Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SGD

MODUL HATI DAN SALURAN EMPEDU


SKENARIO-3
PERUT MEMBESAR

Dosen Tutor :

dr. Dewi Yanti Handayani, M. Ked. (ClinPath), Sp. PK

Disusun Oeh :

TIYAS UTAMI
71210811068

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah dari pelaksanaan SGD ( Small Group Discussion ), yang berjudul
“PERUT MEMBESAR” dengan tepat waktu.
Kami juga megucapkan terima kasih kepada dosen tutorial SGD 7 Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara, dr. Dewi Yanti Handayani, M. Ked. (ClinPath), Sp. PK
yang telah membimbing kami selama proses pelaksanaan SGD (Small Group Discussion).
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kami dalam bidang studi kedokteran yang
menggunakan metode PBL (Problem Based Learning). Kami berusaha menyajikan makalah ini
dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua kalangan untuk mempermudah dalam
penyampaian informasi. Makalah ini pula kita susun untuk memperluas dan menambah wawasan
para pembaca, khusunya mahasiswa kedokteran untuk melatih keterampilan dan menambah
wawasan.
Dalam pembuatan makalah ini telah disadari terdapat banyak kekurangan dan masih jauh
dari kata sempurna untuk itu, kami mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menyampaikan saran dan kritik guna penyempurnaan laporan tutorial ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
Wasalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Medan, 20 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
SKENARIO ............................................................................................................................ .iii
BAB I .........................................................................................................................................2
PENDAHULUAN......................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................2
1.2 Terminologi .................................................................................................................... 3
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................................3
1.4 Analisis Masalah............................................................................................................. ..3
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................5
2.1 Definisi Sirosis Hepatis .....................................................................................................5
2.2 Etiologi Sirosis Hepatis ......................................................................................................5
2.3 Patogenesis Sirosis Hepatis ................................................................................................6
2.4 Gejala dan Tanda Sirosis Hepatis .................................................................................... ..6
2.5 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis .......................................................................... ..7
2.6 Klasifikasi Sirosis Hepatis .............................................................................................. ..8
2.7 Komplikasi Sirosis Hepatis ............................................................................................. ..9
2.8 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis ...................................................................................... ..9
2.9 Faktor resiko, patogenesis, tanda-tanda fatty liver dan cara mendiagnosa………………. 10
BAB III .................................................................................................................................... 14
PENUTUP ............................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 14

3.2 Saran ............................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15

ii
SKENARIO

Seorang laki laki usia 60 tahun datang ke unit gawat darurat dengan keluhan perut
membesar sejak 2 bulan ini, awalnya tidak terlalu besar tapi lama kelamaan semakin membesar
sehingga pasien merasa nafasnya menyesak. Keluhan disertai rasa mual, cepat merasa lelah,
tidak nafsu makan dan bengkak pada kedua tungkai sejak 4 minggu yang lalu.
Pemeriksaan fisik tampak sakit berat, kesadaran kompos mentis. tekanan darah 110/75
mmHg, denyut nadi 68x/menit, suhu afebril, konjunctiva kuning. Perut tampak membuncit,
hepar tidak teraba, lien teraba di schuffner 1, edema kedua tungkai.
Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb9 g/dL, leukosit; 4000 μL, kadar albumin 2,3g/dL,
globulin 4 g/dL.

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sirosis hati adalah suatu keadaan penyakit yang mengakibatkan cedera hati yang terjadi
dalam jangka waktu lama dan menimbulkan kerusakan serius pada struktur hati. Akibatnya, kerja
hati seperti produksl berbagai zat yang dibutuhkan tubuh dan fungsi penetralisasi zat racun yang
masuk ke dalam tubuh menjadi berkuranq.
Sirosis hati cenderung tidak mudah diobati. Penyaklt ini dapat berkembang sebagai akibat
dari infeksi hepatitis B dan C menahun, penyakit hati karena konsumsi alkohol yang berlebihan,
dan autoimun. Sirosis juga lebih sering terjadi pada orang dengan kelebihan berat badan
(obesitas) dan perlemakan hati atau menumpuknya lemak di organ hati
Bila tidak diobati, sirosis hati dapat berujung pada komplikasi, berkembang menjadi kanker
hati, hingga kematian. Menurut Riset Kesehatan Oasar (Riskesdas, 2013), diperkirakan sebanyak
18 juta orang menderita hepatitis B dan 3 juta orang menderita hepatitis C di Indonesia. Sekitar
50 persen dari orang tersebut memiliki penyakit hati yang berpotensi kronis dan 10 persen nya
menuju sirosis hati. Sementara itu, satu kasus sirosis hati membutuhkan biaya
pengobatan sekitar Rp 1 miliar dan pengobatan kanker hati sekitar Rp 5 miliar dengan angka
kesembuhan yang minimal. (Kemenkes, 2017).Gejala sirosis hati umumnya berhubungan dengan
komplikasinya.
Pada tahap sirosis hati ringan, bisa tidak terlihat adanya gejala sama sekali. Jika sudah
muncul gejala, kerusakan hati umumnya sudah meluas. Gejala sirosis hati, antara lain kehilangan
selera makan, keletihan, kekurangan energi, dan mudah menqantuk; pembengkakan pada
pergelangan kaki dan perut atau edema; penurunan atau kenaikan berat badan secara tiba-tiba;
demam dan menggigil; sesak napas; kulit dan putih mata berwarna kuning atau sakit kuning
(jaundice).Komplikasi sirosis hati yang sering ditemukan, antara lain peritonitis bakterial
spontan, yaitu infeksi cairan pada rongga selaput perut.
Gejala yang dapat muncul, antara lain berupa nyeri perut dan demam. Komplikasi sirosis
pada susunan saraf pusat dapat berupa ensefalopati hepatik, yaitu kelainan neuropsikiatri karena
gangguan detoksifikasi oleh hati. Pasien mula-mula mengalami gangguan tidur seperti insomnia
atau sukar untuk tidur, kemudian kesadarannya terganggu hingga berlanjut menjadi koma.

2
Gangguan fungsi ginjal juga dapat terjadi sebagai komplikasi sirosis yang ditandai dengan
peningkatan ureum dan kreatinin.
Komplikasi sirosis yang sering dijumpai adalah varises esofagus atau pelebaran
pembuluh darah yang berada di kerongkongan sehingga bila tekanan semakin tinggi dapat
berakibat pecah pembuluh darah.

1.2 Terminologi
1. Schuffner : pemeriksaan fisik pada abdomen dengan cara palpasi untuk mengetahui
pembesaran limfa ke arah medial
2. Suhu afebril : Suhu tanpa demam
3. Fatty liver : Hati yang berlemak
4. Eritem : Kemerahan pada kulit yang dihasilkan kongesti pembuluh kapiler

1.3 Rumusan Masalah


1. Laki-laki usia 60 tahun datang ke UGD dengan keluhan perut membesar sejak 2 bulan,
sehingga pasien mengalami sesak napas
2. Keluhan disertai rasa mual, cepat merasa lelah, tidak nafsu makan, dan bengkak pada
kedua tungkai kaki sejak 4 minggu lalu.
3. Pemeriksaan fisik tampak sakit berat, konjungtiva kuning, lien teraba di schuffner 1, dan
edema kedua tungkai
4. Hasil laboratorium, Hb 9g/dL, albumin menurun dan gobulin meningkat

1.4 Analisis Masalah


1. Berapa kadar normal :
• Albumin normal nya 3,8-5,1 g/dl
• hemoglobin laki-laki : 14-18 g/dl, perempuan : 12-16 g/dl
• Leukosit : 3500-10.500
• Globulin : 2,8-3,2 g/dl
2. Apa gejala dari fatty liver?
Fatty liver biasanya jarang menimbulkan keluhan, tapi jika kondisi ini terjadi terus menerus
bisa menyebabkan daerah ulu hati keras, tidak nyaman atau nyeri tumpul pada daerah perut
kanan atas, kadang kembung, mual dan muntah

3
3. Apa diagnosa penyakit dari skenario di atas?
Jawab : Sirosis hepatis
4. Apa yang menyebabkan edema pada kedua tungkai pasien?
• Terjadinya penyumbatan cairan atau sumbatan pada tungkai pasien

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sirosis Hepatis


Kata sirosis berasal dari kata Yunani kirrho yang berarti “Orange atau kuning
kecoklatan” dan osis yang berarti “kondisi”. Menurut World Health Organization (WHO) siros
adalah proses difus yang ditamdai oleh fibrosis dan perubahan arsitektur hati yang normal
menjadi nodul-nodul yang abnormal secara structural sehingga tidak memiliki bentuk lobular
yang normal.
Fibrosis adalah respons umum terhadap cedera hati yang ditandai oleh akumulasi dari
extracellilar matrix (ECM). Cedera hati yang berkepanjangan menyebabkan peradangan kronis,
deposisi ECM yang berlebihan dan perkembangan jaringan parut.

2.2 Etiologi Sirosis Hepatis


Di negara barat tersering diakibatkan oleh alcohol, sedangkan di Indonesia terutama
akibat infeksi virus hepatitis B atau C. hasil penelitian di Indonesia menyebutkan HBV
menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan HCV 30-40%.
Hepatitis C lebih banyak menyebabkan hepatitis di Eropa dan Amerika, sedangkan di
Asia dan Afrika lebih banyak hepatitis B.Etiologi terjadinya sirosis antara lain karena
konsumsi alkohol kronis, penyakit hepatis B, C dan D, penyakit hati metabolit, penyakit hati
kolestasis, dan pemakaian obat seperti isoniazid, metildopa, estrogen, dan steroid

5
2.3 Patogenesis Sirosis Hepatis
Sirosis hepatik terjadi akibat adanya cidera kronik-reversibel pada parenkim hati disertai
timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis), pembentukan nodul degeneratif
ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit ,
kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan
vaskular berakibat pembentukan vaskular intra hepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena
porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika), dan regenerasi nodular parenkim hati
sisanya.
Fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati. Aktivasi ini dipicu oleh faktor
pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel Kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utama
matrix ekstraselular (ECM) setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan ECM disebabkan
adanya pembentuk jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi oleh
beberapa sitokin seperti transforming growth factor β (TGF – β) dan tumor necrosis factors.
Deposit ECM di space of Disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu
kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal aliran
vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang harus dimetabolisasi oleh hepatosit akan
langsung masuk ke aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk
ke darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi hepatoseluler.

2.4 Gejala dan Tanda Sirosis Hepatis


Gejala stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Bila sirosis

6
hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati
dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu
tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah
dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.
Tanda Klinis Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu :
1. Adanya icterus.
2. Timbulnya asites dan edema.
3. Hati yang membesar.
4. Hipertensi portal.

2.5 Pemeriksaan Penunjang Siros Hepatis


1. Laboratorium
a. Tes biokimia hati
-SGOT/SGPT: dapat meningkat tapi tak begitu tinggi, biasanya SGOT lebih meningkat
dari SGPT, dapat pula normal
b. Alkali fosfatase: dapat meningkat 2-3x dari batas normal atau normal
c. GGT: dapat meningkat atau normal
d. Bilirubin: dapat normal atau meningkat Albumin: menurun
e. Globulin meningkat: rasio albumin dan globulin terbalik
f. Waktu protrombin: memanjang
Laboratorium lainnya
Sering terjadi anemia, trombositopenia, leukopenia, netropenia dikaitkan dengan
hipersplenisme. Bila terdapat asites, periksa elektrolit, ureum, kreatinin, timbang setiap hari,
ukur volum urin 24 jam dan ekskresi natrium urin.
a. Pencitraan
• USG : sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan ada tidaknya massa, pada
sirosis lanjut hati mengecil dan nodular, permukaan ireguler, peningkatan ekogenitas
parenkim hati, vena hepatika sempit dan berkelok-kelok.

7
• Transient Elastography
• CT scan: informasi sama dengan USG biaya relatif mahal, MRIsdal yang
• EEG bila ada perubahan status neurologis
Mencari etiologi: serologi hepatitis (HbsAg, anti HCV), hepatitis autoimun (ANA,
antibodi anti-smooth muscle), pemeriksaan Fe dan Cu (atas kecurigaan adanya penyakit Wilson),
pemeriksaan a,-antitripsin (atas indikasi pada yang memiliki riwayat merokok dan mengalami
PPOK), biopsi hati.
2. Gambaran Patologi Anatomi Sirosis Hepatis

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan menjadi makronodul ( > 3mm) yang


disebabkan oleh virus hepatitis B dan mikronodul (< 3mm) yang disebabkan oleh alcohol).

2.6 Klasifikasi Sirosis Hepatis


Sirosis secara konvensional di klasifikasi kan sebagai makronodular (besar nodul lebih
dari 3 mm) atau mikronodular atau campuran mikro dan makronodular sebagian besar jenis
Sirosis dapat di klasifikasi kan secara etiologis dan morfologis menjadi :
a) Alkoholik
b) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
c) Biliaris
d) Kardiak
e) Metabolik, keturunan, dan terkait obat

8
Secara klinis dan fungsional dibagi menjadi :
1) Sirosis hepatis kompensata : stadium awal dan biasanya tidak terdeteksi
2) Sirosis hepatis dekompensata : disertai tanda-tanda kegagalan hepatocellular dan
hipertensi portal.

2.7 Komplikasi Sirosis Hepatis


Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasi, kualitas hidup pasien sirosis
diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasi.
1) Komplikasi yang sering dijumpai : Peritonitis bacterial spontan  infeksi cairan asites
oleh satu jenis bakteri tanpa adanya infeksi sekunder.
2) Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.
3) Enselopati hepatic  kelainan neuropsikiatrik (insomnia dan hipersomia) 
menimbulkan gangguan kesadaran yang berlanjut  koma.

2.8 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis


a. Terapi sirosis kompensata
1. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati
2. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal data menghambat kolagenik
3. Pada hepatitis autoimun diberikan steroid atau imunosupresif
4. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal
dan diulang sesuai kebutuhan
5. Pada penyakit hati non-alkoholik  menurunkan berat badan dan memperbaiki pola
hidup.
6. Pada hepatitis B : Interferon alfa dan lamivudine (analog nukleosida)  terapi utama
- Lamivudine sebagai terapi lini pertama diberi 100mg (secara oral) setiap hari selama
setahun

9
- Interveron alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3x seminggu selama 4-6
bulan, namun masih banyak pasien yang kambuh
7. Pada hepatitis C kronik : kombinasi interferon dan ribavirin (terapi standar). Interveron
diberikan secara suntikan subkutan, dosis 5 MIU 3x seminggu dan dikombinasi ribavirin
800-1000mg/hari selama 6 bulan.
b. Terapi sirosis hepatis dekompensata
1) Asites : tirah baring dan diawali diet rendah garam dan diberi obat diuretic. Respon
diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edeme
kaki dan 1kg/hari dengan adanya edema kaki.
2) Ensefalopati hepatic  laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia,
Neomisin membantu mengurangi bakteri usus penghasil ammonia.
3) Varises esophagus  sebelum/sesudah berdarah diberi obat penyekat beta (propranolol)
saat perdarahan akut diberi preparat somatostatin/oktreotid diteruskan dengan tindakan
skleroterapi.
4) Peritonitis bacterial spontan  antibiotic (sefotaksim intravena, amoxilin/aminoglikosida

2.9 Faktor resiko, patogenesis, tanda-tanda fatty liver dan cara mendiagnosa.
Faktor risiko: obesitas, diabetes melitus, hipertrigliserida, obat-obatan (amiodaron,
tamoksifen, steroid, estrogen sintetik), dan toksin (pestisida). Berdasarkan tingkat gambaran
histopatologik ada beberapa perjalanan ilmiah penyakit ini yaitu perlemakan hati sederhana,
steatohepatitis, steatohepatitis yang disertai fibrosis dan sirosis.
1. Alkoholik fatty liver
Steatosis hepatoseluler disebabkan oleh alkohol melalui beberapa mekanisme. Pertama,
metabolism etanol oleh enzim alkohol dehidrogenase dan asetaldehid dehidrogenase
menyebabkan pembentukan nicotinamide-adenin dinucleotide (NADH) dalam jumlah besar.
NADH meningkatkan pemindahan substrat menjauh dari katabolisme dan menuju biosintesis
lipid. Kedua etanol mengganggu pembentukan dan sekresi lipoprotein. Efek selanjutnya
menyebabkan akumulasi lipid intraseluler. Penyebab hepatitis alkoholik masih belum
jelas,namun mungkin berasal dari satu atau lebih efek toksikproduk sampingan dari etanol atau
metabolitnya:

10
a. Asetaldehid (metabolit utama etanol) memengaruhi peroksidasi lipid dan membentuk
ikatan asetaldehid-protein yang dapat menyebabkan kerusakan sitoskeleton dan fungsi
membran.
b. Alkohol secara langsung memengaruhi fungsi mitokondria dan kelenturan membran.
c. ROS (reactive oxygen species) terbentuk pada saat proses oksidasi etanol oleh sistem
oksidasi etanol di mikrosom yang menyebabkan kerusakan membrane dan protein. ROS
juga diproduksi oleh neutrofil yang menginfiltrasi hepatosit yang nekrosis.
Karena pembentukan asetaldehid dan radikal bebas terbanyak di area sentrilobular,area
tersebut paling rentan terhadap jejas. Fibrosis periseluler dan perisinusoid pertama-tama terjadi
di area lobular. Infeksi virus hepatitis terutama hepatitis C merupakan infeksi yang banyak
berperan sebagai akselerator kerusakan hati pada alkoholik.
Prevalensi infeksi hepatitis C pada pasien dengan penyakit hati alkoholik berkisar 30%
(bisa terjadi sebaliknya). Sirosis hanya terjadi pada sedikit individu dengan alkoholik kronis,
penyebab fenomena ini belum diketahui. Pada penghentian total konsumsi alkohol,diketahui
dapat menyebabkan regresi fibrosis parsial, nodul regenerasi yang berukuran kecil dapat
mengalami regenerasi parenkimal menjadi nodul regenerasi yang lebih besar jarang, terjadi
regresi menyeluruh pada sirosis.
2. Non alcoholic fatty liver
Masalah utama yang menyebabkan NAFLD adalah obesitas dan resistensi insulin,
resistensi insulin terjadi pada jaringan lemak dan jaringan hati. Kombinasi kedua faktor di atas
meningkatkan mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan lemak, yang kemudian dibawa ke
jaringan hati, dan akan menstimulasi sintesis asam lemak di sel hati.
Diperkirakan lebih dari setengah lemak yang ditemukan di hepatosit pada NAFLD berasal
dari jaringan lemak, sisanya sebagian besar berasal dari sintesis asam lemak de novo di sel hati.
Bagaimana akumulasi lemak di hepatosit memengaruhi perkembangan NASH belum diketahui
dengan pasti, dan mungkin melibatkan beberapa mekanisme yang saling berkaitan.
Lemak yang berlebihan di jaringan hati dan molekul intermediat metabolisme lemak akan
meningkatkan resistensi insulin di hati dan menyebabkan sel hati lebih peka terhadap efek toksik
sitokin inflamasi, yang diproduksi dalam jumlah yang lebih besar pada kondisi sindrom
metabolik. Selain itu, hepatosit pada pasien dengan NASH memperlihatkan aktivitas

11
inflamasom, yang mungkin disebabkan oleh efek langsung atau tidak langsung dari lemak
tertentu, yang akan meningkatkan pelepasan sitokin pro-inflamasi IL1 lokal.
Produk metabolisme lipid yang lain ada yang memiliki efek toksik langsung terhadap
hepatosit; kemungkinan mekanisme yang juga berperan antara lain peningkatan produksi ROS
(reactive oxygen species), induksi stres ER (endoplasmic reticulum) dan gangguan fungsi
mitokondria. Jejas hepatosit yang disebabkan oleh akumulasi berbagai kerusakan tersebut akan
mengaktivasi sel stelata, penimbunan kolagen dan fibrosis hati, yang terjadi bersamaan dengan
kerusakan sel hati akan mengakibatkan NASH yang lengkap (berkembang sepenuhnya).

• Tanda tanda perlemakan hati


Gejala NAFLD, jika ada biasanya ringan dan tidak spesifik (paling umum adalah nyeri
abdomen kuadran kanan atas). Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala sama sekali dan
diagnosis ditegakkan secara tidak sengaja. Riwayat terperinci mengenai konsumsi alkohol harus
diperoleh. Temuan pada pemeriksaan fisik berupa sindrom metabolik: umumnya obesitas
(terutama obesitas abdomen), komplikasi diabetes, hipertensi, dan akantosis nigrikans
(pigmentasi gelap dari kulit pada ketiak dan leher berkaitan dengan resistensi insulin). Hati
biasanya ditemukan normal, namun hepatomegali dapat terjadi.
• Diagnosis
1. Anamnesis
2. Umumnya pasien tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda penyakit hati, Beberapa
pasien mengeluhkan rasa lemah, malaise, rasa mengganjal di perut kanan atas. Riwayat
konsumsi alkohol, riwayat penyakit hati sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik

12
Dapat ditemukan adanya kelebihan berat badan, hepatomegali, komplikasi sirosis yaitu
asites, perdarahan varises. Sindrom resistensi insulin: obesitas (lemak viseral).
3. Pemeriksaan Penunjang
• Fungsi hati: peningkatan ringan (<4 kali) AST (aspartate aminotransferase), ALT
(alanine aminotransferase). AST>ALT pada kasus hepatitis karena alkohol.
• Alkali fosfatase, gamma GT (glutamil transferase): dapat meningkat
• Bilirubin serum, albumin serum, dan prothrombin time: dapat normal, kecuali pada
kasus NAFLD terkait sirosis hepatis.
• MRI: deteksi infiltrasi lemak
• Biopsi hati : baku emas diagnosis. Ditemukan 5-10% sel lemak dari keseluruhan
hepatosit, peradangan lobulus, kerusakan hepatoselular, hialin Mallory dengan atau
tanpa fibrosis. Kegunaan biopsy hati: membedakan steatosis non alkoholik dengan
perlemakan tanpa atau disertai inflamasi, menyingkirkan etiologi penyakit hati lain,
memperkirakan prognosis, dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sirosis hati merupakan “end stage liver disease” yang sering menimbulkan kematian pada
penderitanya. Hepatitis C dapat mengakibatkan sirosis hati lebih sering dari hepatitis tipe
lainnya. Hal ini disebabkan karena hepatitis C bersifat asimptomatik dan perkembangan hepatitis
C cenderung menjadi kronis. Pencegahan dan terapi hepatitis C dini dapat mencegah timbulnya

3.2 Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu
pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
makalah diatas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ester, Kumar Abbas. Buku Ajar Patologi Dasar.2020. Elsevier.(diakses pada 20 Oktober 2021)
Hasan I. Penyakit fatty liver. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h. 2000-6.(diakses pada 20 Oktober 2021)
Lovena,Angela. 2017. Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis. (diakses pada 20 Oktober 2021)
Saskara, Pande Made Aditya. Laporan Kasus: Sirosis Hepatis. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.(diakses pada 20 Oktober 2021)
Halim Mubin,A PANDUAN PRAKTIS ILMU PENYAKIT DALAM : diagnosis dan terapi. Ed.
2. – Jakarta : EGC, 2007.

15

Anda mungkin juga menyukai