Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Kanker kolorektal adalah keganasan yang terjadi di
jaringan usus besar dan rektum (bagian akhir dari usus besar)
(Kemenkes RI, 2016).
Kanker kolorektal ditujukan sebagai keganasan/ kanker
yang terdapat di bagian usus besar/ kolon dan rektum, yang lebih
khususnya kolon berada proksimal usus besar dan rektum terdapat
di bagian distal antara 5-7 cm di atas anus (Sayuti & Nouva, 2019).
Kanker kolorektal adalah kanker yang diakibatkan oleh
mutasi genetik kumulatif pada sel epitel usus dan rektum sehingga
terjadi pembelahan, migrasi dan diferensiasi sel yang berlebihan
serta berakibat pada terjadinya proliferasi, invasi, dan metastasis
sel-sel tersebut (Sanjaya et al., 2023).
2. Anatomi Dan Fisiologi
a) Anatomi Sistem pencernaan
System gastrointestinal disebut juga sistem pencernaan atau
sistem digresif terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ
aksesori. Rongga mulut, faring, esophagus, lambung, usus
halus, dan usus besar merupakan komponen saluran
gastrointestinal. Organ aksesori terdiri atas gigi, lidah, serta
beberapa kelenjar dan organ seperti kelenjar saliva, hati dan
pankreas yang menyuplai sekresi ke saluran pencernaan.
Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau oral
mempunyai beberapa fungsi diantaranya dapat menganalisis
material makanan sbelum menelan, proses mekanis dari ( gigi,
lidah, dan permukaan palatum ), lubrikasi oleh sekresi saliva
serta digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak.
Rongga mulut ini dibatasi oleh mukosa mulut yang memiliki

3
Stratified Squamus Epithelium. Bagian atap dari rongga mulut
adalah palatum, sedangkan bagian dasar adalah lidah. Bagian
posterior rongga mulut uvula yang bergantung pada palatum.
Lambung terletak dibagian kiri atas abdomen tepat dibawah
diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk
tabung-J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat
raksasa. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, badan,
dan antrum pilorikun atau pylorus. Sebelah kanan atas
lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri
bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Usus halus berjalan
dari pylorus lambung ke sukum dan dapat di bagi menjadi tiga
bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang sekitar
25 cm, jejunum mempunyai panjang 2,5 m dimana proses
digesti kimia dan absorpsi nutrisi terjadi di dalam jejunum,
sedangkan ileum memiliki katup ileosecal yang mengontrol
aliran material dari ileum ke usus besar. Kolon yang
mempunyai panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari ileum ke
rectum. Bagian pertama kolon adalah sekum, dimana
merupakan bagian yang paling lebar. Kolon berjalan sekum ke
atas menjadi kolon kanan ( Kolon Asendes ) melintas abdomen
atas sebagai Kolon Transverses, dan turun sebagai kolon kiri (
Kolon Desendens ) ke sigmoid, yaitu bagian kolon yang paling
sempit. Dari digmoid, anatomi usus besar dilanjutkan ke
rectum.

4
b) Fisiologi sistem pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang
menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk
diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan
enzim dan zat cair yang terbentang dari mulut sampai anus.
Berikut adalah fisiologi dari usus besar dan rectum antara lain:
1) Intestinum mayor (usus besar)
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1,5 m,
lebarnya 5-6 cm. Fungsi usus besar adalah menyerap air
dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feses.
Large Intestine
Transverse colon

Ascending colon
Descending
Small intestine colon
Ileocecal valve
Caecum
Appendix
Sigmoid colon
Rectum External anal sphincter
Internal anal sphincter
Anus Anal canal

Usus besar dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:


a. Sekum
Dibawah sekum terdapat appendiks vermivomis
yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut
juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
b. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen
sebelah kanan, membujur ke atas dari illeum
kebawah hati.
c. Appendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti
corong dari ujung sekum, mempunyai pintu
keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan

5
dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
d. Kolonn tranvesum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon
asendens sampai ke kolon desendens berada di
bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura
hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura
lienalis.
e. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen
bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan
fleksura lienalis sampai ke depan illeum kiri,
bersambung dengan kolon sigmoid.
f. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon
desendens, terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
2) Rektum
Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak
dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis.
3) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar).
Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3
sfingter:
a. Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak
menurut kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut
kehendak
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja
menurut kehendak. (Drs. H. Syaifuddin 2010)

6
3. Etiologi
Menurut LeMone, Burke, & Bauldoff , 2016, Penyebab spesifik dari
kanker kolorektal belum diketahui secara jelas, tetapi ada beberapa
faktor risiko yang sudah diidentifikasi, antara lain:
a. Herediter/faktor genetic
b. Makanan tinggi lemak dan rendah serat
c. Gaya hidup: kebiasaan menahan BAB/ defekasi, merokok
d. Obat-obatan/hormon
e. Faktor usia: lebih sering terjadi pada usia diatas 50 tahun
f. Riwayat penyakit masa lalu
g. Radiasi
4. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum (95 %) adenokarsinoma (muncul
dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat
menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta
meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar kebagian tubuh yang lain (paling
sering ke hati) Japaries, 2013. Pertumbuhan kanker menghasilkan
efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi
dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker
dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase
pada jaringan lain. Prognosis relatif baik bila lesi terbatas pada
mukosa dan submukosa pada saat reseksi di lakukan, dan jauh lebih
jelek telah terjadi mestatase ke kelenjar limfe (Japaries,2013).
Menurut Diyono (2013), tingkatan kanker kolorektal dari duke
sebagai berikut : Stadium 1: terbatas hanya pada mukosa kolon
(dinding rektum dan kolon), Stadium 2: menembus dinding otot,
belum metastase, Stadium 3: melibatkan kelenjar limfe, Stadium 4:
metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dan ke organ lain.
Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker usus yang dapat
tumbuh secara lokal dan bermetastase luas. Adapun cara
penyebaran ini melalui beberapa cara. Penyebaran secara lokal

7
biasanya masuk ke dalam lapisan dinding usus sampai ke serosa
dan lemak mesentrik, lalu sel kanker tersebut akan mengenai organ
di sekitarnya. Adapun penyebaran yang lebih luas lagi di dalam
lumen usus yaitu melalui limfatik dan sistem sirkulasi. Bila sel
tersebut masuk melalui sistem sirkulasi, maka sel kanker tersebut
dapat terus masuk ke organ hati, kemudian metastase ke organ
paru-paru. Penyebaran lain dapat ke adrenal, ginjal, kulit, tulang,
dan otak. Sel kanker dapat menyebar ke daerah peritoneal pada saat
akan di lakukan reseksi tumor
Hampir semua kanker kolorektal ini berkembang dari polip
adenoma jenis villous, tubular, dan vilous tubular, namun dari
ketiga jenis adenoma ini, menjadi premalignan. Jenis
tubular berstruktur seperti bola dan bertangkai, sedangkan jenis
villous berstruktur tonjolan seperti jari-jari tangan dan tidak
bertangkai. Kedua jenis ini tumbuh menyerupai bunga kol di dalam
kolon sehingga massa tersebut akan menekan dinding mukosa
kolon. Penekanan yang terus-menerus ini akan mengalami lesi-lesi
ulserasi yang akhirnya akan menjadi perdarahan kolon. Selain
perdarahan, maka obstruksi pun kadang dapat terjadi. Hanya
saja lokasi tumbuhnya adenoma tersebut sebagai acuan. Bila
adenoma tumbuh di dalam lumen luas (ascendens dan trans
versum), maka obstruksi jarang terjadi. Hal ini di karenakan isi
(feses masih mempunyai konsentrasi air cukup) masih dapat
melewati lumen tersebut dengan mengubah bentuk (disesuaikan
dengan lekukan lumen karena tonjolan massa). Tetapi bila
adenoma tersebut tumbuh dan berkembang di daerah lumen yang
sempit (descendens atau bagian bawah), maka obstruksi akan
terjadi karena tidak dapat melewati lumen yang telah terdesak oleh
massa. Namun kejadian obstruksi tersebut dapat menjadi total atau
parsial (Diyono, 2013). Secara genetik, kanker kolon merupakan
penyakit yang kompleks. Perubahan genetik sering di kaitkan
dengan perkembangan dari lesi permalignan (adenoma) untuk

8
adeno karsinoma invasif. Rangkain peristiwa molekuler dan
genetik yang menyebabkan transformasi dari keganasan polip
adeno matosa. Proses awal adalah mutasi adeno matosa poliposis
gen yang pertama kali di temukan pada individu dengan keluarga
adeno matosa poliposis. Protein yang di kodekan oleh adeno
matosa poliposis gen penting dalam aktivasi onkogen c-mycdan
siklin, yang mendorong pengembangan menjadi fenotipe ganas
(Muttaqin, 2013).
5. Manifestasi Klinis
Menurut (Sayuti & Nouva, 2019; Suddarth, 2013) manifestasi
klinis dari kanker kolorektal ditandai dengan bererapa gejala yang
umum antara lain:
1. Perubahan pola defekasi/BAB, mencakup konstipasi
ataupun diare, terasa penuh pada perut atau kembung
2. Nyeri dan kram pada perut
3. Penurunan berat badan
4. Hemoroid
5. Anoreksia
6. Anemia (akibat perdarahan)
6. Komplikasi
Menurut Suddarth, 2013, komplikasi utama terkait penyakit kanker
kolorektal antara lain ialah:
1. Obstruksi usus parsial
2. Dinding usus mengalami perforasi oleh tumor
3. Penyebaran tumor secara langsung hingga melibatkan
organ yang ada di sekitarnya
4. Ekstensi tumor dan ulserasi ke pembuluh darah di dekatnya
(perforasi/ lubang, abses, peritonitis, sepsis, atau syok).
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium klnis
Tes laboratorium digunakan untuk mengkonfirmasi
diagnosis dan untuk memantau perkembangan atau

9
kekambuhan tumor atau kanker. Tesyang dilakukan seperti
tes tinja, tes darah dan tes Hb serta tes eletrolit.
2. Radiologi
Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah rontgen
sederhana. Teknik yang biasa digunakan yaitu menggunakan
barium enema kontras ganda sensitivitas untuk mendeteksi
polip mencapai 90% yang berukuran lebih dari 1 cm.
3. Endoskopi Usus Besar
Dapat digunakan untuk visualisasi seluruh usus besar dan
rectum. Prosedur endoskopi ini dijalankan pada saluran
pencernaan dengan alat sebuah tabung fleksibel dengan
diameter sekitar 1,5 cm yang dilengkapi dengan kamera.
Endoskopi ini adalah cara paling akurat untuk menampilkan
polip ukuran kecil.
4. CT Scan
Modalitas CT Scan yang mempunyai kompetensi
rekonstruksi multiplanar dan 3D volume rendering yang
dapat melakukan CT kolonografi dengan baik, kolonoskopi
virtual juga membutuhkan software khusus.
8. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medis pada penyakit kanker kolorektal
bersifat multidisiplin. Pemilihan dan pertimbangan terapi
bergantung pada terapi bedah yang dimana terapi bedah adalah
terapi primer untuk kanker stadium awal dengan tujuan kuratif.
Berikut adalah penatalksanaan medik untuk kanker kolorektal:
1. Pembedahan
Reseksi pembedahan digunakan untuk mendiagnosis dan
menentukan tahapan atau stage lebih dari 90% dari seluruh
kanker dan sebagai terapi primer pada lebih dari 60%
kanker. Pembedahan memiliki tujuan meliputi profilaksis,
diagnosis, terapi, rekontruksi, dan paliasi (Lemone et al.,
2016).

10
a. Pembedahan profilaksis
Pembedahan ini bertujuan untuk mengangkat
jaringan atau organ yang memiliki kemungkinan
mengalami kanker. Pembedahan sebagai terapi
primer kanker, memiliki tujuan untuk mengangkat
keseluruhan tumor dan jaringan sekitar terkait serta
nodus limfa sebanyak dan serealistis mungkin.
Terkadang pada terapi pembedahan memerlukan
pengangkatan bagian tubuh dan pembuatan struktur
yang baru untuk menerima fungsi struktur yang
hilang. Seperti pengangkatan kolon sigmoid, kolon
distal, dan rektum, sehingga untuk proses defekasi
pasien harus dibuatkan lubang stoma pada dinding
abdomen, yang menghasilkan kolostomi permanen
(Lemone et al., 2016). Menurut Utami (2016)
Laparotomi adalah pembedahan mayor dengan insisi/
sayatan pada dinding perut hingga ke rongga perut
yang bertujuan untuk mendapatkan bagian organ
yang bermasalah seperti perdarahan, kanker,
perforasi dan obstruksi. Reseksi anterior adalah
pembedahan dengan mengangkat kolon sigmoid dan
sebagian dari rektum beserta pembuluh darah dan
saluran limfa.
b. Pembedahan diagnostik
Pembedahan diagnostik bertujuan untuk memastikan
diagnosis histologis dan penentuan tahap atau stage
kanker melalui biopsi, endoskopi, laparoskopi, dan
eksplorasi bedah buka.
2. Kolostomi
Apabila tumor terdapat pada rektum, kolon sigmoid dan
anus, maka dilakukan reseksi abdominoperianal untuk
mengangkat tumor melalui insisi abdominal dan perianal.

11
Kolostomi sigmoid secara permanen dilakukan untuk
eliminasi fekal. Anus ditutup dan stoma dibentuk dari kolon
sigmoid proksimal dan biasanya terletak pada kuadran kiri
bawah abdomen (Lemone et al., 2016).
3. Terapi radiasi
Terapi radiasi tidak diberikan sebagai terapi pokok pada
kanker kolorektal, tetapi diberikan bersamaan dengan
reseksi bedah. Terapi radiasi yang digunakan untuk
mengatasi kanker yang berukuran kecil adalah radiasi
intrakavitari, eksternal atau implantasi. Kanker rektal
berisiko tinggi mengalami kekambuhan setelah dilakukan
reseksi bedah, terutama jika tumor sudah menyebar ke luar
dinding usus. Terapi radiasi dilakukan sebelum atau
sesudah operasi dapat mengurangi kekambuhan tumor
pelvis dan untuk menyusutkan tumor rektal yang berukuran
cukup besar untuk memudahkan tindakan reseksi tumor
(Lemone et al., 2016).
4. Kemoterapi Agen kemoterapeutik seperti fluorourasil
intravena (5-FU) dan asam folinat (leucovorin), juga
digunakan pada waktu pascaoperasi sebagai terapi
penunjang untuk kanker kolorektal (Lemone et al., 2016).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status
perkawinan, suku/ bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, nomor rekam medis, diagnosa medis dan
alamat pasien.
b. Status kesehatan saat ini
Meliputi: Keluhan utama, Alasan masuk rumah sakit, faktor
pencetus, lamanya keluhan, timbulnya keluhan (bertahap,
mendadak), (Unissula, 2023).

12
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi: Alasan masuk rumah sakit, waktu kejadian, hingga
masuk rumah sakit, mekanisme, lingkungan keluarga, kerja,
dan masyarakat sekitar.
d. Riwayat kesehatan yang lalu Penyakit yang pernah dialami
(masa kanak-kanak, kecelakaan, pernah dirawat, penyakit,
operasi, waktu), alergi, imunisasi, obat-obatan, dan kebiasaan.
e. Riwayat diet pasien yang hanya mengonsumsi serat, protein
hewani dan lemak, seperti daging merah dapat meningkatkan
mengalami kanker kolorektal (Kemenkes RI, 2018).
f. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi: Perawatan yang pernah dialami dan penyakit lain
seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, dan lain-lain.
g. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi: Penyakit yang diderita oleh keluarga, riwayat
keluarga yang mengalami kanker kolorektal/ Hereditas, kalau
keluarga memiliki riwayat kanker kolorektal, maka anggota
keluarga lainnya akan memiliki risiko tinggi terkena penyakit
kanker kolorektal, khususnya pada usia muda (Rosaliani,
2019).
h. Riwayat kesehatan lingkungan
i. Pengkajian pola kesehatan fungsional
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2. Pola eliminasi
3. Pola aktivitas dan latihan
4. Pola istirahat dan tidur
5. Pola nutrisi dan metabolik
6. Pola kognitif dan konseptual sensori
7. Pola persepsi dan konsep diri
8. Pola mekanisme koping
9. Pola seksual dan reproduksi
10. Pola peran berhubungan dengan orang lain

13
11. Pola nilai dan kepercayaan.
j. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran
2. Penampilan
3. Vital sign meliputi suhu tubuh, tekanan darah, nadi, saturasi
oksigen, respirasi rate
4. Kepala, leher dan wajah: dengan teknik inspeksi dan
palpasi.
5. Mata: perlukaan, pembengkakan, refleks pupil, kondisi
kelopak mata, adanya benda asing, warna skelera, adanya
nyeri tekan.
6. Hidung: perlukaan, darah, cairan, napas cuping hidung,
kelainan anatomi akibat trauma
7. Telinga
8. Mulut dan tenggorokan: kesimetrisan, mukosa bibir,
sianosis, kering
9. Dada:
a. Paru
1) Inspeksi: bentuk, inspirasi, ekspirasi, pernapasan,
irama, gerakan simetris atau tidak, jika terjadi
metastasis kanker ke paru akan ada keluhan sesak
napas, batuk-batuk selama satu bulan, batuk darah,
obstruksi jalan napas, bunyi napas wheezing, dan
stridor (Wijaya & Putri dalam Muna, 2020).
2) Palpasi: pergerakan simetris kanan kiri, taktil
premitus sama antara kanan dan kiri.
3) Perkusi: suara sonor pada kedua paru, suara redup
ada batas paru dan hepar.
4) Auskultasi: suara napas tambahan seperti ronkhi,
mengi, wheezing, dan stridor.
b. Jantung
1) Inspeksi: bentuk dada simetris

14
2) Palpasi: frekuensi nadi
3) Perkusi: suara pekak
4) Auskultasi: irama reguler sistol/ murmur
10. Abdomen
1) Inspeksi: apakah abdomen buncit atau datar,
umbilikalis menonjol atau tidak, apakah ada
benjolan/ massa pada abdomen, luka, jejas, lesi
2) Auskultasi: suara peristaltik usus nilai normalnya 3-
12 kali/ menit.
3) Palpasi: nyeri tekan pada abdomen, teraba massa
pada abdomen (Lemone et al., 2016).
4) Perkusi: suara normal timfani, jika ada massa padat
atau cair akan menimbulkan suara pekak (hepar,
asites, vesika urinari, tumor).
11. Genitalia
a. Kebersihan dan pertumbuhan rambut
b. Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang
kateter, terdapat lesi atau tidak
12. Ekstremitas atas dan bawah
a. Warna dan suhu kulit
b. Perdarahan nadi distal
c. Deformitas ekstremitas
d. Gerakan ekstremitas secara aktif dan pasif
e. Gerakan ekstremitas yang tidak wajar dan adanya
krepitasi
f. Derajat nyeri bagian yang cidera
g. Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh, Clubbing
finger jika terjadi metastasis pada paru (Wijaya &
Putri dalam Muna, 2020).
h. Refleks patella
13. Kulit

15
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan
post operasi kanker kolorektal adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi)
ditandai dengan klien mengeluh nyeri, wajah tampak
meringis.
2. Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
3. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring ditandai dengan klien
tampak pucat dan lemas.

16
3. Intervensi keperawatan

Diagnosis Keperawatan Tujuan keperawatan (SLKI) Intervensi keperawatan (SIKI) Rasional


(SDKI)
D.0077 Setelah dilakukan intervensi keperawatan I.08238 1. Untuk mengetahui lokasi,
Nyeri akut b.d agen selama 3x24 jam, maka diharapkan Tingkat Manajemen Nyeri: karakteristik, durasi, frekuensi,
pencedera fisik (prosedur Nyeri Menurun dengan kriteria hasil: Observasi: kualitas dan intensitas nyeri.
operasi) ditandai dengan L.08066 1. Identifikasi lokasi nyeri, karakteristik, 2. Untuk mengetahui tingkat nyeri
klien mengeluh nyeri, wajah 1) Keluhan nyeri munurun (3) durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas yang dirasakan.
tampak meringis, gelisah 2) Meringis menurun (5) nyeri 3. Agar kita dapat mengurangi
dan sulit tidur 3) Pola tidur membaik (5) 2. Identifikasi skala nyeri faktor-faktor yang memperparah
4) TTV membaik (5) 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan nyeri yang dirasakan.
5) Gelisah (3) memperingan nyeri 4. Agar pasien mengetahui
6) Sulit tidur (2) Terapeutik: kondisinya dan mempermudah
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk perawatan terkait nyeri.
mengurangi nyeri 5. Agar dapat mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat yang dirasakan
nyeri 6. Agar nyeri yang dirasakan tidak
6. Fasilitasi istirahat dan tidur meningkat
Edukasi: 7. Agar dapat mengurangi rasa nyeri
7. Jelaskan strategi meredakan nyeri dengan cara nonfarmaologis
8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 8. Agar pasien mengetahui cara
Kolaborasi: meredakan nyeri secara mandiri.
9. Kolaborasi pemberian analgetic (jika 9. Agar rasa nyeri dapat berkurang
perlu)

D.0142 Setelah dilakukan intervensi keperawatan I.14539 1. Untuk mengetahui adanya


Risiko infeksi ditandai selama 3x24 jam, maka diharapkan Tingkat Pencegahan Infeksi: peningkatan suhu menunjukkan
dengan efek prosedur invasif Infeksi Menurun dengan kriteria hasil: Observasi: adanya tanda- tanda infeksi
L.14137 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Meminilmalisir resiko infeksi

17
1. Kebersihan tangan meningkat (5) Terapeutik: yang terjadi
2. Demam menurun (5) 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak 3. Untuk mencegah kontaminasi
3. Kemerahan menurun (5) dengan pasien dan lingkungan pasien kuman masuk ke luka insisi
4. Nyeri menurun (4) 3. Pertahankan teknik aseptik sehingga menurunkan resiko
5. Bengkak menurun (4) Edukasi: terjadinya infeksi.
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 4. Untuk mengetahui tanda dan
5. Ajarkan cara memeriksa luka atau luka gejala intervensi
operasi 5. Agar klien mengetahui tentang
pentingnya peningkatan nutrisi

D.0056 Setelah dilakukan intervensi keperawatan I.05178 1. Untuk mengetahui keadaan


Intoleransi aktivitas b.d tirah selama 3x24 jam, maka diharapkan Toleransi Manajemen Energi umum pasien dan keluahan apa
baring ditandai dengan klien Aktivitas Meningkat dengan kriteria hasil: Observasi: yang timbul.
tampak pucat dan lemas. L.05047 1. Monitor Tanda-tanda vital 2. Untuk mengetahui pola tidur
1. Perasaan lemah meningkat (2) 2. Monitor pola dan jam tidur teratur atau tidak
2. Warna kulit membaik (4) 3. Monitor pola ketidaknyamanan selama 3. Untuk mengetahui lokasi dan
3. Tekanan darah membaik (5) melakukan aktivitas tingkat ketidaknyamanan klien
Terapeutik: selama beraktivitas
4. Sediakan lingkungan yang nyaman dan 4. Untuk memberikan rasa nyaman
rendah stimulus (cahaya, suara & pada klien
kunjungan) 5. Untuk meningkatkan dan
5. Lakukan Latihan rentang gerak melatih massa otot
pasif/aktif 6. Untuk memberikan
Edukasi: kenyamanan saat klien tidur
6. Anjurkan tirah baring

18
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri
adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau
keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari
petugas kesehatan lain tetapi tetap dengan menggunakan SOP tindakan
keperawatan. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain (Tarwoto
& Wartonah, 2019).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah hasil dari perkembangan kesehatan
pasien, dengan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawat
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan.

19

Anda mungkin juga menyukai