Anda di halaman 1dari 13

Leukemia limfoblastik Akut Pada Anak

Marsel chriswendel
102017020

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Abstrak
Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di
bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang
terjadi pada usia remaja dan dewasa. Anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak
perempuan. Berdasarkan morfologi limfosit di darah tepi dan sumsum tulang. Etiologi dari
leukemia akut masih tidak diketahui. Gambaran klinis ALL cukup bervariasi, dan gejalanya
dapat tampak tersembunyi atau akut. Beberapa pasien menderita infeksi atau pendarahan
yang mengancam jiwa saat diagnosis, sedangkan lainnya asimtomatis, dengan leukemia yang
terdeteksi selama pemeriksaan fisik rutin.
Kata Kunci: LLA, Kanker darah, Leukemia anak
Abstract
This type of leukemia constitutes 25% of all types of cancer that affect children under the age
of 15 years. Most often occurs in children aged between 3-5 years, but sometimes occurs in
adolescents and adults. Boys are more common than girls. Based on the morphology of
lymphocytes in peripheral blood and bone marrow. The etiology of acute leukemia is still
unknown. Clinical features of ALL are quite variable, and symptoms can appear hidden or
acute. Some patients suffer from infection or life-threatening bleeding at diagnosis, while
others are asymptomatic, with leukemia detected during routine physical examination.
Key Words: LLA, Blood Cancer, Child Leukemia

Pendahuluan
Leukemia adalah penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam
sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena,
kegagalan sumsum tulang dan infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening,
meninges, otak, kulit, atau testis. Kegagalan sumsum tulang menimbulkan gejala berupa
anemia, netropenia, trombositopenia.1 Leukemia dapat dibagi menjadi 2 yaitu, leukemia akut
dan kronis, yang masing-masing lebih lanjut dibagi menjadi limfoid atau mieloid. Kelainan
mieloproliferatif, sekelompok keadaan yang ditandai dengan proliferasi abnormal satu atau
lebih sel-sel hemopoetik dalam sumsum tulang dan pada banyak kasus juga di hepar, limpa.
Sel-sel hemopoetik yaitu, eritroid, granulosit dan monosit, serta megakariosit. Sedangkan
kelainan limfoproliferatif, sekelompok keadaan yang ditandai oleh proliferasi abnormal
sistem limforetikuler (limfosit, plasmosit, histiosit).
Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan
transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor hemopoietik sumsum
tulang dini, disebut sel blas. Gambaran klinis dominan penyakit-penyakit ini biasanya adalah
kegagalan sumsum tulang yang disebabkan akumulasi sel blas. Apabila tidak diobati,
penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi lebih mudah diobati dibandingkan leukemia
kronik.1 Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih dari 30% sel blas dalam sumsum
tulang pada saat manifestasi klinis. Leukemia akut selanjutnya dibagi menjadi leukemia
mieloid akut (LMA) dan Leukemia Limfoblastik akut (LLA) berdasarkan apakah sel blasnya
terbukti sebagai mieloblas atau limfoblas.
Leukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 14
tahun, ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal sehingga
menyebabkan pucat, pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam, nyeri, dan
perdarahan sebagai manifestasi klinis.  Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais
(2000-2008), LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1
dengan risiko biasa  adalah jenis LLA terbanyak.Dari penelitian, 44,9% pasien meninggal
dan 27,5 % hidup.2 Tujuan penulisan makalah ini untuk menginformasikan kepada pembaca
tentang diagnosa, patofisiologis, pemeriksaan, dan penatalaksanaan leukemia limfoblastik
akut pada anak.
Anamnesis
Pada kasus LLA, anamnesis umum ditambah dengan anamnesis khusus (yang
mengarah pada gangguan darah terutama tanda-tanda anemia dan trombositopenia) akan
sangat membantu dalam menentukkan pemeriksaan dan diagnosis yang akan diambil. 3 Selain
itu, dapat pula diajukan beberapa pertanyaan yang mengarah kepada kondisi LLA, yaitu:
o
Apakah ada tanda-tanda anemia seperti pucat, mudah lelah, letargi, sering pusing?
o
Apakah terdapat tanda trombositopenia berupa perdarahan kulit berupa bercak kebiruan
maupun perdarahan dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi,
hematuria dan melena?
o
Apakah keluhan timbul setelah melakukan aktifitas atau dipengaruhi suatu hal tertentu?
o
Apakah timbul demam, mual, muntah, dan nyeri pada sendi?
o
Apakah dulu pernah mengalami seperti ini dan apakah di keluarga ada yang sakit seperti
ini juga?
o
Penaganan dan obat apa saja yang sudah digunakan? Berapa lama penggunaannya dan
bagaimana khasiatnya? 4,5
Pada skenario didapatkan hasil anamnesis: Anak perempuan berusia 8 tahun, keluhan utama
pucat sejak 1 bulan yang lalu. Sejak 2 minggu yang lalu demam hilang timbul, nyeri tungkai,
perdarahan gusi, dan mimisan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, yang dilakukan adalah dengan melihat keadaan umum dan
kesadaran umum pasien, sclera dan konjungtiva kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
tanda-tanda vital. Pemeriksaan vital berupa tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan
frekuensi pernafasan.
Pemeriksaan kelenjar getah bening (KGB) dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.
Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada
tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak
dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.6 Ukuran normal
bila diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal).
Nyeri tekan umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan. Konsistensi keras
seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada
limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadinya
abses/pernanahan. Penempelan/bergerombol beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai
splenomegaly, dan kadang-kadang hepatomegaly serta limfadenopati. Penderita yang
menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia.
Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang
mendadak dan penyebabnya tidak diketahui, hati-hati leukemia. Perdarahan dapat berupa
ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dan sebagainya. Pada stadium permulaan
mungkin tidak terdapat splenomegali.1 Dari skenario didapatkan hasil pemeriksaan fisik: suhu
39oc, napas 24 kali/menit, denyut nadi 110 kali/menit, tekanan darah 90/60 mmHg,
konjungtiva anemia, sklera tidak ikterik. Kelenjar getah bening ervikal, aksioma, dan inguinal
teraba 2cm multipel tidak nyeri. Hepar teraba 4 jari BAC, lien S2, serta terdapat petechiae
dan purpura pada ekstremitas bawah dan atas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan laboratorium utama untuk mendiagnosis LLA adalah hitung darah lengkap,
aspirasi sum-sum tulang untuk melihat morfologi sel, immunophenotyping dan analisis
sitogenik.7

 Hitung darah lengkap


Hasil hitung darah lengkap pada LLA abnormal, dengan peningkatan kadar sel darah
putih yang signifikan (mencapai >100.000/µl) dan mayoritas terdiri dari limfoblas.
Namun, 30% kasus menunjukkan kadar leukosit yang normal atau rendah. Umumnya
ditemukan granulositopenia, dan pada kasus dengan limfoblas yang sangat tinggi,
granulosit bisa tidak terdeteksi. Anemia dan trombositopenia hampir selalu ditemukan
meskipun dengan derajat bervariasi.7 Pada LLA, limfoblas umumnya agranular
berukuran sedang, sementara pada LMA, sel blas lebih besar dengan sitoplasma yang
lebih banyak dan kadang mengandung Auer rod.8
Gambar 1. Sel blas pada LLA.8
Pada kasus ini kadar Hb 5 gr/dl, Ht 18%, Leukosit 1.000/mm3, Trombosit 10.000/mm3. Pada
hitung jenis ditemukan Hitung jenis : basophil 0, eosinophil 0, neutrofil batang 2%, netrofil
segmen 12%, limfosit 80%, monosit 6%. Morfologi darah tepi: anisopoikilositosis, trombosit:
jumlah sangat kurang, lekosit: basophil 0, eosinophil 0, neutrofil batang 2%, netrofil segmen
2%, limfosit 10%, mieolosit 6%, metamielosit 5%, monosit 5%, limfoblast 70%.

 Aspirasi sumsum tulang


Terlihat selularitas meningkat dan sel-sel normal digantikan oleh limfoblas
(Gambar 2). Sulit membedakan LLA dan LMA (leukemia myeloblastik akut) dari
morfologi saja sehingga perlu dilakukan pewarnaan histokimia. LLA akan negatif
pada pewarnaan peroksidase dan esterase, namun positif pada PAS (periodic acid-
Schiff). LLA tipe pre-B positif pada pewarnaan TdT (terminal deoxynucleotidase).4

Gambar 2. Hiperselularitas sum-sum tulang pada leukemia akut.9


Pada keganasan darah biasanya ditemukan sel blas >30%. Pada kasus ini Aspirasi
sumsum tulang: selularitas meningkat, megakariosit absent, 80% limfoblast.
Immunophenotyping dan analisis genetic digunakan untuk membedakan LLA tipe sel B dan
sel T dan penggolongan sub tipe. Pemeriksaan ini harus dilakukan di awal saat sel blas masih
banyak, karena setelah terapi dimulai akan sulit untuk dilakukan. Kelainan hasil lab lain yang
diasosiasikan dengan LLA meliputi hipogammaglobulinemia, peningkatan LDH dan asam
urat, serta berbagai kelainan elektrolit seperti hiperfosfatemia, hipokalsemia dan
hyperkalemia. Hiperfosfatemia dan hyperkalemia dapat memburuk pada awal terapi karena
banyaknya sel blas yang mati.

Diagnosa Banding
Leukemia Mielositik Akut
Leukemia mielositik akut disebut juga leukemia mielogenus akut atau leukemia
granulositik akut (LGA) yang dikarakteristikkan oleh produksi berlebihan dari mieloblast.
LMA sering terjadi pada semua usia, tetapi jarang terjadi pada anak-anak. Mieloblast
menginfiltrasi sumsum tulang dan ditemukan dalam darah. Hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya anemia, perdarahan, dan infeksi, tetapi jarang disertai keterlibatan organ lain.
Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien LMA tidak selalu dijumpai
leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang 15% pasien
mempunyai anggka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami netropenia.
Meskipun demikian sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan
pada 85% kasus LMA. Oleh karna itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel
leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis pada
orang yang diduga menderita LMA.
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan diatas.
Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekie yang sering dijumpai di
ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina.8
Leukemia granulositik kronik(LGK) atau Leukemia mielositik kronik(LMK)
Paling sering terlihat pada orang dewasa usia pertengahan, tetapi dapat juga timbul
pada setiap kelompok umur. LGK memiliki awitan yang lambat, sering ditemukan waktu
pemeriksaan darah rutin atau skrining darah. LGK dianggap sebagai suatu gangguan
mieloproliperatif karena sumsum tulang hiperseluler dengan proliferasi pada semua garis
diferensiasi sel. Jumlah granulosit umumnya lebih dari 30.000/mm3. Walaupun
pematangannya terganggu, sebagian besar tetap menjadi matang dan berfungsi. Basofil dan
eosinofil sering ditemukan. Paad 85% kasus terdapat kelainan kromosom disebut kromosom
Philadelphia. Kromosom Philadephia merupakan suatu translokasi dari lengan panjang
kromosom 22 ke kromosom 9. Kelainan kromosom ini memengaruhi sel induk hematopoietik
dan karenanya terdapat pada garis sel mieloid, serta beberapa garis limfoid.
Gejala klinis tanda dan gejala  berkaitan dengan keadaan hipermetabolik: kelelahan,
penurunan berat badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan panas. Lien membesar pada
90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen dan mudah merasa kenyang.
Apabila terdapat anemia, pasien akan mengalami takikardi, pucat, dan nafas pendek. Memar
dapat terjadi akibat fungsi trombosit abnormal. Tujuan pengobatan adalh mengurangi
kromosom Philadelphia dan BCR-ABL onkogenik yang terbentuk akibat translokasi
kromosom 9 ke 22. gen ini dianggap mencetuskan pertumbuhan sel leukiemik yang tidak
terkontrol.5
Anemia Aplastik
Pada anak dengan anemia aplastik, pansitopenia berkembang seiring hilangnya
elemen hematopoietik dari sumsum tulang dan sumsum tulang digantikan oleh lemak. Di
negara-negara maju, anemia aplastik paling sering bersifat idiopatik. Kelainan ini dapat
dipicu oleh obat-obatan seperti kloramfenikol dan felbamat atau oleh toksin seperti benzene.
Anemia aplastik dapat terjadisetelahinfeksi, khususnyahepatitis dan mononukleosis
infeksiosa. Imunosupresi hematopoiesis diduga merupakan mekanisme penting pada pasien
anemia aplastik pasca-infeksi dan idiopatik Pemeriksaan Laboratorium. Biopsi sumsum
tulang penting untuk menentukan selularitas atau luasnya deplesi elemen hematopoietic.
Terapi. Angka kesintasan pada anemia aplastik berat dengan hanya terapi suportif adalah
sekitar 20 % , walaupun durasi kesintasan dapat menjadi tahunan bila diberikan dukungan
antibiotik dan produk darah yang cukup. Untuk anak dengan anemia aplastik berat -
didefinisikan de IPR kurang dari 1 % , hitung neutrofil absolut kurang dari 500/mm3, hitung
trombosit kurang dari 20000/mm, dan selularitas sumsum tulang pada spesimen biopsi
kurang dari 25 % normal pilihan terapi adalah transplantasi sel punca
hematopoietik/hematopoietic stem cell transplantation (HSCT) dari saudara kandung dengar
HLA identik dan limfosit campuran yang kompatibel. Bila HSCT terjadi sebelum resipien
tersensitisasi terhadap produk darah , angka kesintasan di atas 80 % . Terapi anemia aplastik
tanpa donor dengan HLA yang sesuai untuk HSCT gah dikembangkan dengan dua pilihan
utama: terapi imunosupresif poten atau HSCT dengan kesesuaian parsia atau tidak
berhubungan. Hasil uji coba terapi imunosupresit dengan globulin antitimosit, siklosporin,
dan kortikosteroi yang dikombinasikan dengan faktor pertumbuhan hematopoietik
memberikan harapan. Terapi ters seringkali bersifat toksik, dan relaps sering terjadi bila
terapi dihentikan.10
Working diagnosis
Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan sebuah keganasan klonal dari sel-sel
prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan sisanya
merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak
pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% kasus LLA boleh didapatkan pada orang dewasa.
Jika tidak diobati, penyakit ini dapat berakibat fatal kepada seseorang.4
Etiologi
Penyebab leukemia pada manusia tetap belum diketahui, akan tetapi beberapa faktor
predisposisi yang berperan telah diketahui, termasuk faktor lingkungan dan genetik serta
keadaan imunodefisiensi. Selain itu, leukemia telah diinduksi pada hewan percobaan dengan
strain retrovirus yang berbeda. Adakalnya terdapat laporan tentang sekelompok anak yang
menderita leukemia pada daerah geografis tertentu dan hubungan antara virus EpsteinBarr
dengan limfoma Burkitt memberi kesan bahwa agen infeksius memegang peranan pada
leukemia manusia. Upaya yang keras telah dilakukan untuk membangun hubungan antara
virus dengan leukemia. Virus limfotropik sel T manusia (HTLV) I berhubungan dengan
leukemia sel T dewasa, dan HTLV II dengan leukemia sel berambut (hairy cell) manusia.
Meskipun telah dilakukan observasi seperti ini, tidak ada bukti langsung yang
menghubungkan segala virus dengan leukemia yang sering terjadi pada anak.
Dewasa ini, mutasi spontan telah menjadi hipotesis sebagai penyebab utama LLA
pada anak. Karena sel “target” untuk LLA, sel progenitor limfoid, memiliki kecepatan
proliferasi yang tinggi dan kecenderungan yang tinggi untuk pengaturan kembali gen selama
masa kanak-kanak awal, mereka lebih rentan untuk mengalami mutasi. Diperdebatkan bahwa
satu, atau lebih mungkin dua, mutasi sekuensial spontan pada gen pengatur kunci dalam suatu
populasi sel, yang mengalami tekanan proliferasi dapat terjadi pada frekuensi yang cukup
untuk bertanggung jawab terhadap kebanyakan kasus LLA pada anak.11
Epidemiologi
Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari
15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria dari
pada perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai risiko empat kali lebih besar
untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai
risiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.
Di Amerika Serikat, insiden tahunan penyakit leukemia pada anak yang berumur di
bawah 15 tahun adalah sekitar 4 per 100000. Anak-anak dari semua golongan umur terkena.
Angka insiden ini terus menurun apabila mereka menginjak ke masa remaja. LLA
mempunyai malignansi yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dengan prevalensi hampir
sepertiga kanker pada pediatrik. Insiden tahunan LLA adalah sekitar 30 kasus per sejuta
orang, dengan insiden puncak pada anak usia 2-5 tahun. Walaupun beberapa kasus
menunjukan masalah genetic, namun begitu penyebab LLA masih tidak diketahui.1
Di Indonesia terdapat terdapat sekitar 11.000 kasus kanker anak setiap tahunnya, dan
terdapat sekitar 650 kasus kanker anak di Jakarta. Menurut data dari Rumah sakit kanker
Dharmais, selama tahun 2010-2013, leukimia merupakan penyakit dengan jumlah kasus baru
dan jumlah kematian terbanyak di rumah sakit kanker Dharmais. Kasus baru dan kematian
penyakit akibat leukimia cenderung meningkat setiap tahunnya. Dan pada tahun 2014 kasus
leukimia di rumah sakit kanker Dharmais sebanyak 46 kasus.12
Patofisiologi
Sel-sel ganas leukemia lymphoblastic akut (ALL) adalah prekursor sel-sel limfoid (yaitu,
limphoblas) yang ditahan di tahap awal pengembangan. Penahanan ini disebabkan oleh
abnormal ekspresi gen, seringkali sebagai akibat dari translokasi kromosom. Limphoblas
menggantikan elemen sumsum normal, mengakibatkan penurunan tajam dalam produksi sel
darah normal Akibatnya, anaemia, trombositopenia, dan neutropenia terjadi pada derajat yang
bervariasi. Limphoblas juga bisa berproliferasi di organ lain dari sumsum, khususnya hati,
limpa, dan kelenjar getah bening.Secara sederhananya dapat dijelaskan sebagai berikut. Sel-
sel yang belum matang, dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah jadi
ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan
sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke
dalam aliran darah da berpindah ke organ-organ tubuh lainnya dan melanjutkan
pertumbuhannya dan membelah diri dan merusak organ-organ yang ditempatinya itu.( lihat
pada bagan 1: patofisiologi LLA11,13

Perkembangan LLA, seperti halnya keganasan hematologi lainnya, dipercayai


melibatkan proses transformasi yang terjadi pada suatu sel progenitor yang mempunyai
kemampuan untuk melakukan ekspansi klonal yang tidak terbatas. Proses leukemogenik
berlaku pada jalur sel limfoid, sel B, atau sel T sehingga terbentuknya subtipe LLA yang
berlainan, tergantung tingkat diferensiasi sel pada saat proses tersebut berlangsung. Kira-kira
80% dari kasus LLA menunjukkan cell-surface marker dari prekursor sel B. Hanya 1-2% dari
kasus saja yang menunjukkan fenotipe tipikal dari sel B yang matang. LLA sel T berlaku
pada 15-20% dari kasus LLA dan biasanya berkaitan dengan faktor lain dalam diagnosis
seperti umur yang lebih tua, laki-laki, hitung sel darah putih yang tinggi, serta penyakit
ekstramedular dan semua hal yang menguatkan indikasi untuk kemoterapi. Selain itu,
identifikasi abnormalitas kromosom spesifik turut memegang peran penting dalam penentuan
terapi dan prognosis bagi subtipe LLA tertentu.11

Bagan 1: patofisiologi penyakit Leukimia Fibroblastik Akut.11

Gejala Klinis

Manifestasi ALL menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau
keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblast ganas di sumsum
tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama
berupa infeksi, perdarahan, dan anemia.Kebanyakan pasien timbul gejala 3 bulan setelah
onset.
Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
 Mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
 Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
 Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblast), biasanya
terjadi pada anak
 Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)l
 Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram
negatif usus
 Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
 Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
 Massa di mediastinum (T-ALL)
Leukemia SSP (Leukemia cerebral): nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah,
kelumpuhan sar qaf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status
mental.14,15

Penatalaksanaan


Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
ogitrombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda – tanda DIC dapat diberikan heparin.16

Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(Oncovin),rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid
atau CPA, adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama –
sama dengan prednisone. Pada pemberian obat – obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis.
Hendaknya lebih berhati – hati bila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.

Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).

Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan
yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae
bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan
tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah
diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel
leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat sembuh sempurna.
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia
limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut : 17
1. Induksi
Sistemik :
 VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
 ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai
pada hari ketiga pengobatan
 Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian
tapering off selama 1 minggu.
SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali
dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.
Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir
(siklofosfamid) 17
2. Konsolidasi

MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah
VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :

6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari
konsolidasi17
3. Rumat (maintenance)
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :

6-MP: 65 mg/m2/hari peroral

MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan
Kamis) 17
4. Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-obat rumat
dihentikan.
Sistemik :
 VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
 Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1
minggu kemudian tapering off
SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali17
5. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan
3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.
6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi
sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6
minggu).16
Komplikasi
Komplikasi metabolik ada anak dengan ALL dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik
akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancan jiwa pasien yang
memiliki beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen intraseluler dapat
menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia
sekunder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Terapi
vinkristin atau siklofosfamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan
pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau karbenisilin
dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia terjadi pada 10% setelah pengobatan
dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.11
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit dan kemoterapi, anak yang
menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi yang paling awal adalah bakteri,
yang dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pneumonia
Pneumocystis carinii yang timbul selama masa remisi merupakan komplikasi yang sering
dijumpai pada masa lalu, namun sekarang sudah jarang karena adanya profilaksis. Karena
adanya trombositopenia yang disebabkan leukimia atau pengobaan, manifestasi perdarahan
sering ditemukan namun umumnya terbatas pada kulit dan membran mukosa. Transfusi
komponen trombosit diberikan untuk episode perdarahan. Efek lambat lainnya adalah
gangguan pertumbuhan dan disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung.8

Prognosis
Anak-anak dengan risiko standart memiliki kemungkinan sembuh 85%, dan risiko
tinggi 75%. Kriteria risiko standart dan tinggi dapat dilihat di tabel 1. Namun, anak yang
mengalami relaps dalam sumsum tulang pada permulaan terapi atau segera setelah terapi
awal dihentikan memiliki prognosis jangka panjang yang suram. Pasien-pasien ini biasanya
gagal mencapai remisi sekunder yang lama dan akhirnya meninggal. Sebaliknya, pasien yang
relapsnya timbul lebih dari 6 bulan setelah penghentian terapi secara elektif memiliki
kesempatan yang baik untuk mencapai dan mempertahankan remisi yang lama dengan
pengobatan intensif ulang yang modern.7,11

Tabel 1. Faktor risiko LLA.


Kesimpulan
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta dilihat dari gejala
klinis yang di derita anak tersebut maka dapat di diagnose bahwa anak tersebut menderita
leukemia limfoblastik akut. Leukimia Limfoblastik Akut. Penyakit ini Merupakan penyakit
keganasan yang paling sering menyerang anak-anak. Namun bila dilakukan penanganan yang
baik maka penyakit ini bias di tanggulagi sehingga prognosis akan menjadi lebih baik.
Leukemia Limfositik Akut (LLA) merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-
anak. Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak
di bawah umur 15 tahun. LLA ditandai dengan proliferasi klonal ganas prekursor sel darah
putih (sel blas) yang menempati dan menghambat fungsi sumsum tulang. Pada pemeriksaan
awal, sebagian besar pasien tampak pucat dan sekitar 50% dengan petekie atau perdarahan
mukosa. Demam ditemukan pada sekitar 25% penderita, yang terkadang dianggap timbul
oleh sebab spesifik seperti infeksi saluran napas. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan
antara lain transfusi darah, kortikosteroid, sitostatika, dan imunoterapi.
Daftar Pustaka
1. Panji IF. Buku ajar ilmu penyakit dalam: leukemia limfoblastik akut. Jilid 2. Edisi 5.
Jakarta: ECG;2009. h.1266-75.
2. Burnside, John W. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2004.h.172-5, 282-5.
3. Seiter K, Adoo CS, Sacher FTRA, Besa EC, editor. Acute lymphoblastic leukemia. 23
April 2016. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/207631-overview.
4. Fianza PI. Leukemia limfoblastik akut. Dalam: Sudoyo AW, Setioyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Vol II. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1266-74.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Vol I. 6 thed.
Jakarta: EGC; 277-86.
6. Matondang, S. Corry dkk. Anamnesis dan pemeriksaan fisik: diagnosis fisis pada anak.
Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2005.
7. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4th Ed. New York:
The McGraw-Hill Companies; 2002. p. 237-41, 293-9.
8. Lichtman MA, Beutler E, Kipps TJ, Williams WJ. Manual of hematology. 6th Ed. New
York: The McGraw-Hill Companies; 2003. p. 91-8, 303-14.
9. Orkin SH, Fisher DE, Look AT, Lux SE, Ginsburg D, Nathan DG. Oncology of infancy
and childhood. Philadelphia: Elsevier; 2009. p. 299.
10. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial, E-6. Indonesia: Saunders Elsevier; 2014. Hal. 610.
11. Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut.Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi
20. EGC, Jakarta: 2006. h. 1397-401.

12. Tehuteru SE, Situasi penyakit kanker. Mewaspadai gejala kanker pada anak. Kementerian
Kesehatan RI. 2015, diunduh 02 mei 2019, dari:
file:///C:/Users/melania/Downloads/buletin-kanker%20(1).pdf
13. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton NF. Nelson textbook of pediatrics. 18 th
ed. Philadelphia : Saunders Elsevier;2007.ch.495.2.

14. Kumar V, Abbas K, Fausto N, Mitchell N. Robbins basic pathology. 8 th ed. Philadelphia :
Saunders Elsevier; 2007.p.444-68.

15. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan
ke-11. Percetakan Infomedika, Jakarta: 2007.
16. Hassan R, Alatas H, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid ke-1. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007.h.469-78.
17. Widiaskara IM, Bambang Permono, Ugrasena IDG, Mia Ratwita. Luaran Pengobatan
Fase Induksi Pasien Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Dr.
Soetomo Surabaya Sari Pediatri, Vol. 12, No. 2, Agustus 2010.

Anda mungkin juga menyukai