas sosial dan komunitas,
2) Dorong lansia untuk mengembangkan hubungan,
3) Dorong lansia berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan
ketertarikan yang sama,
4) Dukung lansia untuk menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai, 5)
Kenalkan lansia kepada seseorang yang mempunyai latar belakang
pengalaman yang sama.
g. Masalah cemas Rencana tindakan yang dilakukan adalah
1) Bantu lansia mengidentifikasi situasi yang mempercepat terjadinya cemas,
2) Dampingi lansia untuk meningkatkan kenyamanan diri dan mengurangi
ketakutan,
3) Identifikasi kondisi yang menyebabkan perubahan tingkat cemas,
4) Latih klien untuk teknik relaksasi.

TINDAKAN KEPERAWATAN GERONTIK

Tindakan keperawatan gerontik adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai


tujuan yang telah ditetapkan.

Strategi mempertahankan kebutuhan aktifitas pada lansia meliputi :


a. Exercise/olahraga bagi lansia sebagai individu/ kelompok Aktifitas fisik
adalah gerakan tubuh yang membutuhkan energi; seperti berjalan, mencuci,
menyapu dan sebagainya. Olah raga adalah aktifitas fisik yang terencana dan
terstruktur, melibatkan gerakan tubuh berulang yang bertujuan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani Manfaat olah raga :
1) Meningkatkan kekuatan jantung sehingga sirkulasi darah meningkat,
2) Menurunkan tekanan darah,
3) Meningkatkan keseimbangan dan koordinasi,
4) Mencegah jatuh & fraktur,
5) Memperkuat sistem imunitas,
6) Meningkatkan endorphin zat kimia di otak menurunkan nyeri sehingga
perasaan tenang & semangat hidup meningkat,
7) Mencegah obesitas,
8) Mengurangi kecemasan dan depresi,
9) Kepercayaan diri lebih tinggi,
10) Menurunkan risiko terjadinya penyakit kencing manis, hipertensi dan
jantung,
11) Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur,
12) Mengurangi konstipasi,
13) Meningkatkan kekuatan tulang, otot dan fleksibilitas.
b. Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi aktivitas pada lansia sebagai individu/kelompok dengan indikasi
tertentu. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang dilakukan
atas kelompok penderita bersama-sama dengan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau diarahkan oleh seseorang terapis. Tujuan dari terapi aktivitas
kelompok :
1) Mengembangkan stimulasi persepsi,
2) Mengembangkan stimulasi sensoris,
3) Mengembangkan orientasi realitas,
4) Mengembangkan sosialisasi.
Jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia
a) Stimulasi Sensori (Musik)
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, kualitas dari musik
yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan
perhatian terletak pada struktur dan urutan matematis yang dimiliki.
Lansia dilatih dengan mendengarkan musik terutama musik yang
disenangi.

b) Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Proses ini diharapkan mengembangkan respon lansia
terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan dan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan: seperti
membaca majalah, menonton acara televisie. Stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses persepsi lansia yang mal adaptif atau
destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian/
c) Orientasi Realitas
Lansia diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat
dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan
klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan
rencana ke depan. Aktifitasnya dapat berupa : orientasi orang, waktu,
tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata. d) Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal (satu per satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa
latihan sosialisasi dalam kelompok. Tahap Terapi Aktivitas Kelompok
1) Pre kelompok Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan, siapa
yang menjadi pemimpin, anggota, dimana, kapan kegiatan kelompok
tersebut dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dan kelompok,
menjelaskan sumber-sumber yang diperlukan kelompok (biaya dan
keuangan jika memungkinkan, proyektor dan lain-lain).
2) Fase awal Pada fase ini terdapat 3 kemungkinan tahapan yang terjadi,
yaitu orientasi, konflik atau kebersamaan.
3) Orientasi. Anggota mulai mengembangkan system sosial masing –
masing, dan leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil
kontak dengan anggota.
4) Konflik Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai
memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran
anggota, tugasnya dan saling ketergantungan yang akan terjadi. 5) Fase
kerja Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim. Perasaan positif dan
nengatif dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina,
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan
menurun, kelompok lebih stabil dan realistik, mengeksplorasikan lebih
jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah
yang kreatif.
6) Fase terminasi Ada dua jenis terminasi (akhir dan sementara). Anggota
kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau
sukses.
Latihan Kognitif
a. Latihan kemampuan sosial meliputi; melontarkan pertanyaan,
memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri
atau orang lain
b. Aversion therapy: terapi ini menolong menurunkan frekuensi perilaku
yang tidak diinginkan tetapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan
stimulasi yang membuat cemas atau penolakan pada saat tingkah laku
maladaptif dilakukan klien.
c. Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis
tentang definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap
perilaku jika dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang
diinginkan dan konsekuensi negatif untuk perilaku yang tidak diinginkan.
EVALUASI KEPERAWATAN GERONTIK

Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefinisikan sebagai keputusan


dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan. Penilaian dalam
keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah
ditentukan, kegiatan ini untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal
dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan


pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia.
Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:

1. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,

2. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,

3. Mengukur pencapaian tujuan,

4. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,

5. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.

EVALUASI DALAM KEPERAWATAN

Jenis Evaluasi menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven &
Hirnle, 2003), terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.
Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien, dukungan
administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan
dalam area yang diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat, dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses
mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan
fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan
tehnikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons perilaku
lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah perawat melakukan tindakan pada
lansia. Evaluasi hasil/sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan yang
diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku lansia setelah semua tindakan
keperawatan dilakukan. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan
keperawatan secara paripurna. Hasil evaluasi yang menentukan apakah
masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP (Subjektive-ObjektiveAssesment-Planning)
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
 S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari
lansia setelah tindakan diberikan.
 O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
 A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective
dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisis.
Contoh:
S : Lansia mengatakan sudah menghabiskan makanannya
O : Porsi makan habis, berat badan naik, semula BB=51 kg menjadi 52
kg
A : Tujuan tercapai
P : Rencana keperawatan dihentikan
C. ASUHAN KEPERAWATAN ARTERIOSKLEROSIS
I. Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. Tanda :Frekuensi
jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi. Tanda : Kenaikan TD, Nadi
denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular,
distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple (hubungan,
keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan. Tanda :Letupan suasana hat, gelisah,
penyempitan continue perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu.
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun)
Riowayat penggunaan diuretik. Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya
edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala, subojksipital
(terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam)
Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis). Tanda: Status
mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses piker,
penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea, ortopnea,dispnea,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok. Tanda: Distress
pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas tambahan
(krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

II. Diagnosa keperawatan


1. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke jantung (koroner)
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sirkulasi darah ke
perifer, penurunan nadi, hipertensi
3. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan kemampuan pembuluh darah
menyuplai oksigen ke jaringan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan masa otot, kekuatan
otot, kaku sendi
5. Kerusakan integritas berhubungan dengan gangguan sirkulasi (luka post
operasi)
6. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan yang kompleks
7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entry akibat luka operasi
(pembedahan)
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai sumber-
sumber informasi.
III. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kritera hasil Intervensi Rasional

1 Resiko penurunan perfusi Setelah diberikan perawatan NIC Label: Cardiac pump NIC Label: Cardiac pump
jaringan jantung selama …x 24 jam perfusi monitoring monitoring
berhubungan dengan jaringan jantung klien 1. Evaluasi adanya nyeri 1. Mengetahui adanya nyeri
penurunan sirkulasi kembali baik dengan kriteria dada (intensitas, lokasi, dada
darah ke jantung hasil : durasi ) 2. Mengetahui status
(koroner) NOC Label: Cardiac pump 2. Monitor status kardiovaskuler
effectiveness kardiovaskuler 3. Mengetahui napas yang
1. Tekanan systole dan 3. Monitor status abnormal
diastole dalam rentang pernafasan yang 4. Mengetahui pada
yang diharapkan menandakan gagal abdomen sebagai indikasi
2. CVP dalam batas normal jantung penurunan perfusi
3. Nadi perifer kuat dan 4. Monitor adanya 5. Mengetahu tekanan darah
simetris perubahan tekanan darah 6. Mengetahui toleransi
4. Tidak ada odema perifer 5. Monitor toleransi aktivitas pasien normal
yang asites aktivias pasien atau abnormal
5. Denyut jantung 6. Monitor adanya 7. Melihat tanda atau gejala
,AGD,ejeksi fraksi dalam dyspneu,fatigue,tekipneu gangguan pernafasan
batas normal dan ortopneu 8. Mengetahui status hidrasi
6. Bunyi jantung abnormal 7. Monitor status hidrasi 9. Mengetahui vital sign
tidak ada (kelembaban membrane pasien
7. Nyeri dada tidak ada mukosa ,nadi adekuat, 10. Mengkolaborasikan
8. Kelelahan yang ekstrrim tekanan darah ortostatik) terapi cairan dengan
tidak ada 8. Monitor vital sign sesuai tenaga kesehatan lain
indikasi penyakit 11. Megetahui status
9. Kolaborasi dengan nutrisi
dokter untuk pemberian
terapi cairan sesuai
program
10. Monitor status nutrisi

2 Risiko Ketidakefektifan Setelah diberikan perawatan


NIC Label: Cerebral NIC Label: Cerebral
perfusi jaringan otak selama …x 24 jam perfusi
Perfusion Promotion Perfusion Promotion
berhubungan dengan jaringan otak klien kembali
1. Berkonsultasi dengan 1. HOB yang optimal dapat
aterosklerosis aortik baik dengan kriteria hasil :
dokter untuk menurunkan TIK.
NOC label: Tissue
menentukan posisi HOB 2. Mengurangi hipertensi
Perfussion: Cerebral
(head of Bed) klien dengan memperbesar
1. TIK klien berkisar 0-10 yang optimal. volume darah.
mmHg. 2. Memberikan agen 3. Memastikan keadaan TIK
2. Tekanan sistolik berkisar penambah volume dan status neurologis
110-140 mmHg. intravaskuler. klien.
3. Tekanan diastolic 3. Memonitor TIK klien
berkisar 70-100. dan respon neurologis.
4. Keluhan pusing klien
berkurang.
5. Muntah klien berkurang.

3 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Pain NIC Label: Pain
keperawatan selama ... x ... Management Management
jam diharapkan nyeri teratasi 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk memahami nyeri
dengan kriteria hasil: komprehensif erhadap pasien secara keseluruhan
NOC Label: Pain Level nyeri sehingga mampu memberi
1. Pasien mengatakan nyeri 2. Kaji respon nonverbal intervensi yang tepat
berkurang terhadap nyeri 2. Mengetahui adanya nyeri
2. Skala nyeri turun 3. Kaji adanya ketegangan yang tidak diverbalisasi
3. Tidak ada ekspresi nyeri otot akibat nyeri oleh pasien
4. Berikan pasien posisi 3. Nyeri dapat meningkatkan
NOC Label: Pain Control yang nyaman tonus otot sehingga terjadi
1. Pasien dapat melaporkan 5. Ajarkan pasien teknik ketegangan
nyeri nonfarmakologi dalam 4. Posisi yang tepat dapat
2. Pasien dapat melakukan mengatasi dan meningkatkan rasa nyaman
teknik nonfarmakologi mengontrol nyeri yang dapat mengurangi
dalam mengontrol nyeri (distraksi/relaksasi) sensasi nyeri
3. Pasien melaporkan nyeri 6. Laukan tindakan 5. Teknik nonfarmakologi
terkontrol kolaborasi pemberian dapat digunakan untuk
obat analgetik yang telah mengurangi nyeri sebelum
diresepkan sesuai dan pascaoperasi
instruksi dokter 6. Analgetik dapat
menurunkan nyeri dengan
mensupresi pusat nyeri
4 Hambatan Mobilitas NOC Label:Body NIC Label : Exercise NIC Label : Exercise
Fisik berhubungan positioning : Mobility
Therapy : Joint Mobility Therapy : Joint Mobility
dengan penurunan masa Setelah diberikan intervensi
1. Menentukanketerbatasa 1. Untuk memudahkan
otot, kekuatan otor dan keperawatan selama … x 24
ngerakan sendikliendan memberikan terapi yang
sendi ditandai dengan jam diharapkan klien
efekpada fungsinya. tepat bagi klien
keterbatasan pergerakan bermobilisasi dengan atau
2. Menentukan 2. Untuk mempersiapkan
otot dan sendi. tanpa bantuan orang lain kesiapanklienuntuk kliensebelum memulai
dengan kriteria hasil : terlibat dalam latihan
kegiatanatau 3. Untuk menambah
1. Klien dapat berpindah
protokollatihan pengetahuan klien dan
dari satu sisi ke sisi yang
3. Menjelaskanalasan keluarga tentang manfaat
lain ketika sedang
untukjenis latihandan latihan
berbaring
protokolkepada 4. Untuk mempercepat
2. Klien dapat berpindah
klien/keluarga klien. proses penyembuhan
dari keadaan berbaring
4. Berkolaborasi klien
menjadi duduk ataupun
denganterapi
sebaliknya
fisikdalam
3. Dapat menggerakan otot
mengembangkandan
4. Dapat menggerakan sendi
melaksanakanprogram
latihan pada klien.

5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC Label: Skin NIC Label: Skin
integritas kulit dan pemberian asuhan Surveillance Surveillance
berhubungan dengan keperawatan selama …x24 1. Inspeksi kulit dan 1. Untuk mengetahui
imobilisasi fisik. jam diharapkan klien tidak membrane mukosa dari perubahan yang terjadi
mengalami kerusakan kemerahan, edema atau pada kulit dan membrane
integritas kulit dengan kriteria drainase mukosa.
hasil: 2. Observasi ekstremitas 2. Untuk mengetahui tanda-
NOC Label: tissue seperti warna, hangat, tanda peradangan dan
integrity: skin and mucous bengkak, nadi, tekstur, infeksi.
membrane edema, atau lesi. 3. Untuk mencegah

klien 3. Monitor bila terdapat terjadinya infeksi.


1. Lesi pada kulit
infeksi, terutama pada 4. Tidak terjadi gangguan
dapat teratasi.
area yang terdapat kulit yang
2. Tidak terlihat adanya
pembengkakan. berkepanjangan.
kemerahan pada kulit
4. Instruksikan anggota
klien yang terinfeksi.
keluarga tentang tanda
3. Integritas kulit klien dapat
dari gangguan kulit yang
membaik disbanding NIC Label: Wound Care
sesuai.
keadaan sebelumnya. 1. Untuk mengetahui
NIC Label: Wound Care
kondisi luka, ada/tidaknya
1. Monitor karakteristik infeksi
luka, seperti warna, 2. Untuk mengurangi agen
ukuran, ada/tidaknya infeksi yang dapat timbul
drainase 3. Untuk mmepercepat
2. Gunakan prinsip steril penyembuhan luka
ketika melakukan 4. Untuk mempercepat
perawatan luka penyembuhan dan
3. Terapkan salep yang mencegah infeksi
sesuai dengan lesi/kulit 5. Untuk memantau keadaan
4. Terapkan dressing luka klien secara reguler
sesuai jenis luka 6. Untuk menjaga
5. Instruksikan klien atau kebersihan dan
keluarga untuk melihat kenyamanan klien
tanda dan gejala 7. Untuk memantau dan
terjadinya infeksi mengidentifikasi
6. Ganti dressing bila ada perkembangan keadaan
eksudat ataupun luka klien
drainase 8. Antibiotik berperan
7. Catat dan bandingkan mengurangi terjadinya
secara rutin perubahan infeksi
yang terjadi pada luka
NIC Label: Skin Care :
8. Kolaborasi pemberian
Topical Treatment
antibiotik, jika
1. Tekstur linen yang kasar
diperlukan
dapat mengiritasi kulit
NIC Label: Skin Care : klien yang sensitive
Topical Treatment 2. Penggunaan sabun
1. Hindari antibakterial yang tidak
menggunakan linen sesuai dapat
yang bertekstur menimbulkan iritasi kulit
kasar. 3. Untuk mengurangi
2. Bersihkan dengan infeksi pada daerah yag
sabun antibacterial gatal
yang sesuai. 4. Mengurangi oeradangan
3. Gunakan antibiotic yag timbul pada area
topical pada area luka klien
yang terjangkit yang 5. Untuk mencegah
sesuai. timbulnya gangguan
4. Gunakan obat kulit pada daerah lainnya
topical anti inflamasi
Skin Care : Topical
pada area kulit yang
Treatment
terjangkit yang 1. Tekstur linen yang
sesuai.
kasar dapat
5. Lakukan mengiritasi kulit klien
pemeriksaan pada yang sensitive
kulit yang dapat 2. Penggunaan sabun
berisiko terjadi antibakterial yang tidak
gangguan setiap sesuai dapat
hari. menimbulkan iritasi kulit
3. Untuk mengurangi
infeksi pada daerah yag
gatal
4. Mengurangi oeradangan
yag timbul pada area
luka klien
5. Untuk mencegah
timbulnya gangguan
kulit pada daerah
lainnya.
6 Ansietas berhubungan Setelah diberikan asuhan NIC label: Anxiety NIC label: Anxiety Control
dengan krisis situasional keperawatan..x..jam Control 1. Untuk mengetahui
(rencana operasi) diharapkan ansietas dapat Observasi tanda verbal serta kecemasan pasien dan
ditandai dengan diatasi dengan criteria hasil non verbal dari kecemasan keluarga
mengekspresikan NOC label: Anxiety level 1. Gunakan pendekatan 2. untuk membuat klien
kekhawatiran, gelisah, 1. Keluarga klien yang menenangkan lebih tenang
ketakutan terhadap tampak tenang 2. Dorong keluarga pasien 3. untuk mengetahui tingkat
konsekuensi yang tidak 2. Keluarga klien untuk mengungkapkan kecemasan klien
spesifik. mengatakan dapat perasaan, ketakutan 4. Kecemasan klien dapat
menerima keaadaan persepsi berkurang dengan
klien 3. Beri kesempatan pada mengetahui tentang
keluarga untuk tindakan
menanyakan hal – hal 5. Mengurangi kecemasan
yang ingin diketahui keluarga terhadap
sehubungan dengan prosedur tindakan.
prosedur tindakan
4. Jelaskan semua prosedur
yang akan dilaksanakan
termasuk sensasi yang
akan dirasakan selama
prosedur berlangsung.
7 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan NIC Label: wound NIC Label: wound care:
berhubungan dengan keperawatan …x…jam care: 1. Mengetahui management
gangguan pertahanan diharapkan tidak terjadi 1. Kaji area sekitar luka luka yang diperlukan
tubuh primer infeksi dengan kriteria hasil dan kebutuhan wound 2. Mencegah masuknya
NOC label: infection dressing yang kuman ke area port the
control diperlukan entry
1. Tidak terdapat 2. Lakukan perawatan luka
peningkatan nilai leukosit sesuai kebutuhan
2. Suhu tubuh dalam batas
normal 36,5-37,5 derajat
celcius
3. Warna daerah
pembedahan merah muda
tanpa eksudat purulen dan
tidak berbau.

8 Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Teaching : NIC Label : Teaching :
berhubungan dengan keperawatan selama 1x30 Disease Proces Disease Process
kurang informasi menit pasien mengetahui a. Berikan penilaian a. Tingkat pengetahuan
mengenai sumber- tentang proses penyakit tentang tingkat pasien akan
sumber informasi dengan kriteria hasil: pengetahuan pasien mempengaruhi
NOC Label: Knowledge : tentang proses perilaku sehat pasien
Disease Process penyakit yang b. Meningkatkan
a. Pasien dan keluarga spesifik pengetahuan pasien
familiar dengan nama b. Jelaskan mengenai penyakit
penyakit patofisiologi dari yang dialaminya
b. Pasien dan keluarga penyakit dan c. Mengajarkan pasien
mampu bagaiman hal ini untuk mengenal tanda
mendeskripsikan berhubungan dengan dan gejala yang
proses penyakit anatomi dan fisiologi mungkin terjadi
c. Pasien dan keluarga c. Gambarkan tanda d. Meningkatkan
mampu dan gejala yang pengetahuan pasien
mendeskripsikan biasa muncul pada mengenai penyakit
faktor penyebab penyakit yang dialaminya
d. Pasien dan keluarga d. Gambarkan proses e. Mengetahui penyebab
mampu penyakit penyakit sehingga
mendeskripsikan e. Identifikasi pengobatan yang
faktor resiko kemungkinan diberikan dapat tepat
e. Pasien dan keluarga penyebab dengan sasaran
mampu cara yang tepat f. Agar pasien
mendeskripsikan efek f. Sediakan informasi mengetahui kondisi
penyakit tentang kondisi penyakit yang sedang
f. Pasien dan keluarga pasien dialaminya
mampu g. Sediakan bagi g. Agar keluarga
mendeskripsikan keluarga informasi mengetahui kemajuan
tanda dan gejala tentang kemajuan pengobatan yang
g. Pasien dan keluarga pasien dijalani pasien
mampu h. Diskusikan h. Perubahan gaya hidup
mendeskripsikan perubahan gaya dapat membantu
perjalanan penyakit hidup yang mungkin mempercepat proses
h. Pasien dan keluarga diperlukan untuk penyembuhan
mampu mencegah i. Pilihan terapi yang
mendeskripsikan komplikasi di masa tepat akan
tindakan untuk yang akan datang mempercepat proses
menurunkan dan atau proses penyembuhan pasien
progresifitas penyakit. pengontrolan j. Meningkatkan
penyakit pengetahuan pasien
i. Diskusikan pilihan dan keluarga
terapi mengenai intervensi
j. Gambarkan rasional yang diberikan
rekomendasi sehingga mampu
manajemen terapi menjalani intervensi
dengan disiplin
DAFTAR PUSTAKA

Brunner,Sudarth.2013.Keperawatan Medikal Bedah.Edisi.12.Jakarta : EGC


Huda,N.Amin.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction publishing
Padila.2012.Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta : Nuha Medika
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3.
Jakarta: EGC. https://www.academia.edu/7687525/ATEROSKLEROSIS

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Mauk. (2010). Gerontological nursing competencies for care. Sudbury: Janes and
Barlett Publisher.

Muttaqin, Arief. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : SalembaMedika

Anda mungkin juga menyukai