Anda di halaman 1dari 15

BEDAH KASUS KEPERAWATAN KRITIS DENGAN TOPIK

KESEIMBANGAN ASAM BASA MELALUI ANALISA GAS DARAH


PADA KETOASIDOSIS DIABETIKUM

MAKALAH

Disusun Oleh:

Alfian 1035181001
Endah Kartika 1035181006
Cindy Novia Rizky 1035181002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH. THAMRIN
JAKARTA, DESEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Bedah Kasus
Keperawatan Kritis Dengan Topik Keseimbangan Asam Basa Melalui Analisa
Gas Darah Pada Ketoasidosis Diabetikum ”. Adapun maksud dilaksanakannya
penulisan makalah ini, tidak lain adalah untuk memenuhi tugas yang ditugaskan
kepada penulis, sehingga penulis dan pembaca lebih memahami tentang hal
tersebut.

Melalui kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak, terutama kepada orangtua yang telah
memberi dukungan baik secara moril dan materiil, serta kepada teman-teman
kami.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
para pembaca diharapkan memberikan masukan dan saran sehingga makalah ini
dapat lebih sempurna. Dan sebelumnya penulis memohon maaf jika ada
kesalahan penulisan atau bahasa yang kurang baku dalam makalah ini. Oleh
karena itu, penulis berharap semoga isi makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi siapa saja yang memerlukannya di masa yang akan datang.

Jakarta, 26 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................
i
KATA PENGANTAR……………………………………….................................................
ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN KASUS.....................................................................................
2.1 Kasus………………………………………………………………………….
2.2 Panduan Kasus………………………………………………………………..
BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................
3.2 Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
LAMPIRAN……………………………………………………………………….
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut yang mengancam jiwa
seorang penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia
(300-600 mg/dL), asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. Kondisi kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan
natrium menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa
darah sangat tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan
sering disertai koma. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat (Tarwoto,2012). KAD sering
muncul pada penderita DM tipe 1, namun dapat juga terjadi pada penderita DM
tipe 2 pada keadaan-keadaan tertentu. KAD didiganosis melalui tes darah dan
urin. Jika tes urin positif maka akan dijumpai badan keton pada urin atau disebut
juga dengan ketonuria (PERKENI, 2011).

Insiden Ketoasidosis Diabetikum berdasarkan suatu penelitian population based


adalah 4,6-8 kejadian per 1000 pasien diabetes. Tingkat kematian dengan
Ketoasidosis Diabetikum di dunia berjumlah 5-7%. Frekuensi KAD sendiri
bervariasi antar negara dan lebih sering terjadi di negara sedang berkembang
(Setiati, 2014). Di Amerika, jumlah perawatan inap untuk pasien KAD mencapai
angka lebih dari 140.000 pasien yang dirawat per tahun pada tahun 2009 yang
meningkat dari tahun 1988 (Centers of disease Control and Prevention, 2014).
Walaupun data komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di
Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang
rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari data rumah
sakit terutama pada pasien DM tipe 2 (Tarwoto,2012).
Ketoasidosis diabetikum tanpa penatalaksanaan yang baik akan mengakibatkan
komplikasi dari pengobatan itu sendiri, seperti hipoglikemia, hypokalemia, edema
serebral dan edema paru (Tarwoto, 2012). Peningkatan mortalitas juga terdapat
pada pasien-pasien dengan usia lanjut dan atau dengan penyakit penyerta yang
berat. Ini berhubungan dengan banyaknya masyarakat yang kurang mengetahui
tentang penanganan serta pencegahan dari Ketoasidosis Diabetikum. Pada pasien
dengan ketoasidosis diabetikum biasanya ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia, asidosis dan ketosis. Keton yang berlebihan dalam tubuh
mengakibatkan keseimbangan pH darah (keseimbangan asam basa) terganggu,
sehingga darah menjadi lebih asam, dan mengakibatkan asidosis yang berbahaya
bagi tubuh, untuk itu penting dilakukan pemeriksaan analisa gas darah untuk
mengetahui apakah tubuh mengalami asidosis atau tidak, sehingga komplikasi
akibat asidosis tersebut dapat dicegah dan dilakukan penanganan yang tepat
(Stephen and william. 2011).

Oleh karena itu, penting untuk mengetahui tujuan dan prosedur terkait analisa gas
darah yang nantinya akan dihubungkan dengan kondisi ketoasidosis diabetikum,
sehingga diperlukan penjelasan terhadap hal tersebut melalui contoh nyata atau
melalui bedah kasus yang didapatkan di lapangan sehingga memperoleh
pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan prosedur analisa gas darah.

1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini diajukan untuk mengetahui atau mempelajari kasus
Ketoasidosis Metabolik (KAD) ditinjau dari hasil Analisa Gas Darah (AGD).

B. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan AGD pada tinjauan kasus?
2) Untuk mengetahui teori intreprestasi AGD?
3) Untuk mengetahui data tambahan yang dibutuhkan dalam kasus untuk
menganalisis hasil berdasarkan teori intreprestasi AGD
4) Untuk mengetahui dan menentukan hasil AGD berdasarkan teori dan
komplikasi yang terjadi pada tinjauan kasus
5) Untuk mengetahui dan menentukan tindakan yang akan dilakukan setelah
menganalisis hasil AGD.
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Kasus Keseimbangan Asam Basa (AGD)


Ny.J 53 tahun, dirawat di unit intensive dengan Ketoasidosis diabetikum, pada
pengkajian diperoleh data kesadaran menurun, GCS : E-M-V : 3-4-3. Hasil
pemeriksaan GD : 430 gr/dl, TD : 140/90 mmHg, Nadi : 100 x/menit, RR : 26
x/menit, Suhu : 37°C, nafas bau keton dan mukosa bibir tampak kering. Pasien
terpasang CPV dan hasil pengukuran +2 CmH2O.

Hasil AGD Ny. J didapatkan PH = 6,8 PaO2 = 78 ; PCO2 = 52 mEq/l ; HCO3 - =


24 mEq/l ; BE = -2 ; Saturasi : 90%.

B. Pedoman Pertanyaan
1. Tujuan pemeriksaan AGD
Pemeriksaan analisa gas darah atau (Blood Gas Analysis/ BGA) adalah suatu
pemeriksaan untuk mengetahui tekanan gas karbondioksida (CO2), oksigenasi,
kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa
(Severinghaus John,2010). Tujuan dari pemeriksaan ini antara lain untuk
mengetahui keadaan oksigen dalam metabolisme sel, efisiensi pertukaran oksigen
dan karbondioksida, mengetahui kemampuan Hb dalam melakukan transportasi
oksigen ke jaringan, mengetahui tekanan oksigen dalam darah arteri dan jaringan
secara terus menerus (Severinghaus John, 2010; William Marshall, 2008).

Pemeriksaan gas darah ini sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam
penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat dan menahun. Pemeriksaan ini juga
dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan klinis pasien dan kemajuan terapi.
Pemeriksaan analisa gas darah tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu
penyakit, harus disertai dengan pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya (John,
2010).
Pemeriksaan analisa gas darah pada klien tersebut dilakukan karena klien
menunjukkan tanda-tanda asidosis diantaranya sesak napas (RR = 24x/menit),
GDS meningkat (430 gr/dl), nafas bau keton, dan bibir tampak kering, selain itu
kesadaran klien juga menurun. Hal tersebut menandakan bahwa meningkatnya
kadar keton di dalam tubuh, sehingga untuk menentukan apakah tingkat keasaman
dalam tubuh klien meningkat maka dilakukan pemeriksaan analisa gas darah.

2. Teori mengenai pembacaan/analisis AGD (Henderson Hasellbach dan


Steward)
Intepretasi hasil analisa gas darah pada umumnya dilakukan dengan dua metode,
yaitu :
A. Henderson Hassebach (H-H)
Metode Henderson Hassebach mengklasifikasikan gangguan asam basa
didasarkan pada pengukuran dari perubahan sistem asam karbonat-bikarbonat,
yaitu buffer utama dari cairan ekstraselular. Karena buffer intraselular dan
ekstraselular berkaitan secara fungsional, pengukuran asam bikarbonat plasma
dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai buffer tubuh total.
Hubungan antara unsure-unsur bikarbonat biasanya dijelaskan menurut persamaan
Henderson-Hasselbalch: (Fauci S.A, et al., 2009). Penilaian status asam basa
menurut metode ini diawali dengan perhitungan konsentrasi pH, yaitu :

[HCO3ˉ] (mmol/L)
pH = 6,1 + log
[pCO2] (mm Hg)

Keterangan:
[HCO3ˉ] dari ginjal (basa), [pCO2] dari paru (asam)

1. Apabila kadar CO2 meningkat, maka tubuh akan


mengkompensasi dengan meningkatkan kadar sehingga
mencapai pH normal dalam tubuh
2. Apabial kadar HCO3ˉ menurun, maka tubuh akan
mengkompensasi dengan menurunkan kadar CO2
sehingga dicapai pH normal tubuh.
Asidosis didefinisikan sebagai suatu gangguan yang cenderung menambah asam
atau mengeluarkan basa dari cairan tubuh, sementara alkalosis merupakan setiap
gangguan yang cenderung mengeluarkan asam dan menambah basa. Gangguan
metabolik adalah keadaan-keadaan dimana gangguan primer terletak pada kadar
bikarbonat. Karena bikarbonat merupakan pembilang (numerator) dari rasio
garam/asam dari persamaan Henderson-Hasselbalch, peningkatan bikarbonat
menyebabkan peninggian pH (alkalemia), sementara penurunan kadar bikarbonat
menurunkan pH (asidemia). Gangguan respiratorik adalah keadaan dimana
perubahan primer terletak pada kadar karbon dioksida (asam karbonat). Seperti
yang dilihat dari persamaan Henderson-Hasselbalch, penurunan kadar karbon
dioksida menyebabkan alkalemia, sementara peningkatan kadarnya
mengakibatkan asidemia. (Fauci S.A, et al., 2009)

Kelainan pH Primer Respon Kompensasi


Asidosis Metabolik Turun HCO3ˉ turun pCO2 turun
Alkalosis Metabolik Naik HCO3ˉ naik pCO2 naik
Asidosis Respiratori Turun pCO2 naik HCO3ˉ naik
Alkalosis Naik pCO2 turun HCO3ˉ turun
Respiratori

Tabel 1 : Kelainan asam basa dan respon kompensasi

B. Metode Steward
Penilaian asam basa menurut Stewart (Stewart approach), perbedaan mendasar:
[H+] dan [HCO3-] merupakan variabel dependen yang konsentrasinya tergantung
dari perubahan variable lain (variable independent). Dalam plasma, ada 3 variabel
independent yang mempengaruhi pH:
1) Tekanan parsial CO2 (pCO2).
 CO2 adalah sisa pembakaran. Bersifat asam. sangat mudah
melewatimembran sel seperti interstisial,membran kapiler dan darah.
Dieksresi melalui paru. Tubuh memiliki banyak receptor CO2. Receptor
ini akan merespon setiap peningkatan pCO2 arteri dengan meningkatkan
ventilasi sehingga pCO2 kembali normal. Antara metode konvensional dan
metode Stewart, tidak banyak perbedaan pandangan dalam menilai peran
pCO2 terhadap pH.
2) Perbedaan konsentrasi kation kuat dengan anion kuat (strong ion
difference/SID).
 Kation kuat contohnya: natrium, anion kuat contohnya klorida. SID
merupakan selisih jumlah total konsentrasi kation kuat dengan anion kuat
dalamlarutan. – Sebagai contoh, apabila larutan mengandung Na+, K+ dan
Cl- , maka – SID = [Na+ ] + [K+ ] + [Cl-]. – Nilai SID normal = 38- 43
mEq/L.
3) Konsentrasi dari asam lemah (weak acid), contoh: albumin.
 Jumlah total konsentrasi asam lemah dalam plasma. Asam lemah yang
utama dalam plasma adalah protein (Albumin) dan Fosfat.
 Oleh karena itu, apabila kita ingin menganalisis asam basa
dengan pendekatan Stewart, kadar elektrolit harus diperiksa bersama
pemeriksaan AGD

Klasifikasi Gangguan Keseimbangan Asam-Basa Berdasarkan Prinsip Stewart

ASIDOSIS ALKALOSIS
I. Respiratori PCO2 naik PCO2 turun
II. Nonrespiratori
(metabolik)
1. Gangguan pd SID
a. Kelebihan/ [Na⁺] , SID turun [Na⁺], SID naik
kekurangan air
b. Ketidakseimbangan
anion kuat
i. Kelebihan/ kekurangan [Cl⁻] naik, SID turun [Cl⁻] turun, SID naik
Cl⁻
ii. Ada anion tak [UA⁻] naik, SID turun
terukur
2. Gangguan pd Asam
Lemah
i. Kadar albumin [Alb] naik [Alb] turun
ii. Kadar phospate [Pi] naik [Pi] turun

Tabel 2: Gangguan Keseimbangan Asam Basa

3. Data tambahan yang dibutuhkan dalam menganalisis hasil AGD berdasarkan


teori Henderson Hasellbach dan Steward
Berdasarkan kasus tersebut, analisis hasil AGD dengan metode Henderson
Hasellbach sudah dapat diintepretasikan, karena metode ini lebih berfokus pada
korelasi pH, PCO2, dan konsentrasi ion bikarbonat (HCO3) (Kurnia dkk, 2011).
Sehingga tidak diperlukan data tambahan.

Sedangkan dengan metode Steward, membutuhkan data tambahan yaitu SID dan
nilai asam lemah (weak acid). Hal tersebut dikarenakan pada metode steward
menggunakan konsep fisikokimia yang sangat menggambarkan keakuratan dari
gangguan keseimbangan asam basa, karena memperhatikan parameter lain yang
mempengaruhi tingkat keasaman tubuh (Kurnia dkk, 2011).

Berikut adalah perbedaan parameter yang digunakan pada kedua metode tersebut

Cara Parameter yang Ganggu Parameter Asidosis Alkalosis


Penilai diukur an abnormal
an asam-
basa
-
H-H pH, PCO2,HCO3 ,BE Respiratorik PCO2 PCO2 PCO2 

Metabolik HCO 3
-
HCO3
-
 HCO -

3
atau BE BE  BE 

Stewart pH, PCO2, Respiratorik PCO2 PCO2 PCO2 


SID (Na+,K+,Cl-
,Laktat-),ATOT
(albumin, fosfat) Metabolik SID SID  SID 
ATOT Albumin Albumin
 
Fosfat  Fosfat 
4. Tentukan hasil AGD diatas berdasarkan teori Henderson Hasellbach dan
Steward
Berdasarkan metode Henderson Hasellbach, diketahui hasil analisa AGD pada
kasus tersebut adalah asidosis respiratorik. Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan
AGD yang menunjukkan pH = 6,8 (turun), PCO2 = 52 mEq/, dan HCO3 - = 24
mEq/l (Normal).

Sedangkan dengan metode steward tidak dapat ditentukan hasil AGD karena
parameter atau komponen lain dalam menggambarkan hasil AGD tidak
dicantumkan dalam kasus.

5. Komplikasi yang terjadi jika gangguan asam basa tidak diatasi


Menurut Tarwoto (2012) gangguan asam basa pada kasus tersebut adalah
terjadinya asidosis respiratorik sehingga komplikasi yang dapat timbul yaitu :
a. Hiperkapnea mendadak (kenaikan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi nadi dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, kusust piker, dan
perasaan penat pada kepala.
b. Peningkatan akut pada PaCO2 hingga mencapai 60 mmHg atau lebih
mengakibatkan : somnolen, kekacauan mental, stupor, dan akhirnya koma,
juga menyebabkan sindrom metabolic otak, yang dapat timbul asteriksis
(flapping tremor) dan mioklonus (kedutan otot).
c. Retensi O2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, maka kongesti
pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan tekanan intra
kranial dan dapat bermanifestasi sebagai papilladema (pembengkakan dikus
optikus yang terlihat pada pemeriksaan dengan optalmoskop).
d. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat konsentrasi hydrogen memperburuk
mekanisme kompensatori dan berpindah kedalam sel, sehingga menyebabkan
kalsium keluar dari sel.

6. Tentukan tindakan yang akan dilakukan setelah hasil AGD dianalisis


Menurut Baradero (2009) penatalaksaan gangguan asam basa tergantung dari
jenisnya.pada kasus tersebut klien mengalami asidosis respiratorik. Sehingga
penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pengobatan Diarahkan Untuk Memperbaiki Ventilasi Efektif Secepatnya
Dengan :
a. Pengubahan posisi dengan kepala tempat tidur keatas atau posisi pasien dalam
posisi semi fowler (memfasilitasi ekspansi dinding dada).
b. Latih untuk nafas dalam dengan ekspirasi memanjang (meningkatkan
ekshalasi CO2).
c. Membantu dalam ekspektorasi mucus diikuti dengan penghisapan jika
diperlukan (memperbaiki fentilasi perfusi).

2. Pemberian preparat farmakologi yang digunakan sesuai indikasi. Contohnya :


bronkodilator membantu menurunkan spasme bronchial, dan antibiotic yang
digunakan untuk infeksi pernafasan.
3. Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk
membersihkan saluran pernafasan dari mucus dan drainase purulen.
4. Hidrasi yang adekuat (2-3x/hari) diindikasikan untuk menjaga membran
mukosa tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan sekresi.
5. Kadar O2 yang tinggi (75%) aman diberikan pada pasien selama 1-2 hari
bilamana tidak ada riwayat hiperkapnea kronik.
6. Ventilasi mekanik, mungkin diperlukan jika terjadi krisis untuk memperbaiki
ventilasi pulmonari.
7. Pemantauan gas darah arteri secara ketat selama perawatan untuk mendeteksi
tanda-tanda kenaikan PaCO2 dan kemunduran ventilasi alveolar.
8. Penggunaan masker non reabrething mask untuk menurukan tingkat CO2 di
dalam tubuh namun tetap menjaga O2 tetap dalam batas normal.

Pasien dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml
cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9
– 7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan
diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH >
7,0 (ADA, 2011)
Pada kasus tersebut diketahui bahwa pH klien adalah 6.8, selain PCO2 = 52 mEq/l dan
HCO3- = 24 mEq/l. ini menunjukkan asidosis respiratorik tampa adanya kompensasi,
sehingga diperlukan koreksi bicnat sesuai dengan pedoman yaitu 100 mmol natrium
bikarbonat ditambahkan ke dalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan
kecepatan 200 ml/jam. Selain itu sebagaimana natrium bikarbonat, pemberian insulin
juga akan diberikan karena GDS pada klien tersebut tinngi. Pemberian terapi ini akan
menurunkan kadar kalium serum, oleh karena itu pemberian kalium harus terus
diberikan secara intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah itu pH darah vena
diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap 2 jam jika
perlu (ADA, 2011)

1. American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes Care


2004;27(1):94- 102.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Tekhnik


Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Centers of disease Control and Prevention. (2014). Number of Hospital
Discharger with Diabetic Ketoacidosis (DKA) AS First-Listed
Diagnosis. United States.
http://www.cdc.gov/diabetic/statistics/dkafirst/figl.htm
IDF. (2017). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International Diabetes Federation
2017. Diakses Pada tanggal 01 Juli 2018 pukul 11.30. dari
http://www.diabetesatlas.org/
PERKENI. (2011). Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta : PERKENI.
Setiati. S dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi ke-6.
Jakarta; Interna Publishing Hal 2375-80
Stephen and William. 2011. Pathophysiology of Disease: An Introduction to
Clinical medicine (Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju
Kedokteran Klinis Edisi 5). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tarwoto, Wartonah, Taufik, I., & Mulyati, L. (2012). Keperawatan Medikal


Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai