Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN CA-COLON

Dosen Pembimbing : Muhtar S,Kep.Ns.M.Kes

Di Susun Oleh : Kelompok VI

Anggota : -Aditia Pratama


-Nova Karisma
-Putri Fajriati
-Radhiatul Umsonia
-Rosalina Agustin
-Siami Suci
-Taufan

POLTEKKES KEMENKES MATARAM


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
“Asuhan Keperawatan CA-COLON” ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana.

Asuhan Keperawatan ini kami akui masih banyak kekurangan karena


pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini.

Bima, September, 2022

Penulis
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muscular berongga dengan


panjang sekitar 1,5m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga kalnalis
ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu
sekitar 6,5cm (2,5 inci), tetapi semakin dekat anus diameternya semakin
kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rectum. Pada sekum
terdapat katup ileosaekal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum.
Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar.
Katup ileosaekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum
dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar kedalam
usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, kolon transversum
dan kolon descenden serta sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan
tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut sebagai
fleksura hepatica dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi
Krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk huruf S. Lekukan bagian
bawah membelok kekiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum,
dan hal ini merupakan alasan anatomis mengapa memosisikan penderita ke
sisi kiri saat pemberian enema. Pada posisi ini, gaya gravitasi membantu
mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid.
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rectum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara kebagian luar tubuh).
Satu inci terakhir dari rectum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi
oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis
ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci). Usus besar merupakan bidang
perluasan dari ileocecal ke anus. Usus besar terdiri dari cecum, colon,
rectum, dan lubang anus. Selama dalam colon, chyme diubah menjadi
feces. Penyerapan air dan garam, pengsekresian mucus dan aktivitas dari
mikroorganisme yang termasuk dalam pembentukan feces, dimana colon
menyimpan sampai feces dikeluarkan melalui proses defekasi. Kira-kira
1500 ml dari chyme masuk ke cecum setiap hari, tapi lebih dari 90% dari
volume direabsorbsi dan hanya tertinggal 80-150 ml dari feces yang
dikeluarkan secara normal melalui defakasi.
Cecum merupakan tempat bertemunya usus halus dan usus besar
pada ileocecal. Colon kira-kira panjangnya 1,5-1,8 m dan terdiri dari 4
bagian, yaitu colon ascendens, colon transversal, colon descendens dan
colon sigmoid. Colon ascending membujur dari cecum dan berakhir pada
fleksur kolik kanan (fleksur hepatik) dekat pinggir bawah kanan dari hati.
Colon transversal membentang dari fleksur kolik kanan ke fleksur kolik
kiri (fleksur limpa), dan colon descending membentang dari fleksur kolik
kiri ke pembukaan atas dari pelvis yang sebenarnya, dimana tempat
tersebut menjadi colon sigmoid. Colon sigmoid membentuk saluran S
yang membentang sampai pelvis dan berakhir di rectum.
2. Fisiologi
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus
untuk membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai
dapat dikeluarkan. Setengah bagian proksimal kolon berhubungan dengan
absorbsi dan setengah distal kolon berhubungan dengan penyimpanan.
Karena sebagai 2 fungsi tersebut gerakan kolon sangat lambat. Tapi
gerakannya masih seperti usus halus yang dibagi menjadi gerakan
mencampur dan mendorong.
a. Gerakan Mencampur “Haustrasi”
Bahan feses dalam usus besar secara lambat diaduk dan dicampur
sehingga bahan feses secara bertahap bersentuhan dengan permukaan
mukosa usus besar, dan  cairan serta zat terlarut secara progresif
diabsorbsi hingga terdapat 80-200 ml feses yang dikeluarkan tiap hari.
b. Gerakan Mendorong “Pergerakan Massa”
Banyak dorongan dalam sekum dan kolon asendens dari kontraksi
haustra yang lambat tapi persisten, kimus saat itu sudah dalam keadaan
lumpur setengah padat. Dari sekum sampai sigmoid, pergerakan massa
mengambil alih peran pendorongan untuk beberapa menit menjadi satu
waktu, kebanyakan 1-3 x/hari gerakan.

Bila terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum dan


relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan defekasi. Pendorongan
massa yang terus menerus akan dicegah oleh konstriksi tonik dari sfingter
ani interni dan sfingter ani eksternus. Keinginan berdefekasi muncul
pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila
mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas
dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks
intrinsic (diperantarai edull saraf enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal
aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan
gelombang peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum,
mendorong feses edulla anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati
anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus
mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi
secara edullar sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu
rectum teregang.
B. Definisi
Menurut PNPK KEMENKES RI, kanker kolorektal adalah keganasan yang
berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus
besar) dan atau rektum (bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus).
Sebagian besar terdapat di kolon ascendens (30%), diikuti oleh kolon sigmoid
(25%), rektum (20%), kolon descendens (15%) dan kolon transversum (10%)
(John Hopkins Medicine Colon Centre, 2015).

C. Epidemiologi

Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling umum pada pria
(746.000 kasus, 10,0 %) dan yang kedua pada wanita (614.000 kasus , 9,2 %)
di seluruh dunia (Globocan, 2012). Menurut Jemal A et al. CA Cancer J Clin
2011, insiden kanker kolorektal lebih sering ditemui di negara-negara
berkembang. Hal ini adalah karena perbedaan diet dan paparan lingkungan
(Hingorani, M., & Sebag-Montefiore, D., 2011). Pada tahun 2012, ada 14,1
juta kasus kanker baru, 8.2 juta kematian dan 32,6 juta orang yang hidup
dengan kanker (dalam 5 tahun didiagnosis) di seluruh dunia (Globocan, 2012).
Kanker kolorektal lebih sering dijumpai pada laki-laki berbanding perempuan
dengan rasio 1.2:1 (Hingorani, M., & Sebag-Montefiore, D., 2011).
Di Indonesia sendiri, kanker kolorektal menempati urutan kanker nombor
tiga paling banyak ditemui setelah kanker payudara dan kanker paru.
Berdasarkan estimasi Globocan tahun 2012, insiden kanker kolorektal di
Indonesia adalah sebesar 16 per 100.000 laki- laki yang menempati urutan
kedua pada laki-laki setelah kanker paru.

D. Etiologi
Penyebab Kanker kolorektal belum diketahui secara pasti. Penyebab kanker
kolorektal yang sering ditemukan dengan faktor resiko
- Kelainan traktus digestivus
- Poliposis familial
- Riwayat kanker kolon dalam keluarga
Menurut National Cancer Institute (2006: 12),  klasifikasi stadium kanker
kolorektal dapat didefinisikan sebagai berikut :
a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ) : kanker hanya pada lapisan terdalam dari
kolon atau rektum.
b. Stadium I : sel kanker telah tumbuh pada dinding dalam kolon atau rektum,
tapi belum menembus ke luar dinding.
c. Stadium II : sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot dari kolon atau
rektum. Tetapi sel kanker di sekitarnya belum menyebar ke kelenjar getah
bening.
d. Stadium III : kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening
di daerah tersebut, tetapi tidak ke bagian tubuh yang lain.
e. Stadium IV : kanker telah menyebar di bagian lain dari tubuh, seperti hati,
paru-paru, atau tulang.
E. Patofisiologi
 Pertumbuhan sel yang tidak teratur dan pembelahan sel yang tidak
terkendali mengakibatkan timbulnya neoplasma
 Metastasis umumnya terjadi dalam hati
 Adenokarsinoma terjadi dalam kolon, rectum, jejunum, dan duodenum
 Adenokarsenoma menginfiltrasi dan menyebabkan obstruksi, ulsirasi serta
pendarahan

F. Manifestasi Klinis
Sekitar 5-20% kasus kanker adalah asimptomatik dan didiagnosa selama
proses skrining (American Cancer Society, 2014). Kanker dengan gejala
obstruksi dan perforasi mempunyai prognosis yang buruk (Hingorani, M. &
Sebag-Montefiore, D., 2011). Kanker kolorektal dini seringkali tidak
menunjukkan gejala, itulah sebabnya skrining sangat penting. (American
Cancer Society, 2014).
Berdasarkan Oxford Desk Reference:  Oncology tahun (2011) antara gejala-
gejala kanker kolorektal adalah seperti berikut:
1. Perdarahan rektal
Perdarahan rektal adalah keluhan utama yang penting dalam 20-50% kasus
kanker kolorektal. Pasien dengan perdarahan yang diamati dengan satu atau
lebih gejala dibawah harus segera dirujuk untuk pemeriksaan selanjutnya.
2. Perubahan pola buang air besar
Perubahan pola BAB sering dijumpai pada banyak pasien kanker kolorektal
sekitar 39-85%. Gejala dibawah meningkatkan probabiliti yang mendasari
kejadian kanker kolorektal.
 Perubahan pola BAB terutamanya pada pasien lanjut usia.
 Riwayat mencret darah atau lendir harus segera merujuk pendapat
spesialis.
 Riwayat baru diare dengan frekuensi yang sering dan konsistensi cair
3. Nyeri perut
 Nyeri perut pada pasien kanker kolorektal mungkin tanda dari obstruksi
yang akan terjadi.
 Nyeri kolik abdomen dengan gejala obstruksi lain seperti mual, muntah
harus segera diperiksa.
4. Gejala lain
 Kehilangan darah kronis; anemia defiensi besi, kelelahan, lesu ; sering
dijumpai pada tumor sisi kanan.
 Massa abdomen.
 Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) mungkin dijumpai
massa yang dapat diraba pada kanker rektal.
 Penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan.

G. Pemeriksaan Penunjang
 Fecal Occult Blood Test (FOBT), dapat mendeteksi adanya darah pada tinja.
 Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel
seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya
dan bisa diteropong. Bila ditemukan adanya polip, dapat sekalian diangkat.
Bila ada masa tumor yang dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian
diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya
dan jenis keganasannya.
 Colonoscopy, merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan
polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan
kolonoskopi adalah sebesar 94% (Depkes, 2006).
 Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar
rontgen pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan larutan
barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto.
Dan dilihat seluruh lapisan dinding dapat dilihat apakah normal atau ada
kelainan (Hingorani, M., & Sebag-Montefiore, D., 2011)
 Digital Rectal Examination (DRE), adalah pemeriksaan yang sederhana dan
dapat dilakukan oleh semua dokter dengan memasuki jari yang sudah
dilapisi sarung tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa
bagian dalam rektum.B ila ada tumor di rektum akan teraba dan diketahui
dengan pemeriksaan ini (Wendy, Y.M., 2013).

H. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terjadi perdarahan yang cukup bermakna terapi komponen
darah dapat diberikan. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering
dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan
selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau
imunoterapi.
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini
sering dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektivitas
terapi. Bahkan ada yang memberikan / macam kombinasi yaitu : 5-FU,
levamisol, dan leuvocorin. Darihasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan
sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi. Pembedahan adalah tindakan
primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal, pembedahan dapat bersifat
kuratiF atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu sisidapat diangkat dengan
kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomimerupakan suatu
prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan
pada beberapa kasus. Apabila tumor sudah menyebar dan mencakupstruktur
vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan. Tipe pembedahan tergantung
darilokasi dan ukuran tumor.
(Dr. Lyndon Saputra, 2014)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KANKER KOLOREKTAL

A. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1. Identitas pasien: Meliputi nama, umur, jenis, pekerjaan, alamat, tempat
tinggal, nomor register, dan diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang: adanya keluhan pada area abdomen terjadi
pembesaran.
3. Riwayat penyakit dahulu: Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita
pasien dengan timbulnya kanker kolon.
4. Riwayat penyakit keluarga: Adakah anggota keluarga yang mengalami
penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronis lainnya
5. Riwayat psikososial dan spiritual: Bagaimana hubungan pasien dengan
anggota keluarga lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit,
apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang
dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Riwayat biopsikososial spiritual
1. Pola nutrisi: Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari – hari, jenis
makanan apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,
frekuensi makanannya
2. Pola eliminasi: Kebiasaan BAB, BAK, frekuensi, warna BAB, BAK,
adakah keluar darah, atau tidak, keras, lembek, cair.
3. Pola istirahat dan tidur: Kebiasan istirahat tidur berapa jamKebiasan
sebelum tidur apa saja yang dilakukan
4. Pola personal hygiene: Kebiasan dalam pola hidup bersih, mandi,
menggunakan atau tidak menyikat gigi
5. Pola aktivitas dan latihan: Kegiatan sehari–hari, olahraga yang sering
dilakukan, aktivitas diluar kegiatan olahraga, misalnya nmengurusi urusan
adat di kampung dan sekitarnya.
6. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan: Kebiasaan merokok,
mengkonsumsi minum–minuman keras ketergantungan dengan obat-obatan
(narkoba).
7. Hubungan peran: Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetagga,
teman – teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat.
8. Pola persepsi dan konsep diri: Pandangan terhadap image diri pribadi,
kecintaan terhadap keluarga, kebersamaan dengan keluarga.
9. Pola nilai kepercayaan: Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
keyakinan terhadap agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang
dianut dan patuh terhadap perintah dan larangannya
10. Pola reproduksi dan seksual: Hubungan dengan keluarga harmonis,
bahagia, hubungan dengan keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
c. Riwayat Pengkajian Nyeri
P: provokasi paliatif
Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bisa memperberat? Apa yang bisa
mengurangi?
Q: quality - quantity
Bagaiman gejala dirasakan, sejauh mana gejal dirasakan?
R: region – radiasi
Dimana gejala yang dirasakan? Apakah menyebar?
S: skal – saverity
Seberapa tingkat keparahan dirasakan? Pada skala berapa?
T: time
Kapan gejala mulai timbul? Seberapa serng gejala dirasakan? Tiaba – tiba atau
bertahap? Seberapa lama gejala dirasakan?
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum: Kesadaran compos metis, suhu 37,50C, nadi 60–100
x/menit, RR 16 – 20 x / menit, TD 120 / 80 mmHg
2. Pemeriksaan head to toe
a. Kepala dan leher
- Rambut dan kulit kepala: Adakah perdarahan, pengelupasan, perlukaan,
penekanan
- Telinga: Adakah perlukaan, darah, cairan dan bau
- Mata: Adakah perlukaan, darah, cairan, pembengkakan, rteflek pupil,
kondisi keplopak mata, adanya benda asing, sklera putih
- Mulut: Adakah benda asing, gigi, simetris, kering
- Hidung: Adakah perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan
anatomi, akibat trauma
- Leher: Adakah bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar
tiroid
b. Pemeriksaan dada
- Inspeksi: Bentuk simetris kanan dan kiri, inspirasi dan ekspirasi
pernafasan, irama, gerakan cuping hidung, terdengar suara napas
tambahan bantu dada.
- Palpasi: Pergerakan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara
kanan kiri dinding dada
- Perkusi: Adanya suara – suara sonor pada kedua paru – paru, suara
redup pada batas paru dan hepar
- Auskultasi: Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan wheezing
c. Kardiovaskuler
- Inspeksi: Bentuk dada simetris
- Palpasi: Frekuensi dada simetris
- Perkusi: Suara pekak
- Auskultasi: Irama regular, systole/murmur

d. Secara system pencernaan / abdomen


- Inspeksi: Apakah abdomen membuncit atau datar, tapi perut menonjol
atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, apakah ada benjolan –
benjolan/massa
- Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah masssa (tumor, teses)
turgor kulit perut untuk mengetahui derajatbbildrasi pasien, apakah
hepar teraba
- Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinaria, tumor)
- Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normal 5 – 35 x/ menit

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan, trauma muskuloskletal,
kehancuran yang terus-menerus (misalnya lokalisasi)
2. Kerusakan integritas kulit b/d tindakan keperawatan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual /
muntah
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan serat,
kelemahan otot abdomen sekunder akibat mekanisme kanker kolon.
C.  Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dari kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil
1. Nyeri Tujuan : pasien1)   Pantau tempat dan1)   Mengetahui cara
berhubungan mengatakan bahwa respons pasien mengatasi nyeri
dengan insisi rasa nyeri telah terhadap nyeri yang tepat
pembedahan, terkontrol atau hilang.2)   Ajarkan tindakan2)   Pasien merasa
trauma Criteria hasil :pasien untuk meningkatkan lebih nyaman dan
muskuloskletal tampak rileks, dapat kenyamanan pasien bisa
, kehancuran beristirahat / tidur dan perubahan posisi, mengatasi nyerinya
yang terus- melakukan pergerakan gosokan (massase)
menerus yang berarti sesuai dan teknik relaksasi
(misalnya toleransi.. 3)   Ciptakan lingkungan3)   Meningkatkan
lokalisasi) yang kondusif untuk istirahat dan tidur
relaksasi, membatasi yanf adekuat untuk
pengunjung memfasilitasi
4)   Kolaborasi peredaan nyeri
pemberian analgetik 4)   Mengurangi rasa
nyeri

2. Kerusakan Tujuan: 1)   ·         Pantau tanda –1)   Mengetahui


integritas kulit-       Luka semakin tanda kerusakan penanganan yang
b/d tindakan kering dan menutup integritas kulit tepat
keperawatan -       Tidak terjadi 2)   Tetap bersih dan
nekrosis 2)   Jelaskan dan ajarkan menghindari dari
Criteria hasil : cara perawatan kulit infeksi
         Tidak ada da tanda pasca oprasi 3)   Menghindari dari
– tanda infeksi seperti3)   Berikan barier kulit infeksi
pes, kemerahan, sesuai resep
oodema
3. Perubahan Tujuan : klien mampu·      Kaji sejauh mana R : menganalisa
nutrisi kurang mempertahankan & ketidak adekuatan penyebab
dari kebutuhan meningkatkan intake nutrisi pasien melaksanakan
tubuh b.d mual nutrisi. ·      Timbang berat intervensi.
/ muntah Criteria hasil : badan sesuai indikasi R : mengawasi
          Klien akan·       Anjurkan makan kefektifan secara
memperlihatkan sedikit tapi sering diet
perilaku
mempertahankan atau R : tidak memberi
meningkatkan berat·      Tawarkan minum rasa bosan dan
badan dengan nilai saat makan bila pemasukan nutrisi
laboratorium normal. toleran dapat di tingkatkan
          Klien mengerti dan·       Kolaborasi dengan R : dapat
mengikuti anjuran diet ahli gizi pemberian mengurangi mual
          Tidak ada mual / makanan yang dan menghilangkan
muntah. bervariasi gas.
R : Menstimulasi
nafsu makan dan
mempertahankan
intake nutrisi yang
adekuat.
4. Konstipasi Tujuan : pola·      kaji warna dan R : penting untuk
berhubungan eliminasi dalam konsistensi feses, menilai keefektifan
dengan rentang yang di frekuensi, keluarnya intervensi, dan
penurunan harapkan : feses flatus, bising usus dan memudahkan
frekuensi lembut dan berbentuk. nyeri tekan abdomen rencana selanjutnya.
defekasi yang Criteria hasil : ·      pantau tanda gejala
normal pada          klien akan rupture usus. R : keadaan ini
seseorang di menunjukkan dapat menjadi
sertai dengan pengetahuan akan penyebab
kesulitan program defekasi kelemahan otot
keluarnya abdomen dan
feses yang yang di butuhkan penurunan
tidak lengkap          melaporkan peristaltik usus,
atau keluarnya keluarnya feses·      Kaji faktor yang dapat
feses yang dengan berkurangnya penyebab konstipasi menebabkan
keras dan nyeri dan mengejan konstipasi.
kering R : mengetahui
dengan jelas faktor
penyebab
memudahkan
pilihan intervensi
yang tepat

DAFTAR PUSTAKA
Saputra, Lyndon.2014.Buku Saku Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Fungsi
Gastrointestinal.Tanggerang Selatan: Binapura Aksara Publisher.

Irianto, Koes.2013. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa.Bandung:Alpabeta.

www.hopkinsmedicine.org

www.cancer.org

Anda mungkin juga menyukai