Anda di halaman 1dari 15

Abses hati

Dr. Wika Hanida Lubis, SpPD, K-Psi


Definisi
 Abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi
debris nekro-inflamatori purulen di dalam parenkim hati
yang disebabkan oleh amuba, terutama entamoeba
hystolitica  manifestasi extraintestinal tersering dari
amubiasis
 Terjadi pada 10% populasi dunia, sering terjadi di daerah
tropis dan subtropis
 Dewasa : anak-anak = 10 : 1
 Amubiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga penyebab
kematian setelah schistosomiasis dan malaria
Patogenesis
Gejala dan tanda klinis
 Nyeri perut kanan atas (75-90%), lebih berat dibanding
piogenik
 Nyeri spontan perut kanan atas disertai penderita jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di
atasnya  gambaran khas
 Mempunyai riwayat diare atau disentri (20%)
 Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan
tubuh, pembesaran hati disertai nyeri sering dijumpai
 Demam sering bersifat intermitten, malaise, mialgia dan
atralgia
 Dapat terdengan friction rub di hati, kadang-kadang
pericardial rub dan peritonitis
Diagnosis
 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
 Aspirasi cairan abses  gambaran pasta coklat kemerahan dan
berbau sedikit, tropozoit hanya didapatkan 20%
 USG abdomen  sensitivitas 80-90%, didapatkan lesi hipoechoic
dengan internal echoes
 CT scan abdomen dengan kontras  dapat melihat seluruh kavitas
peritoneal jika ada lesi primer
 MRI  tidak memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibanding CT
scan
 Tes serologi (ELISA, indirect hemagglutination, cellulose acetate
precipitin, counterimunoelectrophoresis, immunoflourescent
antibody, tes rapid latex agglutination) sensitivitas 95% dan
spesifisitas >95%
Kriteria diagnosis menurut Sherlock (2002)
 Adanya riwayat berasal dari daerah endemis
 Pembesaran hati pada laki-laki muda
 Respon baik terhadap metronidazole
 Leukositosis tanpa anemia pada riwayat sakit yang tidak
lama dan leukositosis dengan riwayat sakit lama
 Ada dugaan amubiasis pada pemeriksaan foto thorax PA
dan lateral
 Pada pemeriksaan Scan didapatkan filling defect
 Tes flourescen antibodi amuba positif
Diagnosis banding
 Kista hepar
 Keganasan pada hati
 Abses hati piogenik
Perbedaan abses hati piogenik dan abses hati amuba
Penatalaksanaan
 Medikamentosa
 Metronidazole : 3x750 mg per oral selama 7-10 hari, atau
Nitoimidazole kerja panjang (Tinidazole 2 gr dan Ornidazole 2 gr
PO) dosis tunggal
 Eradikasi kista dan mencegah transmisi : Iodoquinol 3x650 mg
selama 20 hari, Diloxanide furoate 3x500 mg selama 10 hari,
Aminosidine
 Paramomycin : 25-35 mg/kgbb/hari per oral terbagi 3 dosis selama 7
hari atau lini kedua Diloxanide furoate 3x500 mg per oral selama 10
hari
 Emetine dan klorokuin : klorokuin fosfat 1000 mg (chloroquine base
600 mg) diberikan PO selama 2 hari dan dlanjutkan dengan 500 mg
(Chloroquine base 300 mg) selama 2-3 minggu  berefek samping
pada kardiovaskuler dan gastrointestinal
 Aspirasi jarum perkutan
 Digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik
khususnya pada pasien dengan lesi multipel
 Risiko tinggi terjadinya ruptur abses

 Drainase perkutan
 Dilakukan dengan USG guidance atau CT scan abdomen
 Penyulit : perdarahan, perforasi organ intraabdomen, infeksi,
human error (kesalahan penempatan kateter untuk drainase)
 Drainase secara operasi
 Jarang dikerjakan kecuali pada kasus tertentu seperti abses
dengan ancaman ruptur atau secara teknis susah dicapai atau
gagal dengan aspirasi biasa/ drainase perkutan

 Reseksi hati
 Dilakukan jika didapatkan abses hati dengan karbunkel (liver
carbuncle) dan disertai dengan hepatolithiasis, terutama pada
lobus kiri hati
Berdasarkan kesepakatan PEGI dan PPHI :
 Abses hati dengan diameter 1-5 cm : terapi
medikamentosa, bila respon negatif dilakukan aspirasi
 Abses hati dengan diameter 5-8 cm : terapi aspirasi
berulang
 Abses hati dengan diameter ≥8 cm : drainase perkutan
Komplikasi
 Ruptur abses ke dalam :
o Regio thorax (fistula hepatobronkial, abses paru, empiema amuba)
o Perikardium (gagal jantung, perikarditis, tamponade jantung)
o Peritoneum (peritonitis, ascites)
 Infeksi sekunder (bersifat iatrogenik setelah tindakan aspirasi)
 Lain-lain :
o Gagal hati fulminan
o Hemofilia
o Obstruksi vena cava inferior
o Sindrom Budd-chiari
o Abses serebri (secara hematogen)
Prognosis
 Mortalitas <1% jika tanpa penyulit
 Mortalitas 20% jika terjadi ruptur ke dalam peritoneum
 Mortalitas 32-100% jika terjadi ruptur ke dalam
perikardium
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai