Anda di halaman 1dari 23

Penatalaksanaan Pasien dengan Diagnosis Ca Colon Ascendens

Maria Adventine Vasuliana


102017096
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Abstrak
Kanker usus besar adalah kanker ganas yang tumbuh di permukaan usus besar (colon)
atau rektum, sehingga sering disebut kanker kolorektal. Kanker jenis ini juga mencakup
pertumbuhan sel kanker yang terjadi di dalam usus, anak, dan usus buntu. Kebanyakan
kanker jenis ini berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas (adenoma), yang dalam
stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Kanker usus besar
merupakan salah satu bentuk kanker yang paling umum dan penyebab kedua kematian yang
disebabkan oleh kanker di dunia Barat. Kanker ini menyebabkan 655.000 kematian di seluruh
dunia setiap tahunnya. Menurut sebuah sumber, kanker usus besar ini merupakan salah satu
jenis kanker yang cukup sering ditemui, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau
lebih. Pada pria, kanker usus besar menempati urutan ketiga sebagai kanker yang paling
sering ditemui setelah kanker prostat dan paru-paru. Sementara pada wanita, kanker ini pun
menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan paru-paru.
Kata kunci: kanker, usus besar, kanker usus besar

Management of Patients with a Diagnosis of Ca Colon Ascendens

Abstract
Colon cancer is a malignant cancer that grows on the surface of the large intestine
(colon) or rectum, so it is often called colorectal cancer. This type of cancer also includes the
growth of cancer cells that occur in the intestines, children, and appendicitis. Most cancers
of this type start from non-malignant cell growth (adenomas), which in the early stages form
polyps (cells that grow very fast). Colon cancer is one of the most common forms of cancer
and the second leading cause of death caused by cancer in the Western world. This cancer
causes 655,000 deaths worldwide every year. According to one source, colon cancer is one
type of cancer that is quite often found, especially in men and women aged 50 years or more.

1
In men, colon cancer ranks third as the cancer most often encountered after prostate and
lung cancer. While in women, this cancer ranks third after breast and lung cancer.
Keywords: cancer, colon, colon cancer

Pendahuluan
Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari
kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/ atau rektum (bagian kecil terakhir dari usus
besar sebelum anus).1 Eliminasi sisa pencernaan melalui usus besar. Usus besar (colon) terdiri
atas colon ascenden, colon transversum dan colon descendens. Termasuk dalam bagian ini
adalah kolon sigmoid, rectum dan anus. Kolon mensekresi mukus yang berfungsi untuk
melicinkan jalannya sisa makanan yang akan dibuang lewat anus. Fungsi kolon adalah
menyerap kembali air dan garam-garam amoniak yang masih dibutuhkan oleh tubuh. Kolon
ini tidak dapat menyerap selulosa, hemiselulosa atau lignin yang terdapat pada tumbuhan.
Bahan-bahan ini kemudian membentuk residu yang disebut bulk. Materi ini akan menarik air
dan sekaligus menahannya sehingga menyebabkan terbentuk feses yang besar dan lunak.
Feses tersebut akhirnya dengan gerakan peristaltik dan kontraksi di dorong ke dalam rectum
dan setelah terkumpul dalam jumlah tertentu akan merangsang munculnya keinginan
defekasi. Pada kondisi diet yang rendah serat (tidak mengandung sayuran dan buah), maka
tidak terbentuk bulk sehinga tidak terbentuk feses yang lunak dan besar, akibatnya feses kecil
dan kering sehingga sulit dikeluarkan yang disebut dengan konstipasi. Pada kondisi ini, misal
adanya retensi feses yang terlalu lama akibat diet rendah serat dapat juga menyebabkan
absorpsi amoniak berlebihan sehingga dapat juga menyebabkan gangguan mengingen otak,
serta terjadi peningkatan risiko Ca. Colorectal akibat kontak yang lama dengan zat
karsinogen yang tersimpan pada feses. Pada kasus-kasus tersebut sering dilakukan tindakan
operasi yang disebut Colostomy. Dalam proses lebih lanjut, saluran cerna ini diduga juga bisa
juga bisa menghasilkan suatu materi yang dapat membantu pembekuan darah dan
menghasilkan antibodi untuk melawan mikroorganisme.2

Anatomi3,4
Pada orang dewasa, panjang usus besar sektar 1,5 m, membentuk huruf “U” terbalik
sepanjang sisi rongga perut. Sekum, kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid
memiliki gambaran karakteristik yang sama. Semuanya memiliki:

2
a. Epiploia apendiks
Merupakan ekor peritoneal yang mengandung lemak yang berada di seluruh permukaan
sekum dan kolon
b. Teniae koli
Merupakan tiga pita datar yang merupakan selubung muskulus longitudinalis usus besar yang
memadat. Perjalanannya dari pangkal apendiks (dan merupakan cara yang berguna untuk
mencari struktur ini saat operasi) menuju sambungan rekto-sigmoid.
c. Sakulasi
Karena teniae lebih pendek dari usus, kolon tampak mengalami sakulasi (berkantung-
kantung). Sakulasi ini tidak hanya terlihat saat operasi tapi juga secara radiografik. Pada foto
polos abdomen, kolon, yang tampak radiotranslusen karena ada udara di dalamnya, memiliki
prosesus yang mirip rak (haustra) yang sebagian menonjol ke dalam lumen.
Kolon transversum dan sigmoid masing-masing melekat pada dinding posterior
abdomen melalui mesokolon dan seluruhnya tertutupi peritoneum. Sebaliknya, kolon
asendens dan desendens dalam keadaan normal tidak memiliki mesokolon. Bagian ini
melekat ke dinding posterior abdomen dan hanya ditutupi peritoneum di bagian anteriornya.

Gambar 1. Anatomi usus besar


Sumber: https://materi.co.id/usus-besar/

3
Bagian usus besar yang pertama disebum caecum (usus buntu) dengan appendix
vermiformis (umbai cacing) diujungnya. Caecum melanjutkan diri sebagai colon ascendens
yang menuju atas di sisi kanan rongga perut, lali membelok di bawah hati membentuk colon
transversum yang menuju kiri dan terletak disebelah bawah (inferior) lambung. Dekat limpa
ia akan membelok ke bawah membentuk colon descendens di sisi kiri tubuh, lalu di panggul
sebelah kiri melanjutkan diri menjadi sebagai colon sigmoid. Colon sigmoid ini melanjutkan
diri menjadi rectum yang terletak di dalam rongga panggul bagian bawah dan berakhir
sebagai anus.

Anamnesis
Sebagian besar penderita datang pada dokter dengan keluhan perubahan kebiasaan
defekasi: diare atau obstipasi, sakit perut tidak menentu, sering ingin defekasi namun tinja
sedikit, perdarahan campur lendir. Kadang-kadang gejala yang timbul menyerupai gejala
penyakit disentri. Penyakit ini diduga disentri, setelah pengobatan tidak ada perubahan, perlu
dipertimbangkan karsinoma kolon dan rektum terutama penderita umur dewasa dan umur
lanjut. Anoreksia dan berat badan semakin menurun merupakan salah satu symptom
karsinoma kolon dan rektum tingkat lanjut.5

Pemeriksaan fisik
Keluhan utama dan pemeriksaan klinis:5
a. Perdarahan per-anum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare
selama minimal 6 minggu (semua umur).
b. Perdarahan per-anum tanpa gejala anal (diatas 60 tahun).
c. Peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minimal 6 minggu (di atas 60
tahun).
d. Massa teraba pada fossa iliaka dekstra (semua umur) Massa intra-luminal di
dalam rektum
e. Tanda-tanda obstruksi mekanik usus.
Setiap pasien dengan anemia defisiensi Fe (Hb)
Pemeriksaan fisik tidak banyak berperan kecuali colok dubur/ rectal toucher yang
dilakukan pada pasien dengan perdarahan ataupun gejala lainnya. Pada tingkat pertumbuhan
lanjut, palpasi dinding abdomen kadang-kadang teraba masa di daerah kolon kanan dan kiri.
Hepatomegali jarang terjadi. Colok dubur merupakan cara diagnostik sederhana. Pada
pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan anterior; serta spina iskiadika,

4
sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba
pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis cavum douglas sebagai
akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas eksplorasi jari yang
mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat
dijangkau oleh jari, sehingga colok dubur merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa
kanker kolon.6

Pemeriksaan penunjang
Urinalisis adalah pemeriksaan urin (air seni) untuk mendeteksi dan mengukur
berbagai macam zat yang keluar melalui urin. Bentuknya bisa berupa urinalisis rutin (wet
urinalysis), urinalisis khusus (sitologi), atau reagen dipstick. Urinalisis adalah tes yang
dilakukan ada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, ginjal,
skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit
seperti diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan skrining terhadap status
kesehatan umum. Tujuan urinalisis secara umum adalah untuk mendeteksi kelainan ginjal,
saluran kemih, serta untuk mendeteksi kelainan-kelainan di berbagai organ tubuh lain seperti
hati, saluran empedu, pankreas, dan lain – lain. Pemeriksaan ini juga berguna untuk
membantu penegakan diagnosis; untuk penapisan penyakit asimptomatik, kongenital, atau
yang diturunkan; untuk membantu perkembangan penyakit; dan untuk memantau efektifitas
pengobatan atau komplikasi.7,8
Pemeriksaan laboratorium klinis terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan
terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang
merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan oleh karena
adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain
pemeriksaan rutin di atas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga
skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan
pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen
adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam
peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker
kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma
Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining
kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan
beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium

5
lanjut dari penyakit dan metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum
merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna
pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.9

Diagnosis kerja5
Dalam menegakkan diagnosis kanker kolorektal dapat dilakukan secara bertahap,
antara lain melalui anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan laboratorium, baik dari laboratorium klinik maupun laboratorium
patologi anatomi. Selanjutnya pemeriksaan penunjang berupa pencitraan seperti foto polos
atau dengan kontras (barium enema), kolonoskopi, CT Scan, MRI, dan Transrectal
Ultrasound juga diperlukan dalam menegakkan diagnosis penyakit ini.13 Sekitar 70–75%
kanker kolorektal terletak pada daerah rektosigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip
kolitis ulserativa di mana hampir 95% lokasi polip kolitis ulseratif berada di daerah rektum.
Sekitar 10% kasus kanker kolorektal terletak pada daerah sekum dan 10% pada daerah kolon
asendens . Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum. Tipe polipoid
atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan
terutama di sekum dan kolon asendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga
terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid, dan
rektum. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagaian sentral terdapat di rektum. Pada
tahap lanjut sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.
Gejala yang biasa timbul akibat manifestasi klinik dari karsinoma kolorektal dibagi menjadi
2, yaitu :
a. Gejala subakut
Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan perubahan pada
pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan
diare. Pasien mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor
seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan darah
dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Ketika seorang
wanita post menopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka
kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus dilakukan.
Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat intermitten, hasil negatif
dari tes occult blood tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit
perut bagian bawah biasanya berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang
mereda setelah buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola

6
buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air
besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam. Meskipun
kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat menjadi tempat utama intususepsi, sehingga
jika ditemukan orang dewasa yang mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan
intususepsi, kolonoskopi dan double kontras barium enema harus dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan kanker kolon.
b. Gejala akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika
ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini
adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan
penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau
buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat
terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan
menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal
ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika
urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.
Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan
hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Diagnosis banding
a. Ca caecum10
Karsinoma sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang
khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang
tidak terkendali. Etiologinya diantaranya:
- Faktor usia, bukan berarti usialah yang menyebabkan tumbuhnya kanker usus besar,
hanya saja saat usia 50 tahun, dengan perbandingan 1 dari 4 orang ada yang
memiliki polip, dan polip ini memicu adanya peningkatan kanker.
- Selain itu faktor konsumsi alkohol, karena alkohol dapat memicu tumbuhnya
kanker kolorektal.
- Faktor penyakit diabetes juga dapat berpengaruh, karena biasanya orang yang
mengidap penyakit diabetes akan bergantung pada insulin, sehingga 40% yang
mengidap penyakit diabetes memiliki resiko terkena kanker usus besar, dibanding

7
yang tidak mengidap penyakit diabetes. Jadi apabila sudah mengalami gejala kanker
usus besar, anda harus periksakan pada dokter.
- Faktor makanan yang mengandung lemak tinggi, kolesterol, dan makanan rendah
serat juga dapat mempengaruhi resiko kanker usus besar.
- Kaitan genetik juga dapat menyebabkan terjadinya kanker usus besar sekitar 25%,
contohnya yang umum dari kanker ini termasuk ke dalam mutasi yang menuju
Familial Adenomatosa Poliposis (FAP) dan kanker kolorektal non-poliposis
herediter.
- Penyakit peradangan usus yang ditandai dengan ulcerative colitis dan penyakit
Chorn dapat meningkatkan dan mengembangkan resiko kanker kolorektal.
- Olahraga yang kurangjuga termasuk penyebab yang dapat mengembangkan potensi
tumbuhnya kanker pada usus besar.
- Lingkungan juga berperan besar dimana yang mempengaruhi tempat tinggal, orang-
orang sekitar, pekerjaan dan segala kegiatan yang anda lakukan juga dapat
mempengaruhi hal tersebut.
Dipastikan dengan pemeriksaan colok dubur. Teraba tumor berbenjol, rapuh, tukak,
mudah berdarah. Bila letaknya rendah (2/3 bawah) dapat dicapai dengan baik, bila letaknya
tinggi (1/3 atas) biasanya tidak dapat diraba. Dari pemeriksaan colok dubur ditetapkan
mobilitasnya untuk mengetahi prospek pembedahan. bila dapat digerakkan berarti masih
terbatas pada mukosa rektum saja. Bila sudah terfiksasi, biasanya sudah terjadi penetrasi
hingga ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina
atau dinding anterior uterus.
Gejala kanker sekum bisa sulit untuk dideteksi. Gejala yang paling umum dari kanker
kolorektal meliputi perasaan kenyang atau tekanan pada rektum, pendarahan anus dan
dorongan untuk buang air besar sering. Kemungkinannya adalah, Anda tidak akan mengalami
gejala-tanda kanker sekum. Radang di sekum, tidak seperti rektum atau kolon sigmoid, tidak
akan membuat Anda merasakan dorongan untuk buang air besar atau menyebabkan
penyimpangan kebiasaan buang air besar, karena tinja melewati sekum yang cair dan dapat
dengan mudah memotong massa di bagian usus.7
Sayangnya, sebagian besar gejala kanker sekum terlambat - yang berarti penyakit ini
sudah sangat maju pada saat anda merasa gejala-gejala ini yang mungkin termasuk:7
- Gas dan kembung
- Kelelahan-menjadi mudah lelah
- Nyeri perut

8
- Penurunan berat badan
- Mual dan muntah (tumor besar di sisi kanan usus dapat menyebabkan makanan
tertimbun)
- Anemia
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma sekum dibagi atas 3 fase. Fase pertama
ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan
tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan
(asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan
timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung
perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng
saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut.
Pemeriksaan penunjang untuk ca caecum diantaranya:
- Proktosigmoidoskopi
Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus besar. Jika
tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian proksimal
sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.

- Koloskopi
Diperiksa dengan alat yang sekaligus dapat digunakan untuk biopsi tumor.
- Sistoskopi
Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi
keganasan ke kandung kencing.
- Barium colon in loop
Dengan menggunakan kontras akan tampak gambaran apple core appearance
- Biopsi
Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan.
Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu
sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel
skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated
tumors.
Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu obstruksi usus parsial atau lengkap, perforasi,
perdarahan, dan penyebaran ke organ lain.

9
b. Appendicitis infiltrate
Apendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis sebagai penyebab
abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan bedah mayor segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi sebagian besar kasus ditemukan pada usia
antara 20 sampai dengan 30 tahun dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan
perempuan. Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk
massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah
berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus
proses radang.11
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan
limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat dan cacing usus termasuk
ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada
apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau
stasis fekal.
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis
gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
akan mempermudah terjadinya apendisits akut.
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai
adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di
daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 - 12 jam
nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya
juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada

10
permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.4 Apendisitis akut sering
tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya
karena bias mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Bila letak apendiks retrosekal
di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah
tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi
kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala
dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada
waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala
awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi
lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui
setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah
perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah.
Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan
muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga
keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi
ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia
jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula

11
menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah
disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi
yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin
atau cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin
meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga
semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding
apendiks. Selain infeksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.12
Hasil rectal toucher:
- Tonus musculus sfingter ani baik
- Ampula kolaps
- Nyeri tekan pada daerah jam 09.00 – 12.00
- Terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses)
- Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah
nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
Pemeriksaan penunjang pada appendicitis dapat berupa laboratorium darah dan
ultrasonography (USG).13
- Ultrasonography (USG)
Ultrasonography (USG) akurat untuk mendiagnosis appendicitis pada anak-anak. USG akan
memudahkan para klinisi dalam membedakan appendicitis yang tidak atau sudah
berkomplikasi. USG juga dapat membantu dalam membuat keputusan medis mengenai
apakah situasi pasien memerlukan inisiasi terapi antibiotika terlebih dahulu, atau segera
melakukan apendektomi. Gambaran dilatasi diameter apendiks > 6 mm menunjukkan
gambaran appendicitis.
- CT Scan
Pemeriksaan ini biasanya tidak diutamakan karena paparan radiasinya, dan beban biaya pada
pasien. CT Scan mungkin dilakukan apabila gambaran klinis appendicitis meragukan, di
mana pemeriksaan laboratorium tidak mendukung, dan USG juga tidak jelas. Pemeriksaan
kombinasi dengan detektor tunggal CT Scan dan USG memiliki keakuratan diagnosis
appendicitis sekitar 78%. Dengan penggunaan multi detektor memberikan spesifisitas 98%
dan sensitifitas 98,5%, untuk mendiagnosis appendicitis akut.

12
- Laboratorium Darah
Pada hitung jenis lengkap bisa didapatkan leukosit > 10500 sel/mcL dan neutrofilia >75%.
Kadar C-reactive protein > 1 mg/dL disertai lekositosis dan neutrofilia adalah umum pada
pasien dengan appendicitis. Kadar yang sangat tinggi mengindikasikan terjadinya gangren.
- Urinalisis
Pada urinalisis bisa ditemukan piuria, leukosituria, eritrosituria, dan kadar asam 5-
hidroksiindolasetat (U-5-HIAA) sebagai marker dini appendicitis yang meningkat secara
signifikan sewaktu akut dan menurun ketika telah terjadi nekrosis. Human chorionic
gonadotropin perlu diperiksa pada wanita usia produktif, untuk mendeteksi kemungkinan
kehamilan ektopik.
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, lekuk usus halus. Pada apendisitis infiltrat
dengan pembentukan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh
rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena
itu, massa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri
masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.11

Manifestasi klinis5
Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan buang air
besar. Gejala tersebut meliputi:
a. Diare atau sembelit
b. Perut terasa penuh
c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses
d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya
e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau kembung
f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui
g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu
h. Mual atau muntah.

Epidemiologi

13
Kanker usus besar adalah penyakit kanker urutan ke-4 paling sering dan urutan ke-2
penyebab kematian tahun 2015. Insidensi ada laki-laki lebih tinggi dari wanita dengan rasio
(1,4:1). Insidensi kanker usus besar diperkirakan 49 penderita pada setiap 100.000 penduduk,
angka kematian akibat kanker usus besar/ mortalitasnya meningkat 30-47% dari tahun 2007-
2011. Kejadian pada usia muda kurang dari 50 tahun semakin meningkat, diperkirakan akan
meningkat 90-124 % rentang usia 20-34 pada tahun 2030. 1 Secara keseluruhan risiko untuk
mendapatkan kanker kolorektal adalah 1 dari 20 orang (5%). Risiko penyakit cenderung lebih
sedikit pada wanita dibandingkan pada pria. Banyak faktor lain yang dapat meningkatkan
risiko individual untuk terkena kanker kolorektal. Angka kematian kanker kolorektal telah
berkurang sejak 20 tahun terakhir. Ini berhubungan dengan meningkatkanya deteksi dini dan
kemajuan pada penanganan kanker kolorektal.14

Etiologi5
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui. Penelitian saat ini
menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker kolorektal.
Mutasi dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) adalah penyebab Familial Adenomatous
polyposis (FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko hampir 100%
mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun. Banyak faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal, diantaranya adalah :
a. Diet tinggi lemak, rendah serat.
Salah satu faktor risiko meningkatnya angka kejadian karsinoma kolorektal adalah
perubahan diet pada masyarakat. Diet rendah serat dan tinggi lemak diduga meningkatkan
risiko karsinoma kolorektal. Sejumlah penelitian epidemiologi menunjukkan diet tinggi. Serat
berkolerasi negatif dengan risiko kanker kolorektal. Seseorang dengan asupan rendah serat
mempunyai risiko 11 kali lebih besar terkena karsinoma kolorektal dibandingkan dengan
tinggi serat. Sedangkan asupan serat harian rata-rata orang Indonesia masih rendah sebesar
10,5 g/hari. Serat memberikan efek protektif dari sel kanker dengan mempercepat waktu
kontak antara karsinogen dan usus besar saat penggumpalan feses, sehingga menipiskan dan
menonaktifkan karsinogen. Efek protektif juga diperoleh dari antioksidan pada sayur dan
buah. Selain itu, asam lemak rantai pendek hasil fermentasi serat meningkatkan diferensiasi
sel atau menginduksi apoptosis
b. Usia lebih dari 50 tahun.
c. Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal
mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.

14
d. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pada semua
pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektum.
e. Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-Jeghers
syndrome dan Muir syndrome.
f. Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
g. Inflammatory bowel disease.
h. Kolitis ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
i. Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat

Patofisiologi6
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa
yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan
genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan
sporadik) timbul muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan
pada mukosa kolon (seperti pada dysplasia adenoma).
Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada Karsinogenesis Kanker Kolorektal
1. Probably related
a. Konsumsi diet lemak tinggi
b. Konsumsi diet lemak rendah
2. Possibly related
a. Karsinogen dan mutagen
b. Heterocyclic amines
c. Hasil metabolisme bakteri
d. Bir dan konsumsi alkohol
e. Diet rendah selenium
3. Probably protective
a. Konsumsi serat tinggi
b. Diet kalsium
c. Aspirin dan OAINS
d. Aktivitas fisik (BMI rendah)
4. Possibly protective
a. Sayuran hijau dan kuning
b. Makanan dengan karoten tinggi
c. Vitamin C dan E
d. Selenium
e. Asam folat
5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor
6. Hormone Replacement Theraphy (estrogen)

Tabel 1. Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kolorektal

15
Sumber: Abdullah, 2006
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus
yang mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan
adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang
mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom
dan berujung pada kanker kolorektal yaitu: instabilitas kromosom (Cromosomal Instability
atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN). umumnya asal
kanker kolon memalui mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak
berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN)
disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau Miss Match Repair (MMR) dan
merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch.
Gambar dibawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari
adenoma kolon menjadi kanker kolon.

Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatic terjadi pada
gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada
gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yang selanjutnya berkembang menjadi adenoma.
Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasanya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran
besar akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.

16
Sumber: http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/C/Cancer.html)
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor
tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel
yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA
tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA yang
lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang
berisi beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen
supresor tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan
transformasi akhir menuju keganasan.
Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker kolorektal dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

Sumber : Abdullah, 2006

17
Penatalaksanaan
Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai
penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah
obstruksi, perforasi dan perdarahan. Tujuan ideal penanganan kanker adalah eradikasi
keganasan dengan preservasi fungsi anatomi dan fisiologi. Kriteria untuk menentukan jenis
tindakan adalah letak tumor, jenis kelamin dan kondisi penderita.
Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin. Pilihan dan rekomendasi
terapi tergantung pada beberapa faktor. Terapi bedah merupakan modalitas utama untuk
kanker stadium dini dengan tujuan kuratif. Kemoterapi adalah pilihan pertama pada kanker
stadium lanjut dengan tujuan paliatif. Radioterapi merupakan salah satu modalitas utama
terapi kanker rektum. Saat ini terapi biologis (targeted therapy) dengan antibody monoclonal
telah berkembang pesat dan dapat diberikan dalam berbagai situasi klinis, baik sebagai obat
tunggal maupun kombinasi dengan modalitas terapi lainnya. Penatalaksanaan kanker
kolorektal dibedakan menjadi penatalaksanaan kanker kolon dan kanker rektum.

Tabel 2. Rangkuman penatalaksanaan kanker kolon6


Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker kolorektal. Satu-satunya
kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah adalah
memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun non kuratif. Beberapa adalah terapi
standar dan beberapa lagi masih diuji untuk penelitian klinis. Terapi standar untuk kanker
kolon yang digunakan antara lain adalah:

18
a. Pembedahan
Pembedahan pada tumor kolon yang berdekatan dan kelenjar getah bening yang
berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker kolorektal. Penanganan pembedahan
bervariasi dari pengrusakan tumor oleh laser photokoagulasi selama endoskopi sampai
pemotongan abdominoperineal (APR= abdominoperineal resection) dengan kolostomi
permanen. Bila memungkinkan sfingter ani dipertahankan dan hindari kolostomi.
Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus diberi sorotan sinar untuk
pemanasan langsung jaringan di dalamnya. Panas oleh laser umumnya dapat digunakan untuk
merusak tumor kecil. Juga digunakan untuk bedah paliatif atau tumor lanjut untuk
mengangkat sumbatan. Laser photokoagulasi dapat dibentuk berupa endoskopik dan
digunakan untuk pasien yang tidak mampu/ tidak toleransi untuk dilakukan bedah mayor.
Penanganan bedah lain untuk yang kecil termasuk pemotongan lokal dan fulguration.
Prosedur ini juga dapat dilakukan selama endoskopi, dengan mengeluarkan jarum untuk
bedah abdomen. Eksisi lokal dapat digunakan untuk mengangkat pengerasan di rektum berisi
tumor kecil, yang differensiasi baik, lesi polipoid yang mobile/ bergerak bebas. Fulguration
atau elektrokoagulasi digunakan untuk mengurangi ukuran tumor yang besar bagi pasien
yang risiko pembedahan jelek. Prosedur ini umumnya dilakukan anestesi umum dan dapat
dilakukan bertahap.
Banyak pasien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah dari kolon
dengan anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan. Penyebaran ke kelenjar
getah bening regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi metastase. Sering tumor di
bagian ascendens, transversum, descendens dan colon sigmoid dapat dipotong.
Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon. Dibuat bila usus tersumbat oleh tumor
sebagai penatalaksanaan sementara untuk mendukung penyembuhan dari anastomosis atau
sebagai pengeluaran feses permanen bila kolon bagian distal dan rektum diangkat/dibuang.
Kolostomi diberi nama berdasarkan: ascendens kolostomi, transversum kolostomi,
descendens kolstomi dan sigmoid kolostomi.
Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk kanker rektum.
Biasanya dilakukan selama reseksi/pemotongan abdominoperineal. Prosedur ini meliputi
pengangkatan kolon sigmoid, rektum dan anus melalui insisi perineal dan abdominal. Saluran
anal ditutup dan stoma dibentuk dari kolon sigmoid proksimal. Stoma berlokasi dibagian
bawah kuadran kiri abdomen. Bila kolostomi double barrel, dibentuk dua stoma yang
terpisah. Kolon bagian distal tidak diangkat tetapi dibuat saluran bebas/ bypass. Stoma
proksimal yang fungsional menngalirkan feses ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi

19
dekat dengan stoma proksimal atau di akhir dari bagian tengah insisi. Disebut juga mukus
fistula, stoma distal mengeluarkan mukus dari kolon distal. Kolostomi double barrel dapat
diindikasikan untuk kasus trauma, tumor atau peradangan, dan dapat sementara atau
permanen. Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi sumbatan usus atau
perforasi.
Pada prosedur Hartmann, prosedur kolostomi sementara. Bagian distal dari kolon
ditempatkan di kri dan dirawat untuk ditutup kembali. Kolostomi sementara dapat dibentuk
bila usus istirahat atau dibutuhkan penyembuhan, seperti pemotongan tumor atau peradangan
pada usus. Juga dibentuk akibat traumatic injury pada kolon, seperti luka tembak.
Penyambungan kembali atau anastomosis dari bagian kolon tidak dilakukan segera karena
kolonisasi bakteri berat dari luka kolon tidak diikuti penyembuhan sempurna dari
anastomosis. Berkisar 3-6 bulan kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosis kolon.
b. Radioterapi
Terapi radiasi sering digunakan untuk tambahan dari pengangkatan bedah dari tumor
usus. Bagi kanker rektum yang kecil, intrakavitari, eksternal atau implantasi radiasi dapat
dengan atau tanpa eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperatif diberikan bagi pasien dengan
tumor besar sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi radiasi megavoltase digunakan,
kemungkinan dalam kombinasi dengan kemoterapi, kanker rektum berkurang ukurannya, sel-
sel jaringan limfatik regional dibunuh dan kekambuhan lamban atau tidak kambuh sama
sekali. Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan post operatif untuk mengurangi
risiko kekambuhan dan untuk mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir luas tidak diangkat, dapat
ditangani dengan mengurangi pemisah/ hambatan dan memperlambat berkembangnya
kanker.
c. Kemoterapi
Agen-agen kemoterapi seperti levamisole oral dan intravemous fluorouracil (5-FU),
juga digunakan post operatif sebagai terapi adjuvant untuk kanker kolorektal. Bila
dikombinasi dengan terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan survive bagi
pasien dengan stadium II dan III dengan kanker rektum. Keunggulan bagi kanker kolon
adalah bersih, tetapi kemoterapi dapat digunakan untuk menolong mengurangi penyebaran ke
hepar dan mencegah kekambuhan. Leucoverin dapat juga diberikan dengan 5-FU untuk
meningkatkan efek anti tumor.
d. Terapi terkini
Metode pengobatan yang sedang dikembangkan pada dekade terakhir ini adalah:
- Target terapi: memblokade pertumbuhan pembuluh darah ke daerah tumor

20
- Terapi gen
- Modifikasi biologi dan kemoterapi: thymidy-late synthase dan 5 fluoro urasil
- Extra corporal transcutaneus application: ultrasonografi intensitas tinggi
- Imunoterapi: interleukin lomfokin-2 dan alpa interferon

Komplikasi15
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain:
a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi
b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal
c. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan.
Komplikasi yang timbul setelah pembedahan (reseksi usus besar) meliputi :
a. Kardiorespirasi
b. Kebocoran anastomosis
c. Infeksi luka
d. Retensi urine

Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker kolorektal adalah sebagai
berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi. Penyakit kambuh pada
5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang
mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.
Tumor poorly differentiated mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan dengan
well differentiated. Bila dijumpai gambaran agresif berupa ”signet ring cell” dan karsinoma
musinus prognosis lebih buruk. Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai
3-32% penderita. Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan
kelenjar limfa, perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai
faktor yang mempengaruhi rekurensi lokal.16

21
Pencegahan17
Cara yang efektif untuk mencegah kanker usus besar mencakup:
a. Asupan makanan berserat dalam jumlah yang memadai: asupan yang tinggi serat bisa
merangsang gerakan usus dan mengurangi sembelit, membuang racun dan zat
penyebab kanker
b. Asupan buah-buahan dan sayuran yang kaya vitamin dan zat anti-kanker dalam
jumlah yang memadai
c. Mengurangi konsumsi daging merah
d. Memasak dengan sedikit minyak; gunakan metode kukus, bakar, dan panggang untuk
memasak, hindari menggoreng makanan
e. Berolahraga secara teratur dan menjaga berat badan yang sehat
f. Berhenti merokok, kurangi minum minuman keras
g. Prosedur pemeriksaan kesehatan yang tepat

Kesimpulan
Sangat penting melakukan deteksi dini akan adanya kanker kolon ini. kanker kolon
diawali dengan polip bisa dideteksi menggunakan kolonoskopi. Selain itu pula, perlu
dilakukan pemeriksaan darah dalam tinja. Makin cepat ditemukan dan ditangani (operasi),
makin tinggi angka kesembuhannya. Penundaan diagnosa/ operasi tidak menyelesaikan
masalah namun bisa merugikan. Jika terlambat, kanker kolon ini bisa menyebar (metastase)
ke liver (kekerapannya mencapai 25%), kelenjar getah bening perut (15%),
ginjal/hidronefrosis (13%), adrenal (10%), sel telur, otot-otot psoas dan terjadi asites. Jika
sudah sampai pada kondisi seperti ini, sukar untuk disembuhkan lagi. Pengetahuan dasar
tentang penyakit, pengobatan dan teknik perawatan yang diperlukan bisa memastikan adanya
pemulihan yang cepat dan mengurangi risiko kambuhnya penyakit. Pola makan yang sehat,
oahraga fisik, dan program pemeriksaan kesehatan yang sesuai sangat mengurangi risiko
terjadinya kanker usus besar.

Daftar pustaka
1. Society AC. Coloretal Cancer Facts & Figures 2014-2016. Color Cancer Facts Fig
2014; 1-32.
2. Diyono, Mulyanti S. Buku ajar keperawatan medikal bedah sistem pencernaan. Edisi
1. Jakarta: Penerbit Kencana; 2013. h.14
3. Wibowo DS. Anatomi tubuh manusia. Jakarta: Penerbit Grasindo; 2012. h.90

22
4. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2002. h.39
5. Sayuti M, Nouva. Kanker kolorektal. Disitasi 8 April 2020. Tersedia di
https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/download/2082/1187
6. Panduan Pelaksanaan Kanker Kolorektal. Disitasi 8 April 2020. Tersedia di
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKKolorektal.pdf
7. Schwartz. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005. h.58
8. Casciato DA. Manual of clinical oncology. 5th ed. Lippincott Williams & Wilkins;
2004. h.201
9. Nuari NA, Widayati D. Gangguan pada sistem perkemihan & penatalaksanaan
keperawatan. Yogyakarta: Penerbit Deepublish; 2017. h.58
10. Rezky QKE. Ca caeum. Disitasi 8 April 2020. Tersedia di
https://www.academia.edu/10747898/CA_Caecum
11. Bandaso K. App infiltrate. Disitasi 8 April 2020. Tersedia di
https://www.academia.edu/32547686/App_Infiltrat
12. Apendisitis. Disitasi 8 April 2020. Tersedia di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/51148/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
13. Riawati. Diagnosis appendicitis. Disitasi 8 April 2020. Tersedia di
https://www.alomedika.com/penyakit/bedah-umum/apendisitis/diagnosis
14. Handaya AY. Deteksi dini & atasi 31 penyakit bedah saluran cerna (digestif).
Yogyakarta: Penerbit Andi; 2017. h.174
15. Danantyo H. Kanker kolon. Disitasi 9 April 2020. Tersedia di
https://www.academia.edu/28321485/KANKER_KOLON
16. Kanker kolorektal. Disitasi 9 April 2020. Tersedia di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56719/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
17. Kanker usus besar. Disitasi 9 April 2020. Tersedia di
https://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/Diseases/Cancer/
Bowel%20Cancer/Cancer-Bowel-Cancer-Indonesian.pdf?ext=.pdf

23

Anda mungkin juga menyukai