Anda di halaman 1dari 36

ACUTE CORONARY SYNDROME 

(ACS)

Mata Kuliah : Keperawatan Anak


Dosen Pengampu : Ns. Rokhaidah, M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun Oleh :

1. Nur’aini (1910701001) 10. Jihan Ayu Pramu Sinta (1910701028)


2. Anggita Astagina (1910701003) 11. Nia Dewi Saputri (1910701029)
3. Shinta Nazila (1910701007) 12. Berlian Rahmah Pertiwi (1910701030)
4. Cinta Novanda (1910701008) 13. Farda Nabila Huda (1910701031)
5. Usnul Divana Suleman (1910701009) 14. Aulia Nurshafira Rahayu (1910701032)
6. Beby Alicia Zahra (1910701015) 15. Anisa Amelia (1910701033)
7. Dhea Ananda (1910701019) 16. Roosmalinda Rezki Amalia (1910701035)
8. Sapna Sanntika (1910701020) 17. Dewy Indarty Putry (1910701036)
9. Amelia Kavita Febriani (1910701026) 18. Ade Rahmawati (1910701037)

PROGRAM STUDI D–III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Acute Coronary Syndrome (ACS)”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Konsep Imunisasi ini dapat
memberikan manfaat terhadap pembaca.

Jakarta, 11 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, Tipe / Klasifikasi Acute Coronary Syndrom (ACS)...........3
2.2 Etiologi...................................................................................................4
2.3 Patofisiologi...........................................................................................5
2.4 Tanda dan Gejala (DS dan DO).............................................................6
2.5 Penatalaksanaan Medis (Farmakologi)..................................................6
2.6 Pemeriksaan Penunjang (Lab, dll).........................................................14
2.7 Komplikasi.............................................................................................17
2.8 Asuhan Keperawatan Acute Coronary Syndrom (ACS)........................20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................32
3.2 Saran.......................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jantung adalah pusat fungsi tubuh yang fungsional karena peranannya sebagai
pemompa darah agar dapat mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh
darah arteridan vena. Penyakit jantung sendiri merupakan penyakit pembunuh
nomor satu didunia terutama pada kalangan dewasa dan yang berusia tua.
Menurut catatan WHO di tahun 2015, angka kematian akibat penyakit
jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan meningkat menjadi 20 juta
jiwa dan ditahun 2030 akan meningkat kembali hingga mencapai angka 23,6
juta jiwa penduduk.
Penyakit jantung koroner merupakan sebuah penyakit kompleks yang
disebabkan oleh menurunnya atau terhambatnya aliran darah pada satu atau
lebih arteri yang mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung. Penyakit
kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner menyebabkan angka
kematian yang tinggi di Indonesia, yaitu mencapai 26%. Penyakit jantung
koroner merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak yang menyebabkan
kematian di dunia, yaitu 7.2 juta orang per tahun atau 41% dari kasus
penyakit kardiovaskular.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian, Tipe / Klasifikasi Acute Coronary Syndrom (ACS)
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Tanda dan Gejala (DS dan DO)
5. Penatalaksanaan Medis (Farmakologi)
6. Pemeriksaan Penunjang (Lab, dll)
7. Komplikasi
8. Asuhan Keperawatan Acute Coronary Syndrom (ACS)

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengatahui dan memahami Pengertian, Tipe / Klasifikasi Acute
Coronary Syndrom (ACS)
2. Mengetahui dan memahami Etiologi
3. Mengetahui dan memahami Patofisiologi
4. Mengetahui dan memahami Tanda dan Gejala (DS dan DO)
5. Mengetahui dan memahami Penatalaksanaan Medis (Farmakologi)
6. Mengetahui dan memahami Pemeriksaan Penunjang (Lab, dll)
7. Mengetahui dan memahami Komplikasi
8. Mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Acute Coronary
Syndrom (ACS)

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian, Tipe / Klasifikasi Acute Coronary Syndrom (ACS)


Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kasus kegawatan dari Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang terjadi karena proses penyempitan pembuluh
darah sehingga aliran darah koroner berkurang secara mendadak. Sindrom
Koroner Akut mengakibatkan jumlah kematian yang tinggi dan meningkat
setiap tahunnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen pada jantung dan aliran darah.
Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark
miokard akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pektoris tidak
stabil. Walaupun presentasi klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan
patofisiologi. Keluhan utama adalah nyeri dada dan klasifikasi berdasarkan
gambaran elektrokardiogram (EKG) terdiri dari :
1. Pasien dengan nyeri dada khas disertai elevasi segmen ST: terjadi oklusi
total akut arteri koroner sehingga tujuan utama pengobatan adalah
reperfusi secara cepat dan komplit dengan fibrinolitik atau angioplasti
primer.
2. Pasien dengan nyeri dada khas tanpa elevasi segmen ST: gambaran EKG
berupa depresi segmen ST persisten atau transien, gelombang T yang
inversi atau mendatar atau EKG normal.

Sindroma Koroner Akut menurut dokter spesialis tung Teguh Santoso,


merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan alirah darah
pembuluh di koroner jantung secara akut. Umumnya disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah koroner akibat kerak aterosklerosis yang lalu
mengalami perobekan dan hal ini memicu terjadinya gumpalan gumpalan
darah (trombosis).

Sindrom Koroner Akut adalah kondisi jantung yang berat dan tiba-tiba.
Kondisi ini memerlukan penanganan yang cepat (agresif) agar tidak
berkembang menjadi serangan jantung. Sindrom Koronr Akut terdiri dari :

3
1. Angina yang tidak stabil
Angina ataunyeri dada yang tidak stabil adalah keadaan yang lebih
serius dibandingkan angina yang stabil. Seringkali keadaan ini
merupakan fase antara angina yang stabil dan serangan jantung
2. Kematian otot jangung yang non Q-wave
Kondisi ini hanya bisa diketahui berdasarkan pemeriksaan darah di
laboratorium dan EKG.

Pada dasarnya SKA berawal dari proses patologis yang sama. Berdasarkan
anamnesa, pemeriksa EKG, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Sindrom Koroner Akut terbagi dalam 3 jenis:

1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST(IMA-EST)/STEMI


2. Infark miokard akut dengan non-elevasi segmen ST(IMA-NEST)/Non-
STEMI
3. Angina Pectoris Tidak Stabil (APTS)/UAP

2.2 Etiologi
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu penyakit tidak menular
dimana terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam dinding arteri
koroner yang dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokardium dan UAP
(Unstable Angina Pectoris) serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST
Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct
(STEMI) (Tumade et al., 2014).
Sindrom koroner akut disebabkan oleh aterosklerosis yaitu proses
terbentuknya plak yang berdampak pada intima dari arteri, yang
mengakibatkan terbentuknya trombus sehingga membuat lumen menyempit,
yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah sehigga kekuatan
kontraksi otot jantung menurun. Jika thrombus pecah sebelum terjadinya
nekrosis total jaringan distal, maka terjadilah infark pada miokardium (Asikin
et al., 2016)
Terjadinya sindrom koroner akut dihubungkan oleh beberapa faktor risiko
meliputi faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin,

4
keturunan, dan faktor yang dapat dimodifikasi seperti merokok, hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, dan obesitas (Ghani et al., 2016; Indrawati,
2014). Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya SKA ini telah dijelaskan
dalam Frammingham Heart Study dan studi-studi lainnya. Studi-studi ini
menjelaskan bahwa faktor resiko yang dapat dimodifikasilah yang
berpengaruh kuat terjadinya sindrom koroner akut (Torry et al., 2014).

2.3 Patofisiologi
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau dikenal dengan Sindrom Koroner
Akut (SKA) sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi
plak dan penipinas tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini
akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi
sehingga terbentuk trombus yang kaya trombositt (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat lubang pembuluh darah koroner, baik secra total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang
lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.
Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.
Suplai oksigen yang berhenti selama kurang lebih 20 menit menyebabkan
miokardium mengalami nekrosis atau infark miokard.
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. sumbatan total yang disertai vasokonstriksi yang dinamis juga dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung atau
miokard. selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating atau stunning ( setelah iskemia
hilang). Pada pasien, SKA terjadi di karena sumbatan dinamis akibat pasma
lokal arteri koronaria epicardial. penyempitan arteri koronaria tanpa spasme
maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembentukan plak atau
restenosis setelah intervensi koroner perkutan (IKP). Beberapa faktor
ekstrinsik, Seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardi, dapat
menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.

5
2.4 Tanda dan Gejala (DS dan DO)
Data Subjektif :
pasien mengatakan nyeri di dada hingga leher, pasien mengatakan dagu serta
lengan kiri bagian dalam nyeri, pasien mengatakan nyeri dirasakan pada saat
aktivitas ataupun pada saat istirahat.

Data Objektif :
P = Nyeri dada hilang timbul saat istirahat ataupun aktivits
Q = Merasa nyeri hilang timbul
R = Nyeri menyebar sampai ke leher, dagu, lengan kiri bagiam dalam
S = Sulit beraktivitas
T = Nyeri muncul saat sedang istirahat maupun aktivitas

TTV :
TD = 135/90 mmHg
N = 98 kali/menit
RR = 20 kali/menit Hasil
EKG didapat ST depresi di Lead II, III dan aVF

2.5 Penatalaksanaan Medis (Farmakologi, dll)


1. Pemberian obat-obatan. Obat yang digunakan antara lain:
a) Obat anti-iskemia (Penyekat Beta / Beta blocker, Nitrat dan Calcium
Channel Blockers). Keuntungan diberikannya penyekat beta yaitu
menurunnya jumlah konsumsi oksigen otot jantung. Keuntungan dari
pemberian nitrat yaitu dilatasi pembuluh darah vena, menurunkan
preload, sehingga jumlah konsumsi oksigen otot jantung pun ikut
turun. Keuntungan pemberian Calcium Channel Blockers yaitu
seimbangnya dilatai arteri koroner
b) Antiplatelet. Aspirin bekerja dengan mencegah sintesis platelet
tromboksan A2, dimana tromboksan A2 merupakan mediator aktivasi

6
platelet. Aspirin haus diberikan segera kepada pasien dengan gejalan
SKA tanpa kontra indikasi. Klopidogrel merupakan derivat
tienopiridin yang dapat memblok aktivasi P2Y, reseptor addensine
diphosphate (ADP) pada platelet. Direkomendasikan untuk
menggantikan agen pada pasien dengan alergi terhadap aspirin.
Penggunaan kombinasi antara aspirin dengan klopidogrel lebih baik
dibandingkan dengan pemberian aspirin saja dalam mengurangi
kematian akbiat penyakit kardiobaskular.
c) Penghambat reseptor glokoprotein llb/lla (Mencegah agregasi
trombosit)
d) Antikoagulan (ditambahkan secepat mungkin pada pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet)
e) Kombinasi antikoagulan dan antiplatelet (meningkatkan resiko
pendarahan, maka harus dilakukan pengawasan ketat)
f) Penghambat reseptor angiontensin dan penghambat angiotensin
coverting enzyme (ACE) (Untuk menurunkan hipertensi atau
mengatasi gangguan fungsi sistolik)
g) Statin (Menurunkan kadar kolestrol jahat / LDL)

2. Terapi reperfusi
Terapi reperfusi dapat diberikan dengan Intervensi Koroner Perkutan
(IKP) (ballon/stent) dan Fobrinolitik. Tindakan ini diberikan pada pasien
dengan elevasi segemen ST menetap dan Left Bundle Branch Block
(LBBB) dan keluhan dalam 12 jam. Menentukan pilihan reperfusi
tergantung dari layanan kesehatan sekitar yang menyediakan tinakan
IKP, bila tidak ada, fibrinolitik menjadi pilihan reperfusi. Bila ada,
perhatikan waktu tempuh dari lokasi kejadian ke rumah sakit yang bisa
melakukan IKP, jika waktu tempuh >2jam, maka reperfusi menggunakan
fibrinolitik. Jika memungkinkan setelah reperfusi menggunakan
fibrinolitik, pasien di kirim ke rumah sakit yang menyediakan fasilitas
IKP. Beberapa faktor yang mempengaruhi terapi reperfusi pasien SKA
antara lain:

7
a. Tenaga Kesehatan di IGD (dokter dan perawat). Dokter dan perawat
merupakan titik pertama dalam kontak terhadap penderita yang
dicurigai mengalami ifark miokard, harus bisa bertindak dengan cepat
atau membuat persiapan untuk melakukan terapi reperfusi secara
efektif,
b. Fasilitas. Tersedianya fasilitas di rumah sakit untuk manajemen lebih
lanjut dan penanganan komplikasi infark miokard, atau bila tidak ada
maka harus bekerjasama dengan pusat kesehatan yang lain,
c. Manajemen. Kebijakan yang mengatur oenatalaksanaan SKA yang
sesuai dengan standar kesiapan rumah sakit dan perbaikan dari sistem
pelayanan seperti pad pasien jaminan karena hal tersebut tanpa
disadari menjadi hambatan pada penanganan pasien SKA.

3. Stratifikasi Risiko
Tidakan statifikai bertujuan untuk menilai perdarahan dan strategi
penanganan selanjutnya baik konservatif dan invasive pada pasien IMA-
NEST. Tindakan ini sangat di perlukan karena angka kematian IMA-
NEST setelah 6 bulan sama dengan IMA-EST dan dalam jangka panjang,
kematian IMA-NEST lebih tinggi.

Beberapa stratifikasi risiko yang sering digunakan sebagai berikut :


a. Skor TIMI (APTS dan IMA-NEST)

Parameter Skor
Usia >65 tahun 1
Terdapat > 3 faktor resiko (hipertensi, DM, riwayat dalam 1
keluarga, merokok dan dyslipidemia)
Stenosis > 50% pada angiogram coroner sebelumnya 1
Pengguna aspirin dalam 7 hari terakhir 1
Dalam 24 jam terakhir setidaknya mengalami 2 episode 1
nyeri saat istirahat
Devinisi segmen ST > 1 mm saat tiba di IGD 1
Peningkatan enzim jantung (CK dan troponin) 1

8
b. Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI

Skor TIMI Risiko Risiko kejadian ke 2


0-2 Rendah < 8,3 %
3-4 Menengah < 19,9 %
5-7 Tinggi < 41%

4. Skor GRACE

Predictor Skor
Usia dalam tahun
< 40 0
40-49 18
50-59 36
60-69 55
70-79 73
80-91 91
Denyut jantung (per menit)
<70 0
70-89 7
90-109 13
110-149 23
150-199 36
>200 46
Tekanan darah sistolik (mmHg)
<80 63
80-99 58
100-119 47
120-139 37
140-159 26
160-199 11
>200 0
Kreatinin (umol/L)
0-34 2
35-70 5
71-105 8

9
106-140 11
141-176 14
177-353 23
>354 31

Predictor Skor
Gagal jantung berdasarkan 0
klasifikasi Kilip 21
I 43
II 64
III 43
IV 15
Henti jantung saat tiba di RS 30
Peningkatan marka jantung
Deviasi sigma ST

5. Stratifikasi resiko kematian berdasarkan skor GRACE

Prediksi kematian di RS
Skor < 108 Resiko rendah (<1%)
109-140 Resiko kematian menengah (1-3%)
>140 Resiko tinggi (<3%)
Prediksi kematian setelah 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit
Skor <88 Resiko rendah (<3%)
89-118 Resiko kematian menengah (3-8%)
>188 Resiko tinggi (>8%)

Antara TIMI dan GRACE yang idel digunakan yaitu GRAE, karena dalam
skor GRACE, variabel yang digunakan lebih lengkap/banyak. Kelas Kilip
juga masuk dalam pengukur GRACE sebagai variabel. Startifikasi kelas
Kilip digunakan untuk melihat kematian dalam 30 hari berdasarkan
indikator klinis gagal jantung akibat komplikasi infark miokard akut.
Berikut predikat kematian 30 hari berdasarkan kelas Kilip (Kilip et al.,1967)

10
Kelas Klilip Temuan Klnis Kematian
I Tidak ada gagal jantung 6%
(tidak ada ronchi dan S3)
II Terdapat gagal jantung 17%
ditandai dengan S3 dan
ronchi basah pada setengah
lapang paru
III Terdapat edema paru ditandai 38%
ronchi basah diseluruh
lapang paru
IV Terdapat syok kardiogenik 81%
oleh sistolik <90 mmHg dan
tandai hipoperfusi jaringan

Penderita gagal jantung tidak dapat diobati, namun penatalaksanaan dapat


dilakukan dengan sebagai strategi untuk memperbaiki gejala – gejala yang
muncul agar penderita tetap memiliki kualitas hidup yang baik.
Keberhasilan tatalaksana penderita gagal jantung tergantung dari
kesadarannya untuk memanajemen kondisinya sendiri serta dukungan dari
orang disekitar penderita maupun dukungan dari petugas kesehatan.

Tatalaksana penderita gagal jantung meliputi :

1) Perubahan gaya hidup


a. Menghindari merokok
Kandungan nikotin dalam rokok secara bertahap akan meningkatkan
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Merokok juga dapat
semakin merusak lapisan pembuluh darah sehingga meningkatkan
resiko terjadinya plak pada arteri koronaria yang menyuplai jantung.
Sehingga penderita gagal jantung yang berhenti merokok maka
dimungkinkan akan meningkatkan kualitas hidup mereka orang
b. Memelihara berat badan
Kenaikan berat badan atau penurunan berat badan yang terjadi secara
tiba - tiba merupakan salah satu tanda gejala gagal jantung.
Pengontrolan berat badan setiap pagi hari dianjurkan sebelum makan

11
pagi dan setelah buang air kecil, merupakan salah satu cara untuk
mengetahui kondisi seseorang. Jika terjadi peningkatan berat badan
lebih dari 3 pound dalam satu hari, atau lebih dari 5 pound dalam
satu minggu, maka penderita gagal jantung harus segera datang ke
pelayanan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
c. Menjaga intake cairan
Munculnya edema pada tubuh merupakan salah satu tanda gagal
jantung. Ketika hal ini terjadi, maka perlu dilakukan pembatasan
intake cairan. Beberapa penderita gagal jantung juga mengkonsumsi
obat - obatan golongan diuretik untuk membantu mengeluarkan
cairan tersebut.
d. Menghindari alcohol
Hindari mengkonsumsi alkohol berlebihan karena akan memperberat
gejala pada penderita gagal jantung
e. Menghindari / membatasi kafein
Menghindari / membatasi konsumsi kopi dalam tiap harinya
merupakan hal yang penting untuk mencegah gagal jantung semakin
berat
f. Mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi
Diet rendah kolesterol dan garam dianjurkan bagi penderita gagal
jantung
g. Melakukan aktivitas fisik
Melakukan program latihan fisik sesuai anjuran petugas kesehatan
merupakan hal yang harus diperhatikan. Aktivitas fisik dilakukan
sesuai dengan kemampuan seseorang harinya

h. Menghindari alcohol
Hindari mengkonsumsi alkohol berlebihan karena akan memperberat
gejala pada penderita gagal jantung
i. Menghindari / membatasi kafein

12
Menghindari / membatasi konsumsi kopi dalam tiap harinya
merupakan hal yang penting untuk mencegah gagal jantung semakin
berat
j. Mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi
Diet rendah kolesterol dan garam dianjurkan bagi penderita gagal
jantung
k. Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik setiap hari sangat penting bagi penderita gagal
jantung. Melakukan program latihan fisik sesuai anjuran petugas
kesehatan merupakan hal yang harus diperhatikan. Aktivitas fisik
dilakukan sesuai dengan kemampuan seseorang

2) Pengobatan
a. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors Captopril
(Capoten), Enalapril (Vasotec), Fosinopril (Monopril), Lisinopril
(Prinivil, Zestril), Perindopril (Aceon), Quinapril (Accupril),
Ramipril (Altace), Trandolapril (Mavik)
b. Angiotensin II Receptor Blockers (ARBS) /Angiotensin-2 Receptor
Antagonists Candesartan (Atacand), Losartan (Cozaar), Valsartan
(Diovan)
c. Angiotensin Receptor Neprilysin Inhibitors (ARNIs)
Sacubitril/valsartan
d. Beta Blockers Bisoprolol (Zebeta), Metoprolol succinate (Toprol
XL), Carvedilol (Coreg), Carvedilol CR (Coreg CR)Toprol XL
e. Aldosterone Antagonists
Spironolactone (Aldactone), Eplerenone (Inspra)
f. Hydralazine and isosorbide dinitrate
g. Diuretik
Furosemide (Lasix), Bumetanide (Bumex), Torsemide (Demadex),
Chlorothiazide (Diuril), Amiloride (Midamor Chlorthalidone
(Hygroton), Hydro-chlorothiazide (Esidrix,Hydrodiuril),

13
Indapamide (Lozol), Metolazone (Zaroxolyn),Triamterene
(Dyrenium)

3) Pembedahan
a. Implantable Cardioverter-Defibrillator (ICD)
b. Cardiac Resynchronization Therapy (CRT)
c. Left ventricular assist device (LVAD)
d. Transplantasi jantung
e. Percutaneous coronary intervention (PCI)
f. Coronary artery bypass
g. Penggantian katup jantung

4) Perawatan lanjutan
Seseorang yang menderita gagal jantung harus selalu memantau
kondisinya. Beberapa tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian
yaitu :
a. Peningkatan berat badan dengan cepat
b. Sesak nafas yang muncul saat istirahat
c. Bengkak di kaki
d. Nyeri abdomen atau terjadi penumpukan cairan di abdomen
e. Gangguan tidur seperti sesak nafas saat tidur
f. Batuk
g. Kelemahan dan perasaan lelah sepanjang waktu

2.6 Pemeriksaan Penunjang (lab, dll)


1. Pemeriksaan Invasif (angiografi koroner)
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan
tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan untuk
tujuan diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis banding
yang tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri
sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang mengalami gejala

14
atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG
diagnostik.
Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan pasien dengan
stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskular yang serius, angiografi koroner disertal perekaman EKG
dan abnormalitas gerakan dinding regional seringkali memungkinkan
identifikasi lesi yang menjadi penyebab Penemuan angiografi yang khas
antara lain eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang
kabur, dan filling defect yang mengesankan adanya trombus intra
koroner.

2. Pemeriksaan Non-invasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk
menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental
dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat
iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui
pemeriksaan ekokardiografi. Jika memungkinkan, pemeriksaan
ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang gawat
darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin pada pasien
tersangka SKA.
Stress test seperti EKG exercise yang telah dibahas sebelumnya dapat
membantu menyingkirkan diagnosis banding PJK obstruktif pada pasien-
pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal, dan marka jantung yang
negatif.
Multislice cardiac CT (MSCT) dapat digunakan untuk menyingkirkan
PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan kemungkinan PJK
rendah sampai menengah, dan jika pemeriksaan troponin dan EKG tidak
meyakinkan.

15
3. Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium, di samping biomarker jantung, yang harus
dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah
sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel
lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.

6. Pemeriksaan Foto Polos Dada


Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang
gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus
dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta seperti pneumothoraks.
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda :
1) Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak
seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
2) EKG normal atau non-diagnostik, dan
3) Biomarka jantung normal

Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda :

1) Angina tipikal
2) EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk IMA-EST,
depresi ST atau inversi Tyang diagnostik sebagai keadaan iskemia
miokard, atau LBBB baru/persangkaan baru.
3) Peningkatan biomarka jantung.

7. Elektrokardiogram
Oklusi pada arteri koroner akan menyebabkan gangguan impuls listrik
jantung sehingga pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) sangat penting
untuk dilakukan. Pada sindrom koroner akut, terdapat beberapa
perubahan EKG yang penting terutama pada segmen ST dan gelombang
T.
Perbedaan ST elevation myocardial infarction dan non-ST elevation
myocardial infarction (STEMI dan NSTEMI) adalah adanya elevasi

16
segmen ST pada STEMI. Sebagian kecil pasien dengan unstable angina
dan NSTEMI memiliki gambaran EKG yang normal. Perubahan pada
segmen ST maupun T inversi pada hasil EKG pada saat disertai gejala
menunjukkan bahwa terdapat penyakit kardiovaskular yang serius. EKG
pada unstable angina dan NSTEMI sering menunjukkan gambaran
iskemik berupa depresi segemen ST dan atau inversi gelombang T.

8. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ekokardiografi dapat dilakukan di rumah sakit yang
memiliki fasilitas tersebut. Melalui pemeriksaan ekokardiografi dapat
ditentukan status kontraktilitas dari jantung pasien. Pemeriksaan
ekokardiografi juga dapat melihat komplikassi sindroma koroner akut
yang muncul, yaitu regurgitasi mitral atau perburukan regurgitasi mitral.
Angiografi koroner lebih bermanfaat pada pasien sindroma koroner akut
dengan risiko thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) rendah
yakni skor di bawah 3. Penilaian skor TIMI adalah sebagai berikut:
1) Usia 65 tahun atau lebih (1 poin)
2) 3 atau lebih faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (1 poin)
3) Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir (1 poin)
4) Riwayat stenosis koroner lebih dari 50% (1 poin)
5) Lebih dari 1 kali episode angina pada saat istirahat dalam waktu
kurang dari 24 jam (1 poin)
6) Deviasi segmen ST (1 poin)
7) Peningkatan enzim jantung (1 poin)

2.7 Komplikasi
Sindroma koroner akut dapat menyebabkan nekrosis jaringan pada organ
jantung sehingga selain dapat menimbulkan kematian, dapat juga
menyebabkan komplikasi seperti :
1. Aritmia

17
Aritmia adalah gangguan yang terjadi pada irama jantung. Penderita
aritmia bisa merasakan irama jantungnya terlalu cepat, terlalu lambat, atau
tidak teratur.
2. Emboli paru
Emboli paru adalah penyumbatan pada pembuluh darah di paru -paru.
Penyumbatan biasanya disebabkan oleh gumpalan darah yang awalnya
terbentuk di bagian tubuh lain, terutama kaki
3. Gagal jantung
Heart failure atau gagal jantung adalah kondisi saat pompa jantung
melemah, sehingga tidak mampu mengalirkan darah yang cukup ke
seluruh tubuh. Kondisi ini juga dikenal dengan istilah gagal jantung
kongestif. Gagal jantung dapat disebabkan oleh hipertensi, anemia, dan
penyakit jantung.
4. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Syok kardiogenik
merupakan kondisi yang berbahaya dan perlu mendapatkan penanganan
secepatnya.
5. Kematian mendadak
Kurangnya oksigen yang dikirim ke jantung (iskemia) menimbulkan
gejala angina atau nyeri dada yang sering dialami oleh sebagian besar
pasien selama mengalami Sindrom Koroner Akut (ACS) atau serangan
jantung. Oksigen adalah komponen penting dalam tubuh, sehingga dapat
mempengaruhi banyak kerja organ dalam tubuh.
6. Aneurisma ventrikel
Aneurisma otak adalah pembesaran atau penonjolan pembuluh darah otak
akibat melemahnya dinding pembuluh darah. Penonjolan ini akan terlihat
seperti buah berry yang menggantung.
7. Ruptum septum ventrikuler
Ruptur septum ventrikel merupakan komplikasi mekanik yang sangat
jarang terjadi pada pasien infark miokard akut (IMA) namun memiliki
mortalitas yang tinggi.

18
8. Ruptum septum papilaris
Disebabkan oleh pembengkakan lokal dinding ventrikular kiri tempat
melekatnya muskulus papilaris sehingga mengakibatkan iskemia dan
mengganggu kontraktilitas muskulus tersebut atau terjadi dilatasi general
ventrikel kiri pada gagal jantung. Keadaan yang jarang dijumpai (< 1%
dari kasus infark miokard) adalah muskulus papilaris mengalami ruptur
sehingga mengganggu kerja korda tendinea dan insufisiensi mitral.
Rupturnya muskulus papilaris sering terjadi 3 hari setelah terjadinya
infark. Hal ini menyebabkan kegagalan akut ventrikel kiri dengan tingkat
mortalitas yang tinggi.
9. Gangguan Hemodinamik
Dasar dari pemantauanhemodinamik adalah perfusi jaringan yang
adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang
dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan
elektro kimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik
berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara
cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel (Jevon &
Ewens. (2009). Penyakit dapat mempengaruhi hemodinamik pasien
seperti adanya gangguan pada organ jantung, paru-paru, ginjal dimana
pusat sirkulasi melibatkan ketiga organ tersebut terutama jikaterjadi di
sistem kardiovaskular dan pernafasan.
10. Perikardiatis
Iritasi dan peradangan pada lapisan tipis berbentuk kantong yang melapisi
jantung (perikardium). Perikardium berfungsi untuk menjaga agar jantung
tidak berpindah posisi, serta melindungi jantung dari gesekan atau
penyebaran infeksi dari jaringan lain.
11. Otot Papiler
Fungsi otot papiler adalah, untuk melindungi katup mitral dan katup
trikuspid pada saat berfungsi. Yaitu dengan menjaga atau mencegah
kondisi kebocoran darah kembali ke atrium dari ventrikel.
12. Disfungsi Ventrikuler

19
Ketika ruang jantung yang mempunyai tanggung jawab untuk menerima
darah dari atria (bilik yang lebih kecil dalam jantung) dan juga
berkontraksi untuk memompa darah yang berada di dalam keluar jantung
dan ke seluruh organ tubuh tidak lagi dapat melakukan fungsinya tersebut.
13. Perluasan IM
Terjadinya perluasan infark miokard, terjadi karena arteri koroner
mengalami penyempitan yang seiring berjalannya waktu akan mengalami
perluasan jikalau masalah serangan jantung tidak segera di tangani dengan
tepat.

2.8 Asuhan Keperawatan Acute Coronary Syndrome (ACS)


Kasus : ACS
Seorang laki-laki berusia 51 tahun dibawa keluarganya ke RS karena
mengeluh perasaan nyeri didada, menjalar ke leher, dagu dan lengan kiri
bagian dalam. Nyeri hilang timbul, baik saat istirahat maupun saat aktivitas.
Hasil pengkajian didapatkan data tekanan darah 135/90 mmHg, nadi 98
x/menit, pernafasan 20 x/menit. Hasil pemeriksaan EKG didapat ST depresi
di Lead II, III dan aVF. Akan tetapi pasien tersebut tidak mau dirawat di
rumah sakit, karena menurutnya dia hanya masuk angin.

DATA FOKUS

NO DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1  Pasien mengatakan  Hasil pengkajian
nyeri didada, menjalar didapatkan data
ke leher, dagu dan TD 135/90 mmHg,
lengan kiri bagian N 98 x/menit,
dalam. RR 20 x/menit.
 Pasien mengatakan  Hasil pemeriksaan EKG
nyeri hilang timbul, didapat
baik saat istirahat ST depresi di Lead II, III
maupun saat aktivitas. dan aVF
 Pasien mengatakan  Keadaan umum : sedang

20
menurutnya , dia hanya  Pengkajian nyeri :
masuk angin - P : Nyeri saat beraktivitas
maupun saat beristirahat
karena penyakit acs
- Q : Nyeri seperti tertimpa
benda berat
- R : Dada dan berjalar ke
leher
- S:8
T : Hilang timbul (1jam/kali)

ANALISA DATA
NO. SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
DX
1 Data Subjektif : Agens cedera Nyeri Akut
1. Pasien mengatakan
fisiologis
nyeri didada, menjalar Domain 12.
ke leher, dagu dan (iskemia jaringan Kelas 1. Kode
lengan kiri bagian Diagnosis 00132
sekunder
dalam.
2. Pasien mengatakan terhadap
nyeri hilang timbul,
sumbatan arteri
baik saat istirahat
maupun saat aktivitas. koroner)

Data Objektif :
1. Hasil pengkajian
didapatkan data
TD 135/90 mmHg,
N 98 x/menit,
RR 20 x/menit.

2. Pengkajian nyeri :
P : Nyeri saat
beraktivitas maupun
saat beristirahat karena
penyakit acs
Q : Nyeri seperti
tertimpa benda berat
R : Dada dan berjalar
ke leher
S:8

21
T : Hilang timbul
(1jam/kali)
2 Data Subjektif : perubahan irama Penurunan Curah
jantung Jantung
1. Pasien mengatakan
nyeri didada, menjalar Domain 4. Kelas
4. Kode
ke leher, dagu dan
Diagnosis 00029
lengan kiri bagian
dalam.
2. Pasien mengatakan
nyeri hilang timbul,
baik saat istirahat
maupun saat aktivitas.

Data Objektif :
1. Hasil pengkajian
didapatkan data
TD 135/90 mmHg,
N 98 x/menit,
RR 20 x/menit.
2. Hasil pemeriksaan
EKG didapat
ST depresi di Lead II,
III dan aVF
3. Keadaan umum :
sedang

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TANGGAL TANGGAL PARAF &


DX KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI NAMA
JELAS
1 Nyeri Akut 13 september 14 Kel. ACS
berhubungan 2020 September
dengan Agens 2020
cedera fisiologis
(iskemia jaringan

22
sekunder terhadap
sumbatan arteri
koroner)

Domain 12. Kelas


1. Kode Diagnosis
00132

2 Penurunan Curah 13 September 14 Kel. ACS


Jantung 2020 September
berhubungan 2020
dengan Perubahan
Irama Jantung

Domain 4. Kelas 4.
Kode Diagnosis
00029

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tanggal No. Tujuan & Kriteria Rencana Paraf &


Nama

23
Diagnosa Hasil (NOC) Tindakan dan Jelas
Rasional (NIC)
13 1. Setelah dilakukan Manajemen
Septembe
tindakan Nyeri
r 2020
keperawatan
Kode NIC 1400
selama 2×24 jam
diharapkan jalan Hal. 198
Kel.
nafas pada pasien Lakukan ACS
X dapat kembali pengkajian nyeri
efektif dengan komprehensif

Kriteria hasil : yang meliputi


lokasi,
Domain v –
karakteristik,
Kondisi
kualitas, intensitas
Kesehatan yang
atau beratnya
Dirasakan
nyeri dan faktor
Kelas V-Status pencetus
Gejala
Rasional :
Tingkat Nyeri Untuk mengetahui Kel.
perkembangan ACS
Kode NOC 0703 status kesehatan
pasien dan
Hal. 145-146 mencegah
komplikasi
lanjutan

Dipertahankan ke
level 3 Pastikan
ditingkatkan ke perawatan
level 5 analgesik bagi
pasien dilakukan
1 = Berat
dengan Kel.
2 = Cukup berat pemantauan yang ACS

3 = Sedang ketat

24
4 = Ringan Rasional :

5 = Tidak ada Untuk meredakan


nyeri pada pasien
Dengan Kriteria
Hasil : Dorong pasien
untuk
1. Nyeri yang
menggunakan
dilaporkan (210201
obat-obatan
penurun nyeri
yang adekuat Kel.
ACS

Rasional :

Untuk membantu
meredakan nyeri
pada pasien

Dukung
istirahat/tidur
yang adekuat
untuk membantu
penurunan nyeri.

Domain v – Rasional :
Kondisi
Untuk membantu Kel.
Kesehatan yang ACS
meringankan
Dirasakan
malaise dan badan
Kelas U-Kualitas lemas.
Kesehatan dan
Kehidupan
Manajemen
Kel.
Status
Lingkungan : ACS
Kenyamanan :
Kenyamanan
Fisik

25
Kode NOC 2010 Kode NIC 6482

Hal. 529 Hal. 192


Kel.
Dipertahankan ke Hindari gangguan ACS
level 2 yang tidak perlu
ditingkatkan ke dan berikan waktu
level 5 istirahat
Kel.ACS
1 = Sangat
terganggu
Ciptakan
2 = Banyak lingkungan yang
terganggu tenang dan
mendukung
3 = Cukup
13 2. terganggu
Septembe
r 2020 4 = Sedikit Sediakan
terganggu lingkungan yang
aman dan bersih
5 = Tidak
terganggu

Dengan Kriteria Cepat bertindak


Hasil : jika terdapat
panggilan bel,
1. Kontrol terhadap
yang harus selalu Kel.
gejala (201001)
dalam jangkauan ACS
2. Kesejahteraan
fisik (201002)

3. Posisi yang
nyaman (201004)

Domain II –
Kel.
Kesehatan
ACS
Fisiologis
Perawatan

26
Kelas E-Jantung Jantung
Paru
Kode NIC 4040
Status Jantung Kel.
Hal. 364-365 ACS
Paru

Kode NOC 0414


Monitor EKG,
Hal. 527 Kel.
adakah perubahan ACS
Dipertahankan ke segmen ST
level 2 sebagaimana
ditingkatkan ke mestinya
level 5
Kel.
ACS
Catat tanda dan
1 = Devisiasi besar gejala penurunan
dari kisaran normal curah jantung

2 = Devisiasi cukup
besar dari kisaran
Monitor toleransi
normal
aktivitas pasien
3 = Devisiasi
sedang dari kisaran
normal Monitor respon
pasien terhadap
4 = Devisiasi
obat antiaritmia
ringan dari kisaran
normal

5 = Tidak ada Instruksikan


Devisiasi pasien tentang
pentingnya untuk
Dengan Kriteria
segera melaporkan
Hasil :
bila merasakan
1. Irama Jantung nyeri dada
(041405)

27
2. Indeks Jantung
(041411)

3. Saturasi Oksigen
(041412)

IMPLEMENTASI

Tgl/jam No Tindakan Keperawatan dan Hasil paraf


Dx
14 1 - Melakukan pengkajian nyeri Kel.
september ACS
komprehensif yang meliputi lokasi,
2020
08.00 karakteristik, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
Hasil : Pasien telah mengatahui perkembangan
kesehatannya dan dapat mencegah komplikasi
lanjutan

14 - Memastikan perawatan analgesik bagi Kel.


september ACS
pasien dilakukan dengan pemantauan
2020
-09.00 yang ketat
WIB
Hasil : pasien berhasil meminum obat
analgesik

14 - Mendorong pasien untuk menggunakan Kel.


september ACS
obat-obatan penurun nyeri yang adekuat
2020
-10.00 Hasil : pasien mampu meminum obat
WIB
analgesic dan nyerinya berkurang

14 - Mendukung istirahat/tidur yang adekuat Kel.


september ACS
untuk membantu penurunan nyeri.
2020
- Hasil : pasien mampu istirahat/ tidur dengan
10.30.WI
nyaman
B

28
14 - Mengindari gangguan yang tidak perlu Kel.
september ACS
dan berikan waktu istirahat
2020
-11.45 Hasil : pasien mampu beristirahat dengan
WIB
nyaman dan tenang tanpa adanya gangguan

14 - Menciptakan lingkungan yang tenang Kel.


september ACS
dan mendukung
2020
-12.30 Hasil : pasien merasakan ketenangan
WIB
dilingkungan sekitarnya

14 - Menyediakan lingkungan yang aman dan Kel.


september ACS
bersih
2020
-14.00 Hasil : pasien merasakan lingkungan yang
WIB
nyaman

14 - Mempercepat tindakan jika terdapat


september Kel.
panggilan bel, yang harus selalu dalam
2020 ACS
-15.00 jangkauan
WIB
Hasil : pasien merasa puas karena
pelayanannya
14 2 - Memonitor EKG, adakah perubahan Kel.
september segmen ST sebagaimana mestinya ACS
2020 Hasil : Hasil pemeriksaan EKG didapat
-16.00 ST depresi di Lead II, III dan aVF
WIB Keadaan umum : sedang
- Mencatat tanda dan gejala penurunan Kel.
14 curah jantung ACS
september Hasil : pasien mengetahui tanda dan gejala
2020 dari penurunan curah jantung
-20.00
WIB
14 - Memonitor toleransi aktivitas pasien Kel.
september Hasil: pasien sudah bisa melakukan aktivitas ACS
2020

29
-20.30
WIB
14 - Memonitor respon pasien terhadap obat Kel.
september antiaritmia ACS
2020 Hasil : pasien mampu meminum obatnya
-22.00
WIB
14 - Mengintruksikan pasien tentang Kel.
september pentingnya untuk segera melaporkan bila ACS
2020 merasakan nyeri dada
-22.30 Hasil : pasien mampu melaporkan bila nyeri
WIB dada dirasakan kembali

EVALUASI

Tanggal No. SOAP Paraf


Dx
14 1. S : - Klien mengatakan sudah tidak merasakan Kel.
september nyeri di dad, leher, dagu, dan lengan kiri (skala ACS
2020 nyeri turun dari 8 menjadi 0)
- Pasien mengatakan nyeri sudah tidak
hilang timbul, baik saat istirahat ataupun
saat aktivitas
O : Pasien terlihat sudah tidak memegangi
dadanya
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
14 2. S : Klien tampak semangat dan tidak Kel.

30
september merasakan nyeri ACS
2020 O : Tidak tejadi hasil pemeriksaan EKG yang
abnormal
TD 135/90 mmHg,
N 98 x/menit,
RR 20 x/menit.
Hasil pemeriksaan EKG didapat
ST depresi di Lead II, III dan aVF
Keadaan umum : sedang
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kasus kegawatan dari Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang terjadi karena proses penyempitan pembuluh
darah sehingga aliran darah koroner berkurang secara mendadak. Sindrom
Koroner Akut mengakibatkan jumlah kematian yang tinggi dan meningkat
setiap tahunnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen pada jantung dan aliran darah.Sindroma koroner akut merupakan
sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut dengan atau tanpa
elevasi segmen ST serta angina pektoris tidak stabil.
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kasus kegawatan dari Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang terjadi karena proses penyempitan pembuluh
darah sehingga aliran darah koroner berkurang secara mendadak. Sindrom
Koroner Akut mengakibatkan jumlah kematian yang tinggi dan meningkat

31
setiap tahunnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen pada jantung dan aliran darah.
Sindroma koroner akut dapat menyebabkan nekrosis jaringan pada organ
jantung sehingga selain dapat menimbulkan kematian, dapat juga
menyebabkan komplikasi seperti aritmia, emboli paru, gagal jantung, syok
kardiogenik, hingaa kematian mendadak.

3.2 Saran
Diharapkan mahasiswa/i dapat memahami konsep Acute Coronary Syndrom
(ACS)

DAFTAR PUSTAKA
Dharma, Surya. 2009. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :
EGC

Doenges E. Marlynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Erik, Tapan MHA. 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta : PT Elex Media


Komputindo

Indonesian Journal for Health Sciences Vol.3, No.1, Maret 2019, Hal. 6-12

Irman, Ode dkk. 2020. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sindrom
Koroner Akut. Jawa Timur : CV. Penerbit Qiara Media

Juzar, Dafsah Arifah dkk. 2018. Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut.
Jakarta : PERKI

Oktavianus & Sari, F,S. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem Kardiovaskuler
Dewasa. Yogyakarta : Graha Ilmu

32
PERKI. Buku Ajar Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS Indonesia.
Kosasih A, editor. Jakarta ; 2016. 76-96

33

Anda mungkin juga menyukai