Aurellia Celine
102018113
Kelompok D3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Email: aurellia.2018fk113@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Abstract
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit
abnormal dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya
gejala karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, neutropenia, trombositopenia) dan
infiltrasi organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau
testis). Leukemia Limfoblastik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan
menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas. Pada keadaan
leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit
yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab LLA tidak diketahui, tapi
dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor: neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat
kimia, mutasi gen. Leukemia akut cepat terjadi dan lambat penyembuhannya, dapat diakhiri
dengan kematian bila tidak segera diobati. LLA sering ditemukan pada anak-anak (82 %)
daripada umur dewasa dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak
perempuan.
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien dan bisa
membantu 70% dalam penegakkan diagnosis. Setelah mendapatkan identitas pasien, bisa
ditanyakan keluhan utama. Pada kasus dengan pasien yang lemas, lelah, atau pucat bisa
ditanyakan lebih lanjut sejak kapan, kapan pertama kali terjadi, dan kira-kira apakah pasien
ada dugaan pemicu dari gejalanya. Kemudian juga bisa ditanyakan apakah lelah dirasakan
sepanjang waktu atau setelah melakukan kegiatan tertentu. Lalu perlu juga ditanyakan gejala
fisik lainnya yang bisa mengarah ke penyakit organik lainnya seperti demam, penurunan
berat badan, hilangnya nafsu makan, keringat malam, atau yang lainnya beserta onset
terjadinya gejala tersebut. Untuk menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan pada sistem
urogenital bisa ditanyakan apakah ada nyeri pada saat berkemih. Penting juga ditanyakan
riwayat penyakit keluarga, riwayat nutrisi, riwayat pemakaian obat, ataupun masalah
psikologis untuk menyingkirkan diagnosis penyakit psikiatrik.1
Pada kasus yang dicurigai merupakan leukemia, perlu ditanyakan apakah pasien
sering terpapar dengan radiasi, kemudian juga apakah pasien mempunyai riwayat penyakit
yang berkaitan dengan virus, terutama virus influenza dan varicella. Ditanyakan juga apakah
pasien ada mengalami perdarahan.1
Pada skenario ini, pasien merupakan seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dengan
keluhan bintik-bintik kebiruan di kaki sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
demam yang hilang timbul dan naik turun sejak 2 minggu yang lalu. Pasien pucat, lemas,
mual, dan tidak mau makan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mempunyai riwayat batuk
pilek ringan yang hilang timbul sejak 3 hari yang lalu dan gusi berdarah. Tidak ada BAB
hitam, BAK teh, ataupun mimisan. Untuk RPD pasien belum pernah sakit berat/dirawat di RS
sebelumnya dan juga tidak ada riwayat transfusi darah sebelumnya. Keluarga pasien tidak
ada yang mempunyai riwayat kelainan darah/transfusi berulang. Untuk riwayat nutrisi pasien
makan 3x1 porsi/hari dengan menu seimbang, namun 1 bulan terakhir hanya makan 3x/hari
dan hanya 3-4 suap.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak lemas, pucat, dan rewel. Untuk hasil TTVnya
didapatkan suhu pasien 38.7ºC, frekuensi napas 40x/menit, frekuensi nadi 130x/menit, dan
tekanan darah 90/60 mmHg. Kemudian untuk konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. KGB
servikal, aksila, dan inguinal teraba 2 cm multiple, tidak nyeri. Hepar teraba 4 jari BAC dan
lien teraba pada S2. Pada ekstremitas atas dan bawah positif petechiae dan purpura.
Pemeriksaan Penunjang3,4
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang
dikarakterisasi dengan adanya pansitopenia perifer, hipoplasia sumsum tulang dan
makrositosis oleh karena terganggunya eritropoesis dan peningkatan jumlah fetal
hemoglobin. Insiden penyakit anemia aplastik di dunia tergolong jarang, berkisar 2-6
kasus per 1 juta penduduk pada negara-negara Eropa. Namun di Asia dikatakan
bahwa insiden penyakit ini lebih besar yaitu berkisar 6-14 kasus per 1 juta penduduk.
Anemia Aplastik dapat terjadi pada semua golongan usia, serta dapat diturunkan
secara genetik ataupun didapat. Insiden anemia aplastik didapat mencapai puncak
pada golongan umur 20-25 tahun, sedangkan jumlah tertinggi kedua berada pada
golongan usia diatas 60 tahun. Rasio anemia aplastik pada pria dan wanita adalah 1:1,
namun perjalanan penyakit serta manifestasi klinis pada pria lebih berat dibandingkan
wanita.5
Working Diagnosis
Epidemiologi13
Setiap tahunnya, 2.500 – 3.000 kasus baru terjadi pada anak di Amerika Serikat.
Penyakit ini menyerang 40 dari 1 juta anak di bawah usia 15 tahun. Saudara kandung dari
pasien ALL mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi ALL.
Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun lebih tinggi 1,15 kali pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Ditemukan pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam.
Patofisiologi14,15
Pada leukemia terjadi kelainan pada gugus sel (klonal), kelainan proliferasi, kelainan
sitogenetik, kelainan morfologi dan kegagalan diferensiasi. Sebagian besar ALL mempunyai
homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan
bahwa populasi sel leukemia itu berasal dari sel tunggal yang berproliferasi hingga mencapai
jumlah populasi sel yang dapat terdeteksi. Akut Limfoblastik Leukemia terjadi dikarenakan
oleh adanya perubahan abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada ALL,
kebanyakan kasus disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B. Banyak faktor
yang mempengaruhi terjadinya ALL seperti faktor genetika, imunologi, lingkungan, dan
obat-obatan. ALL terjadi karena pada sel progenitornya mengalami abnormalitas.
Faktor genetika mempunyai peranan paling penting dalam proses terjadinya ALL.
Pada beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi gangguan pada gen ARID5B dan IKZF
yang ternyata berperan dalam regulasi transkripsi dan diferensiasi sel limfosit B. Selain
peranan genetik, faktor lingkungan seperti radiasi dan beberapa bahan kimia, infeksi, serta
imunodefisiensi juga berpengaruh. Paparan terhadap radiasi meningkatkan angka kejadian
karena menyebabkan adanya gangguan terhadap sel-sel darah yang berada di sumsum tulang.
Peranan infeksi terhadap kejadian ALL masih dalam proses pengembangan oleh karena
adanya tumpang tindih antara usia anak-anak terkena infeksi dengan insidens puncak dari
ALL.
Gejala Klinis16
Pada umumnya gejala klinis menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan
ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang
menyebabkan kurangnya sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan
dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan
pada pasien ALL, yaitu:
Anemia: mudah lelah, letargi, kulit pucat, pusing, sesak napas dan nyeri dada saat
aktivitas
Anoreksia
Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan mukosa, perdarahan
gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, perdarahan otak
Infeksi (bakteri, virus, jamur) yang tidak kunjung sembuh atau terus berulang
Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme)
Hepatomegali, splenomegali (akibat infiltrasi organ oleh sel-sel leukemia)
Limfadenopati (di sisi leher, di selangkangan, atau di area ketiak)
Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)
Leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan status mental, kelumpuhan saraf kranial.
Tatalaksana17,18
Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap
leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut:
1. Induksi
Sistemik :
a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
b. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari
ketiga pengobatan
c. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off
selama 1 minggu.
2. Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR
keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari
konsolidasi
3. Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis
4. Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-obat rumat
dihentikan.
a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu
kemudian tapering off
SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX
intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali.
5. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing–masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3
kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat–obat rumat diteruskan.
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6
minggu).
Tatalaksana pada leukemia bisa kuratif dan suportif. Penanganan suportif adalah
dengan mengobati penyakit penyerta dan juga komplikasi yang menyertai leukemia seperti
pemberian transfusi darah, obat anti jamur, pemberian antibiotik, pendekatan nutrisi yang
baik, dan terapi psikososial. Sedangkan terapi kuratif bertujuan untuk membunuh sel
leukemia dengan kemoterapi dengan kombinasi beberapa obat sitostatika yang cara kerjanya
adalah dengan mempengaruhi sintesis atau fungsi DNA dari sel leukemia.
Terdiri atas fase induksi selama 6 minggu dan fase konsolidasi selama 5 minggu
kemudian dilanjutkan dengan fase pemeliharaan.
Terdiri dari fase induksi selama 6 minggu, fase konsolidasi selama 6 minggu, dan fase
reinduksi selama 4 minggu, baru kemudian dilanjutkan ke fase pemeliharaan. Jenis
obat yang digunakan juga lebih banyak dan fase kemoterapi lebih lama.
Dimana pada fase induksi obat yang bisa diberikan adalah vincristine, doksorubisin, L-
asparaginase, methotrexate, deksametason. Pada fase konsolidasi: vincristine, L-asparaginase,
dan doksorubisin. Pada fase maintenance bisa diberikan dexametason, vincristine,
methotrexate.
Tujuan dari penanganan ALL adalah untuk mencapai complete remission (CR) yang
ditandai dengan hilangnya semua gejala fisik dan kelainan sumsum tulang dan restorasi
hematopoiesis normal (neutrofil 1500 sel/mm 3 dan trombosit >100.000 sel/mm3). Setelah
dicapai CR, pasien dipertahankan dalam CR kontinu dan pasien anak dianggap sembuh
setelah CR kontinu dicapai selama 5-10 tahun.
Untuk mencegah terjadinya gejala sisa yang menyebabkan disabilitas dan bagi pasien
yang mempunyai penyakit sekunder atau komplikasi bisa diberikan terapi okupasi. Ini
bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan anak dalam beraktivitas sehari-hari,
meningkatkan perkembangan keterampilan, dan juga mengurangi dampak komplikasi
penyakit. Contohnya seperti latihan fisik dan kardiovaskular seperti bermain bola dan
aktivitas fisik lainnya.
Komplikasi19
1. SSP leukemia
Keterlibatan SSP merupakan salah satu kompikasi fatal LLA. Leukemia SSP adalah
invasi sel leukemik pada leptomeninges (arachnoid dan piamater) dan tahap akhir
leukemia SSP terjadi apabila massa sel yang besar telah mendestruksi membran pial-
glial sehingga akhirnya menginfiltrasi parenkim otak.
2. Testicular leukemia
Pembengkakan testis dan eritema skrotum yang disebabkan infiltrasi sel leukemik ke
testis. Merupakan pembesaran testis yang tidak nyeri.
3. Keterlibatan tulang dan sendi
Terjadi infiltrasi sel leukemik ke periosteum dan sumsum tulang.
4. Infeksi
Penurunan produksi darah terutama sel darah putih (neutropenia) dapat menekan
imunitas seluler sehingga tidak ada pencegahan terhadap infeksi.
5. Pendarahan
Pendarahan yang mengancam jiwa sering terjadi pada leukemia akut dan menjadi
masalah yang serius. Komplikasi pendarahan mengakibatkan mortalitas 7-10% pada
pasien leukemia akut yang terjadi dalam beberapa hari atau minggu pertama setelah
diagnosis. Penyebab tersering pendarahan pada leukemia adalah trombositopenia.
Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia biasanya merupakan akibat dari
infiltrasi ke sumsum tulang. Selain trombositopenia, pendarahan dapat juga akibat
disfungsi trombosit, kelainan hepar dan fibrinolisis.
6. Febrile neutropenia
Demam yang terjaid pada pasien neutropenia berat (<500)
7. Sindrom lisis tumor
Terjadi dalam keadaan hiperleukositosis (leukosit >100.000) akan menyebabkan
viskositas darah meningkat, terjadi agregasi serta thrombus sel blas pada
mikrosirkulasi akibat ukuran sel blas yang lebih besar disbanding sel leukosit matur
serta tidak mudah berubah bentuk yang menimbulkan terjadinya oklusi yang disebut
leukostasis. Leukostasis akan menyebabkan perfusi yang buruk dan terjadi hipoksia,
metabolisme anaerob, asidosis laktat, akhirnya akan menimbulkan kerusakan dinding
pembuluh darah dan perdarahan. Leukostasis ini akan menyebabkan terjadinya
penghancuran sel abnormal berlebihan yang bisa berlangsung secara spontan atau
setelah terapi sitostatika. Lisis sel tumor menyebabkan terjadinya pelepasan kalium
secara cepat, asam urat yang berasal dari asam nukleat dan fosfat intraselular ke
ekstraselular. Dengan demikian terjadilah keadaan hiperkalemia, hiperurisemia,
hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder. Pada keadaan ini harus dipantau
terjadinya sindrom lisis tumor yang dapat mengakibatkan gangguan metabolik dan
gagal ginjal akut.
Prognosis
Kemungkinan seorang pasien untuk mencapai kesembuhan jangka panjang berdasarkan pada
sejumlah variabel biologik memiliki variasi yang besar. Kebanyakan pasien LLA dewasa
dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang
bertahan hidup lama. Usia memiliki arti penting sekitar 70-90% anak dapat mengharapkan
kesembuhan, sedangkan pada orang dewasa, persentase ini turun secara bermakna sampai
kurang dari 5% di atas usia 65 tahun. Bayi juga memiliki prognosis yang kurang baik.19
Kesimpulan
2. Longo D. Harrison's hematology and oncology. 2nd ed. US: McGraw-Hill Education;
2013
3. Fianza PI. Leukemia limfoblastik akut. Dalam: Sudoyo AW, Setioyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam volume II. Edisi ke-5.
Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.1266-74.
4. Sudiono H, Iskandar II, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA;2009.
5. Bakta, IM. Hematologi Klinik ringkas. Jakarta : Buku Kedokteran EGC; 2003. 98-
109.
6. Anemia Aplastik Berat dengan Komplikasi Febril Neutropenia dan Perdarahan pada
Perempuan Usia 20 Tahun [Internet]. 2019 [cited 7 April 2021];6(1). Available from:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/viewFile/2278/pdf
7. Agus S, et al. Caspase-3 aktif di leukemia mielositik akut (lma) dan leukemia
limfoblastik akut (lla). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory. 2013;19(3):141-5.
8. Timothy CC, Megan P.. Myeloid neoplasms and acute leukemia who (2016)
[Internet]. WHO; 2018 [cited 6 April 2021]. Tersedia dari:
https://imagebank.hematology.org/collection/61328
12. Karen JM, Robert MK, Hal BJ, Richard EB. Nelson ilmu kesehatan anak esensial.
Edisi Ke-6. Singapore: Elsevier; 2018. 642-645
13. Kemenkes RI. Pedoman Penemuan Dini Kanker Pada Anak [Internet]. Kementrian
Kesehatan RI Direktorat Jenderal PP & PL Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular; 2011 [cited 6 April 2021]. Tersedia dari:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Pedoman-Penemuan-Dini-Kanker-Pada-
Anak.pdf
14. Adilistya T. Patofisiologi dan Diagnosis Infiltrasi Leukemia Limfoblastik Akut ke
Sistem Saraf Pusat. YARSI Medical Journal [Internet]. 2017 [cited 7 April
2021];25(2):115. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/331092412_Patofisiologi_dan_Diagnosis_In
filtrasi_Leukemia_Limfoblastik_Akut_ke_Sistem_Saraf_Pusat
15. Anderson S. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009. 170.
16. Fianza PI. Leukemia limfoblastik akut. Dalam: Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S,editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. 6 thed.
Jakarta: Interna Publishing;2014. 2683-92p.
17. Yenni. REHABILITASI MEDIK PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA
LIMFOBLASTIK AKUT. JURNAL BIOMEDIK (JBM). 2014;6(1).
18. Papadantonakis N, Advani AS. Recent advances and novel treatment paradigms in
acute lymphocytic leukemia. Ther Adv Hematol. 2016;7(5):252–69.
19. A.V. Hoffbrand, J. E. Petit , P.A.H. Moss, Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2005. 150-160p.