Anda di halaman 1dari 16

2.

2Konsep Penyakit Ca Colon (kanker usus)


2.1.1 Definisi
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu
bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu) Kanker colon/usus
besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rectum.(Boyle
&Langman, 2000 : 805). Kanker colon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada
colon dan menginvasi jaringan sekitarnya.(Tambayong, 2000 : 143). Dari beberapa pengertian diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas
dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar)
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran
pada usus besar (Aliran depan feses) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat
dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institut, dan organisasi kanker lainnya.
Faktor resiko telah teridentifikasi untuk kanker kolon

 Usia lebih dari 40 tahun


 Darah dalam feses
 Riwayat polip rektal atau polip kolon
 Adanya polip adematosa atau adenoma villus
 Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
 Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
 Diet tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat
Makanan – makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada
usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut, yang mempercepat usus
besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging
merah, menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker di dalam
usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan
kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat
mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang
mengandung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan. ( Mormons,seventh Day
Adventists ).
Makanan yang harus dihindari :

 Daging merah
 Lemak hewan
 Makanan berlemak
 Daging dan ikan goreng atau panggang
 Karbohidrat yang disaring (example : sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi :

 Buah – buahan dan sayur – sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis
(seperti brokoli)
 Butir padi yang utuh
 Cairan yang cukup terutama air
2.1.3 Epidemiologi
kanker kolorektal (kanker usus besar atau kanker kolon) adalah studi ilmiah tentang distribusi,
frekuensi, penyebab, faktor risiko, dan tren epidemiologis yang terkait dengan kanker ini dalam
populasi manusia.
2.1.4 Patifisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan merupakan
faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan yang
mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi
antara bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga
dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir. Kanker kolon dan rektum terutama
berjenis histopatologi (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel).
Munculnya kanker kolon biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas
dan menyusup, serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Kanker kolon
dapat berupa masa poliploid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke sekitar usus
sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada bagi rektosigmoid,
sedangkan lesi poliploid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon asendens. Kanker kolon
dapat menyebar melalui :
1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika
urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan mesocolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah balik ke sistem
portal.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejalah sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus, tempat
kenker berlokasi, gejalah paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam
feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui
penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang saling berhubungan
dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena. Gejala yang sering
berhubungan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan
kram, oenipisan feses, konstipasi, dan distensi. Serta adanya darah merah Segar dalam feses. Gejala
yang berhubungan dengan lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defeksi,
konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
1. Kanker kolon kanan
 Isi kolon berupa cairan
 Obstruksi
 Melena
 Nyeri dangkal abdomen
 Anemia
 Mucus jarang terlihat
 Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada
stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan
kadang – kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum
 Cenderung menyebabkan perubahan defekasi
 Diare
 Nyeri kejang
 Kembung
 Sering timbul gangguan obstruksi
 Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita
 Mucus ataupun darah segar sering terlihat pada feses.
 Anemia
 Keinginan defekasi atau sering berkemih
 Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah (Gale,
2000).

Tabel Perbedaan manifestasi klinis dari kolon kanan dan kolon kiri

Kolon kanan Kolon kiri


Pasokan darah: a. mesenterika superior, v. Pasokan darah: a. mesenterika inferior, v.
mesenterika superior. Balikan vena: vena porta mesenterika inferior Balikan vena: v.
hati kanan lienalisàvena porta hati kiri
Besar Kecil
Cair seperti bubur Berbentuk kering, padat
Terutama absorbsi air, elektrolit Storasi feses, defekasi
Umumnya berbentuk benjolan, sering ulserasi Umumnya tipe infiltrative, mudah ileus
luas, berdarah, infeksi
Massa abdominal, sistemik, perut kembung, Ileus (obstruksi pada usus), hematokezia
nyeri samar dan gejala tak khas (perdarahan yang keluar dari anus dengan warna
merah segar), iritasi usus

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Endoskopi:
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada
endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi. Faktor predisposisi :
genetik, usia, merokok, penyakit kronik, obesitas, konsumsi makanan yang rendah serat,
tinggi lemak, dan protein. Perdarahan intestinal, feses bercampur darah Kerusakan
jaringan pembuluh darah pada dinding kolon Kompresi ujung saraf Anoreksia dinding
kolon Perubahan metaplasia pada epitel dinding kolon Terjadi Hiperplasia pada sel
kanker Efek kompresi tumor pada dinding kolon Luka pasca bedah Pecahnya pembuluh
darah dinding kolon Pasca bedah Risiko Infeksi Nyeri abdominal Intervensi bedah
kolostomi Asupan nutrisi tidak adekuat Nyeri kronik Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh KarsinomaColon Anemia Keletihan
2. Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke
paru. Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor
dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan
pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil
kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan
setelah
3. Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada
tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon
adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
5. Laboratorium
Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan
(FKUI, 2001 : 210). Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA.
Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah
lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini
karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga
kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya
secara bakteriologi terhadap shigella dan juga amoeba.
6. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada
pengobatan.
7. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum) Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan
pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum – sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Bila sudah pasti karsinoma kolon, maka kemungkinan pengobatan adalah sebagai
berikut :
1). Pembedahan (Operasi)
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan
rektal, pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu
sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopi dengan polipektomi
merupakan suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya
pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam
membuat keputusan di kolon, massa tumor kemudian di eksisi. Reseksi usus
diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon kelas D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor sudah menyebar dan
mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan. Tipe pembedahan
tergantung dari lokasi dan ukuran tumor
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut.
 Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi
pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
 Reseksi abominoperineal dengan kolostomi signoid permanen (pengangkatan tumor
dan porsisigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
 Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi
 Kolostomi permanen atau iliostomy (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak
dapat direseksi)
2). Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X,
atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic
sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat,
antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh
menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3). Kemotherapy Chemotherapy
memakai obat anti kanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga
sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira–kira 50
jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena
digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211)
4). Difersi vekal untuk kanker kolon dan rektum
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada
kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma)
pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai difersi sementara atau permanen.
Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase
dihubungkan dengan penempatan kolostomi yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya
invasi pada jaringan sekitar.
5). Penatalaksanaan Keperawatan

 Dukungan adaptasi dan kemandirian.


 Meningkatkan kenyamanan.
 Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
 Mencegah komplikasi
 Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.
6).Penatalaksanaan Diet

 Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur – sayuran dan buah – buahan Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama
mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
 Kacang – kacangan (lima porsi setiap hari)
 Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan
 Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut
dapat memicu sel karsinogen / sel kanker
 Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
 Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.

2.1.8 Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
• Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
• Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
• Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemoragi.
• Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
• Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
• Pembentukan abses
2.2 Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
2.2.1 Definisi Eliminasi
eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui
ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi fekal (defekasi)
adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Salah satu masalah kesehatan dengan gangguan
kebutuhan eliminasi fekal yaitu diare. Menurut WHO (2010), diare adalah buang air besar dengan
kosistensi cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam)
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi

1. Usia

Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda. Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
kontrol defekasi menurun.

2. Diet
Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.
Makanan yang berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk
ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.

3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena
itu, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi. Intake cairan
yang berkurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi
cairan yang meningkat.

4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.

5. Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau
antasida yang terlalu sering.

6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat
bersih atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan
mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit – penyakit
tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau
penyakit infeksi lainnya.

8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri
pada kasus hemorrhoid atau episiotomy.

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris


Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena
dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.

10. Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan
diare.

11. Prosedur diagnostic


Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma
dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.

12. Anestesi dan pembedahan


Anestesi unium dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang dapat
menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung 24-48 jam.

13. Posisi selama defekasi


Posisi jongkok merupakan posisis yang normal saat melakukan defekasi. Toilet modern
dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu untuk duduk
tegak kearah depan, mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengeluarkan kontraksi otot-
otot pahanya.

14. Kehamilan
umum ditemui pada trimester akhir kehamilan, bertambahnya usia kehamilan dapat
menyebabkan obstruksi sehingga menghambat pengeluaran feses, akibatnya bumil seringkali
mengalami hemoroid permanen karena seringnya mengedan saat defekasi.

2.2.3 Penyebab
Kemungkinan Penyebab:
a. Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebospinalis, CVA
(cerebrovaskular accident) dan lain-lain.
b. Pola defekasi yang tidak teratur.
c. Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
d. Menerunnya peristaltik karena stres psikologis.
e. Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.
f. Proses menua (usia lanjut).
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Di Dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registrasi,
status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal masuk rumah sakit.
b. Keluhan utama
Keluhan Utama pada pasien Typhus abdominalis biasanya mengeluh perut terasa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
c. Riwayat penyakit dahulu
Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Typhus, apakah pasien menderita
penyakit lainnya.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhus adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri otot, lidah Typhus
abdominalis (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Typhus atau menderita
penyakit yang lainnya.
f. Pola kesehatan (Biopsikososiospiritual)
1) Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama
sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi berubah.
3) Pola aktivitas dan latihan Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan
fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktivitas Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur
5) Pola eliminasi Kebiasaan dalam BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6) Pola reproduksi dan sexual Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau
sudah menikah akan terjadi perubahan.
7) Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan
mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
8) Pola persepsi dan konsep diri Terjadi perubahan apabila pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya.
9) Pola penanggulangan stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
10) Pola hubungan interpersonal Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap
hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka
pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
g. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Tahapan yang bertujuan melihat bagian tubuh dan menentukan apakah seseorang
mengalami kondisi tubuh normal atau abnormal. Inspeksi dilakukan secara langsung
(seperti penglihatan, pendengaran, dan penciuman) dan tidak langsung (dengan alat
bantu).
2) Palpasi
Pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh dan dilakukan bersamaan dengan
inspeksi. Palpasi dilakukan menggunakan telapak tangan, jari, dan ujung jari. Tujuannya
untuk mengecek kelembutan, kekakuan, massa, suhu, posisi, ukuran, kecepatan, dan
kualitas nadi perifer pada tubuh.
3) Auskultasi
Proses mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh untuk membedakan suara normal dan
abnormal menggunakan alat bantu stetoskop. Suara yang didengarkan berasal dari sistem
kardiovaskuler, respirasi, dan gastrointestinal.
4) Perkusi
Tahapan ini bertujuan mengetahui bentuk, lokasi, dan struktur di bawa kulit. Perkusi bisa
dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan leukosit
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
3) Tes widal
4) Biakan darah

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


 Resiko Perfusi Gastrointestinal
 Diare
Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan Pasien
Diagnosa Tanda dan gejala mayor Tanda dan gejala minor
Resiko Perfusi  Subjektif:  Subjektif:
Gastrointestinal tidak efektif (Tidak tersedia) 1. Perasaan Tidak
(D.0013) Nyaman di Lambung
 Objektif 2. Kecemasan atau
Berat badan menurun Kepanikan Ringan
Minimal 10 % 3. Gangguan Tidur
dibawah rantan ideal Ringan
 Objektif
1. Perasaan Lemah
2. Gangguan
Pencernaan
3. Konstipasi atau
Diare Ringan
Kesulitan
Berkonsentrasi
4. Perubahan dalam
Tekanan Darah
5. Rasa Gelisah atau
Cemas

Risiko perdarahan  Subjektif  Subjektif


(D.0012) (Tidak tersedia) 1. Pucat
2. Lemah atau
kelelahan
3. Perubahan
 Objektif dalam pola
Penurunan BB buang air
signifkan besar
 Objektif
1. Gangguan
konsentrasi
2. Perasaan
terjepit
3. Nyeri perut
atau kram
4. Sembelit atau
diare
5. Kehilangan
nafsu makan
6. pusing

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang mengacu pada standar intervensi keperawatan Indonesia (TIM Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018) dengan kriteria hasil mengacu pada standar luaran keperawatan indonesia
(TIM Pokja SIKI DPP PPNI, 2019). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada pada tabel 2.2 di
bawah, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada tabel berikut

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasiona


Hasil l
Resiko Perfusi Manajemen Perdrahan (1.02040)
Setelah dilakukan
Gastrointestina intervensi Observasi :
keperawatan 1. Identifikasi penyebab perdarahan
l tidak efektif selama 3 x 24 jam,
maka perfusi 2. Periksaadanyadarah pada
(D.0013)
gastrointestinal muntah,sputum,feses,urine,pengeluara
meningkat, dengan
kriteria hasil: n NGT dan drainase lukajika perlu
3. Periksa ukuran dan karakteristik
1. Mual
menuru hematoma jika ada
n (5) 4. Monitor terjadinya perdarahan (sifat
2. Muntah
menuru dan Jumlah)
n (5) 5. Monitor nilai hemoglobin dan
3. Diare
menuru hematokrit sebelum dan setelah
n (5) kehilangan darah
4. Nyeri
abdome 6. Monitor tekanan darah dan parameter
n
hemodinamik (tekanan vena sentral
menuru
n (5) dan tekanan baji kapiler atau arteri
pulmonal,jika ada
7. Monitor intake dan output cairan
8. Monitor koagulasi darah (prothrombin
time/PT)
9. Monitor deliveri oksigen jaringan
mis,PaO2,SaO2 hemoglobin dan curah
jantung)
10. Monitor tanda dan gejala perubahan
massif

Terapeutik:

1. Istirahatkan area yang mengalami


perdarahan
2. Berikan kompres dingin jika perlu
3. Lakukan penekanan atau balut
tekan ,jika perlu
4. Tinggikan ekstemitas yang mengalami
perdarahan
5. Pertahankan akses IV

Edukasi :

1. Jelaskan tanda-tanda perdarahan


2. Anjurkan melapor jika ada tanda-tanda
perdarahan
3. Anjurkan membatasi aktivitas-
aktivitas

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian cairan, jika


perlu
2. Kolaborasi pemberian transfungsi
darah,jika perlu

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan perwujudan dari intervensi keperawatan meliputi tindakan yang telah
direncanakan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan hipertensi secara teoritis
mengacu pada teori sesuai dengan diagnosa keperawatan yang diangkat. Dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan ini penulis menemukan beberapa faktor penunjang diantaranya adalah respon klien yang
baik, mudah menerima saran perawat, keluarga bersikap kooperatif dan terbuka serta tanggapan yang
baik dari keluarga kepada penulis dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan klien.

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan implementasi. Klien
adalah fokus evaluasi. Langkah-langkah dalam mengevaluasi asuhan keperawatan adalah
menganalisis respon klien, mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau
kegagalan, dan perencanaan untuk asuhan di masa depan. Perumusan evaluasi formatif meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yaitu :

a. S (Subjektif) : perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan,
dan dikemukakan klien.
b. O (Objektif) : perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan
lain.
c. A (Analisis) : penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah
berkembang kearah perbaikan.
d. P (Perencanaan) : rencana penanganan klien yang didasarkan pada hasil analisis di atas yang
berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi
Kasus 1 : Ca Colorectal (Shidqi)

Seorang perempuan berusia 30 tahun dirawat diruang penyakit bedah wanita RSHS Bandung
dengan keluhan BAB nyeri dan berdarah, penurunan BB signifikan. Hasil pengkajian
menunjukan riwayat konsumsi makanan tinggi lemak dan penggunaan penyedap rasa yang
sering. Pasien dirujuk ke RSHS karena dari hasil pemeriksaan di RSUD Tasikmalaya
dicurigai indikasi keganasan.
Jawablah pertanyaan dibawah ini berdasarkan kasus diatas!
1. Sebutkan data focus pengkajian pada kasus diatas yang menjadi acuan penegakkan diagnose
medis pada kasus diatas? Sebutkan data focus pengkajian lain yang harus perawat lakukan/kaji
untuk menegakkan secara pasti diagnose medis pada kasus diatas!
 Anamnesa
 Klinis
 Pemeriksaan penunjang
Data focus pengkajian yang menjadi acuan penegakkan diagnosis medis adalah:

a. Pengkajian
Nama : Pasien Seorang Perempuan
Usia : 3O Tahun
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
BAB nyeri dan berdarah, penurunan BB signifikan
c. Pemeriksaan fisik
-Tampak pucat pada kulit dan konjungtiva mata
-Nyeri tekanan di abdomen
-Terdapat luka atau hemoroid pada area anus
d. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
-

Data focus pengkajian lain yang harus perawat lakukan/kaji untuk menegakkan secara pasti
diagnosis medis adalah:

a) Anamnese
-Riwayat Penyakit Dahulu
Dahulu apakah sebelumnya pasien pernah mengalami BAB nyeri dan Berdarah atau apakah
pasien menderita sakit lainnya
-Riwayat Kesehatan keluarga
Pasien tidak memiliki Riwayat Kesehatan keluarga
-Pola kesehatan
- Seperti pola nutrisi, eliminasi, aktivitas sebelum sakit dan selama sakit
b) Klinis
-Berat badan
-Pemeriksaan abdomen
-Pemeriksaan palpasi aulkultasi perkusi
c) Pemeriksaan Tinja (Stool Examination):
Pemeriksaan tinja dapat digunakan untuk mendeteksi adanya darah tersembunyi dalam tinja
yang mungkin tidak terlihat secara kasat mata. Ini dapat memberikan petunjuk tentang adanya
perdarahan dalam saluran pencernaan
2. Berdasarkan data focus diatas, jelaskan analisis anda (patofisiologi) sehingga munculnya
diagnose keperawatan prioritas pada kasus diatas!
Berdasarkan kasus di atas pasien mengalami BAB nyeri dan berdarah serta penurunan BB signifkan d
pasien juga dapat di pastikan Penurunan berat badan dapat terjadi karena kehilangan cairan atau
penurunan asupan makanan yang signifikan, tetapi juga bisa menjadi tanda gejala penyakit yang
mendasari.

3. Apakah diagnosa keperawatan prioritas pada kasus diatas? (SDKI) Dan 2 diagnosa keperawatan
lainnya yang mungkin muncul akibat gangguan system tubuh diatas! (Sebutkan data mayor untuk
menegakkan diagnose tersebut)
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
1) Diagnosa Keperawatan Prioritas dari kasus di atas adalah Risiko perfusi gastrointestinal tidak
efekif (D0013) yang didefinisikan bahwa berisiko mengalami penurunan sirkulasi
gastrointestinal,dengan tanda mayor objektif yaitu berat badan menurun dan gejala tanda
minor subjektif yaitu perasaan tidak nyaman di lambung
2) Risiko perdarahan (D0012) dengan definisi mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi
di dalam tubuh) maupun eksternal (twrjadi hingga di luar tubuh)

4.Sebutkan tindakan keperawatan berdasarkan (SIKI)! Dan (Sertakan bukti evidence based practice
terbaru (jurnal), minimal : 3 buah, Jelaskan rasional tindakan keperawatan tersebut berdasarkan jurnal
Tindakan untuk diagnosa Risiko perfusi gastrointestinal tidak efekif (D0013) yaitu manajemen
perdarahan (1.02040) di dasarkan pada 3 jurnal hasil penelitian
 http://repository.stikesdrsoebandi.ac.id/535/1/EBN%20ICU%20Abdominal%20massage.pdf
 https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/101
 https://fk.unimus.ac.id
5.Sebutkan terapi medis pada kasus penyakit diatas, dan jelaskan efek samping terapi yang perlu di
monitor oleh perawat!
Terapi Medis
 Terapi Obat
 Terapi Cairan Elektrolit
Efek Samping
 Efek samping obat ini dapat termasuk gangguan lambung, peningkatan risiko infeksi,
perubahan berat badan, dan osteoporosis. Perawat perlu memantau gejala-gejala ini dan
memberikan edukasi kepada pasien tentang penggunaan obat
 Perawat harus memantau tanda-tanda dehidrasi seperti penurunan tekanan darah, denyut nadi
yang cepat, kulit kering, dan kebingungan.

Isu Etik pada Kasus

 Privasi dan Keamanan Informasi Pasien: Merawat pasien melibatkan akses ke informasi
pribadi dan medis mereka. Penting untuk menjaga privasi dan kerahasiaan pasien, termasuk
hasil tes dan informasi medis lainnya.
 Keputusan Medis dan Informed Consent: Dalam merawat pasien, dokter dan tim medis
lainnya harus berkomunikasi dengan pasien dan keluarga (jika diperlukan) untuk memahami
preferensi pasien, memberikan informasi yang diperlukan tentang diagnosis dan pengobatan,
serta memperoleh persetujuan (informed consent) dari pasien untuk tindakan medis yang
diberikan.
 Pengambilan Keputusan Terkait Terapi: Dalam hal penggunaan antibiotik atau terapi medis
lainnya, tim medis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko terapi, serta memastikan
bahwa pasien dan/atau keluarganya telah diberikan informasi yang cukup untuk membuat
keputusan yang terinformasi tentang perawatan.

Anda mungkin juga menyukai