Anda di halaman 1dari 39

Asuhan keperawatan klien

dengan obstruksi pada


usus, anus dan rektum
Oleh
Wiyadi S.Kep.Ns
1. Obstruksi usus
 Obstruksi usus didefinisikan
sebagai gangguan aliran
normal isi usus sepanjang
saluran usus dapat kronis
atau akut, partial atau
total.
jenis obstruksi
 ilius paralitik (ilius adinamik),
dimana peristaltik usus dihambat
sebagian akibat pengaruh toksin
atau trauma yang mempengaruhi
kontrol otonom pergerakan usus
 obstruksi mekanik, dimana
terdapat obstruksi intralumen atau
obstruksi mural oleh tekanan
ekstrinsik.
Etiologi
 Obstruksi
nonmekanik atau
ilius adinamik sering
menyertai
pembedahan
abdomen dimana
terdapat refleks
penghambatan
peristaltik akibat
visera abdomen
yang tersentuh
tangan.
lanjutan
• obstruksi mekanik
berhubungan dengan golongan
usia yang terserang dan tempat
obstruksi , Sekitar 50% dari
semua obstruksi terjadi pada
usia pertengahan dan orang tua,
dan timbul akibat perlekatan
yang terjadi karena
pembedahan sebelumnya ,
tumor dan volvulus ( usus
terpelintir).
Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan
teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang
ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus
ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresi ke
dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi
dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan
dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh dari kehilangan ini adalah penciutan
ruang ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi,
penurunan curah jantung, penurunan perfusi jaringan
dan asidosis metabolik.
Manifestasi klinis

Gejala-gejala penting obstruksi usus halus:


 nyeri, muntah, konstipasi absolut dan
peregangan abdomen tetapi flatus dan
feses mungkin dapat dikeluarkan pada
permulaan obstruksi usus halus
obstruksi usus besar :
Konstipasi absolud
Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan elektrolit dan darah lengkap
akan menunjukkan gambaran dehidrasi
dan kehilangan volume plasma dan
kemungkinan infeksi.
 Foto polos abdomen
Menunjukkan adanya distensi kolon.
Pemeriksaan radiogram abdomen
 Pemeriksaan radiogram abdomen
menunjukkan kuantitas abnormal dari gas
dan/atau cairan dalam usus
 Obstruksi mekanik usus halus ditandai oleh
udara dalam usus halus, tetapi tidak pada
kolon. Sedangkan obstruksi kolon ditandai
oleh gas di seluruh kolon, tetapi sedikit atau
tidak ada gas dalam usus halus.
Penatalaksanaan
Obstruksi usus halus:
 Dekompresi usus melalui selang usus
halus atau nasogastrik
 Terapi intravena untuk mengganti cairan,
natrium, klorida, dan kalium.
 Pembedahan (anastomosis ileoanal,
yaitu penyambungan bagian ilium ke
anus)
Obstruksi usus besar
Kolonoskopi dapat dilakukan untuk
membuka lilitan dan dekompresi usus.
Sekostomi, pembukaan secara bedah yang
dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada
pasien yang berisiko buruk terhadap
pembedahan dan sangat memerlukan
pengangkatan obstruksi.
Reseksi bedah untuk mengangkat lesi
penyebab obstruksi
Kolostomi sementara atau permanen
mungkin diperlukan.
Gambar Iliostomi
Karsinoma kolon dan rektum
Pengertian
Kanker usus besar biasanya merupakan
penyakit pada orang tua, dan insidens puncak
adalah pada dekade keenam dan ketujuh.
Kira-kira 60% dari semua kanker usus terjadi
pada bagian rektosigmoid, sehingga dapat
teraba pada pemeriksaan rektum atau terlihat
pada sigmoidoskopi.
Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari
semua kematian akibat kanker di Amerika
Serikat, baik pria maupun wanita
Tumor dapat menyebar :
Secara infiltrat langsung ke struktur
yang berdekatan, seperti ke kandung
kemih.
Melalui pembuluh limfe (limfogen) ke
kelenjar limfe perikolon dan
mesokolon.
Melalui aliran darah (hematogen),
biasanya ke hati karena kolon
mengalirkan darah ke sistem portal.
Etiologi
 Penyebab kanker usus besar, seperti kanker
lainnya masih belum diketahui
 faktor predisposisinya :
- kolitis ulseratif dan kebiasaan makan (diet
rendah serat),
- diet rendah serat
- tinggi karbohidrat refined mengakibatkan
perubahan pada flora feses an perubahan
degradasi garam-garam empedu atau hasil
pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian
dari zat-zat ini bersifat karsinogeni
Patogenesis
 Dibagi atas 3 fase :
1.fase karsinogen bersifat rangsangan. Proses ini
berjalan lama sekali, puluhan tahun
2.fase pertumbuhan tumor, akan tetapi tanpa
menimbulkan keluhan atau fase tumor
asimtomatis, berlangsung puluhan tahun juga
3. timbulnya keluhan dan gejala yang nyata.
Biasanya gejala tersebut berjalan perlahan-
lahan dan tidak sering, yang menyebabkan
penderita menganggap enteng, sehingga
seringkali penderita datang dalam stadium lanjut
Maniifestasi klinis
 perubahan kebiasaan
defekasi,
 perdarahan,
 nyeri,
 anemia,
 anoreksia, dan
 penurunan berat badan
Pemeriksaan diagnostik
Colok rektal (rectal toucher)
Pemeriksaan laboratorium : tinja dan darah
Pemeriksaan radiologis dengan zat kontras
untuk mengetahui adanya lesi-lesi kecil
Endoskopi dan biopsi, untuk mengetahui
semua kelainan dari rektum sampai sekum.
Ultrasonografi (USG), untuk mengetahui
adanya metastase ke hati.
Penatalaksanaan
 Pilihan utama adalah pembedahan, yaitu :
 Reseksi segmental dengan anastomosis,
yaitu pengangkatan tumor dan porsi usus
pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah, dan
nodus limfatik.
 Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi
sigmoid permanen.
 Kolostomi sementara diikuti reseksi
segmental dan anastomosis dan
reanastomosis lanjut.
 Kolostomi permanen atau iliostomi.
 Radiasi (penyinaran)
 Sitostatika (obat-obatan antikanker)
Proses keperawatan
Pengkajian
 Riwayat kesehatan
 Riwayat tentang perasaan lelah
 Riwayat tentang nyeri abdomen atau
rektal (lokasi, durasi, dan frekuensi)
 Pola eliminasi dulu dan sekarang
(bau, warna, konsistensi}
 Riwayat penyakit sebelumnya
inflamasi kronis, polip kolorektal, dan
terapi saat ini.
 Riwayat kebiasaan diet : lemak,
dan/atau serat, serta jumlah
konsumsi alkohol.

Riwayat penurunan berat badan.
Pemeriksaan fisik

 Auskultasi : adanya
bising usus
 Palpasi : adanya nyeri
tekan, distensi dan
massa padat.
 Inspeksi : spesimen
feses (karakter dan
adanya darah).
Diagnosa keperawatan
Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi
Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan
sekunder akibat obstruksi.
Keletihan berhubungan dengan anemia dan
anoreksia.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan anoreksia.
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan muntah dan dehidrasi.
Ansietas berhubungan dengan rencana
pembedahan.
Kurang pengetahuan tentang diagnosa, prosedur
pembedahan, dan perawatan diri setelah pulang
lanjutan
 Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan insisi bedah.
 Gangguan citra tubuh berhubungan
dengan kolostomi.
Haemoroid
Pengertian
 Haemoroid adalah bagian vena yang
berdilatasi dalam kanal anal.
 Haemoroid sangat umum terjadi. Pada
usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe haemoroid berdasarkan
luasnya vena yang terkena.
 Kehamilan diketahui mengawali atau
memperberat adanya Haemoroid.
Haemoroid diklasifikasikan

Intern :merupakan varises vena


Haemoroidalis superior (diatas
sfingter anal) dan media
Eksterna: merupakan varises vena
Haemoroidalis inferior.
Etiologi
 Haemoroid timbul akibat kongesti vena yang
disebabkan gangguan liran balik dari vena
Haemoroidalis.
 Beberapa faktor penyebab haemoroid :
konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti
pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat,
fibroma uteri, dan tumor rektum
Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi
portal sering mengakibatkan Haemoroi.
Haemorroid interna diklasifikasikan:

derajat I (dini) tidak menonjol melalui anus


dan hanya dapat ditemukan dengan
proktoskopi
derajat II dapat mengalami prolapsus
melalui anus setelah defekasi. Haemoroid
ini dapat mengecil secara spontan atau
dapat direduksi (dikembalikan kedalam)
secara manual
derajat III mengalami prolapsus secara
permanen.
Manifestasi klinis
 Haemoroid menyebabkan rasa gatal dan
nyeri, dan sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah terang saat
defekasi
 Haemoroid eksterna dihubungkan dengan
nyeri hebat akibat inflamasi dan edema
yang disebabkan oleh trombosis.
H. Derajat III ( Prolapsus)
Penatalaksanaan
 Kebanyakan penderita Haemoroid tidak
memerluka pembedahan
 Pengobatan berupa ’kompres duduk’ atau
bentuk pemanasan basah lain, dan
penggunaan supositoria
 Eksisi bedah dapat dilakukan bila
perdarahan menetap, terjadi prolapsus,
atau pruritus dan nyeri anus yang tidak
dapat diatasi.
 Diet tinggi serat
Komplikasi

• Komplikasi yang paling sering terjadi


pada Haemoroid adalah perdarahan,
trombosis, dan strangulasi. Haemoroid
yang mengalami strangulasi adalah
Haemoroid yang mengalami prolapsus
dimana suplai darah dihalangi oleh
sfingter ani.
Intervensi keperawatan
• Menghilangkan konstipasi
• Masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari untuk
memberikan hidrasi.
• Anjurkan untuk makan tinggi serat untuk meningkatkan
bulk dalam feses dan lebih mudah untuk dikeluarkan.
• Berikan laksatif atau pelunak feses sesuai program.
• Anjurkan klien untuk miring guna merangsang usus dan
merangsang keinginan untuk defekasi sebisa mungkin.
• Anjurkan klien untuk latihan relaksasi sebelum defekasi
untuk membantu merilekskan otot-otot perianal
abdomen.
Menghilangkan nyeri
• Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman.
• Berikan bantalan pada bokong pada saat duduk, untuk
membantu menurunkan nyeri, atau pemberian salep analgesik.
• Kompres hangat pada bokong dapat meningkatkan sirkulasi dan
meringankan jaringan teriritasi.
• Rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari, dapat menghilangkan rasa
sakit dan nyeri dengan merelakaskan spasme sfingter.
• Berikan analgesi sesuai program seperti supositoria atau anestesi
topikal.
• Instruksikan klien untuk melakukan posisi telungkup dengan
interval tertentu, karena posisi ini meningkatkan drainase
dependen cairaan edema
Meningkatkan eliminasi urinarius

• Tingkatkan masukan cairan; dorong


untuk berkemih spontan.
• Pantau haluaran urin dengan cermat
setelah pembedahan.
Pendidikan pasien dan perawatan
di rumah
• Instruksikan klien untuk mempertahankan area
perianal sebersih mungkin, dengan cara
membersihkan secara perlahan dengan air hangat dan
kemudian mengeringkannya dengan kapas.
• Dorong klien untuk berespon dengan cepat ketika
dorongan defekasi muncul, untuk mencegah
konstipasi.
• Informasikan pada klien tentang diet yang dianjurkan
yaitu makanan tinggi serat.
• Dorong klien untuk ambulasi sesegera mungkin
(latihan tingkat sedang dianjurkan).
• Pengetahuan klien dan keluarganya meningkat setelah
pulang dari rumah sakit tentang cara rendam duduk
dan menguji suhu airnya.

Anda mungkin juga menyukai