Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
( IGD) RSUP SANGLAH

OLEH:
KADEK DWI IRMAYANTI
NIM. 1902621036

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
- Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002).
- Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. (Price & Wilson, 2006).
- Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Muttaqin, 2008).
2. Epidmiologi
Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia,
fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang
paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang
dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang
mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris,
3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada
tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun
peran fibula dalam pergerakan ektremitas bawah sangat sedikit, tetapi
terjadinya fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan
aktifitas fungsional tungkai dan kaki.
3. Etiologi/Faktor Penyebab
a. Trauma Langsung
Benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur pada benturan.
b. Trauma Tidak Langsung
Fraktur tidak terjadi pada tempat benturan tapi di tempat lain oleh karena
kekuatan trauma diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.
c. Etiologi lain
- trauma tenaga fisik (tabrakan,benturan)
- penyakit pada tulang (proses.degeneratif,kanker tulang)
- degenerasi spontan
Penyebab tersering pada fraktur terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan
pada tulang normal atau tekanan yang sedang pada tulang yang terkena
penyakit, misalnya: osteoporosis (Grace & Borley, 2006).

4. Patofisiologi
Trauma langsung dan tidak langsung serta faktor etiologi lain akan
menyebabkan terjadinya tekanan eksternal pada tulang. Tekanan ini lebih
besar dari kemampuan menahan yang dimiliki oleh tulang sehingga timbulah
fraktur salah satunya fraktur tertutup. Apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Muttaqin, 2008).
5. Klasifikasi
a. Menurut penyebab terjadinya:
- Fraktur traumatik adalah fraktur tulang yang terjadi karena cidera.
- Fraktur patologik: fraktur yang terjadi karena suatu keganasan( kista
tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor)
b. Menurut hubungannya dengan jaringan sekitar :
- Fraktur tertutup (simple/closed fracture). Suatu fraktur yang tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar (menyebabkan robeknya
kulit.)
- Fraktur terbuka (open fraktur) adalah fraktur yang merusak jaringan
kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur
terbuka potensial terjadi infeksi.

c. Menurut bentuk :
- Fraktur Komplit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
a. Transfersal fraktur sepanjang garis tengah tulang.
b. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih
tidak stabil disbanding transfersal).
c. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang
d. Segmental: garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.
Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal
- Fraktur Tidak Komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang
a. Greenstic, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok.
b. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.
c. Buckle
- Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
- Fraktur kompressi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang).
- Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
- Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada
perlekatannya.
- Epifiseal, fraktur melalui epifisis.
6. Gejala Klinis
Manifestas klinik yang tampak pada pasien dengan fraktur, antara lain:
a. Nyeri
b. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
c. Deformitas tulang
d. Pembengkakan
e. Rentang gerak yang terbatas
f. Spasme otot
g. Kerusakan sensibilitas di sebelah distal lokasi fraktur
h. Krepitasi atau bunyi berderik ketika bagian fraktur digerakkan
(Corwin, 2009; Kowalak, dkk, 2012; Nurarif & Kusuma, 2015)

7. Pemeriksaan Fisik
a) Look (inspeksi): Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1. Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
2. Cape au lait spot (birth mark).
3. Fistulae.
4. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
5. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
6. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
7. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi): Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
1 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit
2 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian
3 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
4 Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Dilakukan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak berguna untuk
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif.
8. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen (X-ray): menentukan lokasi, luasnya fraktur / trauma.
b. Scan tulang, tomograf, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
d. Hitung darah lengkap: HCT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah leukosit adalah respon stres normal
setelah trauma.
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kratinin untuk klirens ginjal
f. Pofil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple atau cidera hati.
9. Terapi/ Tindakan Penanganan
a. Penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan dalam menangani
fraktur, yaitu (Suratun, 2008):
1) Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian di rumah sakit dengan melakukan
pengkajian diantaranya riwayat kecelakaan, keparahan luka, deskripsi
kejadian oleh pasien, menentukan kemungkinan tulang yang patah,
krepitasi.
2) Reduksi: mengembalikkan posisi tulang ke posisi anatomis, ada dua
jenis yaitu :
 Reduksi terbuka, dengan pembedahan, memasanga alat fiksasi
interna seperti pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batangan logam.
 Reduksi tertutup, ekstremitas dipertahankan dengan gips, traksi,
brcae, bidai dan fiksator eksterna.
3) Imobilisasi: setelah di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi
penyatuan. Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan
interna.
4) Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi).
5) Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh
cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan
gerak dengan kruck).
b. Terapi Obat
1) Pemberian obat anti inflamasi.
2) Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
3) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
c. Tindakan Pembedahan
a) Orif (Open Reduction and Internal Fixation)
Fiksasi interna yakni dilakukan pembedahan untuk menempatkan
piringan (plate) atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau
sering disebut open reduction with internal fixation (ORIF). Pada
pembedahan ini, fragmen tulang dapat diikat dengan sekrup, pen atau
paku pengikat, plat logam yang diikat dengan sekrup, paku
intramedular nail yang panjang dengan atau tanpa sekrup pengunci
circum ferential bands atau kombinasi dari metode ini (Phillips,
1990).
1) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur
2) Fraktur diperiksa dan diteliti
3) Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
4) Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal
kembali
5) Sesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan
alat ortopedik berupa: pin, sekrup, plate, dan paku.
b) Oref (Open Reduction and Eksternal Fixation)
1) Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal,
biasanya pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
2) Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
3) Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke
tulang.
4) Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan
pennya.
5) Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain :
- Observasi letak pen dan area
- Observasi kemerahan, basah dan rembes
- Observasi status neurovaskuler distal fraktur
10. Komplikasi
a. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar
akibat trauma.
b. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal
union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit
diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi
dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).
c. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu.
Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam
waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau
pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat
seperti plate, paku pada fraktur.
f. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
g. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi
ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.
h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia,
dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau
keadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan atau
pemasangan traksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Airway dan kontrol servikal
Keadaan jalan nafas
Klien tidak mengalami masalah pada jalan napas, tidak ada obstruksi jalan
napas maupun suara napas tambahan.
Masalah keperawatan: -
b. Breathing
Fungsi pernafasan
Fungsi pernapasan klien spontan, gerakan dinding dada pasien simetris.
RR = 20x/menit. Irama napas pasien normal, pola napas teratur, pasien
tidak mengalami sesak napas, dan tidak menggunakan pernapasan cuping
hidung dan tidak ada retraksi otot bantu pernapasan.
Masalah keperawatan : -
c. Circulation
Keadaan sirkulasi
Nadi pasien teraba cepat dengan nadi 100x/menit, pasien tampak pucat
dan akral dingin. tekanan darah pasien 100/60 mmhg, crt>2 detik, terjadi
perdarahan pada femur dextra, turgor kulit pasien elastis.
Masalah keperawatan: resiko syok hipovolemik
d. Disability
Penilaian fungsi Neurologis
Tingkat kesadaran klien composmentis, GCS total 15, refleks pupil isokor,
tidak terdapat refleks patologis , kekuatan ot 555 555
555 555
Masalah keperawatan: gangguan mobilitas fisik
e. Eksposure
Penilaian eksposure
Pasien mengalami deformitas pada femur dextra akibat dari fraktur, ada
vulnus pada femur dextra ± ¼ bagian femur dextra dengan warna dasar
luka merah dan kedalaman 4 cm.
Masalah keperawatan: kerusakan integritas jaringan
PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER
1. Five Intervension
Monitoring irama denyut jantung , pemeriksaan saturasi oksigen,
pemasangan kateter urine , pemasangan NGT, pemeriksaan laboratorium
tidak dilakukan di tempat kejadian.
2. Give Comfort
Onset : sesaat setelah terjatuh di jalan.
Problem : nyeri
Quality :-
Regio : ekstremitas
Severity : klien merintih kesakitan
Treatment :-
Undestanding : -
Value :-
3. H(1) sample
Keluhan utama : nyeri pada bagian tulang yang patah
Mekanisme cedera (trauma) : pada umumnya mengalami kecelakaan
Sign/ Tanda Gejala : Klien tampak merintih kesakitan.
Allergi :-
Medication/ Pengobatan :-
Past Medical History :-
Last Oral Intake :-
Event leading injury :-
4. (H2) head to toe
Tidak dilakukan pemeriksaan kepala dan wajah, leher, dada, abdomen dan
pinggang, pelvis dan perineum, ekstremitas secara detail dalam kasus.
5. Inspeksi back/ posterior surface
Adanya jejas, deformitas, tenderness, krepitasi, laserasi tidak dijelaskan
secara detail.
6. Hasil laboratorium
Tidak dijelaskan mengenai pemerikaan lab.
7. Hasil pemeriksaan diagnostik
Tidak dijelaskan mengenai pemerikaan diagnostik.
8. Terapi dokter
Tidak dijelaskan mengenai terapi dokter yang diberikan.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur) ditandai
dengan melaporkan nyeri secara verbal, peningkatan denyut nadi,
peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah, meringis,
melokalisasi nyeri.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan
ditandai dengan adanya luka insisi pembedahan.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer (kulit) tidak
adekuat.
e. Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma (fraktur).
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Evaluasi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Pain Management Pain Management S: pasien mengatakan nyeri
berhubungan keperawatan selama ...x 24 jam 1 Kaji nyeri secara komprehensif 1 Nyeri merupakan pengalaman yang dialami sudah
dengan agen cedera diharapkan nyeri klien dapat (lokasi, karakteristik, durasi, subjektif dan harus dijelaskan berkurang sampai hilang
fisik (fraktur) teratasi dengan kriteria hasil frekuensi, kualitas dan factor oleh pasien. Identifikasi
ditandai dengan NOC Label : Pain Level presipitasi) karakteristik nyeri dan factor O: tidak ada respon
2 Eliminasi faktor yang memicu
melaporkan nyeri 1. Pasien melaporkan skala nyeri yang berhubungan dengan nyeri nonverbal yang
terjadinya nyeri
secara verbal, berkurang merupakan hal yang penting menunjukkan adanya nyeri
3 Kolaborasi pemberian terapi
2. Pasien tidak tampak
peningkatan denyut untuk dikaji, untuk memilih pada pasien
analgetik secara tepat
melokalisasi nyeri dan tidak
nadi, peningkatan 4 Anjurkan teknik nonfarmakologi intervensi yang tepat dan
tampak meringis
frekuensi seperti relaksasi, distraksi, napas mengevaluasi keefektifan dari A: tujuan tercapai
3. Respiration rate pasien
pernapasan, dalam sebelum nyeri terjadi atau terapi yang diberikan
normal (16-20x /menit)
2 Faktor pencetus nyeri dapat
peningkatan 4. Tekanan darah normal meningkat P: pertahankan kondisi
meningkatkan nyeri pasien
tekanan darah, (120/80 mmHg) pasien
3 Agen- agen analgetik secara
5. Nadi normal (60-100x/menit) NIC Label : Vital Sign
meringis,
sistemik dapat menghasilkan
1. Pantau tanda-tanda vital pasien
melokalisasi nyeri
NOC Label : Pain contol relaksasi umum
(tekanan darah, nadi, suhu dan
4 Tindakan distraksi dan relaksasi
1 Menggunakan analgetik
respirasi)
memungkinkan klien untuk
seperti yang tidak
mengontrol rasa nyeri rasa nyeri
direkomendasikan
2 Pasien dapat melaporkan yang muncul secara mandiri
ketika tidak dapat mengontrol
nyeri Vital Sign
1. Tanda-tanda vital mampu
menentukan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam
tubuh pasien.
2 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Splinting Splinting S: Pasien mengatakan tidak
1.
fisik berhubungan keperawatan ...x24 jam 1. mengalami kekakuan
Sebelum dibidai luka pada fraktur
dengan kerusakan diharapkan pasien dapat tetap balut luka pada fraktur terbuka pada otot
dibalut untuk mengurangi
integritas struktur mempertahankan pergerakannya, Pasien mengatakan
perdarahan dan mencegah
tulang ditandai dengan kriteria kebutuhan dapat
risiko infeksi pada luka
dengan terpenuhi
5. lakukan bidai pada bagian 2.
keterbatasan NOC Label : Tissue Perfusion
tulang yang patah Bidai dilakukan pada bagian tubuh
rentang pergerakan Peripheral O: Pasien mampu
yang fraktu untuk mengurangi
sendi 1. CRT perifer < 2 detik menggerakan otot dan
pergerakan atau pergesera
2. Tidak ada edema perifer
6. observasi sirkulasi perifer sendi pada daerah yang
3. Akral ekstremitas hangat pada tulang yang telah patah.
a.
4. Tidak ada perdarahan 3. tidak mengalami fraktur
Untuk mengetahui kondisi Pasien tampak bersih
sirkulasi di perifer dan menghabiskan
4.
makanan

A: Tujuan tercapai

P: Pertahankan kondisi
pasien
3 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Wound Care Wound Care S: klien mengatakan lebih
1. Monitor karakteristik luka 1. Untuk mengetahui jenis luka
integritas jaringan keperawatan selama ....x 24 jam merasa nyaman
termasuk drainase, warna, dan keadaan luka pasien.
berhubungan diharapkan terjadi perluasan
2. Cairan normal saline O: tidak ada drainase
ukuran, dan bau.
dengan prosedur regenerasi sel dengan kriteria
2. Bersihkan luka dengan normal merupakan cairan fisiologis purulen, tidak terjadi
pembedahan hasil :
saline menggunakan teknik steril (mirip cairan tubuh) sehingga peningkatan temperatur kulit,
NOC Label: Wound Healing:
ditandai dengan Primary Intention 3. Terapkan balutan yang aman untuk digunakan, teknik jaringan granulasi mulai
a. Pembentukan jaringan
adanya luka insisi disesuaikan dengan tipe luka steril digunakan untuk terbentuk, tidak ada bau pada
granulasi (luka mulai 4. Kolaborasi tindakan hecting pada
pembedahan mencegah terjadinya infeksi. luka.
menutup) luka yang robek 3. Menjaga luka tetap tertutup
b. Tidak ditemukan eksudat A: tujuan tercapai
serta tidak terpapar
purulen dan serousa P: pertahankan kondisi
mikroorganisme.
c. Tidak ada pembekakan,
4. Hecting dilakukan untuk pasien.
eritema, dan bau pada luka
menyatukan kulit yang robek
sehingga dapat mempercepat
proses penyembuhan dan
mengurangi perdarahan

4 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Infection Control NIC Label : Infection Control S: pasien mengatakan tidak
berhubungan keperawatan selama .....x24 jam 1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Mencegah terjadinya infeksi mengalami tanda-tanda
pertahanan tubuh status kekebalan pasien dipakai pasien lain nosocomial yang dapat infeksi seperti kemerahan,
2. Batasi pengunjung bila perlu
primer tidak meningkat dengan kriteria hasil: memperburuk kondisi pasien serta bengkak
3. Instruksikan pengunjung untuk
adekuat (adanya NOC Label: baru
mencuci tangan saat berkunjung
luka). Risk Control : Infectious Process 2. Mengurangi resiko infeksi O: tidak ada peningkatan
dan setelah berkunjung
a. Dapat mengidentifikasi 4. Gunakan sabun anti mikroba yang mungkin ditularkan oleh WBC
factor risiko infeksi untuk cuci tangan pengunjung
b. Mampu melaksanakan 5. Cuci tangan sebelum dan
3. Mengurangi kuman yang A: tujuan tercapai
peningkatan waktu istirahat sesudah tindakan keperawatan
ditularkan melalui tangan
c. Mampu mempertahankan 6. Gunakan universal precaution
pengunjung P: pertahankan kondisi
kebersihan lingkungan dan gunakan sarung tangan
d. Mengetahui risiko infeksi 4. Membantu membunuh kuman pasien
selama kontak dengan kulit yang
personal yang ditularkan melalui tangan
tidak utuh
e. Mengetahui kebiasaan yang
7. Tingkatkan intake nutrisi dan 5. Mencegah terjadinya infeksi
berhubungan dengan risiko
cairan selama melakukan intervensi
infeksi 8. Berikan terapi antibiotik bila keperawatan
perlu 6. Mengurangi resiko terjadinya
9. Observasi dan laporkan tanda
infeksi akibat kontak dengan
dan gejal infeksi seperti
kulit yang tidak utuh
kemerahan, panas, nyeri, tumor
7. Nutrisi dan cairan dapat
10. Kaji temperatur tiap 4 jam
11. Catat dan laporkan hasil meningkatkan imunitas pasien
laboratorium, WBC 8. Mengurangi infeksi yang
12. Istirahat yang adekuat
dialami pasien
13. Kaji warna kulit, turgor dan
9. Agar dapat melakukan
tekstur, cuci kulit dengan hati-
penanganan infeksi dengan
hati
segera
10. Perubahan temperature
merupakan salah satu indicator
terjadinya infeksi
11. Peningkatan WBC
menunjukkan terjadinya
infeksi pada pasien
12. Istirahat yang cukup dapat
membantu meningkatkan
imunitas pasien
13. Memantau adanya tanda-tanda
infeksi

5 Risiko perdarahan Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Bleeding Precaution Bleeding Precaution S: Pasien mengatakan tidak
1. Kaji adanya tanda-tanda 1. Mengetahui tanda-tanda
berhubungan keperawatan ...x 24 jam ada tanda-tanda perdarahan
perdarahan perdarahan dan mencegah
dengan trauma diharapkan risiko perdarahan pada
2. Kaji adanya tanda perdarahan
(fraktur) pasien dapat dicegah dengan tertutup perdarahan yang lebih buruk O:- Tidak tampak tanda-
3. Anjurkan keluarga pasien untuk
kriteria hasil : serta membantu dalam tanda perdarahan
lebih banyak mengistirahatkan
NOC Label :Blood Coagulation penentuan intervensi yang - hitung trombosit, PT, PTT
1. Tidak ada tanda-tanda pasien
dilakukan. normal
4. Monitor hasil trombosit, PT dan
perdarahan luar dan dalam 2. Perdarahan tertutup dapat
- Tekanan darah dan nadi
2. Tidak ada adanya ptekie, PTT
berakibat fatal apabila tidak
5. Instruksikan pasien untuk normal
ekimosis, hematom,
segera ditangani
meningkatkan intake nutrisi yang
kemerahan pada kulit, wajah 3. Istirahat penting untuk menjaga
3. Jumlah hitung trombosit kaya vitamin K A: tujuan tercapai
kondisi tubuh pasien sehingga
6. Monitor tekanan darah dan nadi
normal
dapat mencegah perdarahan.
4. PT dalam rentang normal (11-
4. Jumlah trombosit yang rendah P: Pertahankan kondisi
13 detik), PTT dalam rentang
akan mengindikasikan pasien
normal (26-42 detik) (skala :
terjadinya kebocoran plasma
3)
dan meningkatkan risiko
perdarahan. PT dan PTT juga
merupakan indikator terjadinya
perdarahan.
5. Vitamin K merupakan faktor
yang membantu dalam
pembekuan darah
6. Mengetahui tanda tanda syok
dan perdarahan
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M. and
Wagner, Cheryl M. (2013). Nursing Interventtions Classification (NIC),
Sixth Edition.USA : Mosby Elsevier
Corwin, E. J,. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta: EGC
Grace, P & Borley. (2006). At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga
Herdman, T.H. and Kamitsuru, Shigemi. (2014). Nursing Diagnoses
Definitions and Classification (NANDA) 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell
Kowalak, J. P, Welsh, W. & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC
Moorhead, Sue., Jonson, Marion., Mass, Meridean L. and Swanson,
Elizabeth. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth
Edition. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Muskuloskletal. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Edisi Revisi Jilid 2.
Yogyakarta: Mediaction Publishing
Price and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart.
Jakarta: EGC
Suratun. (2008). Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai