Daging merah
Lemak hewan
Makanan berlemak
Daging dan ikan goreng atau panggang
Karbohidrat yang disaring (example : sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi :
Buah – buahan dan sayur – sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis
(seperti brokoli)
Butir padi yang utuh
Cairan yang cukup terutama air
2.1.3 Epidemiologi
kanker kolorektal (kanker usus besar atau kanker kolon) adalah studi ilmiah tentang distribusi,
frekuensi, penyebab, faktor risiko, dan tren epidemiologis yang terkait dengan kanker ini dalam
populasi manusia.
2.1.4 Patifisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan merupakan
faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan yang
mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi
antara bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga
dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir. Kanker kolon dan rektum terutama
berjenis histopatologi (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel).
Munculnya kanker kolon biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas
dan menyusup, serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Kanker kolon
dapat berupa masa poliploid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke sekitar usus
sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada bagi rektosigmoid,
sedangkan lesi poliploid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon asendens. Kanker kolon
dapat menyebar melalui :
1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika
urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan mesocolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah balik ke sistem
portal.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejalah sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus, tempat
kenker berlokasi, gejalah paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam
feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui
penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang saling berhubungan
dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena. Gejala yang sering
berhubungan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan
kram, oenipisan feses, konstipasi, dan distensi. Serta adanya darah merah Segar dalam feses. Gejala
yang berhubungan dengan lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defeksi,
konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.
1. Kanker kolon kanan
Isi kolon berupa cairan
Obstruksi
Melena
Nyeri dangkal abdomen
Anemia
Mucus jarang terlihat
Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada
stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan
kadang – kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum
Cenderung menyebabkan perubahan defekasi
Diare
Nyeri kejang
Kembung
Sering timbul gangguan obstruksi
Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita
Mucus ataupun darah segar sering terlihat pada feses.
Anemia
Keinginan defekasi atau sering berkemih
Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak
lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah (Gale,
2000).
Tabel Perbedaan manifestasi klinis dari kolon kanan dan kolon kiri
1. Endoskopi:
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.
Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada
endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi. Faktor predisposisi :
genetik, usia, merokok, penyakit kronik, obesitas, konsumsi makanan yang rendah serat,
tinggi lemak, dan protein. Perdarahan intestinal, feses bercampur darah Kerusakan
jaringan pembuluh darah pada dinding kolon Kompresi ujung saraf Anoreksia dinding
kolon Perubahan metaplasia pada epitel dinding kolon Terjadi Hiperplasia pada sel
kanker Efek kompresi tumor pada dinding kolon Luka pasca bedah Pecahnya pembuluh
darah dinding kolon Pasca bedah Risiko Infeksi Nyeri abdominal Intervensi bedah
kolostomi Asupan nutrisi tidak adekuat Nyeri kronik Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh KarsinomaColon Anemia Keletihan
2. Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke
paru. Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor
dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan
pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil
kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan
setelah
3. Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada
tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon
adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
5. Laboratorium
Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan
(FKUI, 2001 : 210). Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA.
Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah
lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini
karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga
kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya
secara bakteriologi terhadap shigella dan juga amoeba.
6. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada
pengobatan.
7. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum) Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan
pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum – sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur – sayuran dan buah – buahan Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama
mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
Kacang – kacangan (lima porsi setiap hari)
Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan
Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut
dapat memicu sel karsinogen / sel kanker
Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
• Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
• Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
• Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemoragi.
• Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
• Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
• Pembentukan abses
2.2 Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
2.2.1 Definisi Eliminasi
eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang melalui
ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi fekal (defekasi)
adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Salah satu masalah kesehatan dengan gangguan
kebutuhan eliminasi fekal yaitu diare. Menurut WHO (2010), diare adalah buang air besar dengan
kosistensi cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam)
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
1. Usia
Setiap tahap perkembangan atau usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang
berbeda. Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
kontrol defekasi menurun.
2. Diet
Diet pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.
Makanan yang berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk
ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang ke dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena
itu, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi. Intake cairan
yang berkurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi
cairan yang meningkat.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen,
pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi.
5. Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, sperti penggunaan laksantif, atau
antasida yang terlalu sering.
6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat
bersih atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan
mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit – penyakit
tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau
penyakit infeksi lainnya.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri
pada kasus hemorrhoid atau episiotomy.
10. Fisiologis
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan
diare.
14. Kehamilan
umum ditemui pada trimester akhir kehamilan, bertambahnya usia kehamilan dapat
menyebabkan obstruksi sehingga menghambat pengeluaran feses, akibatnya bumil seringkali
mengalami hemoroid permanen karena seringnya mengedan saat defekasi.
2.2.3 Penyebab
Kemungkinan Penyebab:
a. Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebospinalis, CVA
(cerebrovaskular accident) dan lain-lain.
b. Pola defekasi yang tidak teratur.
c. Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
d. Menerunnya peristaltik karena stres psikologis.
e. Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.
f. Proses menua (usia lanjut).
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Di Dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registrasi,
status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal masuk rumah sakit.
b. Keluhan utama
Keluhan Utama pada pasien Typhus abdominalis biasanya mengeluh perut terasa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
c. Riwayat penyakit dahulu
Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Typhus, apakah pasien menderita
penyakit lainnya.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhus adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri otot, lidah Typhus
abdominalis (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Typhus atau menderita
penyakit yang lainnya.
f. Pola kesehatan (Biopsikososiospiritual)
1) Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama
sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi berubah.
3) Pola aktivitas dan latihan Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan
fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktivitas Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur
5) Pola eliminasi Kebiasaan dalam BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi karena panas
yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6) Pola reproduksi dan sexual Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau
sudah menikah akan terjadi perubahan.
7) Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan
mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
8) Pola persepsi dan konsep diri Terjadi perubahan apabila pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya.
9) Pola penanggulangan stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
10) Pola hubungan interpersonal Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap
hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka
pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
g. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Tahapan yang bertujuan melihat bagian tubuh dan menentukan apakah seseorang
mengalami kondisi tubuh normal atau abnormal. Inspeksi dilakukan secara langsung
(seperti penglihatan, pendengaran, dan penciuman) dan tidak langsung (dengan alat
bantu).
2) Palpasi
Pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh dan dilakukan bersamaan dengan
inspeksi. Palpasi dilakukan menggunakan telapak tangan, jari, dan ujung jari. Tujuannya
untuk mengecek kelembutan, kekakuan, massa, suhu, posisi, ukuran, kecepatan, dan
kualitas nadi perifer pada tubuh.
3) Auskultasi
Proses mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh untuk membedakan suara normal dan
abnormal menggunakan alat bantu stetoskop. Suara yang didengarkan berasal dari sistem
kardiovaskuler, respirasi, dan gastrointestinal.
4) Perkusi
Tahapan ini bertujuan mengetahui bentuk, lokasi, dan struktur di bawa kulit. Perkusi bisa
dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan leukosit
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
3) Tes widal
4) Biakan darah
Intervensi keperawatan yang mengacu pada standar intervensi keperawatan Indonesia (TIM Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018) dengan kriteria hasil mengacu pada standar luaran keperawatan indonesia
(TIM Pokja SIKI DPP PPNI, 2019). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada pada tabel 2.2 di
bawah, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada tabel berikut
Terapeutik:
Edukasi :
Kolaborasi:
Implementasi merupakan perwujudan dari intervensi keperawatan meliputi tindakan yang telah
direncanakan. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan hipertensi secara teoritis
mengacu pada teori sesuai dengan diagnosa keperawatan yang diangkat. Dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan ini penulis menemukan beberapa faktor penunjang diantaranya adalah respon klien yang
baik, mudah menerima saran perawat, keluarga bersikap kooperatif dan terbuka serta tanggapan yang
baik dari keluarga kepada penulis dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan klien.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan implementasi. Klien
adalah fokus evaluasi. Langkah-langkah dalam mengevaluasi asuhan keperawatan adalah
menganalisis respon klien, mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau
kegagalan, dan perencanaan untuk asuhan di masa depan. Perumusan evaluasi formatif meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yaitu :
a. S (Subjektif) : perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan,
dan dikemukakan klien.
b. O (Objektif) : perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan
lain.
c. A (Analisis) : penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah
berkembang kearah perbaikan.
d. P (Perencanaan) : rencana penanganan klien yang didasarkan pada hasil analisis di atas yang
berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi
Kasus 1 : Ca Colorectal (Shidqi)
Seorang perempuan berusia 30 tahun dirawat diruang penyakit bedah wanita RSHS Bandung
dengan keluhan BAB nyeri dan berdarah, penurunan BB signifikan. Hasil pengkajian
menunjukan riwayat konsumsi makanan tinggi lemak dan penggunaan penyedap rasa yang
sering. Pasien dirujuk ke RSHS karena dari hasil pemeriksaan di RSUD Tasikmalaya
dicurigai indikasi keganasan.
Jawablah pertanyaan dibawah ini berdasarkan kasus diatas!
1. Sebutkan data focus pengkajian pada kasus diatas yang menjadi acuan penegakkan diagnose
medis pada kasus diatas? Sebutkan data focus pengkajian lain yang harus perawat lakukan/kaji
untuk menegakkan secara pasti diagnose medis pada kasus diatas!
Anamnesa
Klinis
Pemeriksaan penunjang
Data focus pengkajian yang menjadi acuan penegakkan diagnosis medis adalah:
a. Pengkajian
Nama : Pasien Seorang Perempuan
Usia : 3O Tahun
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
BAB nyeri dan berdarah, penurunan BB signifikan
c. Pemeriksaan fisik
-Tampak pucat pada kulit dan konjungtiva mata
-Nyeri tekanan di abdomen
-Terdapat luka atau hemoroid pada area anus
d. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
-
Data focus pengkajian lain yang harus perawat lakukan/kaji untuk menegakkan secara pasti
diagnosis medis adalah:
a) Anamnese
-Riwayat Penyakit Dahulu
Dahulu apakah sebelumnya pasien pernah mengalami BAB nyeri dan Berdarah atau apakah
pasien menderita sakit lainnya
-Riwayat Kesehatan keluarga
Pasien tidak memiliki Riwayat Kesehatan keluarga
-Pola kesehatan
- Seperti pola nutrisi, eliminasi, aktivitas sebelum sakit dan selama sakit
b) Klinis
-Berat badan
-Pemeriksaan abdomen
-Pemeriksaan palpasi aulkultasi perkusi
c) Pemeriksaan Tinja (Stool Examination):
Pemeriksaan tinja dapat digunakan untuk mendeteksi adanya darah tersembunyi dalam tinja
yang mungkin tidak terlihat secara kasat mata. Ini dapat memberikan petunjuk tentang adanya
perdarahan dalam saluran pencernaan
2. Berdasarkan data focus diatas, jelaskan analisis anda (patofisiologi) sehingga munculnya
diagnose keperawatan prioritas pada kasus diatas!
Berdasarkan kasus di atas pasien mengalami BAB nyeri dan berdarah serta penurunan BB signifkan d
pasien juga dapat di pastikan Penurunan berat badan dapat terjadi karena kehilangan cairan atau
penurunan asupan makanan yang signifikan, tetapi juga bisa menjadi tanda gejala penyakit yang
mendasari.
3. Apakah diagnosa keperawatan prioritas pada kasus diatas? (SDKI) Dan 2 diagnosa keperawatan
lainnya yang mungkin muncul akibat gangguan system tubuh diatas! (Sebutkan data mayor untuk
menegakkan diagnose tersebut)
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
1) Diagnosa Keperawatan Prioritas dari kasus di atas adalah Risiko perfusi gastrointestinal tidak
efekif (D0013) yang didefinisikan bahwa berisiko mengalami penurunan sirkulasi
gastrointestinal,dengan tanda mayor objektif yaitu berat badan menurun dan gejala tanda
minor subjektif yaitu perasaan tidak nyaman di lambung
2) Risiko perdarahan (D0012) dengan definisi mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi
di dalam tubuh) maupun eksternal (twrjadi hingga di luar tubuh)
4.Sebutkan tindakan keperawatan berdasarkan (SIKI)! Dan (Sertakan bukti evidence based practice
terbaru (jurnal), minimal : 3 buah, Jelaskan rasional tindakan keperawatan tersebut berdasarkan jurnal
Tindakan untuk diagnosa Risiko perfusi gastrointestinal tidak efekif (D0013) yaitu manajemen
perdarahan (1.02040) di dasarkan pada 3 jurnal hasil penelitian
http://repository.stikesdrsoebandi.ac.id/535/1/EBN%20ICU%20Abdominal%20massage.pdf
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/101
https://fk.unimus.ac.id
5.Sebutkan terapi medis pada kasus penyakit diatas, dan jelaskan efek samping terapi yang perlu di
monitor oleh perawat!
Terapi Medis
Terapi Obat
Terapi Cairan Elektrolit
Efek Samping
Efek samping obat ini dapat termasuk gangguan lambung, peningkatan risiko infeksi,
perubahan berat badan, dan osteoporosis. Perawat perlu memantau gejala-gejala ini dan
memberikan edukasi kepada pasien tentang penggunaan obat
Perawat harus memantau tanda-tanda dehidrasi seperti penurunan tekanan darah, denyut nadi
yang cepat, kulit kering, dan kebingungan.
Privasi dan Keamanan Informasi Pasien: Merawat pasien melibatkan akses ke informasi
pribadi dan medis mereka. Penting untuk menjaga privasi dan kerahasiaan pasien, termasuk
hasil tes dan informasi medis lainnya.
Keputusan Medis dan Informed Consent: Dalam merawat pasien, dokter dan tim medis
lainnya harus berkomunikasi dengan pasien dan keluarga (jika diperlukan) untuk memahami
preferensi pasien, memberikan informasi yang diperlukan tentang diagnosis dan pengobatan,
serta memperoleh persetujuan (informed consent) dari pasien untuk tindakan medis yang
diberikan.
Pengambilan Keputusan Terkait Terapi: Dalam hal penggunaan antibiotik atau terapi medis
lainnya, tim medis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko terapi, serta memastikan
bahwa pasien dan/atau keluarganya telah diberikan informasi yang cukup untuk membuat
keputusan yang terinformasi tentang perawatan.