Anda di halaman 1dari 17

Leukimia Limfoblastik Akut

Rafael Bimo / 102016132


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta

I. Pendahuluan

Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam
sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena, kegagalan
sum-sum tulang dan infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak,
kulit, atau testis. Kegagalan sumsum tulang menimbulkan gejala berupa anemia, netropenia,
trombositopenia.1Leukemia dapat dibagi menjadi 2 yaitu, leukemia akut dan kronis, yang masing-
masing lebih lanjut dibagi menjadi limfoid atau mieloid. Kelainan mieloproliferatif, sekelompok
keadaan yang ditandai dengan proliferasi abnormal satu atau lebih sel-sel hemopoetik dalam
sumsum tulang dan pada banyak kasus juga di hepar, limpa. Sel-sel hemopoetik yaitu, eritroid,
granulosit dan monosit, serta megakariosit. Sedangkan kelainan limfoproliferatif, sekelompok
keadaan yang ditandai oleh proliferasi abnormal sistem limforetikuler (limfosit, plasmosit,
histiosit).

Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan transformasi
ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor hemopoietik sumsum tulang dini,
disebut sel blas. Gambaran klinis dominan penyakit-penyakit ini biasanya adalah kegagalan
sumsum tulang yang disebabkan akumulasi sel blas walaupun juga terjadi infiltrasi jaringan.
Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi, secara paradoks, lebih
mudah diobati dibandingkan leukemia kronik.1Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih
dari 30% sel blas dalam sumsum tulang pada saat manifestasi klinis. Leukemia akut selanjutnya
dibagi menjadi leukemia mieloid akut (LMA) dan Leukemia Limfoblastik akut (LLA) berdasarkan
apakah sel blasnya terbukti sebagai mieloblas atau limfoblas.

Leukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 14 tahun,
ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal sehingga menyebabkan pucat,
pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam, nyeri, dan perdarahan sebagai manifestasi
klinis. LLA merupakan salah satu masalah penting pada kanker anak.Sebagai strategi untuk

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1


meningkatkan manajemen masalah kanker anak, khususnya LLA, diperlukan gambaran
epidemiologi dan hasil pengobatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais
(2000-2008), LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1 dengan
risiko biasa adalah jenis LLA terbanyak.Dari penelitian, 44,9% pasien meninggal dan 27,5 %
hidup.

Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam
sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena, kegagalan
sum-sum tulang dan infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak,
kulit, atau testis. Kegagalan sumsum tulang menimbulkan gejala berupa anemia, netropenia,
trombositopenia.1Leukemia dapat dibagi menjadi 2 yaitu, leukemia akut dan kronis, yang masing-
masing lebih lanjut dibagi menjadi limfoid atau mieloid. Kelainan mieloproliferatif, sekelompok
keadaan yang ditandai dengan proliferasi abnormal satu atau lebih sel-sel hemopoetik dalam
sumsum tulang dan pada banyak kasus juga di hepar, limpa. Sel-sel hemopoetik yaitu, eritroid,
granulosit dan monosit, serta megakariosit. Sedangkan kelainan limfoproliferatif, sekelompok
keadaan yang ditandai oleh proliferasi abnormal sistem limforetikuler (limfosit, plasmosit,
histiosit).

Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan transformasi
ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor hemopoietik sumsum tulang dini,
disebut sel blas. Gambaran klinis dominan penyakit-penyakit ini biasanya adalah kegagalan
sumsum tulang yang disebabkan akumulasi sel blas walaupun juga terjadi infiltrasi jaringan.
Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi, secara paradoks, lebih
mudah diobati dibandingkan leukemia kronik.1Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih
dari 30% sel blas dalam sumsum tulang pada saat manifestasi klinis. Leukemia akut selanjutnya
dibagi menjadi leukemia mieloid akut (LMA) dan Leukemia Limfoblastik akut (LLA) berdasarkan
apakah sel blasnya terbukti sebagai mieloblas atau limfoblas.

Leukemia Limfositik Akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 14 tahun,
ditandai dengan berkembangnya sel darah putih yang tidak normal sehingga menyebabkan pucat,
pusing, pembesaran kelenjar getah bening, demam, nyeri, dan perdarahan sebagai manifestasi
klinis. LLA merupakan salah satu masalah penting pada kanker anak.Sebagai strategi untuk
meningkatkan manajemen masalah kanker anak, khususnya LLA, diperlukan gambaran

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2


epidemiologi dan hasil pengobatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian di RS Kanker Dharmais
(2000-2008), LLA banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan usia 1-5 tahun. LLA L1 dengan
risiko biasa adalah jenis LLA terbanyak.Dari penelitian, 44,9% pasien meninggal dan 27,5 %
hidup.

II. Isi
Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik melakukan anamnesis
terlebih dahulu karena anamnesis mempunyai peran yang sangat penting untuk mengetahui
diagnosis awal suatu penyakit. Anamnesis yang dilakukan dapat berupa autoanamnesis maupun
alloanamnesis 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis. Pertanyaan mencakup
identitas pasien, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekrang, faktor resiko
mencakup riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penggunaan obat, riwayat
sosial.2

Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau
dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak penelusuran
informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. Keluhan utama yang didapatkan anak pucat
sejak 3 bulan yang lalu. Pucat paling baik dinilai pada telapak tangan atau kaki, kuku, mukosa
mulut, dan konjungtiva.3 Keluhan penyerta anak juga mengalami demam hilang timbul sejak 1-
2 bulan yang lalu, disertai adanya pendarahan gusi dan mimisan.

Riwayat penyakit sekarang adalah perjalanan penyakit sangat penting diketahui.


Ditentukan kapan dimulainya perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien
merasa sehat. Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam
keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan
dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya. Demam, misalnya, akan dikeluhkan
setelah dirasakan meninggi, karenanya untuk keluhan demam seorang dokter harus menggali
informasi kapan saat pertama pasien merasa suhu tubuhnya meningkat, walaupun belum dirasakan
cukup mengganggu. Penting ditanyakan pada pasien, gejala apa lagi yang dirasakan selain dari
keluhan utama. Misalnya apakah cepat merasa cepat lelah? Atau gejala lain seperti demam,
perdarahan dll. Apabila terdapat keluhan keluhan lain seperti itu, perlu ditanyakan lagi apakah
gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 3


Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu
penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari
pasien, keluarganya maupun lingkungan.Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan
melakukan anamnesis riwayat pribadi seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat
pertumbuhan dan perkembangan serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi
juga perlu dieksplorasi, untuk menduga imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga
diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, yang dilakukan adalah dengan melihat keadaan umum dan kesadaran
umum pasien, sclera dan konjungtiva kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda
vital. Pemeriksaan vital berupa tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan frekuensi pernafasan.

Pemeriksaan kelenjar getah bening (KGB) dan daerah sekitarnya harus diperhatikan.
Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya
nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.3 Ukuran normal bila
diameter < 1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal). Nyeri tekan
umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan. Konsistensi keras seperti batu
mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma, lunak
mengarahkan kepada proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Penempelan/bergerombol beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila
digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.

Pemeriksaan hepar dengan palpasi. Palpasi hepar dengan meletakkan tangan kiri di
belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar dengan kosta, anjurkan
pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam dengan lembut. Anjurkan
pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari
& raba permukaan anterior hepar. Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol. Perkusi
hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong
garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang menghubungkan pusar dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 4


processus kifoideus. Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan
beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Harus pula dicatat: konsistensi, tepi, permukaan dan
terdapatnya nyeri tekan.

Pemeriksaan limpa pada neonates, normal masih teraba sampai 1 – 2 cm. Dibedakan
dengan hati yaitu dengan limpa seperti lidah menggantung ke bawah. Ikut bergerak pada
pernapasan. Mempunyai incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas.
Besarnya limpa diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada arkus
kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang
merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini
diteruskan kebawah sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4
bagian yang sama. Limpa yang membesar
Normal sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha
Splenomegali

S.VIII.3

Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai
splenomegaly, dan kadang-kadang hepatomegaly serta limfadenopati. Penderita yang
menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia.
Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan
penyebabnya tidak diketahui, hati-hati leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia,
epistaksis, perdarahan gusi, dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat
splenomegali. 4 Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada scenario adalah suhu 390C, napas
24x/menit, denyut nadi 100x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg, Konjungtiva anemis, (+),
sklera ikterik (+), limfadenopati pada servikal, aksila, dan inguinal, hepatomegali (+),
hematoma (+) pada kulit ekstremitas atas dan bawah.

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA,


klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu hitung darah lengkap (complete
blood count) dan apus darah tepi, aspirasi dan biopsi sumsum tulang. Hitung darah lengkap
(Complete Blood Count) dan apus darah tepi.Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau
rendahpada saat diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 5


dan dapat melebihi 200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi
sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0 – 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai
hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3.5

Aspirasi dan biopsi sumsum tulang adalah pemeriksaan penting untuk konfirmasi diagnosis
dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat
harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum
tulang akan ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis
sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder), ditemukan blas leukemik >30%.5

Sitokimia merupakan pemeriksaan gambaran morfologisel blas pada apus darah tepi atau
sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA dari keukemia mieloblastik akut
(LMA). Pada LLA, pewarnaan sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang
negatif. Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari
prekusor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk
membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada
limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan
periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan
pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry.

Working Diagnosis

Leukemia Limfositik Akut (LLA)

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari
keganasan pediatrik.Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira – kira 75% dari semua
kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun. Leukemia myeloid akut (LMA) berjumlah
kira – kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun,
meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya adalah bentuk kronis; leukemia limfositik
kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan keseluruhan dari leukemia adalah
42,1 tiap juta anak kulit hitam. Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian LLA
pada kulit hitam.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh
pemeriksaan sumsum tulang atau limpa.Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar, bahkan

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 6


gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak dengan atau
tanpa trombositopenia.Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat memastikan
diagnosis.Pada stadium praleukemia, gejala lebih tidak khas lagi, bahkan sumsum tulang dapat
memperlihatkan gambaran normal atau gambaran lain yang nonleukemik (misal anemia aplastik,
ITP menahun, diseritropoesis). Dengan pemeriksaan mikroskop electron sebenarnya telah dapat
dilihat adanya sel patologis.
Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik, trombositopenia
(ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan jasmani ditemukan
splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut. ATP dan trombositopenia ‘biasa’
tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali jumlah trombosit yang rendah. Bila
darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia (terdapat pansitopenia),
diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau leukemia.5

Gejala Klinis

Gejala yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-
kadang hepatomegali serta limfadenopati. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti
tersebut diatas, secara klinis dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga
bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan,
waspadalah terhadap leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan
gusi dan sebagainya.
Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala yang tidak khas
ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah-artikan sebagai penyakit reumatik. Gejala
lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada
kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya.;lk

Kebanyakan LLA pada anak mempunyai morfologi L1 sedangkan dewasa L2. LLA adalah bentuk
leukemia yang paling lazim dijumpai pada anak. Insiden tertinggi terdapat pada usia 3-7 tahun,
dan menurun pada usia 10 tahun. Tipe prekusor B yang lazim dijumpai (CD10+), paling sering
ditemukan pada anak dan mempunyai insidensi yang sama untuk kedua jenis kelamin. Terdapat
predominasi pria yang menderita ALL-T. Frekuensi kejadian ALL lebih rendah setelah usia 10
tahun dengan peningkatan sekunder usia 40 tahun.1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 7


Differential Diagnosis

Leukemia mielositik akut (LMA)

Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin
membedakan LLA dari LMA. Pada LLA, blas tidak memperlihatkan adanya diferensiasi (dengan
perkecualian LLA sel B). Sedangkan pada LMA, biasanya ditemukan tanda – tanda diferensiasi
kearah granulosit atau monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes khusus untuk
memastikan penegakan diagnosis LMA atau LLA dan untuk membagi lagi kasus – kasus LMA
atau LLA ke dalam subtype yang berbeda.
Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas memperlihatkan adanya gambaran LMA
dan LLA sekaligus. Ciri – ciri ini dapat ditemukan pada sel yang sama (biphenotypic) atau pada
populasi yang terpisah (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang tak wajar dari petanda
imunologik atau penataan ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia akut hybrid dan
pengobatan biasanya diberikan berdasarkan pola yang dominan.1
 M0 : undifferentiated LMA. Mieloperoksidase (-) sulit dibedakan dengan LLA
 M1 : LMA tanpa maturasi. Dominasi sel blas, blas tanpa granula, sejumlah kecil granula
azurofil, Auer bodies. Tipe ini paling sering
 M2 : LMA dengan maturasi. Terjadi diferensiasi, promielosit dan seterusnya.
 M3 :APL (acute promyelocytic leukemia). Granula azurofil besar, Auer bodies bundle
(Faggot cell), sering disertai DIC.
 M4 : AMMoL (acute myelomonocytic leukemia)
 M5a : AMoL (acute monoblastic leukemia) poor differentiation
 M5b : AMoL good differentiation
 M6 : Erythroleukemia. Eritroblas sering PAS (+)
 M7 : AMgL (acute megakaryoblastic leukemia)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 8


Chornic Myeloid Leukemia

Myelogenous leukemia kronis (CML) merupakan suatu jenis kanker yang disebabkan oleh
gangguan pada hematopoietic stem cell. CML adalah bentuk leukemia yang ditandai dengan
peningkatan dan pertumbuhan yang tak terkendali dari sel myeloid pada sumsum tulang. CML
merupakan gangguan stem sel sumsum tulang klonal, dimana ditemukan proliferasi dari granulosit
matang (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan prekursornya. Keadaan ini merupakan jenis penyakit
myeloproliferatif dengan translokasi kromosom yang disebut dengan kromosom Philadelphia.

Kejadian leukemia mielositik kronik mencapai 15% dari semua leukemia pada dewasa,
kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Menurut data Surveillance, Epidemiology and
End Results, dan Medical Research Data CML pada umumnya lebih cenderung terjadi pada usia
53-60 tahun, namun usia rata-rata dianggap sebagai usia 40 tahun, walaupun dapat ditemukan pada
usia muda dan biasanya lebih progresif. Penyebab dari CML adalah tidak jelas dengan peran
penting dari faktor genetic dan lingkungan, seperti paparan terhadap radiasi dan sebagainya.

Dalam perjalanan penyakitnya, CML dapat dibagi kepada biphasic dan triphasic course.
Proses awalnya adalah kronik dan berlanjut ke fase blastik terminal. Leukemia mielositik kronik
dibagi menjadi 3 fase, yaitu: fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blast. Pada umumnya, saat
pertama kali diagnosis ditegakkan, pasien masih dalam fase kronik, bahkan seringkali diagnosis
leukemia mielositik kronik ditemukan secara kebetulan, misalnya saat persiapan pra-operasi,
dimana ditemukan leukositosis hebat tanpa gejala infeksi.3 Selanjutnya untuk penegakan
diagnosis memerlukan pemeriksaan hapusan darah tepi, serta pemeriksaan sumsum tulang.1,3
Oleh karena pentingnya diagnosis penyakit ini, penulis menyusun makalah mengenai leukemia
mielositik kronik ini.

Etiologi

Penyebab leukemia pada manusia tetap belum diketahui, akan tetapi beberapa faktor predisposisi
yang berperan telah diketahui, termasuk faktor lingkungan dan genetik serta keadaan
imunodefisiensi.

Selain itu, leukemia telah diinduksi pada hewan percobaan dengan strain retrovirus yang
berbeda. Adakalnya terdapat laporan tentang sekelompok anak yang menderita leukemia pada

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 9


daerah geografis tertentu dan hubungan antara virus EpsteinBarr dengan limfoma Burkitt memberi
kesan bahwa agen infeksius memegang peranan pada leukemia manusia. Upaya yang keras telah
dilakukan untuk membangun hubungan antara virus dengan leukemia. Virus limfotropik sel T
manusia (HTLV) I berhubungan dengan leukemia sel T dewasa, dan HTLV II dengan leukemia
sel berambut (hairy cell) manusia. Meskipun telah dilakukan observasi seperti ini, tidak ada bukti
langsung yang menghubungkan segala virus dengan leukemia yang sering terjadi pada anak.
Dewasa ini, mutasi spontan telah menjadi hipotesis sebagai penyebab utama LLA pada
anak. Karena sel “target” untuk LLA, sel progenitor limfoid, memiliki kecepatan proliferasi yang
tinggi dan kecenderungan yang tinggi untuk pengaturan kembali gen selama masa kanak-kanak
awal, mereka lebih rentan untuk mengalami mutasi. Diperdebatkan bahwa satu, atau lebih
mungkin dua, mutasi sekuensial spontan pada gen pengatur kunci dalam suatu populasi sel, yang
mengalami tekanan proliferasi dapat terjadi pada frekuensi yang cukup untuk bertanggung jawab
terhadap kebanyakan kasus LLA pada anak.7

Epidemiologi

Dibanding penyakit kanker lain seperti kanker paru dan kanker payudara, leukemia
(kankerdarah) termasuk kanker yang jarang terjadi. Meskipun demikian, leukemia merupakan
jeniskanker yang paling banyak ditemukan pada anak di bawah umur 15 tahun.Pada populasi
anak,leukemia yang terjadi pada umumnya adalah leukemia akut, yaitu Leukemia Limfositik
Akut(LLA) dan Leukemia Mielositik Akut (LMA).LLA pada anak 5 kali lebih sering
terjadidibandingkan dengan LMA. Dari seluruh kejadian kanker, 32% di antaranya terjadi pada
usiadi bawah 15 tahun. Sekitar 74% dari kelompok umur tersebut adalah kanker darah
atauleukemia. Data lain menunjukkan bahwa pada 1994 angka insiden leukemia di Amerika
sekitar31,8 per 1.000.000 kelahiran hidup. Tidak hanya angka morbiditas, angka mortalitas
leukemiajuga dilaporkan di Amerika.Sampai tahun1980-an, dilaporkan bahwa leukemia
menjadipenyebab utama kematian karena kanker pada anak di Amerika.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa di Indonesia tiap tahun ada
seratus penderita kanker baru dari 100.000 penduduk dan 2% di antaranya atau 4.100 kasus
merupakan kanker anak. Angka ini terus meningkat lantaran kurangnya pemahaman orang
tuamengenai penyakit kanker dan bahayanya.Menurut Dr. Djajadiman Gatot, SpA(K), dari Sub

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 10


Bagian Hematologi-Onkologi, Bagian IlmuKesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo(FKUI-RSCM), leukemia merupakan jenis kanker
yang paling banyak terjadi pada anak (30-40 persen) disusul tumor otak (10- 15 persen) dan kanker
mata/retinoblastoma (10 – 12 persen). Sisanya kanker jenis lain seperti kanker kelenjar getah
bening, kanker saraf, dan kanker ginjal. Data lain menyatakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar
80 juta anak dengan usia dibawah 15 tahun. Sebagian dari anak tersebut merupakan populasi
berisiko terkena leukemia. Dari penelitian yang dilakukan di RS Dr.Sardjito Universitas Gajah
Mada Yogyakarta, didapatkan insiden leukemia jenis LLA sebesar 2,5 – 4,0 per 100.000 anak.
Dengan kata lain dapat diestimasi bahwa terdapat 2000 – 3200 kasus baru jenis LLA tiap tahunnya.
Selain itu juga didapatkan sebanyak 30 – 40 leukemia anak jenis LLA ditangani setiap tahun di
institusi tersebut di atas.
Sampai saat ini apa yang menjadi penyebab leukemia belum diketahui dengan pasti.
Sementara, apa yang menjadi factor risiko dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan, diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada ibu,
radiasi, bahan kimia (benzene), virus, kelainan genetic, ibu yang umurnya relative tua saat
melahirkan, ibu yang merokok saat hamil, konsumsi alcohol saat hamil, penggunaan marijuana
saat hamil, medan magnet, pekerjaadn orang tua, berat lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan
postnatal, vitamin K, serta diet.
Leukemia paling sering terjadi pada anak dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu
leukemia juga menyebabkan kematian pada anak, khususnya untuk jenis leukemia LMA karena
risiko kematiannya lebih tinggi dibandingkan jenis lain. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
penelitian ilmiah untuk melihat besarnya masalah serta melihat gambaran determinan leukemia
anak.
Penelitian mengenai gambaran epidemiologi leukemia anak belum merupakan prioritas
para peneliti di Indonesia. Padahal, informasi ini sangat penting agar masyarakat mengerti dan
peduli (aware) terhadap tingginya angka kejadian leukemia pada anak dibandingkan dengan jenis
kanker lain. Penelitian ini juga penting sebagai langkah awal untuk melanjutkan penelitian
terhadap factor penyebab sehingga dapat menentukan tindakan preventifnya.4

Patofisiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 11


Leukemia limfoid, atau limfositik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia, LLA)
adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit). Dihasilkan leukosit yang
imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit tersebut melakukan invasi
ke berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum tulang, mengganti unsur-
unsur sel yang normal. Akibatnya, timbul anemia, dan dihasilkan sel darah merah dalam jumlah
yang tidak mencukupi. Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi.
Infeksi juga terjadi lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel-sel
leukemik ke dalam organ-organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan
limfadenopati.

Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan, mampu
memperbaharui secara tidak terhingga, menimbulkan prekursor hematopoietik berdiferensiasi
buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau lebih lambat daripada
pasangannya yang normal. Pada studi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), perkembangan
uniseluler dari neoplasma telah diperlihatkan dengan menemukan satu jenis G6PD dalam sel ganas
dari pasien heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka. Penentuan
pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X pada perempuan
heterozigot merupakan metode sensitif lain dalam pada prinsip analisis yang sama. Akumulasi sel
blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga mengakibatkan
infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi setiap organ dan menyebabkan
pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut.7

Penatalaksanaan

Terapi Medikamentosa

Terapi yang dilakukan adalah dengan kemoterapi di mana terdapat penggunaan bermacam-
macam gabungan obat antaranya dari golongan sitostatik dan kortikosteroid. Pemberiaan obat-
obatan ini umummnya mempunyai protokol yang telah ditetapkan oleh ahli-ahli hematologi,
onkologi dan pediatrik. Berikut adalah pembagiaan terapi yaitu terapi induksi remisi, terapi
intensifikasi atau konsolidasi, pemeliharaan jangka panjang.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 12


Terapi induksi remisi tujuannya adalah mencapai remisi komplit dan mengembalikan
hemopoiesis normal. Regimennya bisa 4 jenis obat atau 5 jenis obat. Untuk 4 jenis obat adalah
vincristine, prednisone, anthracycline dan cyclophosphamide atau L-asparaginase. Dimana 5 jenis
obat adalah vincristine, prednisone, anthracycline, cyclophosphamide dan L-asparaginase. Terapi
intensifikasi atau konsolidasi tujuan terapi adalah untuk mengeliminasi sel leukemia residual.
Regimennya adalah daunorubicin dan cytosine arabinoside (Ara-C). Pemeliharaan jangka panjang
dilakukan untuk mencegah relaps. Regimennya adalah 6-mercaptopurin dan methotrexate. Namun
terdapat juga beberapa protokol tidak memerlukan terapi pemeliharaan jangka panjang.

Selain itu pilihan terapi untuk leukemia adalah terapi radiasi, atau transplantasi sel stem.
Jika terdapat pembesaran limpa, mungkin dibutuhkan pembedahan untuk mengatasi limpa yang
membesar tersebut. Tujuan utama terapi leukemia adalah untuk mencapai remisi sempurna.4,6,8,9

Terapi radiasi / radioterapi menggunakan sinar x dosis tinggi untuk membunuh sel
leukemia. Umumnya mesin radioterapi diarahkan ke limpa, otak, atau bagian tubuh lainnya di
mana sel leukemia berkumpul. Pada beberapa pasien mungkin dilakukan radiasi seluruh tubuh
(umumnya sebelum dilakukan transplantasi sumsum tulang). Transplantasi sel stem
memungkinkan untuk dilakukan terapi dengan dosis obat, radiasi, atau keduanya yang tinggi.
Terdapat beberapa macam transplantasi sel stem, yaitu transplantasi sumsum tulang, transplantasi
sel stem perifer, dan transplantasi darah umbilikal. Pada pasien LLA yang mempunyai resiko
tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang
pertama. Resiko tinggi untuk relaps yaitu kromosom Philadelphia, perubahan susunan gen MLL,
hiperleukositosis, gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu. Pasien LLA dewasa
yang mengalami relaps setelah mencapai remisi komplit harus menjalani transplantasi sumsum
tulang alogenik begitu remisi kedua tercapai.

Terapi awal bertujuan untuk menghilangkan gejala dan tanda/remisi. Kemudian, setelah
gejala dan tanda menghilang, diberikan terapi lanjutan untuk mencegah kekambuhan / relaps
(disebut terapi maintenance).Kebanyakan pasien dengan leukemia akut dapat disembuhkan.
Sedangkan leukemia kronik lebih sulit disembuhkan.Selain terapi untuk mengatasi leukemianya,
mungkin juga dibutuhkan terapi untuk mengurangi nyeri dan gejala lainnya, yang disebut terapi
paliatif.6Tahapan terapi LLA:

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 13


1. Induksi

Sistemik :

a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.


b. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari ketiga
pengobatan
c. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off
selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali dimulai


bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamid)

2. Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam,
kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari konsolidasi
3. Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)
4. Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat - obat rumat dihentikan.
Sistemik :
a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu
kemudian tapering off

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 14


SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX
intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali
5. Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml intrakutan,
diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan
interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.
6. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6
minggu).1

Terapi Non Medikamentosa

Pada pasien LLA yang mempunyai resiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi
sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Resiko tinggi untuk relaps yaitu
memiliki kromosom Philadelphia, perubahan susunan gen MLL, hiperleukositosis, gagal remisi
komplit dalam 4 minggu.

Komplikasi

Metabolic pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat
kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki
beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan
hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekunder.
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit itu dan juga kemoterapi, anak yang
menderita leukemia lebih rentan thd infeksi. Infeksi yang paling awal adalah bakteri. Kematian
mungkin terjadi karena infeksi (sepsis) atau perdarahan yang tidak terkontrol. Pneumonia
Pneumocystis carinii yang timbul selama remisi adalah komplikasi yang paling sering di jumpai
masa lalu, namu sekarang telah jarang karena adanya kemoprofilaksis rutin dengan trimetroprim-
sulfametoksasol. Terapi merupakan faktor prognostik tunggal yang paling penting. Hitung leukosit
awal mempunyai hubungan linier terbalik dengan kemungkinan sembuh. Umur pada waku
diagnosis juga merupakan peramal yang dapat dipercaya. Penderita berumur lebih dari 10 tahun
dan yang kurang dari 12 bulan yang mempunyai penyusunan kembali (rearrangemement)
kromosom yang menyangkut regio 11q23, jauh lebih buruk dibanding anak dari kelompok umur

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 15


pertengahan (intermediete). Bebrapa kelainan kromosom mempengaruhi hasil terapi. Hiperploidi
lebih dari 50 kromosom memperngaruhi hasil terapi baik dan memberi respon terhadap terapi
berbasis antimetabolit. Dua translokasi kromosom-t(9;22) atau kromosom philadelphia, dan
t(4;11) mempunyai prognosis buruk. Beberapa peneliti menganjurkan CST selama remisi inisial
pada penderita dengan translokasi tersebut. LLA progenitor sel-B dengan t(1;19) mempunyai
prognosis kurang baik dibanding kasus lain dengan imunofenotip ini, hanya 60% dari penderita
akan remisi setelah 5 tahun jika tidak mendapat terapi sangat intensif. 6,9
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel
yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan
segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. LLA merupakan leukemia
yang paling sering terjadi pada anak-anak.
Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di
bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi
pada usia remaja dan dewasa. Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal
menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas,
karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit), infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah
sel darah putih, perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.

Kesimpulan

Jadi pada kasus di atas anak pucat dan mudah lelah karena terkena leukemia limfoblasitik
akut. Terjadinya kelebihan sel darah putuh daripada sel darah merah yang mengakibatkan
abnormalitas pada system kerja tubuh. Faktor genetic serta lingkungan dapat mempengaruhi
terjadinya leukemia limfoblastik akut ini. Dapat di diatasi dengan kortikosteroid maupun obat
seperti vincristine, prednisone, anthracycline, cyclophosphamide dan L-asparaginaseorti.

Daftar Pustaka

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 16


1. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta:
ECG;2005.h.150-153.

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.
3. Matondang, S. Corry dkk. Anamnesis dan pemeriksaan fisik: diagnosis fisis pada anak. Edisi
2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2005.

4. Panji IF. Buku ajar ilmu penyakit dalam leukemia limfoblastik akut buku ajar ilmu penyakit
dalam. jilid 2. Edisi 5. Jakarta: ECG;2009. Hal.1266-75.

5. Hassan, Rusepno dkk. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1. Cetakan ke-
11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.h.469-79.
6. Conter V, Rizzari C, Sala A, Chiesa R, Citterio M, Biondi A, Acute Lymphoblastic
Leukemia; 2004. Diunduh dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-ALL.pdf.
7. Rudolph, M. Abraham. Leukemia limfoblastik akut.Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20.
EGC, Jakarta: 2006. h. 1397-401.

8. Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia, National Cancer Institute, US National Institute


of Health; 2011. Diunduh dari
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/childALL/Patient.

9. Parveen K, Michael C. Acute leukaemia malignant disease, Kumar & Clark’s clinical
medicine.Edisi 7. Spain; 2005.h. 468 – 72.

Sasaran pemblajaran

1. Mengetahui dan dapat menjelaskan tentang leukemia limfoblastik akut


2. Mengetahui dan dapat menjelaskan proses terjadinya leukemia limfoblastik akut
3. Mengetahui dan dapat menjelaskan tata cara penatalaksanaan dari leukima limfoblastik
akut.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 17

Anda mungkin juga menyukai