Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES GESTASIONAL DI RSPAL DR. RAMELAN


SURABAYA

Disusun Oleh :
Putri Ani Eka Pratiwi, S.Kep
NIM 2030088

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA


PRODI PROFESI NERS
2020/2021
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti ―mengalirkan atau
mengalihkan‖ (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin 2009).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makrovaskular dan neurologis (Sukarmin & Riyadi.
2008).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa (Rab 2008).
1. Diabetes Melitus Pada Masa Kehamilan
Kehamilan yang disertai diabetes mellitus merupakan kondisi yang
berisiko tinggi, oleh karena itu perlu penanganan dan pendekatan
multidisiplin untuk mencapai hasil akhir yang baik. Perawat yang
memberikan asuhan keperawatan kepada wanita diabetik yang sedang
hamil harus memahami respon fisiologis normal terhadap kehamilan dan
perubahan metabolisme akibat diabetes, perawat juga harus mengetahui
implikasi– implikasi psikososial kehamilan diabetik, sehingga ia dapat
mengarahkan wanita yang sedang hamil dalam perencanaan
pengimplementasian dan pengevaluasian terhadap wanita dan keluarganya.
Disebut diabetes gestasional bila gangguan toleransi glukosa yang
terjadi sewaktu hamil kembali normal dalam 6 minggu setelah persalinan.
dianggap diabetes mellitus (jadi bukan gestasi) bila gangguan toleransi
glukosa menetap setelah persalinan. Pada golongan ini, kondisi diabetes
dialami sementara selama masa kehamilan. Artinya kondisi diabetes atau
intoleransi glukosa pertama kali didapati selama masa kehamilan, biasanya
pada trimester kedua atau ketiga. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang
diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita
perlu mendapat insulin atau tidak. Pada kehamilan trimester pertama kadar
glukosa akan turun antara 55-65% dan hal ini merupakan respon terhadap
transportasi glukosa dari ibu ke janin. Sebagian besar DMG asimtomatis
sehingga diagnosis ditentukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan
rutin. Diabetes melitus gestational adalah keadaan intoleransi karbohidrat
dari seorang wanita yang diketahui pertama kali ketika dia sedang hamil.
Diabetes gestational terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,
diperkirakan karena terjadinya perubahan pada metabolisme glukosa.
Teori yang lain mengatakan bahwa diabetes tipe 2 ini disebut
sebagai “unmasked” atau baru ditemukan saat hamil dan patut dicurigai
pada wanita yang memiliki ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat
melahirkan bayi > 4 kg, riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus
berulang. Angka lahir mati terutama pada diabetes yang tidak terkendali
dapat terjadi 10 kali dari normal.
2. Perubahan metabolic selama dan setelah masa kehamilan
Kehamilan normal dikatakan sebagai suatu kondisi diabetogenik,
dimana kebutuhan akan glukosa meningkat. Metabolisme maternal
mengalami perubahan untuk memastikan suplai glukosa yang adekuat dan
konstan untuk perkembangan janin. Glukosa maternal ditransfer ke janin
melalui proses difusi-difasilitasi. Insulin ibu tidak menembusd plasenta.
Pada usia gentasi sepuluh minggu, janin meyekresi insulinnya sendiri
dengan kadar yang adekutat, yang memungkinnya menggunankan glukosa
yang diperoleh dari ibu.
Pada trimester pertama kehamilan, kadar glukosa ibu menurun
dengan cepat dibawah kadar glukosa tidak hamil sampai antara 55 dan 65
mg/dl. Akibat pengaruh estrogen dan progesterone, pancreas
meningkatkan produksi insulin, yang meningkatkan penggunaan glukosa.
Pada saat yang sama, penggunaan glukosa oleh janin meningkat, sehingga
menurunkan kadar glukosa ibu. Selain itu, trimester pertama juga ditandai
dengan nausea, vomitus, dan penurunan asupan makanan sehingga kadar
glukosa ibu semakin menurun dan selama tri mester kedua dan ketiga
peningkatan kadar laktogen plasental human, estrogen, progesterone,
kortisol,prolaktin, dan insulin meningkatkan resistansi insulin melalui
kerjanya sebagai suatu antagonis. Resistansi insulin merupakan suatu
mekanisme penghematan glukosa yang memastikan suplai glukosa yang
berlimpah untuk janin. Kebutuhan ibu akan insulin meningkat sejak
trimester ke 2. Kebutuhan insulin dapat meningkat 2-4 kali lipat pada
kehamilan cukup bulan.
Pada saat bayi lahir, lepasnya plasenta menyebabkan penurunan
mendadak kadar hormone plasenta, kortisol dan insulin yang bersirkulasi.
Ke jaringan maternal dengan cepat kembali peka terhadap insulin seperti
pada periode sebelum hamil. Pada ibu yagn tidak menyusui bayi,
keseimbangan insulin – karbohidrat prakehamilan biasanya dicapai
kembali dalam sekitar 7-10 hari. Dalam laktasi, glukosa maternal
digunakan sehinggu kebutuhan insulin ibu yang menyusui ibu tetap rendah
selama 9 bulan. Setelah penyapihan berakhir, kebutuhan insulin ibu
kembali ke kebutuhan insulinnya sebelum hamil.
B. Etiologi
Menurut (Hardhi and Nurarif 2015) etiologi diabetes mellitus, yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-
sel beta pancreas yang disebabkan oleh :
a) Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara pasti
penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari
sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya
kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran
sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3


yaitu:
a. < 140 mg/dL → normal
b. 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
c. > 200 mg/dL → diabetes

C. Klasifikasi
1. Klasifikasi Diabetes Mellitus secara Umum.
a. Tipe I: Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependen
Diabetes Mellitus : IDDM.)
b. Tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (Non Insulin
Dependen Diabetes Mellitus: NIDDM).
c. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya.
d. Diabetes mellitus Gestasional (DMG).
2. Klasifikasi menurut umur, waktu penyakit timbul, lama sakit, berat
penyakit, dan komplikasi (White)
a. Kelas A: Diabetes laten (subklinis atau diabetes hamil). Uji toleransi
gula tidak normal. Pengobatan tidak memerlukan insulin, cukup
dengan diet saja. Prognosis untuk ibu dan janin baik.
b. Kelas B: Diabetes dewasa diketahui setelah usia 19 tahun; berlangsung
kurang dari 10 tahun; tidak disertai kelainan pembuluh darah.
c. Kelas C: timbul pada umur 10-19 tahun, menderita selama 10-19
tahun; tanpa kelainan pembuluh darah.
d. Kelas D: Diderita sejak umur 10 tahun; lama 20 tahun; disertai
kelainan pembuluh darah seperti arteriosklerosis pada retina, tungkai,
dan renitis.
e. Kelas E: Telah terjadi kalsifikasi pembuluh darah.
f. Kelas F: Diabetes dengan nefropatia, termasuk glomerulonefritis dan
pielonefritis.
g. Kelas G: Diabetes dengan komplikasi retinistis proliferans atau dengan
perdarahan dalam korpus vitreum.
h. Kelas H: Diabetes dengan komplikasi penyakit koroner.

D. Manifestasi Klinis
Menurut (Sujono and Sukarmin 2008) manifestasi klinis pada penderita DM,
yaitu:
a. Gejala awal pada penderita DM adalah
1) Poliuria (peningkatan volume urine)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel
akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi
ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel
merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus.
3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam
air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang
luar biasa.
4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi.
b. Gejala lain yang muncul
1) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
2) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah
ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara,
biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu
jamur terutama candida.
4) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari
unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian
perifer.
5) Kelemahan tubuh
6) Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh
sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara
optimal.
7) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan
bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain.
Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel
sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang
rusak mengalami gangguan.
8) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan
seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
9) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat
perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula
darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
2. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp
>200 mg/dl.
3. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah
vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan
deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
4. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam
urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer:
carik celup memakai GOD.
5. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi
6. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel insula
langerhans ( islet cellantibody)

Penatalaksanaan
Menurut (Mansjoer and Dkk 2008) penataaksanaan medis yaitu
tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :


a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti


pedoman 3 J yaitu:
a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah
b. Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus
disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan
dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR =
berat badan normal) dengan rumus :
BB(Kg)
BBR= ×100 %
TB ( cm )−100

1) Kurus (underweight) BBR < 90 %


2) Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight) BBR > 110%
4) Obesitas apabila BBR > 120%
 Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
 Obesitas sedang BBR 130% - 140%
 Obesitas berat BBR 140% - 200%
 Morbid BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari


untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1) Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2) Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

2) Latihan/ Olah raga.


Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam.
Adanya kontraksi otot akan merangsang peningkatan aliran darah
dan penarikan glukosa ke dalam sel. Penderita diabetes dengan
kadar glukosa darah >250mg/dl dan menunjukkan adanya keton
dalam urine tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan
keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa darah
mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan
meningkatkan sekresi glukagon, growth hormon dan katekolamin.
Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak
glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.Untuk
pasien yang menggunakan insulin setelah latihan dianjurkan makan
camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi dosis
insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan.

3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
4) Obat-Obatan
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral
(OHO)
1. Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan
insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin
dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan
pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2. Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas
insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra
pankreatik
1) Menghambat absorpsi karbohidrat
2) Menghambat glukoneogenesis di hati
3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan
jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai
efek intraselluler
b. Insulin
1. Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2. Beberapa cara pemberian insulin
a. Suntikan insulin subkutan
b. Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4
jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di
tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara
lain.
5) Penatalaksanaan obstetric
a. Persalinan dilakukan:
- Pertahankan janin sampai aterm (cukup umur) dan lahir
dengan spontan.
- Usahakan lakukan persalinan pada minggu 37-38
kehamilan.
- Bisa dilakukan Primer seksio sesarea.
b. Penanganan bayi dengan DM:
- Bayi dengan DM disamakan penanganannya dengan bayi
prematur.
- Observasi kemungkinan hipoglisemia pada bayi.
- Rawat bayi di Perawatan intensif: neonatus intensif unit
care dengan pengawasan ahli neonatologi.
c. Pencegahan
1) Primer : untuk mengurangi obesitas dan BB.
2) Sekunder : deteksi dini, kontrol penyakit hipertensi, anto
rokok, perawatan.
3) Tersier : Pendidikan tentang perawatan kaki, cegah ulserasi,
gangren dan amputasi, pemeriksaan optalmologist,
albuminuria monitor penyakit ginjal, kontrol hipertensi,
status metabolic dan diet rendah protein, pendidikan pasien
tentang penggunaan medikasi untuk mengontrol medikasi

F. Komplikasi
Menurut (Sujono and Sukarmin 2008), komplikasi DM dibagi dalam 2
kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka
panjang :
1. Komplikasi Metabolik Akut
a) Hyperglikemia.
Hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang
tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah.
Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya
glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme
peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang
membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi.
Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami
infeksi oleh bakteri dan jamur.
Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit
insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut:
1) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
2) Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa)
berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam
darah.
3) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga
cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan
ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
4) Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur
karbohidrat meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati
yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam amino
dan lemak.

Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia, yaitu:


a. Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,
peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam
plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton
meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kekurangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
kematian.
b. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena
defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul
tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum >
600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis
osmotik dan dehidrasi berat.
c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM mungkin suatu
saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang
dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang
mengakibatkan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia adalah
keadaan dimana kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-
3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin
atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Tingkatan
hypoglikemia adalah sebagai berikut:
1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah
menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi,
palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
2) Hipoglikemia sedang
Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak
tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan
baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat
mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala,
vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir
serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan
emosional, perilaku yang tidak rasional,
3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk
mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat
mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan
kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan
kesadaran. Penanganan harus segera diberikan saat terjadi
hipoglikemi. Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10-15
gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet
glukosa yang dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh
manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak
sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat
glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara SC atau IM.
Glukagon adalah hormon yang diproduksi sel-sel alfa pankreas
yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
a. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang
kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal
(nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).
b. Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan
oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit
vaskular. Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima
vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah
WOC (Web of Caution)
Faktor
Genetik DM
Perubahan
Kehamilan hormonal dan Kerusakan sel
H.hCg ↑ metabolisme beta

Perub. Fisiologis: Resiko


Mual , muntah, ↑ H.kortisol,
pembesaran Ketidakstabilan
tdk nafsu makan estrogen &
uterus Kadar Glukosa
HPL
Darah
Defisit Menekan vesika
Nutrisi Resistensi insulin Sel-sel kelaparan
urinaria

Darah menjadi ↑ kadar gula darah Produksi energy


Risiko kental di sel-sel otot ↓
Ketidakseimbangan DMG
Cairan ↑ pasokan gula
Ginjal merespon darah ke janin Lemas,
Pemberian mudah lelah
untuk sekresi insulin
Hiperinsulinemia
Poliuri Ansietas Keletihan
Resiko Cedera
pada Janin
Resiko
Infeksi
G. Asuhan Keperawatan Pankreatitis (secara teori)
a. Pengkajian Keperawatan
1) Anamnesa
a) Nama:
b) Jenis kelamin:
c) Umur :
d) Pendidikan dan pekerjaan
e) Keluhan utama
f) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah menderita hiperglikemia, infark miokard,
penyakit ginjal, hipertensi dan penyakit sistem endokrin lainnya
dan apakah pernah dirawat di rumah sakit ?
g) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh sering kencing, sering merasa haus, mengalami
peningkatan selera makan, nyeri pada abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi napas berbau aseton.
h) Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus ?
hipertensi? obesitas?, mungkin dalam keluarga mempunyai
kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kolesterol dan tinggi
glukosa.

i) Pengkajian:
Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan
metabolik dan pengaruh pada fungsi organ.
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram
otot, tonus otot menurun. Gangguan tidur/istirahat
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan
istirahat atau dengan aktivitas.
Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut,
klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah
postural, hipertensi, nadi yang menurun/tak ada, disritmia,
krekels, DVJ (GJK), kulit panas, kering dan kemerahan, bola
mata cekung
3. Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria),
nokturia, rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih/infeksi, ISK
baru/berulang.Nyeri tekan abdomen, diare
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia
berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras,
adanya asites. Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
(diare)
5. Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat.
Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari
minggu, Haus. Penggunaan diuretik (tiazid)
Gejala : Kulit kering/bersisik, turgor jelek.
Kekakuan/distensi abdomen, muntah. Pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula
darah). Bau halitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, Sakit kepala, Kesemutan,
kebas kelemahan pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi,
stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru, masa
lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD) menurun
(koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak
sangat berhati-hati
8. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk
dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya
infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, Batuk, dengan/tanpa sputum
purulen ( infeksi). Frekuensi pernapasan
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis. Kulit rusak, lesi/ulserasi,
Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak,
Parestesia/paralysis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika
kadar kalium menurun dengan cukup tajam.
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi) Masalah
impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
Perencanaan Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Deficit nutrisi
Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (1.03119) - Makanan yang disukai pasien
berhubungan dengan keperawatan selama …….× 24 SIKI Tahun 2016 Halaman 200 dapat menambah nafsu makan
ketidakmampuan jam, maka nafsu makan Tindakan: sehingga kebutuhan nutrisinya
mencerna makanan membaik dengan kriteria hasil: 1. identifikasi makanan yang tercukupi
(L.03024) SLKI Tahun 2016 disukai - Untuk mengetahui berapa
(D.0019) SDKI Halaman 68 2. identifikasi kebutuhan kalori banyak yang dibutuhkan tubuh
Tahun 2016 Halaman 1. Keinginan makan membaik dan jenis nutrient pasien
56 dari skala 2 (cukup 3. monitor asupan makanan - Untuk mengetahui asupan
memburuk) menjadi skala Terapeutik: makanan pasien
3 (sedang) 4. lakukan oral hygine sebelum - Oral gygiene dapat membantu
2. Kemampuan menikmati makan, jika perlu mengurangi mual pada pasien
makanan membaik dari 5. berikan suplemen makanan, - Suplemen makanan dapat
skala 2 (cukup memburuk) jika perlu membantu meningkatkan selera
menjadi 3 (sedang) 6. berikan makanan tinggi serat, makan pasien
3. Kelaparan membaik dari tinggi protein dan tinggi kalori - Makanan tinggi serat untuk
skala 2 (cukup menurun) Edukasi: membantu pasien mengurangi
menjadi 3 (sedang) 7. Anjurkan posisi duduk, jika resiko konstipasi
perlu - Diet yang diprogramkan agar
8. Ajarkan diet yang kebutuhan nutrisi pasien dapat
diprogramkan tercukupi
Kolaborasi: - Kolaborasi dengan ahli gizi
9. Kolaborasi dengan ahli gizi agar dapat mengetahui jumlah
untuk menentukan jumlah kebutuhan nutrisi pasien
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

2. Resiko Setelah dilakukan intervensi Manajemen Cairan (1.03098) - Untuk mengetahui frekuensi
Ketidakseimbangan keperawatan selama …….× 24 SIKI Tahun 2016 Halaman 159 nadi, kekuatan nadi, dll untuk
Cairan jam, maka tingkat Observasi: mengontrol status hidrasi
mual/muntah menurun dengan 1. Monitor status hidrasi pasien
(D.0036) SDKI kriteria hasil: (frek.nadi, kekuatan nadi, - Untuk mengetahui setiap
Tahun 2016 Halaman (L.08065) SLKI Tahun 2016 akral, pengisian kapiler, peningkatan dan penurunan
87 halaman 144 kelembaban mukosa, berat badan pasien
11. Nafsu makan menungkat turgor kulit, tekanan darah) - Untuk mengetahui balans
dari skala 2 (cukup 2. Monitor berat badan harian cairan pasien
menurun) menjadi 3 Terapeutik - Cairan intravena dapat
(sedang) 3. Catat intake-output dan membantu hidrasi tubuh pasien
12. Keluhan mual menurun hitung balans cairan - Diuretic dapat membantu
dari skala 2 (cukup 4. Berikan cairan intravena, mencegah dehidrasi
meningkat) menjadi 3 jika perlu
(sedang) Kolaborasi:
13. Jumlah saliva menurun 5. Kolaborasi pemberian
dari skala 2 (cukup diuretic, jika perlu
meningkat) menjadi 3
(sedang)

3. Resiko Cedera pada Setelah dilakukan intervensi Pemantauan denyut jantung 1. Untuk mengetahui
Janin keperawatan selama …….× 24 janin (1.02056) SIKI Tahun 2016 riwayat dan status
jam, maka status pertumbuhan Halaman 239 obstetric pasien
(D.0138) SDKI membaik dengan kriteria hasil: Observasi: 2. Untuk mengetahui
Tahun 2016 Halaman (L10102) SLKI Tahun 2016 1. Identifikasi riwayat adanya penggunaan obat
298 Halaman 125 obstetric dan bagaimana diet
1. Berat badan sesuai usia 2. Identifikasi adanya pasien
meningkat dari skala 2 penggunaan obat, dan diet 3. Untuk mengetahui
(cukup menurun) 3. Periksa denyut jantung denyut jantung janin
menjadi 3 (sedang) janin selama 1 menit 4. Untuk memonitor tanda
2. Kecepatan 4. Monitor tanda vital ibu vital ibu
pertambahan berat Terapeutik: 5. Mengatur posisi pasien
badan membaik dari 5. Atur posisi pasien agar maneuver leopold
skala 2 (cukup 6. Lakukan maneuver dapat melihat posisi
menurun) menjadi 3 Leopoid untuk menentukan janin
(sedang) posisi janin 6. Maneuver leopold untuk
Edukasi: mengetahui posisi janin
7. Jelaskan tujuan dan 7. Agar pasien mengetahui
prosedur pemantauan tujuan dilakukannya
8. Informasikan hasil prosedur
pemantauan, jika perlu 8. Agar pasien mengetahui
kondisi janinnya
4. Ansietas berhubungan
Setelah dilakukan intervensi Konseling (1.10334) SIKI Tahun 1. Untuk mengetahui
dengan kekhawatirankeperawatan selama …….× 24 2016 Halaman 133 apakah perilaku keluarga
mengalami kegagalanjam, maka tingkat ansietas Observasi: berpengaaruh terhadap
pengobatan menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi perilaku pasien
(L.09093) SLKI Tahun 2016 keluarga yang 2. Untuk mengetahui
(D.0080) SDKI Halaman 132 mempengaruhi pasien kemampuan pasien
Tahun 2016 Halaman 1. Perilaku tegang dan 2. Identifikasi kemapuan dan dalam diberikan
180 gelisah menurun dari beri penguatan pengetahuan
skala 2 (cukup Terapeutik: 3. Untuk membuat pasien
meningkat) menjadi 3 3. Berikan empati, merasa nyaman karena
(sedang) kehangatan, dan kejujuran empati yang diberikan
2. Verbalisasi khawatir 4. Berikan privasi dan perawat
akibat kondisi yang pertahankan kerahasiaan 4. Agar pasien tetap
dihadapi menurun dari 5. Fasilitasi untuk merasa nyaman dan
skala 2 (cukup mengidentifikasi masalah lebih terbuka terhadap
meningkat) menjadi 3 Edukasi: apa yang dirasakan
(sedang) 6. Anjurkan untuk 5. Untuk membantu pasien
3. Perasaan keberdayaan mengekspresikan perasaan mengidentifikasi
membaik dari skala 2 7. Anjurkan untuk menunda masalah
(cukup memburuk) pengambilan keputusan 6. Mengekspresikan
menjadi 3 (sedang) saat stress perasaan dapat
membantu pasien untuk
lebih terbuka
7. Mengambil keputusan
disaat stress
mengakibatkan
berdampak pada
keputusan yang salah
dan tanpa pertimbangan
5. Keletihan Setelah dilakukan intervensi Edukasi aktivitas/istirahat 1. Jika pasien siap maka
berhubungan dengan keperawatan selama …….× 24 (1.12362) SIKI Tahun 2016 informasi akan mudah
kondisi fiologis jam, maka tingkat keletihan Halaman 50 diterima
kehamilan menurun dengan kriteria hasil: Observasi: 2. Agar kegiatan dan
(L.05046) SLKI Tahun 2016 1. Identifikasi kesiapan dan intervensi yang akan
(D.0057) SDKI Halaman 141 kemampuan menerima dilakukan pada pasien
Tahun 2016 Halaman 1. Verbalisasi lelah informasi lebih terstrukur
130 menurun dari skala 2 Terapeutik 3. Materi dan media dapat
(cukup meningkat) 2. Jadwalkan pemberian mempermudah pasien
menjadi 3 (sedang) pendidikan kesehatan menangkap informasi
2. Pola istirahat membaik sesuai kesepakatan yang disampaikan
dari skala 2 (cukup 3. Sediakan materi dan media 4. Dengan bertanya berarti
memburuk) menjadi 3 4. Berikan kesempatan pasien pasien dan keluarga
(sedang) dan keluarga untuk mendengarkan apa yang
3. Selera makan membaik bertanya disampaikan perawat
dari skala 2 (cukup Edukasi: dan memprosesnya
memburuk) menjadi 3 5. Jelaskan pentingnya didalam pikiran
(sedang) aktivitas fisik/olahraga 5. Aktivitas fisik dan
secara rutin olahraga rutin dapat
6. Anjurkan menyusun jadwal membantu janin masuk
aktivitas dan istirahat ke PAP
7. Ajarkan cara 6. Menyusun jadwal
megidentifikasi kebutuhan aktivitas dapat
istirahat (missal kelelahan, membantu untuk
sesak napas saat aktivitas) mengatasi keletihan
pasien dalam
beraktivitas
7. Agar pasien dapat
mengerti kapan saat
tubuhnya memerlukan
istirahat

6. Resiko ketidakstabilan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hiperglikemia 1. Untuk mengetahui


kadar glukosa darah keperawatan selama …….× 24 (1.03115) SIKI Tahun 2016 penyebab hiperglikemi
jam, maka kestabilan kadar Halaman 180 pada pasien
(D.0027) SDKI glukosa darah meningkat Observasi: 2. Untuk mengetahui kadar
Tahun 2016 Halaman dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kemungkinan glukosa pasien
71 (L.03022) SLKI Tahun 2016 penyebab hiperglikemia 3. Untuk mengetahui tanda
Halaman 43 2. Monitor kadar glukosa dan gejala hiperglikemi
1. Lelah/lesu menurun darah, jika perlu 4. Untuk mengetahui status
dari skala 2 (cukup 3. Monitor tanda dan gejala cairan pasien apakah
meningkat) menjadi 3 hiperglikemia seimbang
(sedang) 4. Monitor intake-output 5. Cairan oral dapat
2. Berkeringat menurun cairan membantu menghidrasi
dari skala 2 (cukup Terapeutik: tubuh pasien
meningkat) menjadi 3 5. Berikan asupan cairan oral 6. Agar segera bisa
(sedang) 6. Konsultasi dengan medis mengambil tindakan jika
3. Kadar glukosa dalam jika tanda dan gejala terjadi tanda gejala yang
darah dan urine hiperglikemia tetap ada memperburuk
membaik dari skala 2 atau memburuk hiperglikemia
(cukup memburuk) Edukasi: 7. Kepatuhan diet dan
menjadi 3 (sedang) 7. Anjurkan kepatuhan aktivitas dapat
terhadap diet dan olahraga membantu menjaga
8. Ajarkan pengelolaan kadar gula darah
diabetes 8. Pengelolaan diabetes
Kolaborasi: membantu mengontrol
9. Kolaborasi pemberian gula darah pasien
insulin, jika perlu 9. Pemberian insulin dapat
10. Kolaborasi pemberian membantu mengontrol
cairan IV, jika perlu gula darah
11. Kolaborasi pemberian 10. Untuk membantu
kalium, jika perlu memberikan cairan pada
pasien
11. Untuk menambah kalium
pada pasien
7. Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi (1.14539) 1. untuk mengetahui tanda
keperawatan selama …….× 24 SIKI Tahun 2016 Halaman 278 dan gejala infeksi
(D.0142) SDKI jam, maka control resiko Observasi: 2. perawatan kulit dapat
Tahun 2016 Halaman meningkat dengan kriteria 1. monitor tanda dan gejala mencegah terjadinya
304 hasil: infeski local dan sistemik luka yang dapat memicu
(L.14128) SLKI Tahun 2016 Terapeutik: infeksi
Halaman 60 2. berikan perawatan kulit 3. teknik aseptic membantu
1. kemampuan mengubah pada area edema mengurangi resiko
perilaku meningkat dari 3. pertahankan teknik aseptic infeksi
skala 2 (cukup pada pasien beresiko tinggi 4. asupan nutrisi dan cairan
menurun) menjadi 3 Edukasi: dapat membantu
(sedang) 4. anjurkan meningkatkan mengurangi resiko
2. kemampuan mencari asupan nutrisi dan cairan infeksi
informasi tentang factor Kolaborasi: 5. imunisasi dapat
resiko meningkat dari 5. kolaborasi pemberian memberkecil resiko infeksi
skala 2 (cukup imunisasi, jika perlu
meningkat) menjadi 3
(sedang)
3. penggunaan fasilitas
kesehatan meningkat
dari skala 2 (cukup
menurun) menjadi 3
(sedang)
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Jakarta.
Hardhi and Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic-Noc Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Mansjoer, A. and Dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius.
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni.
Sujono and Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: GRAHA
ILMU.
Sukarmin & Riyadi. 2008. Pankreas., Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin Pada. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Anda mungkin juga menyukai